Anda di halaman 1dari 21

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Nomor Rekam Medis : 248894
Tanggal Lahir : 31-12-1941
Umur : 71 tahun
Jenis Kelamin : Pria
Agama : Islam
Alamat : Grendeng, Purwokerto Utara
Tanggal masuk RS : 25-08-2013
Tanggal keluar RS :

B. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama : Sesak napas
b. Keluhan Tambahan : bengkak pada tungkai bawah, lemas
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas sejak satu hari sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya sesak dirasakan tidak terlalu berat, namun lama-kelamaan sesak dirasakan
sangat berat hingga pasien tidak dapat beraktifitas dan memerlukan bantuan orang lain.
Sesak dirasakan lebih hebat setelah pasien melakukan aktifitas dan berkurang jika pasien
istirahat dan dalam keadaan setengah duduk. Pada malam hari, pasien sering terbangun
karena sesak yang dialaminya.
Sejak lima bulan terakhir, akitifitas pasien sudah cukup terbatas. Pasien sering
merasa sesak napas dan cepat lelah, terutama setelah jalan kaki ataupun setelah
melakukan pekerjaan rumah seperti menyapu dan mengepel lantai. Akibatnya, pasien
lebih sering berdiam diri di rumah dan hanya melakukan pekerjaan rumah yang ringan
saja.
Selain itu, pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua kaki yang menjalar
sampai kedua tungkainya sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga

1
mengaku selalu tidur dengan bantal lebih dari dua. Tidak ada riwayat demam, nyeri dada,
berdebar-debar, gangguan dalam berkemih, dan gangguan BAB.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat diabetes melitus disangkal
- Riwayat hipertensi melitus disangkal
- Riwayat penyakit jantung ada
- Riwayat alergi disangkal

e. Riwayat Penyakit Keluarga


- Riwayat diabetes mellitus disangkal
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat penyakit jantung disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, kondisi lemah.
b. Kesadaran : Komposmentis
c. Tanda-tanda Vital
- Tekanan Darah 150/100 mmHg
- Nadi 92 kali/menit, teratur, isi cukup, equal.
- Suhu 36,4oC (aksila)
- Pernapasan 32 kali/menit, irama teratur.
d. Status Generalis

Kepala : Normocephal, rambut hitam merata, tipis, tidak mudah dicabut.


Mata : Palpebra superior kanan dan kiri tidak cekung, konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, kornea jernih, refleks cahaya langsung
dan tidak langsung positif, pupil bulat isokor 3 /3 cm, air mata +/+.
Telinga : Daun telinga simetris kanan dan kiri, lekukan sempurna, liang
telinga lapang, tidak ada serumen, tidak ada sekret, membran
timpani intak. Pendarahan (-)
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum tidak ada, mukosa tidak hiperemis,

2
sekret tidak ada, napas cuping hidung (+). Pendarahan (-).
Mulut: Bibir tidak pucat dan tidak sianosis, mukosa bibir basah, lidah tidak
kotor dan tidak tremor, faring tidak hiperemis, gigi lengkap, Tonsil
T1-T1 tenang.
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba, trakea di tengah, JVP meningkat.
Thoraks : Normochest, tidak ada retraksi, simetris saat statis dan dinamis, tidak
ada sikatriks, tidak ada pelebaran vena
Paru
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak ada retraksi
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri.
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru.
Auskultasi: Suara napas dasar vesikuler. Tidak ada ronki, tidak ada wheezing.

Jantung Iktus kordis tidak tampak.


