Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) telah melaju dengan pesat
seiring dengan perkembangan zaman. Tentunya perkembangan ini erat
hubungannya dengan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi
memberikan wahana yang memungkinkan pelaksanaan IPA, termasuk di
dalamnya terdapat ilmu kimia yang juga berkembang dengan pesat.
Perkembangan IPA yang begitu pesat mewajibkan para pendidik untuk dapat
merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan
konsep kimia yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat.
Kreatifitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak yang harus
ditingkatkan untuk dapat menyesuaikan perkembangan kimia tersebut. Jalur yang
tepat untuk meningkatkan sumber daya masyarakat adalah melalui pendidikan.
Pembaharuan di bidang pendidikan terus dilakukan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan, diantaranya adalah pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). KTSP menekankan keterlibatan siswa secara aktif dan
berusaha menemukan konsep sendiri dalam proses pembelajaran di semua mata
pelajaran termasuk kimia. Guru sebagai fasilitator, katalisator dan pendorong
siswa untuk menggunakan keterampilan proses sains (KPS) serta menerapkan
pembelajaran kimia yang mampu mengembangkan life skill yang merupakan
implementasi dari ilmu kimia itu sendiri.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa metode pembelajaran
konvensional masih mendominasi dalam proses mengajar kimia. Pembelajaran
konvensional yang umum dilakukan adalah metode mengajar dalam bentuk
ceramah atau metode mengajar secara informatif, pengajar lebih banyak berbicara
dan bercerita untuk menginformasikan semua fakta dan konsep sedangkan siswa
hanya mendengarkan dan mencatat hal-hal yang disampaikan pengajar tersebut
tanpa mengetahui darimana fakta dan konsep itu ditemukan. Secara pengetahuan
siswa akan memiliki banyak konsep tetapi tidak dilatih untuk menemukan dan
1
mengembangkan konsep. Guru tidak begitu peduli apakah konsep dan rumus
tersebut benar atau salah, akan tetapi lebih peduli pada hasil belajar yang berupa
nilai angka. Metode pembelajaran konvensional dapat menyebabkan minat belajar
siswa menjadi rendah karena metode ini kurang menarik, menghalangi respons
siswa dan daya minat.
Salah satu tugas guru adalah menciptakan suasana pembelajaran yang
dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan semangat.
Suasana pembelajaran yang demikian akan berdampak positif dalam pencapaian
prestasi belajar. Seorang guru harus memiliki kemampuan dalam memilih
pendekatan pembelajaran dan sekaligus menggunakan metode pembelajaran yang
tepat untuk menciptakan situasi pembelajaran yang kondusif. Ketidaktepatan
penggunaan metode mengajar sering menimbulkan kejenuhan dalam mengikuti
pelajaran dan materi yang diajarkan kurang dapat dipahami sehingga
mengakibatkan siswa menjadi apatis atau tidak peduli terhadap materi yang
diajarkan.
IPA khususnya kimia adalah pendekatan untuk mengerti kejadian-kejadian
yang berlangsung di alam semesta mengubah kejadian yang sangat kompleks
menjadi lebih sederhana, contohnya mengetahui keseluruhan dengan jalan
mempelajari sebagian kecil dari keseluruhan tersebut kemudian bagian-bagian
tersebut dipelajari biasanya dalam bentuk Eksperimen dengan tujuan untuk
mengetahui keseluruhan.1 Kegiatan IPA termasuk di dalamnya kimia dapat
dilakukan di laboratorium atau di luar laboratorium seperti di sekolah, di rumah,
dan sebagainya.2 Siswa akan lebih mudah memahami konsep yang rumit dan
abstrak jika disertai contoh-contoh yang kongkrit, contoh-contoh yang wajar
sesuai dengan kondisi yang dihadapi, dengan mempraktikkannya sendiri. Siswa
juga dapat mempelajari kimia melalui pengamatan langsung terhadap gejala-
gejala maupun proses kimia, dapat melatih keterampilan berfikir ilmiah, dapat
menanamkan dan mengembangkan sikap ilmiah, dapat menemukan dan
memecahkan berbagai masalah baru melalui metode ilmiah tersebut.
1
Noehi Nasution. Pendidikan IPA di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2005)., hal. 2.6
2
Ibid., hal. 2.25
2
Proses belajar mengajar ini dapat dikembangkan apabila guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan
serta keterampilan fisik maupun mental sesuai dengan taraf kemampuannya. Guru
tidak hanya memberikan pengetahuan saja, melainkan menyiapkan situasi yang
menggiring siswa untuk bertanya atau bahkan menjawab pertanyaan baik
pertanyaan dari guru maupun temannya, mengamati, mengadakan Eksperimen
serta menemukan fakta dan konsep sendiri.
Pembelajaran ilmu kimia juga perlu disusun sedemikian rupa sehingga
siswa terlibat secara aktif. Hal ini berarti pembelajaran yang baik harus meliputi
aspek kognitif, psikomotorik, dan aspek afektif. Perkembangan kognitif anak
sesungguhnya dilandasi oleh gerakan dan perbuatan. Proses belajar mengajar yang
digunakan harus berfokus pada keaktifan siswa dan guru memposisikan diri
sebagai fasilitator sehingga siswa mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk
mengembangkan diri sesuai dengan taraf kemampuannya dalam rangka
menanamkan sikap dan nilai pada siswa. Keaktifan siswa di sekolah menengah
pada umumnya masih kurang dan kegiatan pembelajaran cenderung terpusat pada
guru. Hal ini disebabkan proses pembelajaran lebih menekankan pada bercerita
dan mendengarkan saja, tidak terkecuali pada pokok materi Sistem Koloid yang
merupakan materi yang cukup mudah.
Hasil wawancara dengan guru kimia MAN Cipondoh Tangerang diperoleh
bahwa hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA 1 selama ini sangat rendah. Terlihat
dari rata-rata nilai ulangan harian siswa yang masih di bawah nilai KKM yaitu
pada materi Asam Basa mempunyai nilai rata-rata sebesar 42,73 dan pada materi
Larutan Penyangga mempunyai nilai rata-rata sebesar 46,52. Adapun nilai KKM
yang ditetapkan yaitu: 70. Rendahnya hasil belajar siswa tersebut diduga kuat
akibat motivasi, minat dan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sangat
rendah, sehingga terlihat siswa tidak pernah siap untuk menerima materi pelajaran
dalam setiap pertemuannya. Selain itu juga guru kimia mengakui bahwa
rendahnya motivasi, minat dan aktivitas siswa karena kurang tersedianya
sarana dan pra sarana penunjang berlangsungnya kegiatan belajar kimia seperti:

3
kondisi laboratorium yang kurang kondusif terlihat dari alat dan bahan yang tidak
memadai.
Selain mewawancarai guru, wawancara juga dilakukan kepada salah
seorang siswa kelas XI IPA 1 sebagai kunci utama yang mengetahui penyebab
rendahnya hasil belajar siswa. Responden yang di wawancarai mengatakan
bahwa rendahnya hasil belajar kimia siswa-siswi kelas XI IPA 1 MAN
Cipondoh karena menurut mereka ilmu kimia merupakan ilmu yang sulit
dimengerti karena bersifat abstrak sehingga mereka kurang antusias terhadap
pelajaran kimia. Menurutnya hal itu terbukti dari jumlah 33 siswa ternyata hanya
terdapat 5 orang siswa yang mempunyai kesiapan untuk belajar kimia.
Responden memberikan pendapat bahwa sebaiknya belajar kimia lebih banyak
melakukan kegiatan eksperimen seperti yang mereka lakukan ketika belajar
asam-basa.
Setelah melakukan wawancara, peneliti melakukan observasi terhadap
kegiatan belajar siswa. Hal ini dilakukan untuk agar identifikasi masalah yang
dihadapi siswa benar-benar terjadi secara riil di lapangan. Hasil pengamatan yang
dilakukan pada hari jumat tanggal 04 februari dan kamis tanggal 10 februari 2011
didapatkan hasil pengamatan yang tidak jauh berbeda yaitu siswa cenderung pasif.
Hal itu terlihat dari cara siswa yang hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan
tidak ada siswa yang berkomentar ketika kegiatan proses belajar mengajar
berlangsung. Kalupun guru bertanya siswa cenderung diam dan tidak berani untuk
memberikan jawaban. Siswa juga kurang memanfaatkan perpustakaan yang ada.
Hal itu dapat diamati dari setiap meja siswa hanya terdapat buku tulis yang
menunggu catatan dari guru yang mengajar, padahal di perpustakaan ada beberapa
buku kimia yang bisa dimanfaatkan untuk belajar. Kenyataan seperti itu sangat
jelas menunjukan bahwa motivasi, minat serta aktivitas siswa terhadap pelajaran
kimia sangat rendah.
Untuk menambah bukti yang relevan terkait jawaban siswa dan guru dari
hasil wawancara dimana guru dan siswa mengatakan bahwa kurangnya
pelaksanaan eksperimen disebabkan oleh kondisi laboratorium yang kurang
kondusif seperti tidak tersedianya alat dan bahan yang dibutuhkan dalam
4
praktikum sehingga pelaksanaan Eksperimen kimia tidak dapat dilaksanakan.
Untuk membuktikan hal tersebut, peneliti melakukan observasi laboratorium.
Hasil observasi menunjukan bahwa laboratorium yang berada di sekolah MAN
Cipondoh masih di bawah standar laboratorium yang ada. Misalnya:
1. Tata bangunan secara teknik tidak memenuhi standar lab yang ada misalnya
dengan memperhatikan letak bangunan terhadap pemukiman dan sumber air
warga serta tidak dibuatkannya tata buang limbah secara tersendiri.
2. Ukuran ruangan memakai satu kelas dan fasilitas tidak memenuhi standar lab
terlihat kurang tersedianya fasilitas laboratorium. Fasilitas yang dimaksud
seperti: sumber air, ruang/lemari asam, ruang persiapan, ruang
pembimbing/guru, ruang gudang (gudang untuk alat/instrumen, dan gudang
bahan/pereaksi kimia), ruang timbang, meja demonstrasi, kursi siswa dan Alat
kebersihan.
3. Keamanan lab pun sangat memprihatinkan. Seperti tidak terdapatnya: sumber
air yang selalu siap mengalir, alat P3K, ventilasi yang ditunjang dengan
blower, alat pemadam api, bak cuci dan saluran buangannya terbuat dari bahan
tahan kimia, alat listrik dan kabel bersifat tahan bahan kimia, pintu keluar /
masuk yang luas, unit pengelolaan bahan buangan, dan
4. Tidak tersedianya tata tertib laboratorium.
Berdasarkan uraian di atas yang dipaparkan dari hasil wawancara,
observasi kegiatan belajar mengajar dan observasi laboratorium dapat dikatakan
bahwa rendahnya aktivitas, minat, dan hasil belajar kimia siswa dapat
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: (1) Eksperimen sangat kurang
dalam pelaksanaannya disebabkan kurangnya alat dan bahan yang tersedia; (2)
Siswa masih menganggap bahwa materi pelajaran kimia adalah abstrak dan sulit
dipahami; (3) Metode mengajar yang digunakan guru kurang bervariasi dan
tidak inovatif, sehingga membosankan dan tidak menarik minat siswa.
Untuk melakukan perbaikan terhadap rendahnya aktivitas, minat serta
hasil belajar siswa disarankan pembelajaran berlangsung sebagai berikut3: (1)
3
Widiasih. 2007. Penggunaan Peralatan dari Lingkungan Sekitar untuk Pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 2, 92-100.