Inspeksi: Iktus kordis teraba di sela iga intercostal V LMC sinistra, tidak kuat
Palpasi: angkat, thrill (-).
Batas jantung kanan pada intercostal V parasternal kanan,
Perkusi : Batas jantung kiri pada interkosta V midklavikula kiri
Batas pinggang jantung pada interkosta III parasternal kiri.
Auskultasi: Bunyi jantung I-II murni reguler, murmur tidak ada, gallop tidak
ada.
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak tampak gambaran usus / pergerakan usus
Auskultasi: Bising usus (+) normal.
Palpasi: Lembut, tidak teraba benjolan atau massa, nyeri tekan tidak ada, hati
dan limpa tidak teraba,
Perkusi : Pekak alih (+).
Ekstrimitas: Akral hangat, akral tidakada sianosis, perfusi perifer baik, Edema
tungkai (+/+)

3
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium

Parameter Hasil Nilai Normal


Hemoglobin 14,7 L 14 – 18 P 12 – 16 g/dl
Leukosit 5.900 4.800 – 10.800 /μL
Hematokrit 48 L 40 – 54 P 35 – 47 %
Eritrosit Tidak diperiksa L 4,5-6 P 4-5,5 jt/µL
Trombosit 182.000 150.000 – 400.000 jt/μL
LED 8 L 0-15 P 0-20mm/jam
Glukosa Darah Sewaktu 127 ≤ 200 mg/dl
SGOT 65 L < 37 P < 31 UI/L
SGPT 47 L < 41 P < 31 UI/L
Kolesterol Total 151 ≤200mg/dl
Trigliserida 64 74-172mg/dl
Kolestrol HDL Tidak diperiksa ≥35mg/dl
Kolestrol LDL Tidak diperiksa ≤130mg/dl
Ureum 31 10 – 50 mg/dl
Kreatinin 2,09 L 0,91-1,3 P 0,6-1,1 mg/dl
Asam Urat 8,32 L 3,6-8,2 P 2,3-6,5mg/dl

E. Diagnosis
CHF derajat III
Hipertensi grade I

F. Penatalaksanaan
a. Non-medika mentosa
- Edukasi
b. Medikamentosa
- IVFD RL 8 tpm
- Inj. Furosemid 2x1/2 ampul (IV)

4
- Inj. Ranitidin 2x1 ampul (IV)
- Digoxin tab 2x1/2
- Spironolactam tab 1x25mg
- Captopril 12,5mg 2x1/2 tab
G. Prognosis
- Qua ad vitam: dubia ad bonam
- Qua ad fungsionam: dubia ad malam
- Qua ad sanationam: dubia ad malam

H. Follow Up

Tanggal Subject Objective Assesment Plan


26-08-2013 Sesak berkurang Compos mentis, tampak CHF IVFD RL 8 tpm
sakit sedang Inj. Radin 2x1 ampul
Kaki bengkak HT grade I
TD: 130/80 mmHg (IV)
Nafsu makan RR: 20 x/menit Inj. Furosemid 2x1/2
Nadi:92x/menit, teratur,
menurun ampul (IV)
kuat
Perut bengkak Suhu :36,3°C
Spironolaktam 1x25mg
Mata: konjungtiva Digoxin tab 2x1/2
dan terasa penuh Captopril tab 12,5mg
tidak anemik dan sklera
tidak ikterik 2x1/2 tab
Hidung: Nafas cuping
hidung (-)
Mulut: mukosa bibir
basah, sianosis (-)
Leher: JVP meingkat
Thoraks: pergerakan
simetris
Jantung: BJ I-II
regular, murmur(-),
gallop (-)
Paru: Suara nafas
ekspirasi memanjang,
Ronki (-), Wheezing(-)
Abdomen: Datar,
bising usus (+) normal,
nyeri tekan (-), ascites
(+), Hepar dan limpa
tidak teraba.
Ekstremitas: akral
hangat, sianosis tidak
ada,edema kaki (+/+)
27-08-2013 Ssesak berkurang Compos mentis, tampak CHF IVFD RL 8 tpm
sakit sedang Inj. Radin 2x1 ampul
Bengkak pada HT grade I
TD: 130/80 mmHg (IV)
tungkai mulai RR: 20 x/menit Inj. Furosemid 2x1/2
Nadi:76x/menit, teratur,
berkurang ampul (IV)
kuat
Perut mual dan Suhu :36,8°C
Spironolaktam 1x25mg

5
terasa penuh Mata: konjungtiva Digoxin tab 2x1/2
tidak anemik dan sklera Captopril tab 12,5mg
tidak ikterik 2x1/2 tab
Hidung: Nafas cuping
hidung (-)
Mulut: mukosa bibir
basah, sianosis (-)
Leher: JVP meningkat
Thoraks: pergerakan
simetris
Jantung: BJ I-II
regular, murmur(-),
gallop (-)
Paru: Suara nafas
ekspirasi memanjang,
Ronki (-), Wheezing(-)
Abdomen: Datar,
bising usus (+) normal,
nyeri tekan (-), ascites
(+). Hepar dan limpa
tidak teraba.
Ekstremitas: akral
hangat, sianosis tidak
ada,edema kaki (+/+)

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GAGAL JANTUNG

2.1. Definisi

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan
sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung juga
dikatakan sebagai suatu sindroma dimana fungsi jantung berhubungan dengan penurunan
toleransi latihan, insidensi aritmia yang tinggi, dan penurunan harapan hidup. European Society
of Cardiology, 1995 juga menjelaskan adanya gejala gagal jantung yang reversible dengan terapi,
dan bukti objektif adanya disfungsi jantung.1

Gagal jantung juga didefinisikan sebagai sindroma klinik yang ditandi dengan sesak
napas dan kelelahan (saat istirahat atau aktivitas) yang disebabkan kelainan fungsi jantung. Atau
juga didefinisikan sebagai sindroma klinik yang kompleks yang disebabkan oleh disfungsi
ventrikel berupa gangguan pengisian pompa jantung sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.2

2.2. Epidemiologi

Diperkirakan terdapat sekitar 23 juta orang mengidap gagal jantung di seluruh dunia.
Sekitar 2% dari orang dewasa di dunia mengidap gagal jantung, 6-10% diantaranya berusia
diatas 65 tahun. American Heart Association memperkirakan 4,7 juta orang menderita gagal
jantung di Amerika Serikat pada tahun 2000 dan dilaporkan terdapat 550.000 kasus baru setiap
tahun. AHA juga melaporkan bahwa prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat pada tahun
2006 yaitu 3,1% pada laki-laki dan 2,1% pada perempuan dengan jumlah kematian akibat gagal
jantung sekitar 282.800 orang.3

Hasil Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 2007 menunjukan
bahwa gagal jantung merupakan kasus ketida terbanyak dari seluruh penyakit jantung dengan
jumlah kasus baru kunjungan rawat jalan sebanyak 38.438 orag dengan proporsi 9,88% dan

7
kunjungan rawat inap sebanyak 18.585 orang dengan proporsi 18,23% sedangkan Case Fatality
Rate (CFR) 13,420 per 100.000.1

2.3. Etiologi

Gagal jantung paling sering disebabkan oleh gagal kontraktilitas miokard, seperti yang
terjadi pada infark miokard, hipertensi lama, atau kardiomiopati. Namun, pada kondisi tertentu,
bahkan miokard dengan kondisi yang baik tidak dapat memenuhi kebutuhan darah sistemik ke
seluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Kondisi ini disebabkan oleh masalah
mekanik seperti regurgitasi katup berat, fistula arteriovena, defisiensi tamin (beri-beri), dan
anemia berat. Keadaan curah jantung yang tinggi sendiri dapat menyebabkan gagal jantung.
Selain itu gagal jantung dpat juga disebabkan keadaan diluar jantung seperti kelainan endokrin,
penyakit ginjal, penyakit hati, dan penggunaan obat-obatan.3

2.4. Patofisiologi

Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi gangguan pada jantung,
otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang
kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi mekanisme kompensasi
neurohormonal, sistem Renin – Angiotensin – Aldosteron (system RAA) serta kadar vasopresin
dan natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan jantung sehingga aktivitas
jantung dapat terjaga. 2,4

Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokons-triksi perifer
(peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan gangguan
pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya apoptosis
miosit, hipertofi dan nekrosis miokard fokal.2

Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin, angiotensin II plasma


dan aldosteron. Angiotensin II merupakan vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan
sirkulasi sistemik yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis,
menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron. Aldosteron akan menyebabkan