5
dari konkret menuju abstrak; (2) dari yang mudah menuju yang sulit;(3) dari
yang sederhana menuju yang rumit. Dari saran tersebut nampak jelas bahwa
metode yang tepat untuk mencapai hal tersebut adalah melalui metode
Eksperimen.
Metode Eksperimen yang akan dilaksanakan merupakan salah satu
metode pembelajaran dengan pendekatan keterampilan proses. Pendekatan
keterampilan proses yang akan diterapkan untuk membantu menyelesaikan
masalah di atas adalah keterampilan dasar proses seperti mengamati,
mengklasifikasi, mengkomunikasikan, dan menyimpulkan. Keterampilan dasar
proses tersebut dapat muncul jika siswa diberi pengalaman langsung, misalnya
dengan mengamati jalannya reaksi kimia, perubahan-perubahan yang terjadi
pada reaksi kimia sampai dapat menyimpulkannya sendiri. Hal ini dapat
terlaksana jika digunakan metode eksperimen atau demonstrasi maka dalam
penelitian tindakan kelas ini digunakan metode eksperimen karena semua siswa
diberi kesempatan untuk mengamati secara langsung dari jarak dekat dan
mempraktekannya sendiri reaksi-reaksi kimia serta menyimpulkannya.
Kenyataan menunjukan bahwa laboratorium yang tersedia kurang
kondusif maka disini guru dituntut untuk dapat menunjukan kreativitasnya
dengan memanfaatkan lingkungan agar kendala yang dihadapi dalam
melaksanakan eksperimen dapat di atasi. Eksperimen yang dilakukan tidak
selalu harus dilaksanakan di dalam laboratorium tetapi dapat dilakukan pada
alam sekitar.4 Namun alangkah baiknya jika seorang guru memanfaatkan ruang
laboratorium yang sudah ada, tinggal nanti bagaimana cara membuat atau
memanfaatkan eksperimen berbasis lingkungan yang dimaksud. Metode
eksperimen berbasis lingkungan digunakan sebagai pengganti alat dan bahan
kimia yang harganya relatif mahal. Alat dan bahan pengganti tersebut sangat
mudah diperoleh dan harganya jauh lebih murah, namun dapat dijadikan sebagai
bahan Eksperimen kimia. Tujuan menggunakan alat dan bahan pengganti adalah
untuk lebih meningkatkan hasil belajar kimia yang yang umumnya bersifat
teoritis dan praktis, sehingga tidak ada alasan bagi guru kimia untuk tidak

4
Op.cit., hal. 5.17
6
melaksanakan eksperimen atau demonstrasi dalam pembelajaran, terutama untuk
mencapai kompetensi yang diharapkan.
Eksperimen berbasis lingkungan merupakan suatu kegiatan Eksperimen
IPA khususnya kimia dimana alat dan bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini
berasal dari lingkungan dan mudah diperolehnya5. Dari lingkungan seorang guru
bisa memanfaatkan alat dan bahan yang sudah ada atau bisa dengan cara
memodifikasi. Sedangkan mudah diperolehnya artinya alat dan bahan itu bisa
diperoleh di rumah, di sekolah, atau di lingkungan tempat tinggal kita.6
Dalam penerapan eksperimen IPA khususnya kimia berbasis lingkungan
tidak serta merta digunakan alat dan bahan yang berasal dari lingkungan, terlebih
lagi dalam hal pendidikan dimana harus memberikan bukti dalam setiap langkah
dan tindakan yang dikerjakan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu memperhatikan
beberapa pertimbangan dalam azas pendidikan, yaitu7:
1. Sesuai dengan tujuan pembelajaran
2. Terjangkau oleh kemampuan siswa
3. Tidak membahayakan keselamatan siswa dan guru
4. Mudah digunakan
5. Sifat alat sesuai dengan pemakai
6. Bentuk menarik dan memiliki nilai pedagogis
Contoh pembelajaran kimia menggunakan penerapan metode
Eksperimen berbasis lingkungan ini berupa langkah-langkah pembelajaran
disertai lembar kerja siswa (LKS) yang bertujuan untuk memandu siswa
menemukan konsep melalui kegiatan pengamatan dan Eksperimen.8 Banyaknya
bantuan dan bimbingan yang diberikan guru kepada siswa tidak membatasi

5
Sunyono dan Siti Maryatun. 2007. Penerapan Metode Eksperimen/Eksperimen Berbasis
Lingkungan dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa kelas X semester 1 SMA Swadhipa
Natar. Jurnal Proceeding of The Firts International Seminar of Science Education-UPI, 2007.
6
Noehi Nasution. Pendidikan IPA di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2005)., hal. 2.1
7
Ibid.
8
Ibid.

7
kebebasan siswa untuk melakukan penemuan sendiri. Tetapi hal tersebut
ditentukan oleh tujuan pembelajaran dan waktu yang tersedia.9
Dari hasil pemaparan di atas telah disepakati antara peneliti dengan guru
kimia bahwa untuk meningkatkan aktivitas, minat dan hasil belajar siswa
terhadap materi pelajaran kimia memang perlu adanya perbaikan dalam
pembelajaran seperti yang dikemukakan di atas, yaitu strategi pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses melalui metode
Eksperimen (pengamatan, pengumpulan data dan penyimpulan) berbasis
lingkungan, dengan pertimbangan bahwa melalui metode Eksperimen berbasis
lingkungan dapat meningkatkan aktivitas, minat serta hasil belajar siswa. Tujuan
dari pelaksanaan eksperimen ini adalah agar siswa memahami konsep-konsep
kimia dan keterkaitannya dengan kehidupan sehari-hari.10 Untuk pelaksanaan
Eksperimen ini biasanya alat dan bahan yang diperlukan disediakan oleh
pemerintah padahal perlu diketahui juga bahwa alat dan bahan tersebut dapat
dibuat dengan bahan yang tersedia di lingkungan sekolah.11
Adapun konsep yang dipilih dalam penelitian ini yaitu Sistem Koloid.
Alasan peneliti memilih konsep ini karena kebanyakan materi ini merupakan
eksperimen. Sedangkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
eksperimen ini tidak tersedia di lab. Selain itu juga menurut pengalaman peneliti,
setiap konsep Sistem Koloid guru pasti akan menggunakan metode diskusi tanpa
melakukan eksperimen. Tujuan dilaksanakannya eksperimen adalah supaya
siswa dapat mengamati dan mengalami secara langsung materi Sistem Koloid
sehingga siswa lebih mudah menguasai materi ini. Oleh sebab itu, peneliti
bermaksud mengadakan penelitian tindakan kelas untuk mencapai harapan di
atas. Adapun judul penelitiannya yaitu: “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar
Kimia Melalui Metode Eksperimen Berbasis Lingkungan Pada Siswa Kelas
XI IPA MAN Cipondoh Tangerang”.
B. Identifikasi Masalah
9
Noehi Nasution. Pendidikan IPA di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2005)., hal. 3.22
10
Loc.cit.
11
Ibid..
8
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dapat
diidentifikasi masalah yang ada.
1. Masih rendahnya hasil belajar siswa untuk mata pelajaran kimia karena
pelajaran kimia dianggap sulit dan abstrak.
2. Kurangnya motivasi, minat dan aktivitas siswa dalam pelajaran kimia.
3. Pelaksanaan Eksperimen dalam pembelajaran kimia tidak berjalan secara
berkesinambungan padahal konsep, hukum, materi ilmu kimia lahir dari
kegiatan penemuan yang dilakukan melalui Eksperimen
4. Keinginan siswa untuk Eksperimen tidak terpenuhi karena keterbatasan
alat dan bahan.
5. Ketidaktersediaannya alat dan bahan di laboratorium tidak memungkinkan
untuk Eksperimen.
6. Kurangnya keterampilan dan kreativitas guru dalam menggunakan
berbagai metode pengajaran yang dapat meningkatkan aktivitas, minat dan
hasil belajar siswa terhadap pelajaran kimia.
7. Penggunaan laboratorium di sekolah belum dimaksimalkan dalam proses
pembelajaran.
8. Siswa kurang memanfaatkan sumber belajar yang ada.
C. Pembatasan Masalah
Dalam melaksanakan penelitian ini, peneliti melakukan pembatasan
pada penggunaan metode Eksperimen berbasis lingkungan dalam
meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI MAN Cipondoh Tangerang agar
permasalahan tidak melebar kepada masalah lain dan mengingat keterbatasan
waktu penelitian, yaitu:
1. Metode yang diterapkan menggunakan Eksperimen berbasis lingkungan
2. Konsep materi yang disampaikan Sistem Koloid
3. Hasil belajar yang diukur berupa aktivitas (psikomotorik) dan hasil belajar
siswa (kognitif).
D. Perumusan Masalah