8
retensi natrium dan air serta meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek
pada miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.2,4

Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir sama yang memiliki
efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP)
dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis dan
vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga dihasilkan di jantung,
khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada
endotel pembuluh darah dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi
minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon terhadap ekspansi volume
dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi
aldosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan natriuretic peptide pada
gagal jantung, maka banyak penelitian yang menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik
dan prognosis, bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung. Vasopressin
merupakan hormon antidiuretik yang meningkat kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat.
Kadar yang tinggi juga didpatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan
hiponatremia. 2,4

Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan merupakan peptide
vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang
bertanggung jawab atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin
meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung.

Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi miokard, dengan kekakuan


dinding ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada
pengisian ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab lain seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 %
penderita gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada penderita gagal
jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic yang timbul bersamaan meski dapat
timbul sendiri.2,3

9
Gambar 1. Patofisiologi CHF2

Gambar 2. Respon Sistemik terhadap CHF2

10
2.5. Gejala Klinis

a. Gagal Jantung Kiri

ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal
jantung kiri terjadi karena ventrikel gagal untik memompa darah secara adekuat sehingga
menyebabkan kongesti pulmonal, hipertensi dan kelaninan pada katup aorta atau mitral.
Gagal ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri
murni disebut juga edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau sinkron,
maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.2,3,4

Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena vetrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan ciran terdaeong ke jaringan paru. Dipsnea dapat terjadi akibat penimbunan
cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat
curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa-sisa katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi
yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan
batuk.4

Tabel. Gambaran Klinis Gagal Jantung Kiri

Gejala Tanda
1. Penurunan kapasitas aktivitas 1. Kulit lembab
2. Dipsnea (mengi, ortthopnea, 2. Tekanan darah (tinggi, normal,
PND) atau rendah)
3. Batuk (hemoptisis) 3. Denyut nadi (volume normah
4. Letargi dan kelelahan atau rendah)
5. Penurunan napsu makan dan (alternans/takikardia/aritmia)
berat badan 4. Pergeseran apex jantung
5. Regurgitasi mitral fungsional
6. Krepitasi paru
7. Efusi pleura

b. Gagal Jantung Kanan

Gagal jantung kanan disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung
kiri yang berlangsung cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi

11
secara sistemik di kaki, asites, heptosplenomegali, dll. Bila terjadi kegagalan ventrikel
kanan, yang menonjol adalah kongesti vicsera dan jaringan perifer. Hal ini terjadi karena
sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga
tidak dapat mengakomodasikan semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi
vena. Manifestasi klinis yang tampak dapat meliputi edema ekstrimitas bawah,
peningkatan berat badan, hepatomegali, distensi vena leher, ascites, anoreksia mual dan
nokturia.2,3

Tabel. Gambaran Klinis Gagal Jantung Kanan

Gejala Tanda
1. Pembengkakan pergelangan 1. Denyut nadi (aritmia
kaki /takikardia)
2. Dispnea tapi bukan orthopnea 2. Peningkatan JVP
atau PND 3. Edema tungkai
3. Penurunan kapasitas aktivitas 4. Hepatomegali dan ascites
4. Nyeri dada 5. Gerakan gelombang parasternal
6. S3 atau S4

Berdasarkan New York Heart Association (NYHA) diklasifikasikan menjadi 4


kelas fungsional, yaitu:3
 Kelas I: pasien dengan penyakit jantung tapi tidak mempunyai batasan aktivitas
fisik
 Kelas II: pasien dengan penyakit jantung tetapi punya sedikit batasan aktivitas
fisik
 Kelas III: pasien dengan penyakit jantung yang mempunyai batasan yang harus
diperhatikan dalam aktivitas fisik
 Keas IV: pasien dengan penyakit jantung yang tidak dapat melakukan berbagai
aktivitas fisik yang disebabkan dypsnea.