9
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka peneliti merumuskan
masalah dalam penelitian ini yaitu: “Bagaimana peningkatan hasil belajar
siswa dengan diterapkannya metode eksperimen berbasis lingkungan?”
E. Pemecahan Masalah
Tindakan yang dipilih untuk memcahkan masalah di atas adalah: Untuk
meningkatkan aktivitas (psikomotorik) dan hasil belajar siswa (kognitif) akan
dipecahkan melalui penerapan metode Eksperimen di laboratorium berbasis
lingkungan, yang dilanjutkan dengan kegiatan diskusi interaktif di dalam kelas
untuk memperoleh kebenaran konsep kimia dengan guru sebagai fasilitator.
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan penelitian tindakan kelas yang
ingin dicapai adalah:
1. Tujuan umum
“Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
hasil belajar kimia siswa kelas XI IPA 1 semester 2 MAN Cipondoh
Tangerang”.
2. Tujuan khusus
a. Meningkatkan aktivitas (psikomotorik) siswa dalam setiap proses
pembelajaran dan Eksperimen.
b. Meningkatkan hasil belajar siswa kelas XI IPA 1 semester 2 MAN Cipondoh
Tangerang.
G. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi:
1. Siswa, yaitu dapat meningkatkan pemahaman konsep kimia, khususnya di
kelas XI IPA 1 semester 2, sehingga diharapkan hasil belajar kimianya
dapat ditingkatkan. Disamping itu, dengan diterapkannya metode
Eksperimen berbasis lingkungan diharapkan siswa akan menjadi lebih
tertarik pada pelajaran kimia, sehingga aktivitas (psikomotorik) siswa
terhadap mata pelajaran kimia dapat ditingkatkan.

10
2. Peneliti, untuk menambah wawasan peneliti sebagai calon guru tentang
pentingnya pelaksanaan kegiatan Eksperimen untuk diterapkan di
lapangan.
3. Guru, yaitu dapat lebih memahami akan manfaat digunakannya metode
Eksperimen dalam pembelajaran dan lebih mahir dalam melaksanakan
Eksperimen di laboratorium yang sesuai dengan materi yang diajarkan,
sehingga diharapkan guru menjadi lebih kreatif dalam mencari metode
yang tepat dalam pembelajarannya sesuai dengan tuntutan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan lebih jauh lagi pendekatan dan
metode tersebut dapat diterapkan pula di kelas lain di luar yang diteliti.
4. Sekolah, yaitu dapat memberikan sumbangan yang berguna dalam upaya
meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah yang bersangkutan.
Dihasilkan alternatif Eksperimen kimia dengan menggunakan bahan yang
ada di lingkungan (berupa LKS), sehingga sekolah yang tidak mampu
membeli bahan kimiawi dapat merujuk pada hasil penelitian ini dan dapat
melaksanakan kegiatan Eksperimen kimia di sekolahnya.

11
BAB II
DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Teoretik
1. Tinjauan Tentang Belajar dan Hasil Belajar
a. Pengertian Belajar
Pengertian belajar sudah banyak dikemukakan oleh para ahli pendidikan,
mereka mengemukakan definisi belajar menurut pendapat mereka masing-masing.
Berikut pernyataannya:
Belajar atau yang disebut juga dengan learning, adalah perubahan yang
secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh dari pengalaman-
pengalaman.12
Menurut Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology
menyatakan bahwa: learning is shown by a change in behavior as a result of
experience. Belajar sebaik-baiknya adalah dengan mengalami; dan dalam
mengalami si pelajar mempergunakan pancainderanya.13
“Chaplin (1972) dalam Dictionary of Psychology membatasi
belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi:
“...acquisition of any relatively permanent change in behavior as a result of
practice and experience” (Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku
yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman). Rumusan
keduanya adalah process of acquiring responses as a result of special
practice (Belajar ialah proses memperoleh respons-respons sebagai akibat
adanya latihan khusus).”14

Belajar adalah proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah


mampu.15

12
Zikri Neni Iska. Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan. (Jakarta: Kizi
Brother’s, Jakarta. 2006)., hal. 76
13
Sumadi Suryabrata. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Rajawali Pers. 2010)., hal. 231.

14
Muhibbin Syah. Psikologi Belajar. (Jakarta: Rajawali Pers. 2010)., hal. 65.

15
Zikri Neni Iska. Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan. (Jakarta: Kizi
Brother’s, Jakarta. 2006)., hal. 76
12
“Belajar adalah sebuah perubahan. Dalam hal ini yang dimaksud dengan
perubahan adalah perubahan tingkah laku. Jadi setelah belajar, individu-individu
akan mengalami perubahan baik yang dapat dilihat dan bentuk perbuatan maupun
dalam bentuk psikis. Perubahan dalam kecakapan, keterampilan dan juga
pengetahuan”.16
Berdasarkan beberapa definisi tentang belajar diatas dapat disimpulkan
bahwa belajar merupakan proses kegiatan atau aktivitas yang dilakukan secara
sadar oleh seseorang melalui latihan dan pengalaman yang mengakibatkan
perubahan baik berupa tingkah laku, penambahan pengetahuan atau kemahiran
berdasarkan alat indera yang digunakan. Oleh sebab itu apabila setelah belajar
peserta didik tidak ada perubahan dalam tingkah laku yang positif dalam arti tidak
memiliki kecakapan baru serta wawasan pengetahuannya tidak bertambah maka
dikatakan bahwa belajarnya belum sempurna. Hal senada juga diungkapkan oleh
Gagne yang mengatakan bahwa belajar merupakan proses yang memungkinkan
seseorang untuk mengubah tingkah lakunya cukup cepat, dan perubahan tersebut
bersifat relatif tetap, sehingga perubahan yang serupa tidak perlu terjadi berulang
kali setiap menghadapi situasi baru.17
b. Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan didalam
proses belajar mengajar . Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan
baik apabila ia dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-
prinsip orang belajar. Dengan kata lain supaya dapat mengontrol sendiri apakah
tugas-tugas mengajar yang dilakukannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip
belajar maka guru perlu memahami prinsip-prinsip belajar itu.
Adapun prinsip-prinsip belajar yang dimaksud yaitu18:
1) Kematangan Jasmani dan Rohani

16
Muhammad. 2007. Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Ceramah dan
Metode Eksperimen/Eksperimen dalam Sub Pokok Bahasan Elektrokimia di SMA Negeri 1
Delima Sigli. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, 45-51.
17
Noehi Nasution. Pendidikan IPA di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2005)., hal. 4.3
18
M. Dalyono. Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Rineka Cipta. 1997)., hal. 51-54.
13
Kematangan jasmani dan rohani merupakan suatu keadaan atau
kondisi dimana seseorang dapat dikatakan dewasa dalam arti mempunyai
struktur dan fungsi yang lengkap.
2) Memiliki kesiapan
Seorang siswa yang dapat melaksanakan kewajibannya dengan
baik dalam proses pembelajaran karena ia memiliki kesiapan untuk belajar
dengan memanfaatkan keadaan yang ada dalam dirinya, baik secara
jasmani maupun rohani.
3) Memahami tujuan
Siswa yang mengetahui untuk apa ia belajar tentu akan berbeda
dengan siswa yang hanya sekedar belajar tanpa mengetahui/paham tentang
apa yang dipelajarinya. Misalnya: jika seorang siswa tahu bahwa apa yang
dipelajarinya berguna untuk kesuksesan kehidupannya maka ia akan
berjuang untuk giat belajar dan tidak akan ada lagi waktu yang terbuang-
buang begitu saja.
4) Memiliki kesungguhan
Sudah jelas islam mengatakan bahwa orang yang bersungguh-
sungguh pasti akan dapat. Hal itu pulalah yang seharusnya tertanam pada
diri setiap orang karena hanya dengan kesungguhan dan kerja keras cita-
cita yang diharapkan akan terwujud.
5) Ulangan dan latihan
Belajar yang baik selalu disertai dengan ulangan dan latihan yang
bertujuan agar apa yang sudah dipelajari tidak hilang begitu saja serta
memberikan manfaat bagi orang yang belajar.
c. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan hal yang sangat penting yang akan dijadikan
sebagai tolak ukur sejauh mana keberhasilan seorang siswa dalam belajar. Dari
hasil belajar, guru dapat menilai apakah sistem pembelajaran yang diberikan
berhasil atau tidak, untuk selanjutnya bisa diterapkan atau tidak dalam proses
pembelajaran. Berikut ini merupakan kerangka hasil belajar yang menggambarkan
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar.
14
Hasil
belajar