12
2.6. Diagnosis

Diagnosis didasarkan pada gejala pada anamnesa dan tanda pada pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang lain, diantaranya:

 EKG (elektrokardiografi)

EKG tidak dapat digunakan untuk mengukur anatomi LVH tetapi hanya
merefleksikan perubahan elektrik (atrial atau ventrikular aritmia) sebagai faktor sekunder
dalam mengamati perubahan anatomi. Hasil pemeriksaan ekg tidak spesifik menunjukan
adanya gagal jantung.3

 Radiologi (thorax foto)

Foto thorax dapat membantu dalam mendiagnosis gagal jantung. Kardiomegali


ditunjukan dengan peningkatan cardiothoracic ratio / CRT, lebih besar dari 0.5, pada
tampilan posterior. Pada pemeriksaan ini tidak dapat menentukan gagal jantung pada
disfungsi diastolik karena ukurannya terlihat normal.3

 Echocardiography (ECG)

Pemeriksaan ini direkomendaikan untuk semua pasien gagal jantung. Tes ini
membantu menetapkan ukuran ventrikel kiri, masa, dan fungsi. Kelemahan ECG adalah
relatif mahal, hanya ada di rumah sakit tertentu, dan tidak tersedia untuk pemeriksaan
skrining yang rutin untuk hipertensi.3,4

Pada saat ini terdapat metoda baru yang mampu menentukan gagal jantung yaitu
pemeriksaan laboratorium BNP (brain natriuretic peptide) dan NT-pro BNP (N terminal
protein BNP). Kegunaan pemeriksaan BNP adalah untuk skrining penyakit jantung,
stratifikasi pasien dengan gagal jantung, deteksi left ventricular systolic dan atau diastolic
dysfunction serta untuk membedakan dengan dypsnea. Berbagai studi menujukan bahwa
BNP lebih akurat mendiagnosis gagal jantung.3

13
2.7. Penatalaksanaan

1. Terapi Umum dan Faktor Gaya Hidup

Terapi umum pada gagal jantun ditujukan untuk mengatasi infeksi, gangguan metabolik
(diabetes mellitus), keadaan katabolik yang tidak seimbang antara nitrogen dan kalori
yang negatif, serta gagal ginjal.4

a. Aktifitas fisik harus disesuaikan dengan tingkat gejala. Aktifitas yang sesuai
menurunkan tonus simpatik, mendorong penurunan berat badan, dan memperbaiki
gejala dan toleransi aktivitas pada gagal jantung terkompensasi dan stabil.

b. Oksigen merupakan vasorelaksan paru, merupakan afterload RV, dan memperbaiki


aliran darah paru.

c. Merokok cenderung menurunkan curah jantung, meningkatkan denyut jantung, dan


meningkatkan resistensi vascular sistemik dan pulmonal dan harus dihentikan.

d. Konsumsi alkohol merubah keseimbangan cairan, inotropik negative, dan dapat


memperburuk hipertensi. Penghentian konsumsi alcohol memperlihatkan perbaikan
gejala dan hemodinamik bermakna.

2. Terapi oksigen dan ventilasi

Terapi ini ditujukan untuk memberikan oksigen yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan oksigen tingkat sel sehingga dapat mencegah disfungsi end organ dan
awitan kegagalan multi organ. Pemeliharaan saturasi O2 dalam batas normal (95%-
98%) penting untuk memaksimalkan oksigenasi jaringan.4

3. Terapi obat-obatan

a. Diuretik

Diuretik digunakan pada semua keadaan dimana dikehendaki peningkatan


pengeluaran air, khususnya pada hipertensi dan gagal jantung. Diuterik yang sering
digunakan golongan diuterik loop dan thiazide. 2,3

14
 Diuretik Loop (bumetamid, furosemid) meningkatkan ekskresi natrium dan
cairan ginjal dengan tempat kerja pada ansa henle asenden, namun efeknya bila
diberikan secara oral dapat menghilangkan pada gagal jantung berat karena
absorbs usus. Diuretik ini menyebabkan hiperurisemia.