Internal Eksternal

Fisiologis Psikologis
Sekolah Keluarga

- Minat masyarakat
- Kesehatan - Metode - cara orang
- Bakat
fisik mengajar tua mendidik
- Motivasi
- Kondisi - kegiatan siswa - relasi antar
- Intelegen - Kurikulum
pancaindera anggota
- Perhatian dalam - relasi guru
- Kematang dengan siswa keluarga
masyarakat
an dan - relasi siswa - keadaan
- mass media ekonomi
kesiapan dengan siswa
- teman bergaul - disiplin keluarga
sekolah - suasana
- bentuk
- alat pelajaran, rumah
kehidupan - pengertian
waktu sekolah
masyarakat - standar belajar orang tua)
diatas ukuran - Kurikulum
- keadaan
gedung
- metode belajar
- tugas rumah)
Gambar 2.1. Kerangka Hasil Belajar

Dari gambar tersebut nampak jelas bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh
faktor internal (berupa fisiologi dan psikologi) dan faktor eksternal (berupa
masyarakat, sekolah dan keluarga).
Menurut Benyamin S. Bloom tujuan pembelajaran dikelompokan
menjadimenjadi tiga ranah, yaitu19:

19
Nana Sudjana. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2009)., hal. 22
15
1). Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri atas enam aspek
yaitu pengetahuan/ ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
2). Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yaitu penerimaan,
jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi.
3). Ranah Psikomotorik
Berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak.
Ada enam aspek ranah psikomotorik, yaitu gerakan refleks, keterampilan gerakan
dasar, kemampuan perseptual, keharmonisan/ ketepatan, gerakan keterampilan
kompleks, dan gerakan ekspresif dan interpretatif.
Dalam kurikulum sekarang ini yang biasa dikenal dengan kurikulum
tingkat satuan pendidikan (KTSP), ketiga ranah di atas merupakan satu-kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan. Khusus untuk mata pelajaran kimia nampaknya
ranah psikomotorik menjadi fokus utama karena pada umumnya ilmu kimia itu
bersifat abstrak. Oleh sebab itu harus dilakukan kegiatan yang berhubungan
dengan ranah psikomotorik, misalnya dengan melakukan kegiatan Eksperimen
karena dengan melakukan kegiatan Eksperimen siswa dapat belajar ilmu kimia
melalui pengalaman langsung dan dengan pemberian pengalaman langsung ini
siswa akan lebih mudah mempelajari materi yang umumnya bersifat abstrak.
Selain mengarah ke ranah psikomotorik nampaknya juga perlu dilakukan
evaluasi yang mengarah ke ranah kognitif karena evaluasi tersebut merupakan
indikator apakah suatu materi yang kita beri tindakan tertentu melekat atau tidak
dalam ingatan siswa. Untuk lebih jelasnya mari sama-sama kita perhatikan urutan
daya ingat siswa melalui kerucut pembelajaran. Dengan melihat kerucut
pembelajaran siswa ini seorang guru atau pendidik akan sadar terhadap peran apa
yang harus mereka lakukan guna untuk meningkatkan kemampuan siswanya
dalam proses belajar mengajar.

16
Gambar 2.2. Kerucut Pembelajaran20
Dari gambar di atas sangat jelas sekali terlihat bahwa hanya sekitar 10%
siswa dapat mengingat pelajarannya dengan membaca, 20% dengan mendengar,
30% dengan melihat gambar, 50% dengan mendengar dan melihat (melihat dan
mendengar film, pameran, demonstrasi dan melihat lokasi), 70% dengan
berpartisipasi dalam diskusi dan menyajikan, dan 90% siswa dapat mengingat
pelajarannya dengan bermain peran, melakukan simulasi pengalaman nyata atau
mengerjakan hal yang nyata.Gambar tersebut menunjukan bahwa persentase
terbesar terhadap kontribusi daya ingat siswa terletak pada mengerjakan hal yang
nyata dimana memberikan kontribusi sebesar 90%. Artinya, jika seorang guru
atau pendidik menerapkan hal ini dapat dipastikan kemampuan siswa khususnya
dalam mengingat materi pelajaran akan lebih optimal. Untuk materi pelajaran
kimia cara ini dapat diterapkan dengan melakukan kegiatan Eksperimen karena

20
Charles Fadel. Multimodal Learning Through Media: What the Research Says. (USA: CISCO.
2008)., hal. 4
17
dengan melakukan kegiatan Eksperimen ini siswa akan mengerjakan hal yang
nyata. Jika yang menjadi alasan guru dalam melakukan kegiatan Eksperimen ini
adalah kurang tersedianya alat dan bahan maka disinilah peran dan tugas guru
agar dapat memanfaatkan lingkungan sekitar. Misalnya dengan memanfaatkan
alat-alat bekas dan mencari bahan yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar
siswa. Untuk melihat hasil belajar kognitif berasal dari nilai ulangan harian atau
nilai ulangan semester dan lain-lain. Sedangkan hasil belajar psikomotorik siswa
berkaitan dengan aktivitas siswa dapat diperoleh dari hasil pengamatan terhadap
jalannya diskusi hasil Eksperimen, tentunya pengamatan terhadap aktivitas siswa
dilihat dari aktivitas yang diinginkan seperti: bertanya pada guru, menjawab
pertanyaan guru, menjawab pertanyaan teman, memberikan pendapat, aktif dalam
diskusi, dan ketepatan mengumpulkan tugas. Selain itu juga diamati terhadap
aktivitas siswa yang tidak diinginkan seperti: ngobrol, mengganggu teman, keluar
masuk kelas, mengantuk/tidur, dan suka main-main.
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar banyak sekali
jenisnya tetapi secara umum dapat digolongkan menjadi dua macam yaitu: faktor
internal/dalam dan faktor eksternal/luar.21 Faktor internal adalah faktor yang ada
dalam diri individu yang sedang belajar sedangkan faktor eksternal adalah faktor
yang ada di luar individu.
1). Faktor internal meliputi: faktor fisiologi/jasmaniah terdiri dari kondisi fisik
dan Panca indera. Faktor psikologis yang terdiri dari: intelegensi, perhatian,
minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan)
2). Faktor eksternal meliputi: faktor keluarga (cara orang tua mendidik, relasi
antar anggota keluarga, keadaan ekonomi keluarga, suasana rumah, pengertian
orang tua), faktor sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa,
relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar
belajar diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, tugas rumah) dan faktor

21
Zikri Neni Iska. Psikologi Pengantar Pemahaman Diri dan Lingkungan. (Jakarta: Kizi
Brother’s, Jakarta. 2006)., hal. 85
18
masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul,
bentuk kehidupan masyarakat).

2. Tinjauan Tentang Pendekatan Proses Dengan Metode Eksperimen


a. Konstruktivisme
1). Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang
menekankan bahwa pengetahuan adalah bentukan (konstruksi) kita sendiri
(Von Glaserfeld). Hal ini muncul sebagai alternatif terhadap pendekatan
konvensional yang dipandang kurang bisa membawa peserta didik untuk aktif
belajar. Pandangan konstruktivisme beranggapan bahwa siswa tidak hanya
menerima pengetahuan dan menyimpannya di memori, melainkan mereka
menerima dan membangun pandangan sendiri dari informasi yang mereka
dapat dari lingkungan. Selain itu, semua pengetahuan disimpan dan digunakan
oleh setiap orang melalui pengalaman yang berhubungan dengan ranah
pengetahuan tertentu.
Teori Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan
kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya
dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut
denga bantuan fasilitasi orang lain. Dalam hal proses belajar mengajar, dimana
siswa sebagai manusia yang ingin mancari kebutuhannya maka yang dijadikan
fasilitator disini adalah pendidik. Jadi, ada satu prinsip yang paling penting
dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar
memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri
pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini, dengan memberi kesempatan siswa untuk menemukan atau
menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi sadar dan
secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar.
2). Konstruktivisme dalam Pembelajaran Sains
Dalam pembelajaran sains, teori konstruktivisme tidak lagi
menganggap bahwa pelajar adalah penerima pelajaran dari pendidik tetapi
19
justru siswa aktif menggali dan mencari informasi untuk menambah
pengetahuanya. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran berdasarkan teori konstruktivisme.
Peran siswa dalam pembelajaran konstruktivisme adalah membuat
suatu arti berdasarkan pengetahuan dasar, pengalaman dan kepercayaan
mereka. Guru harus menyadari hal tersebut dan memandang siswa bukan lagi
sebagai bejana kosong yang siap diisi dengan apapun, tergantung yang akan
diisikan, malainkan sebagai individu aktif yang mampu dan aktif membangun
pemahamannya sendiri.
Belajar dalam teori konstruktivisme merupakan proses
mengasimilasikan pengetahuan baru dengan pengalaman dan pengetahuan
yang sudah ada sebelumnya sehingga ada sesuatu yang dikembangkan. Ciri-ciri
proses tersebut antara lain:
a). Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa sendiri dari
apa yang mereka dapatkan, dan mempengaruhi pengertian yang telah
dipunyai sebelumnya.
b). Konstruksi arti itu adalah proses terus-menerus. Akan selalu ada perubahan
berdasarkan fenomena dan persoalan baru.
c). Belajar bukan kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu
pengembangan pikiran dengan membuat pengertian baru.
d). Proses belajar sesungguhnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam
keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut.
e). Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman siswa dengan ligkunganya.
f). Hasil belajar seseorang bergantung pada apa yang telah diketahuinya,
konsep, tujuan dan motivasi.
Dalam teori konstruktivisme, pengetahuan bukanlah sesuatu yang
berada diluar individu melainkan berada dalam diri individu. Setiap siswa pada
dasarnya memiliki pengetahuan dasar untuk belajar. Kemudian pengetahuan
dasar ini dapat digunakan untuk membangun pemahaman yang lebih
berkembang.

20
Pandangan kontruktivisme juga menyatakan bahwa semua pengetahuan
ilmiah merupakan suatu seleksi dari penjelasan-penjelasan temuan yang
mencoba untuk menjelaskan suatu persepsi terhadap realita.22
Ada 4 macam prinsip dasar dalam kontruktivisme:23 Prinsip pertama,
pengrtahuan terdiri dari past contructions. Bahwa seseorang mengkontruksi
pengalaman tentang dunia objek dengan memandangnya melalui suatu
kerangka logis yamg mentransformasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi
pengalamannya. Prinsip kedua, pengkontruksian pengetahuan. Prinsip ketiga,
mengacu kepada pembelajar sebagai suatu proses organik dari penemuan.
Prinsip keempat, mengacu pada mekanisme yang dapat menciptakan
berlangsungnya perkembangan kognitif.
Langkah-langkah dalam pembelajaran konstruktivisme adalah sebagai
berikut:
a) Menarik Perhatian
Dalam tahapan ini, guru memberika gambaran sigkat tentang sebuah
fenomena dan menanyakan pengalaman anak tentang fenomena tersebut.
b). Prediksi Pribadi
Pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk membuat prediksi tentang
apa yang akan dilakukan.
c). Prediksi Kelompok
Guru mengajak anak untuk membuat kelompok kecil dan berdiskusi
untuk membuat prediksi kelompok. Kemudian masing-masing kelompok
menyampaikan prediksi mereka.
d). Eksperimen
Pada bagian ini siswa akan melakukan sendiri Eksperimen mereka.
Mereka akan melakukan Eksperimen untuk menguji hipotesis.
e). Diskusi Kelompok
Setelah melakukan Eksperimen siswa diajak untuk berdiskusi dalam
kelompok mengenai hasil Eksperimen yang mereka lakukan.
22
Widiasih. 2007. Penggunaan Peralatan dari Lingkungan Sekitar untuk Pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 2, 92-100.
23
Ibid.
21
f). Laporan Kelompok
Masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi mereka.
g). Penjelasan
Guru menjelaskan secara singkat tentang konsep yang mendasari
Eksperimen mereka, sekaligus siswa mengoreksi kesalahpahaman mereka.
h). Aplikasi
Guru mengajak siswa untuk berfikir tentang apa yang mereka bisa
lakukan dari Eksperimen yang telah dilakukan.
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa guru yang
konstruktivis adalah guru yang mampu membantu siswa dalam proses
pembentukan pengetahuan siawa melalui pembelajaran. Kelebihan dan implikasi
konstruktivisme dalam pembelajaran sains yang lebih mementingkan proses
pencapaian pengetahuan dan berpusat pada siswa. Jika konstruktivisme diterapkan
dalam pembelajaran sains disekolah akan mendorong siswa untuk lebih aktif dan
kreatif dalam mengembangkan dan membangun pengetahuannya. Untuk
mencapai tujuan yang sesuai dengan harapan dalam proses pembelajaran beberapa
pendekatan pengajaran secara konstruktivisme perlu diterapkan salah satunya
adalah pendekatan Proses
b. Pendekatan Ketrampilan Proses
Pendekatan ketrampilan proses merupakan pendekatan yang
mengembangkan keterampilan memproseskan pemerolehan, sehingga peserta
didik mampu menemukan dan mengembangkan secara bebas dan kreatif fakta dan
konsep serta mengaitkannya dengan sikap dan nilai yang diperlukan. Hal ini dapat
dilakukan karena pendekatan keterampilan proses dilakukan sebagaimana
layaknya ilmuan menemukan pengetahuan (menggunakan langkah-langkah
metode ilmiah), sehingga kevalidannya dapat diandalkan.
Keterampilan proses meliputi keterampilan-keterampilan mengamati,
mengukur, menarik kesimpulan, memanipulasi variabel, merumuskan hipotesis,
meyusun tabel data, menyususn definisi operasional, dan melaksanakan
Eksperimen.

22
Kegiatan-kegiatan pembelajaran yang menggunakan pendekatan proses
terdiri dari:
1) Mengamati gejala yang timbul
2) Mengklasifikasikan sifat-sifat yang sama
3) Mengukur besaran-besaran yang bersangkutan
4) Mencari hubungan antar konsep-konsep yang ada
5) Mengenal adanya suatu masalah, merumuskan masalah
6) Memperkirakan penyebab suatu gejala, merumuskan hipotesis
7) Meramalkan suatu gejala yang mungkin terjadi
8) Berlatih dengan menggunakan alat-alat ukur
9) Melakukan Eksperimen
10) Mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan data
11) Berkomunikasi
12) Mengenal adanya variabel
Mengajar dengan pendekatan ketrampilan proses kepada siswa, berarti
memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan yang berkaitan
dengan segala objek dan gejala peristiwa seorang ilmuwan.Dalam pendekatan
ketrampilan proses terdapat beberapa metode yang bisa digunakan salah satunya
yaitu metode Eksperimen
c. Metode Eksperimen
Metode Eksperimen ialah suatu metode mengajar di mana guru
bersama siswa mencoba mengerjakan sesuatu serta mengamati proses dari hasil
Eksperimen itu.
Ada beberapa hal yang harus disampaikan kepada siswa yang akan
melakukan Eksperimen yaitu:
1) Jelaskan tujuan dan harapan apa yang diinginkan dari Eksperimen itu
2) Sebutkan alat dan bahan yang diperlukan, berapa ukuran atau takaran yang
dibutuhkan.
3) Terangkan tahap-tahap kegiatannya, atau tahap-tahap prosesnya.
4) Apa-apa saja yang perlu diamati, dan dicatat, semua hal tersebut tertuang
dalam buku petunjuk Eksperimen.
23
5) Dalam menarik kesimpulan harus hati-hati, sehingga kesimpulannya benar
dan tidak keliru. Eksperimen yang dilakukan mungkin merupakan
Eksperimen yang berlangsung dapat membuktikan sesuatu, atau mungkin
hanya salah satu tahapan Eksperimen untuk membuktikan sesuatu hal
sehingga masih ada kelanjutannya.24
Secara umum kerangka metode Eksperimen dapat dilihat pada gambar
berikut ini: Ilmu Kimia

Sistem Koloid

Pembelajaran Konstruktivisme

Metode
Eksperimen/Eksperimen
berbasis lingkungan

-Siswa melakukan Eksperimen/Eksperimen


-Siswa aktif, kreatif dan mampu berpikir
kritis
-Siswa terlibat langsung (mengalami) dalam
proses pembelajran
-Siswa memahami konsep bersifat abstrak
-Siswa memahami masalah dan cara
penyelesainnya.
-Siswa melakukan diskusi hasil
Eksperimen/Eksperimen
Penguasaan Konsep

Hasil Belajar
Gambar 2.2. Kerangka Metode Eksperimen

Gambar tersebut mengurutkan bagaimana ilmu kimia pada konsep Sistem


Koloid diterapkan berdasarkan teori kontruktivisme yang penerapannya melalui
metode Eksperimen berbasis lingkungan dimana melalui metode ini siswa dapat

24
Noehi Nasution. Pendidikan IPA di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2005)., hal. 5.18
24
melakukan Eksperimen; siswa aktif, kreatif dan mampu berpikir kritis; siswa
terlibat langsung (mengalami) dalam proses pembelajran; siswa memahami
konsep bersifat abstrak; siswa memahami masalah dan cara penyelesainnya; siswa
dapat meningkatkan aktivitasnya melalui diskusi hasil Eksperimen. Setelah semua
hal tersebut dilakukan diharapkan agar konsep kimia yang dipelajari dapat
dikuasai sehingga hasil belajar siswa meningkat.
Keuntungan penggunaan metode Eksperimen:
1) Dapat memberikan gambaran yang konkrit tentang suatu peristiwa
2) Siswa dapat mengamati proses
3) Siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri
4) Siswa belajar secara kontruktif tidak bersifat hafalan, sehingga
pemahamannya terhadap suatu konsep bersifat mendalam dan bertahan lama.
5) Siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah
6) Membantu guru untuk mencapai tujuan pengajaran lebih efektif dan
efisien
7) Siswa ditempatkan pada situasi belajar yang penuh tantangan, sehingga
tidak mudah bosan.
Kelemahan metode Eksperimen:25
1) Memerlukan waktu yang relatif lama
2) Memerlukan alat dan bahan yang cukup dan terkadang sulit ditemukan
atau mahal harganya.
3) Guru harus membuat perencanaan kegiatan Eksperimen yang matang, hal
ini menuntut guru menguasai konsep yang akan diuji atau dibuktikan
dalam kegiatan Eksperimen.
4) Siswa dituntut terlebih dahulu memiliki landasan berpikir, sehingga
mengetahui secara jelas tujuannya melakukan Eksperimen dan kesimpulan
yang diambilnya relevan dengan konsep yang sedang diuji.
5) Cenderung memerlukan ruang khusus (laboratorium), untuk lebih leluasa
melakukan Eksperimen.