 Diuretik Thiazide (bendroflumetiazid, klorotiazid, hidroklorotiazid, mefrusid,


metolazon). Menghambat reabsorbsi garam di tubulus distal dan membantu
reabsorbsi kalsium. Diuretik ini kurang efektif dibandingkan dengan diuretic
loop dan sangat tidak efektif bila laju filtrasi glomerulus turun dibawah 30%.
Penggunaan kombinasi diuretic loop dengan diuretic thiazude bersifat sinergis.
Tiazide memiliki efek vasodilatasi langsung pada arterior perifer dan dapat
menyebabkan intoleransi karbohidrat.

b. Digoksin

Pada tahun 1785, William Withering dari Birmingham menemukan penggunaan


ekstrak foxglove (Digitalis purpurea). Glikosida seperti digoksin meningkatkan
kontraksi miokard yang menghasilkan inotropisme positif yaitu memeperkuat
kontraksi jantung, hingga volume pukulan, volume menit dan dieresis diperbesar
serta jantung yang membesar menjadi mengecil. Digoksin tidak meneyebabkan
perubahan curah jantung pada subjek normal karena curah jantung ditentukan tidak
hanya oleh kontraktilitas namun juga oleh beban dan denyut jantung. Pada gagal
jantung, digoksin dapat memperbaiki kontraktilitas dan menghilangkan mekanisme
kompensasi sekunder yang dapat menyebabkan gejala.4

c. Vasodilator

Vasodilator dapat menurunkan afterload jantung dan tegangan dinding ventrikel,


yang merupakan determinan utama kebutuhan oksigen moikard, menurunkan
konsumsi oksigen miokard dan meningkatkan curah jantung. Vasodilator dapat
bekerja pada system vena (nitrat) atau arteri (hidralazin) atau memiliki efek
campuran vasodilator dan dilator arteri (penghambat ACE, antagonis reseptor
angiotensin, prazosin dan nitroprusida). Vasodilator menurukan prelod pada pasien
yang memakan diuterik dosis tinggi, dapat menurunkan curah jantung dan

15
menyebabkan hipotensi postural. Namun pada gagal jantung kronis, penurunan
tekanan pengisian yang menguntungkan biasanya mengimbangi penurunan curah
jantung dan tekanan darah. Pada gagal jantung sedang atau berat, vasodilator arteri
juga dapat menurunkan tekanan darah.3,4

d. Beta Blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol)

Penyekat beta adrenoreseptor biasanya dihindari pada gagal jantung karena kerja
inotropik negatifnya. Namun, stimulasi simpatik jangka panjang yang terjadi pada
gagal jantung menyebabkan regulasi turun pada reseptor beta jantung. Dengan
memblok paling tidak beberapa aktivitas simpatik, penyekat beta dapat
meningkatkan densitas reseptor beta dan menghasilkan sensitivitas jantung yang
lebih tinggi terhadap simulasi inotropik katekolamin dalam sirkulasi. Juga
mengurangi aritmia dan iskemi miokard. Penggunaan terbaru dari metoprolol dan
bisoprolol adalah sebagai obat tambahan dari diuretic dan ACE-blokers pada
dekompensasi tak berat. Obat-obatan tersebut dapat mencegah memburuknya
kondisi serta memeperbaiki gejala dan keadaan fungsional. Efek ini bertentangan
dengan khasiat inotrop negatifnya, sehingga perlu dipergunakan dengan hati-hati.4

e. Antikoagulan

Antikoagolan adalah zat-zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan
menghambat pembentukan fibrin. Antagonis vitamin K ini digunakan pada keadaan
dimana terdapat kecenderungan darah untuk memebeku yang meningkat, misalnya
pada trombosis. Pada trobosis koroner (infark), sebagian obat jantung menjadi mati
karena penyaluran darah kebagian ini terhalang oleh tromus disalah satu
cabangnya. Obat-obatan ini sangat penting untuk meningkatkan harapan hidup
penderita.4

f. Antiaritmia

Antiaritmia dapat mencegah atau meniadakan gangguan tersebut dengan jalan


menormalisasi frekuensi dan ritme pukulan jantung. Kerjanya berdasarkan
penurunan frekuensi jantung. Pada umumnya obat-obatn ini sedikit banyak juga

16
mengurangi daya kontraksinya. Perlu pula diperhatikan bahwa obat-obatan ini juga
dapat memeperparah atau justru menimbulkan aritmia. Obat antiaritmia
memepertahankan irama sinus pada gagal jantung memberikan keuntungan
simtomatik, dan amiodaron merupakan obat yang paling efektif dalam mencegah
AF dan memperbaiki kesempatan keberhasilan kardioversi bila AF tetap ada.4

2.8. Prognosis

Pasien dengan gagal jantung akut memiliki prognosis yang sangat buruk. Dalam satu
randomized trial yang besar pada pasien yang dirawat dengan gagal jantung yang mengalami
dekompensasi, mortalitas 60 hari adalah 9,6% dan apabila dikombinasi dengan mortalitas
dan perawatan ulang dalam 60 hari jadi 35,2%. Sekitar 45% pasien GJA akan dirawat ulang
paling tidak satu kali, 15% paling tidak dua kali dalam 12 bulan pertama. Angka kematian
lebih tinggi lagi pada infark jantung yang disertai gagal jantung berat dengan mortalitas
dalam 12 bulan adalah 30%.2

Terdapat beberapa faktor klinis yang penting pada pasien dengan gagal jantung akut yang
dapat mempengaruhi respon terhadap terapi maupun prognosis, diantaranya adalah:

1. Tekanan darah sistolik yang tinggi saat masuk berhubungan dengan mortalitas pasca
perawatan yang rendah namun perawatan ulang dalam 90 hari tidak berbeda antara pasien
dengan hipertensi maupun normotensi. Tekanan darah sistolik yang rendah (<120
mmHg) saat masuk rumah sakit menunjukkan prognosis yang lebih buruk. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Gheorghiade et al didapatkan bahwa peningkatan tekanan
darah sistolik berhubungan dengan mortalitas selama perawatan yang rendah yaitu 7.2%
(<120 mm Hg), 3.6% (120-139 mm Hg), 2.5% (140-161 mm Hg). 1.7% (>161 mm Hg).

2. Gangguan fungsi ginjal tampaknya juga mempengaruhi hasil akhir pada gagal jantung
akut. Pada penelitian yang dilakukan Klein et al didapatkan bahwa rendahnya estimated
glomerular filtration rate (eGFR) dan tingginya BUN saat masuk RS berkaitan dengan
meningkatnya risiko kematian dalam 60 hari pasca perawatan.

3. Pada pasien gagal jantung yang disertai PJK terdapat peningkatan mortalitas pasca
perawatan dibandingkan pasien tanpa PJK. Secara umum, penyakit jantung koroner dapat

17
meningkatkan mortalitas pasien gagal jantung akut. Angka mortalitas mencapai 20-40%
pada gagal jantung yang berhubungan dengan infark miokard akut.33 Peningkatan kadar
troponin yang diobservasi pada 30 – 70% pasien dengan PJK berkaitan dengan
meningkatnya mortalitas pasca perawatan sebanyak 2 kali, sedangkan angka perawatan
ulang dirumah sakit meningkat 3 kali.

4. Peningkatan kadar natriuretik peptida juga berhubungan dengan meningkatnya mortalitas


pasca perawatan dan perawatan ulang di rumah sakit.

5. Pasien dengan tekanan baji kapiler paru yang rendah memperlihatkan peningkatan
survival pasca perawatan. Tekanan baji kapiler paru yang tinggi, sama atau lebih dari 16
mmHg merupakan prediktor mortalitas tinggi.