25
Zulfiani dkk. Strategi Pembelajaran Sains. (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2009)., hal. 104-105
25
Untuk mengatasi kelemahan metode Eksperimen ini, khususnya pada
pointer nomor 3 maka perlu dituntut kreativitas guru agar dapat memanfaatkan
Eksperimen berbasis lingkungan. Untuk itu metode Eksperimen yang akan
diterapkan ini akan mengacu pada Eksperimen berbasis lingkungan dimana
memanfaatkan sumber lingkungan sebagai tempat mencari alat dan bahan yang
digunakan dalam Eksperimen yang akan dilakukan.
d. Eksperimen Berbasis Lingkungan
Eksperimen berbasis lingkungan merupakan suatu kegiatan Eksperimen
IPA khususnya kimia dimana alat dan bahan yang dibutuhkan dalam kegiatan ini
berasal dari lingkungan dan mudah diperolehnya26. Dari lingkungan seorang guru
bisa memanfaatkan alat dan bahan yang sudah ada atau bisa dengan cara
memodifikasi. Sedangkan mudah diperolehnya artinya alat dan bahan itu bisa
diperoleh di rumah, di sekolah, atau di lingkungan tempat tinggal.27
1) Peralatan IPA Berbasis Lingkungan sebagai Sumber Belajar
Peralatan IPA berbasis lingkungan adalah alat dan bahan yang
bersumber dari lingkungan dimana pelaksanaannya dapat memanfaatkan
alat dan bahan yang sudah ada dengan memodifikasi sendiri sesuai
kebutuhan28.
Dalam penerapan Eksperimen IPA khususnya kimia berbasis
lingkungan tidak serta merta digunakan alat dan bahan yang berasal dari
lingkungan, terlebih lagi dalam hal pendidikan dimana harus memberikan
bukti dalam setiap langkah dan tindakan yang dikerjakan. Untuk
mengatasi hal tersebut perlu memperhatikan beberapa pertimbangan dalam
azas pendidikan, yaitu29:
a) Sesuai dengan tujuan pembelajaran
26
Sunyono dan Siti Maryatun. 2007. Penerapan Metode Eksperimen/Eksperimen Berbasis
Lingkungan dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa kelas X semester 1 SMA Swadhipa
Natar. Jurnal Proceeding of The Firts International Seminar of Science Education-UPI, 2007.
27
Noehi Nasution. Pendidikan IPA di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2005)., hal. 2.1
28
Widiasih. 2007. Penggunaan Peralatan dari Lingkungan Sekitar untuk Pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan, Volume 8, Nomor 2, 92-100.
29
Ibid.

26
b) Terjangkau oleh kemampuan siswa
c) Tidak membahayakan keselamatan siswa dan guru
d) Mudah digunakan
e) Sifat alat sesuai dengan pemakai
f) Bentuk menarik dan memiliki nilai pedagogis
2) Implementasi Pembelajaran IPA, khususnya kimia dengan Menggunakan
Peralatan Berbasis Lingkungan
Contoh pembelajaran kimia menggunakan penerapan metode
eksperimen berbasis lingkungan ini berupa langkah-langkah pembelajaran
disertai lembar kerja siswa (LKS) yang bertujuan untuk memandu siswa
menemukan konsep melalui kegiatan pengamatan dan eksperimen.30
Banyaknya bantuan dan bimbingan yang diberikan guru kepada siswanya
tidak membatasi kebebasan siswa untuk melakukan penemuan sendiri.
Tetapi hal tersebut ditentukan oleh tujuan pembelajaran dan waktu yang
tersedia.31
Adapun langkah-langkah pembelajaran kimia dijabarkan melalui
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sudah ada dimana dari
kompetensi dasar tersebut lahir indikator-indikator yang ingin dicapai oleh
peneliti. Contoh SK, KD dan Indikator yang dimaksud yaitu: Standar
Kompetensi : Menjelaskan sistem dan sifat koloid serta penerapannya
dalam kehidupan sehari-hari. Kompetensi Dasar: Mengelompokkan sifat-
sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Indikator:
Menyebutkan definisi larutan, koloid dan suspensi; Mengklasifikasikan
larutan sejati, koloid dan suspensi kasar berdasarkan data hasil
pengamatan(Efek Tyndal, homogen/heterogen dan penyaringan);
Mengelompokan jenis koloid berdasarkan fase terdispersi dan fase
pendispersi; Menunjukan penggunaan koloid dalam industri kosmetik,
makanan, dan farmasi.

30
Ibid.
31
Noehi Nasution. Pendidikan IPA di SD. (Jakarta: Universitas Terbuka. 2005)., hal. 3.22

27
Berikut ini merupakan salah satu langkah-langkah pembelajaran
yang akan diterapkan pada siklus 1 yaitu:
Pertemuan Ke:
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Waktu
Kegiatan Awal:
 Guru membuka pelajaran dengan  Siswa menjawab salam 10 menit

memberikan salam.
 Guru mengkondisikan siswa untuk  Siswa mengkondisikan diri untuk
belajar. belajar.

 Guru mengabsen siswa


 Guru mengkomunikasikan tujuan
pembelajaran pada siswa
 Guru menghubungkan materi dengan
lingkungan sehari-hari untuk memotivasi
siswa
Kegiatan Inti: 70 menit
 Guru menjelaskan materi disertai dengan  Siswa terlibat dalam materi yang
pertanyaan-pertanyaan yang menuntun dijelaskan guru, mencatat dan
siswa mendengarkan
 Guru memberikan contoh terkait materi
yang diajarkan dengan kehidupan sehari-
hari
 Guru memberikan kesempatan pada  Siswa bertanya pada guru
siswa untuk bertanya seputar materi yang
belum dipahami
Penutup: 10 menit
 Guru menyampaikan pesan pada siswa  Siswa mendengarkan
bahwa pertemuan selanjutnya akan ada
praktikum terkait materi yang
disampaikan

28
 Guru meminta membentuk  Siswa membentuk kelompok sesuai
siswa
kelompok yang terdiri dari 4-5 orang ketentuan yang ada

siswa
 Guru meminta tiap kelompok membawa
alat dan bahan yang dibutuhkan dalam  Siswa mencatat alat dan bahan yang
dibutuhkan dalam praktikum
praktikum
 Guru menutup pelajaran dengan
mengucapkan salam  Siswa menjawab salam

Pertemuan Ke:
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Waktu
Kegiatan Awal:
 Guru membuka pelajaran dengan  Siswa menjawab salam 5 menit

memberikan salam.
 Guru mengkondisikan siswa untuk  Siswa mengkondisikan diri untuk
belajar. belajar.

 Guru mengabsen siswa


 Guru meminta siswa menyiapkan alat
 Siswa menyiapkan alat dan bahan
dan bahan yang diperlukan dalam
yang telah dibawa
praktikum
Kegiatan Inti: 75 menit
 Guru mengajukan pertanyaan atau  Siswa menetapkan hipotesis dari
permasalahan agar siswa berhipotesis: pertanyaan tersebut.
“Menurut kalian, bagaimana menentukan
larutan, koloid atau suspensi dalam suatu
campuran jika diamati berdasarkan
peristiwa penghamburan berkas cahaya?”
 Guru memberikan LKS pada masing-
masing kelompok
 Guru membawa siswa ke laboratorium

29
 Guru memberikan arahan pada siswa  Siswa menuju laboratorium
terkait praktikum yang dilaksanakan.  Siswa mendengarkan
 Guru memantau pelaksanaan praktikum
 Siswa melakukan praktikum untuk
menguji hipotesis yang telah
ditetapkan secara berkelompok.
 Siswa mengidentifikasi beberapa
kemungkinan jawaban dan
mengerjakan LKS praktikum.
 Siswa memberikan kesimpulan
berdasarkan diskusi kelompok.
Penutup: 10 menit
 Guru meminta siswa membersihkan alat-
 Siswa membersihkan alat-alat
alat praktikum praktikum
 Guru meminta siswa membuat laporan
sesuai panduan LKS yang telah  Siswa membuat laporan
diberikan

Pertemuan Ke:
Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Waktu
Kegiatan Awal:
 Guru membuka pelajaran dengan  Siswa menjawab salam 5 menit

memberikan salam.
 Guru mengkondisikan siswa untuk  Siswa mengkondisikan diri untuk
belajar. belajar.

 Guru mengabsen siswa


 Guru menghubungkan materi dengan
pertemuan sebelumnya

30
Kegiatan Inti: 75 menit
 Guru dan siswa mendiskusikan hasil  Siswa mendiskusikan hasil
praktikum yang dilakukan pada praktikum bersama dengan guru
pertemuan sebelumnya dengan cara
meminta tiap kelompok membacakan
hasil praktikum yang telah dilakukan dan
kelompok lain bertanya, menyanggah
atau memberikan pendapat
 Guru meluruskan materi yang sedang  Siswa mendengarkan penjelasan
didiskusikan guru
 Guru memberi kesempatan pada siswa
untuk bertanya jika ada hal yang ingin
ditanyakan terkait materi yang sedang  Siswa bertanya pada guru
dipelajari
Penutup: 10 menit
 Guru meminta siswa mengumpulkan
 Siswa mengumpulkan laporan hasil
laporan hasil praktikum praktikum
 Guru menginformasikan pada siswa
bahwa pertemuan berikutnya akan ada  Siswa mendengarkan informasi yang
diberikan guru
ulangan materi yang telah disampaikan