6. Durasi QRS yang memanjang juga menjadi faktor independen terhadap tingginya
morbiditas dan pasca perawatan.

18
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya sesak dirasakan tidak terlalu berat, namun lama-kelamaan sesak dirasakan
sangat berat hingga pasien tidak dapat beraktifitas dan memerlukan bantuan orang lain dan
berkurang jika pasien beristirahat dalam posisi setengah duduk. Sesak napas tidak dipengaruhi
oleh perubahan cuaca. Keluhan sesak yang dialami pasien khas seperti keluhan sesak pada
kelainan jantung. Keluhan sesak pada pasien ini mengindikasikan adanya kelainan jantung kiri
yang menyebabkan edema paru. Pasien juga mengaku pasien merasa lebih nyaman jika tidur
dalam posisis duduk, dan merasa sesak jika berbaring. Hal tersebut khas ada edema paru. Gagal
jantung didefinisikan sebagai sindroma klinik yang kompleks yang disebabkan oleh disfungsi
ventrikel berupa gangguan pengisian pompa jantung sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Gagal jantung sendiri dibedakan menjadi gagal jantung kiri dan gagal
jantung kanan. Sesak napas merupakan gejala yang khas pada gagal jantung kiri. Jika terdapat
gagal jantung kiri, biasanya akan diikuti dengan gagal jantung kanan, tetapi bisa juga berdiri
sendiri.
Pasien juga mengeluhkan bengkak pada kedua tungkai bawah sejak 2 hari yang lalu.
Tungkai bawah dirasakan semakin lama semakin membengkak. Bengkak bada tungkai bawah,
menunjukan adanya tanda-tanda gagal jantung kanan.

Sehari-hari pasien hanya bisa melakukan pekerjaan ringan saja, karena jika melakukan
pekerjaan berat pasien akan merasakan sesak napas. Pasien juga mengaku selalu tidur dengan
bantal lebih dari dua. Berdasarkan terganggunya kativitas sehari-hari, New York Heart
Association (NYHA) diklasifikasikan menjadi 4 kelas fungsional, pada pasien ini termasuk
kategosri Kelas III: pasien dengan penyakit jantung yang mempunyai batasan yang harus
diperhatikan dalam aktivitas fisik.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, nadi 92 kali/menit,
teratur, isi cukup, equal, suhu 36,8oC (aksila), pernapasan 32 kali/menit, irama teratur. Dengan
tekanan darah 150/100 mmHg, maka pasien masuk kriteria hipertensi grade I. Menurut JNC,

19
hipertensi grade I adalah tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan atau
diastolik lebih dari sama dengan 90mmHg.

Penatalaksanaan gagal jantung secara umum bertujuan untuk meningkatkan kualitas


hidup si penderita. Terapi secara umum dimulai dengan edukasi terhadap pasien dan keluarga
mengenai penyakit dan komplikasi yang bisa ditimbulkan, edukasi mengenai diet dan gaya hidup
sehat, serta pembatasan aktivtas bagi pasien, juga menghindari berbagai resiko yang dapat
memperberat penyakitnya seperti konsumsi rokok dan alkohol.

Terapi medika mentosa pada kasus gagal jantung prinsipnya adalah pembatasan cairan,
mengurangi preload jantung, meningkatkan kontraktilitas, dan mengutangi beban afterload
jantung. Pada pasien diberikan IVFD RL 8 tpm. Spironolacton tab 1x25mg dan Inj. Furosemid
2x1/2 ampul (IV) diberikan untuk mengatasi udem dan ascites pada pasien, serta mengurangi
beban preload jantung. furesemid merupakan suatu diuretik kuat. Digoxin tab 2x1/2 untuk
meningkatkan kontraktilitas jantung. Digoxin merupakan obat golongan digitalis yang bersifat
inotropik negatif dan konotropik positif. Untuk mengatasi hipertensi, diberikan Captopril tab
12,5mg 2x1/2 tab.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Pangabean, Manurung M. Gagal Jantung dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed. IV.

Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI. 2007. 1503-4.

2. Francis, Gary S., Wilson Tang. Phatophysiology of Congestif Heart Failure. Reviews in

Cardiovascular Medcine. 2003:4(2):14-20.

3. McMurray, John, Michel Komajda, Stefan Anker, Roy Gardner. Heart Failure: Aetiology,

Epidemiology, ang Diagnosis.

4. Ghanie, Ali. Gagal Jantung Kronik dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed. IV. Jakarta:

Pusat Penerbitan IPD FKUI. 2007. 1511-14.

21

Anda mungkin juga menyukai