Untuk tercapainya langkah-langkah pembelajaran tersebut di atas di butuhkan


lembar kerja siswa (LKS) khususnya untuk kegiatan eksperimen karena dengan
menggunakan LKS siswa akan dibantu untuk menemukan konsep seperti yang
diharapkan. Adapun kegiatan eksperimen yang akan dilaksanakan menggunakan
alat dan bahan yang berasal dari lingkungan seperti:

a). Eksperimen tentang Campuran dan Efek Tyndal


Melalui penyinaran berkas cahaya pada larutan tertentu dapat dibedakan
antara sistem koloid, larutan dan suspensi. Alat dan bahan yang dibutuhkan dalam
eksperimen ini yaitu: Gelas plastik bekas air minum/Aqua, Kotak karton 30cm 2
31
dengan lubang pengamatan, Lampu senter, Pengaduk, Sendok Teh, Tisyu, Air,
Shampoo, Kopi, Deterjen, Gula Pasir, Urea, Terigu, Susu Instan dan Sabun.
Contoh LKSnya yaitu:
1)). Sediakan 8 buah gelas plastik yang berisi air 100 mL dan beri nomor dari
gelas 1-8
2)). Tambahkan ke dalam:
a)). Gelas ke-1: ± 1 sendok teh shampoo
b)). Gelas ke-2: ± 1 sendok teh kopi
c)). Gelas ke-3: ± 1 sendok teh deterjen
d)). Gelas ke-4: ± 1 sendok teh gula pasir
e)). Gelas ke-5: ± 1 sendok teh urea
f)). Gelas ke-6: ± 1 sendok teh terigu
g)). Gelas ke-7: ± 1 sendok teh susu instan
h)). Gelas ke-8: ± 1 sendok teh sabun
3)). Aduklah setiap campuran, perhatikan dan catat apakah zat yang dilarutkan
larut atau tidak larut serta catat warna dan keadaan larutan-larutan itu
(bening atau keruh)
4)). Tempatkan botol plastik yang berisi larutan tersebut ke dalam kotak
karton.
5)). Arahkan berkas cahaya lampu senter pada masing-masing botol plastik
satu persatu. Amati berkas cahaya pada masing-masing botol plastik
dengan arah horizontal melalui lubang pengamatan.Catat pengamatan
anda.
6)). Diamkan campuran-campuran itu ± 5 menit. Perhatikan dan catat apakah
campuran stabil atau tidak stabil, bening atau keruh.
7)). Guncangkan campuran tadi, kemudian saringlah campuran tersebut pada
setiap botol plastik masing-masing kedalam gelas plastik yang bersih.
Perhatikan dan catat campuran manakah yang meninggalkan residu.
Apakah hasil penyaringan bening atau keruh?
8)). Kesimpulan

32
b). Eksperimen tentang Sifat-sifat Koloid dan Koagulasi pada Koloid
Kegiatan eksperimen ini hanya dipelajari sebagian sifat-sifat koloid yang ada
seperti koloid liofil dan liofob serta sifat koagulasi pada koloid. Adapun alat dan
bahan yang dibutuhkan antara lain: untuk sifat koloid liofil dan liofob yaitu: Botol
bening bertutup, Corong, Air, Deterjen, Minyak tanah/minyak sayur, Putih Telur;
untuk emulsi yaitu: Mangkok plastic, Pengaduk, Susu cair, Asam cuka; untuk
Koagulasi pada Koloid yaitu: Gelas, Sendok teh, Agar-agar dan Air teh panas.
Contoh LKSnya antara lain:
1)). Percobaan koloid liofil dan liofob yaitu:
a)). Masukkan air kedalam botol hingga seperempat tinggi botol
b)). Tambahkan 50 mL minyak sayur, kocok kemudian amati yang terjadi
c)). Tambahkan detergen bubuk ke dalam botol secukupnya lalu tutup
d)). Kocok, amati yang terjadi, apakah minyak dan air sekarang dapat bersatu
e)). Lakukan percobaan seperti langkah a dan b
f)). Pisahkan putih telur dalam gelas.
g)). Tambahkan putih telur ke dalam botol kemudian kocok kembali.
h)). Kesimpulan
2)). Percobaan koagulasi yaitu:
a)). Siapkan air teh panas dalam gelas
b)). Masukkan 1 spatula gelatin kedalamnya, kemudian aduk
c)). Biarkan mendingin selama beberapa saat/jam
d)). Setelah dingin balikkan gelas tersebut
e)). Kesimpulan
3)). Percobaan Emulsi yaitu:
a)). Tuangkan 100 mL susu cair ke dalam mangkok
b)). Tambahkan 15 mL cuka kedalam mangkok yang berisi susu
c)). Kesimpulan
c). Eksperimen tentang Penjernihan Air dan Pengolahan Air Bersih Secara
Sederhana
33
Proses penjernihan air dapat juga dilakukan dengan menggunakan alat dan
bahan yang berasal dari lingkungan, seperti yang dilakukan pada eksperimen ini.
Adapun alat dan bahan yang dibutuhkan antara lain: untuk penjernihan air: Botol
aqua, Kapas, Kain, Aquades, Air kotor, Arang aktif serbuk, Zeolit serbuk, Batu
bata serbuk; untuk Pengolahan Air Bersih Secara Sederhana: Botol plastik
berukuran 2L berisi air kotor yang keruh, Botol plastik 2L untuk wadah air bersih,
20 gram tawas, Wadah saringan, Tutup mulut botol plastik dengan kertas saring
kopi, 800 mL pasir halus, 800 mL pasir kasar, 400 mL kerikil, 300 mg kapur
tohor dan 50 mg kaporit.32
Contoh LKSnya antara lain:
1)). Percobaan tentang Pengolahan Air Bersih Secara Sederhana:33
a)). Amati warna dan bau dari air kotor tersebut
b)). Tambahkan tawas ke dalam air kotor dan aduk perlahan selama 5 menit.
Kemudian diamkan selama 20 menit. Amati koagulasi yang terbentuk.
c)). Sementara itu, susun saringan dan cuci dengan air suling sebanyak 5 L.
Letakkan saringan di atas botol plastik untuk menampung air bersih.
d)). Tuang air yang kotorannya telah mengendap ke dalam saringan. Pastikan
endapan tidak ikut serta.
e)). Tambahkan kapur ke dalam air yang telah disaring. Setelah itu,
tambahkan kaporit.
f)). Bandingkan air yang telah disaring dengan air kotor.
g)). Kesimpulan
2)). Percobaan tentang Penjernihan Air

32
J.M.C. Johari dan M. Rachmawati. Kimia 2 SMA dan MA untuk Kelas XI. (Jakarta: Esis. 2006).,
hal. 330-331.
33
Ibid.
34
e. Tinjauan tentang Sistem Koloid
1). Pengertian Sistem Koloid
Sistem koloid adalah campuran heterogen dua fase dari dua zat atau lebih
dimana partikel-partikel berukuran koloid tersebar/terdispersi merata dalam zat
lain. Zat yang tersebar/terdispersi sebagai partikel koloid disebut fase terdispersi.
Sedangkan zat yang merupakan fase kontinyu dimana partikel koloid terdispersi
disebut medium pendispersi.34
Perbedaan antara larutan sejati, koloid, dan suspensi kasar disimpulkan
pada tabel 3 sebagai berikut35:
Tabel 2.2. Perbedaan Larutan, Koloid, dan Suspensi
Larutan sejati Koloid Suspensi
Bentuk campuran Homogen, tak Secara makroskopis Heterogen
dapat dibedakan bersifat homogen
walaupun dengan tetapi heterogen jika
menggunakan diamati dengan
mikroskop ultra mikroskop ultra
Ukuran partikel 1Å-10 Å 10 Å-2.000 Å >2.000 Å

Jumlah fase satu fase dua fase dua fase

Kestabilan stabil pada umumnya tidak stabil


stabil
Penyaringan tidak dapat disaring tidak dapat disaring, dapat disaring
kecuali dengan
menggunakan
mikroskop ultra

34
J.M.C. Johari dan M. Rachmawati. Kimia 2 SMA dan MA untuk Kelas XI. (Jakarta: Esis. 2006).,
hal. 305
35
Sentot Budi Rahardjo. Kimia Berbasis Eksperimen 2 Untuk Kelas XI SMA dan MA. (Solo:
Platinum. 2008)., hal. 253
35
Contoh Larutan gula susu pasir dengan air
Larutan garam santan tanah dengan air
Larutan cuka cat kopi dan air

2). Jenis-jenis Koloid


Berdasarkan fase terdispersi dam medium pendispersinya, koloid dapat
dibedakan menjadi delapan golongan, seperti pada tabel 3 sebagai berikut:
Tabel 2.3. Jenis-jenis Koloid36
Fase terdispersi Medium pendispersi Jenis koloid Contoh
Gas Cair Buih Busa sabun
Krim kocok
Gas Padat Buih padat Batu apung
Karet busa
Cair Gas Aerosol cair Kabut
Awan
Cair Cair Emulsi Susu
Santan
Cair Padat Emulsi padat Mentega
Keju
Padat Gas Aerosol padat Asap
Debu
Padat Cair Sol Sol emas
Tinta
Padat Padat Sol padat Gelas berwarna
Intan hitam

3). Penggunaan Koloid


Dalam kenyataannya, banyak hasil dari produk industri yang diperlukan
dalam kehidupan sekarang ini berupa zat-zat yang berupa koloid, baik sebagai
36
Op.cit., hal. 306
36
bahan makanan, bahan bangunan, maupun produk-produk lain. Contoh sistem
koloid yang berupa bahan makanan, yaitu susu, mayones, margarin, krim salad,
dan jeli. Dalam bahan bangunan, misalnya cat tembok, cat kayu, cat besi, lem
kaca, lem kayu, dan lem plastik. Dalam industri farmasi, contohnya kapsul dari
gelatin dan emulsi obat-obatan yang distabilisasi dengan protein.
Mengapa sistem koloid digunakan dalam produk industri? Salah satu ciri
khas koloid yaitu partikel padat dari suatu zat dapat tersuspensi dalam zat lain,
terutama dalam bentuk cairan. Hal ini merupakan dasar dari berbagai hasil
industri yang dibutuhkan manusia. Penggunaan koloid juga dapat menghasilkan
campuran hasil industri tanpa saling melarutkan secara homogen. Disamping itu
juga bersifat stabil, sehingga dapat digunakan dalam waktu yang relatif lama.
4). Sifat-sifat Koloid
a). Efek Tyndall
Efek Tyndall adalah efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid jika
seberkas cahaya dilewatkan pada koloid.37
Contoh: 1). Cahaya matahari jelas sekali berkasnya si sela-sela pohon yang
sekitarnya berkabut
2). Berkas cahaya proyektor tampak jelas di gedung bioskop yang
banyak asap rokoknya
3). Sorot cahaya lampu mobil berkasnya tampak jelas pada daerah yang
berkabut
b). Gerak Brown
Gerak Brown adalah gerakan acak dari partikel koloid dalam medium
pendispersinya. Gerak Brown terjadi akibat tumbukan yang tidak seimbang antara
molekul medium terhadap partikel koloid.38
c). Adsorbsi

37
Sentot Budi Rahardjo. Kimia Berbasis Eksperimen 2 Untuk Kelas XI SMA dan MA. (Solo:
Platinum. 2008)., hal. 254

38
Op.cit., hal.308

37
Adsorbsi adalah peristiwa penyerapan pada permukaan koloid. Pengikatan
atau penyerapan terhadap ion positif/ ion negatif dari partikel koloid
menyebabkan koloid bermuatan listik.39
Contoh: 1). Koloid Fe(OH)3 dalam air akan menyerap ion H+ sehingga
Bermuatan positif
2). Koloid As2S3 dalam air akan menyerap ion S2-sehingga bermuatan
Negatif.
Sifat adsorbsi partikel koloid sangat penting karena berdasarkan sifat tersebut
banyak manfaat yang dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh: 1). Penjernihan air
2). Penyembuhan sakit perut yang disebabkan oleh bakteri
3). Pemutihan gula tebu
d). Elektroforesis
Elektroforesis adalah peristiwa pergerakan partikel koloid yang bermuatan
ke salah satu elektrode. Elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis
muatan koloid.40
e). Koagulasi
Koagulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel koloid.
Koagulasi dapat terjadi dengan tiga cara:41
1) Cara mekanik, misal: pemanasan, pendinginan, pengadukan
2) Cara kimia, dengan penambahan larutan elektrolit
3) Percampuran dua koloid yang berbeda muatan, misalAl(OH) 3 bermuatan positif
dicampur dengan As2S3 yang bermuatan negatif maka akan membentuk endapan.
Contoh peristiwa koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industri, antara lain:
1) Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat (lempung)
dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit dalam
air laut
2) Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam format

39
Ibid.
40
Sentot Budi Rahardjo. Kimia Berbasis Eksperimen 2 Untuk Kelas XI SMA dan MA. (Solo:
Platinum. 2008)., hal. 255
41
Op.cit., hal.310
38
3) Asap atau debu dari pabrik dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari
Cottrel
f). Koloid Pelindung
Koloid pelindung adalah koloid yang ditambahkan ke dalam sistem koloid
agar menjadi stabil.
Contoh: Penambahan gelatin pada pembuatan es krim
5). Dialisis
Dialisis adalah proses pemurnian partikel koloid dari muatan-muatan yang
menempel pada permukaan. Tujuan dialisis untuk menghindari koagulasi dari
ionion pengganggu.
Contoh: a). Pada pembuatan sol Fe(OH)3 terdapat ion Cl- dan H+
b). Pada pembuatan As2S3 terdapat ion H+ dan S2-
Caranya, koloid dimasukkan dialisator, bagian luar terus menerus dialiri
air, zat yang terdapat koloid misal ion-ion dan molekul dapat menembus membran
semi permeabel sehingga dalam dialisator tinggal koloidnya saja.42
Prinsip dialisis saat ini digunakan sebagai proses cuci darah bagi penderita
gagal ginjal, yang dikenal dengan blood dialysis. Ginjal yang berfungsi sebagai
selaput semi permeabel dapat melewatkan ion-ion atau molekul-molekul
sederhana yang mengotori darah, tetapi tidak dapat melewatkan butir-butir darah
yang bersifat koloid. Jika ginjal seseorang rusak maka fungsi ginjal diganti oleh
mesin yang disebut dialisator.
6). Koloid liofil dan liofob
Koloid liofil adalah koloid sol dengan partikel koloid sebagai fase
terdispersi suka pada pendispersinya. Koloid liofil mempunyai gaya tarik-menarik
yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya.
Contoh: sabun, detergen, agar-agar dalam air
Koloid liofob adalah koloid sol dengan partikel koloid tidak senang atau
takut pada cairannya. Koloid liofob mempunyai gaya tarik-menarik sangat lemah
atau tidak ada sama sekali.
Contoh: sol belerang, sol emas, sol Fe(OH)3

42
Ibid., hal.315
39
Jika medium dispersi yang dipakai air, maka disebut koloid hidrofil dan koloid
liofob. Perbandingan antara sol hidrofil dan sol hidrofob disajikan dalam tabel 4.
Tabel 2.4. Perbandingan sifat sol hidrofil dan sol hidrofob43
Sol hidrofil Sol hidrofob
Mengadsorbsi mediumnya Tidak mengadsorbsi mediumnya
Dapat dibuat dengan konsentrasi yang Hanya stabil pada konsentrasi kecil
relatif besar
Tidak mudah digumpalkan dengan Mudah menggumpal pada penambahan
penambahan elektrolit elektrolit
Viskositas lebih besar daripada Viskositas hampir sama dengan
mediumnya mediumnya
Bersifat reversible Tidak reversible
Efek Tyndall lemah Efek Tyndall lebih jelas
Koloid organik Umumnya koloid anorganik
Gerak brown tidak jelas Gerak Brown jelas

7). Pengolahan Air Kotor


Pengolahan air kotor didasarkan pada sifat-sifat koloid, yaitu koagulasi
dan adsorbsi. Bahan-bahan yang diperlukan untuk pengolahan air adalah tawas,
pasir, klorin atau kaporit, kapur tohor, dan karbon aktif. 44 Tawas berguna untuk
menggumpalkan lumpur koloidal sehingga lebih mudah disaring. Tawas juga
membentuk koloid Al(OH)3 yang dapat mengadsorbsi zat-zat warna atau zat-zat
pencemar. Apabila tingkat kekeruhan air yang diolah terlalu tinggi maka
digunakan karbon aktif disamping tawas. Pasir berfungsi sebagai penyaring.
Klorin atau kaporit berfungsi sebagai pembasmi hama, sedangkan kapur tohor
berguna untuk menaikkan pH, yaitu untuk menetralkan keasaman yang terjadi
karena penggunaan tawas.

a). Pengolahan air secara sederhana


43
Ibid., hal.317-318

44
Ibid., hal.325-326
40
1)). Membersihkan dari kekeruhan/ proses koagulasi
Untuk mengendapkan kotoran dibubuhi tawas K2SO4 Al2(SO4)3. 24H2O
Gumpalan yang terjadi karena proses koagulasi dipisahkan dengan penyaringan.
Penyaring yang digunakan berupa lapisan pasir, kerikil, dan ijuk.
2)). Membersihkan dari kuman/ desinfeksi
Proses desinfeksi dengan menambah kaporit Ca(OCl)2, untuk menghilangkan
bau klor digunakan arang.
3)). Membersihkan dari zat-zat kimia
Untuk menghilangkan rasa anyir pada air yang mengandung zat besi atau mangan
dapat menggunakan kapur.
b). Pengolahan air di Perusahaan Air Minum
1)). Air sungai dipompakan ke dalam bak prasedimentasi dan dibiarkan
mengendap.
2)). Air dialirkan ke bak ventury, tahap ini ditambah tawas dan gas klorin.
3)). Dialirkan ke bak acelator, terjadi proses koagulasi.
4)). Air yang sudah setengah bersih dialirkan ke bak saringan pasir.
5)). Air yang cukup bersih ditampung dalam bak siphon, di siniditambah kapur
untuk menaikkan pH dan gas klorin untuk mematikan hama.
6)). Air yang sudah memenuhi standar air bersih dialirkan ke dalam reservoir,
kemudian ke konsumen.
8). Pembuatan Koloid
a) Cara kondensasi adalah pembuatan koloid dengan menggabungkan ion-ion,
atom-atom, molekul-molekul, atau partikel yang lebih halus membentuk partikel
yang lebih besar dan sesuai dengan ukuran partikel koloid.45
1)) Reaksi redoks yaitu reaksi yang disertai perubahan bilangan oksidasi.
Contoh: Pembuatan sol belerang dari reaksi antara H 2S dengan SO2, yaitu dengan
mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2 2H2S(g) + SO2(aq) → 2H2O(l) + 3S
(koloid)
2)) Hidrolisis yaitu reaksi suatu zat dengan air

45
Sentot Budi Rahardjo. Kimia Berbasis Eksperimen 2 Untuk Kelas XI SMA dan MA. (Solo:
Platinum. 2008)., hal. 266
41
Contoh: Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3. Apabila ke dalam air
mendidih ditambahkan larutan FeCl3 akan terbentuk sol Fe(OH)3. FeCl3(aq) +
3H2O(l) → Fe(OH)3 (koloid) + 3HCl(aq)
3)). Dekomposisi rangkap
Contoh: Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan H3AsO3 dengan larutan
H2S.
2H3AsO3(aq) + 3H2S(aq) → As2S3 (koloid) + 6H2O(l)
4)) Penggantian pelarut
Contoh: Apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan
terbentuk suatu koloid berupa gel.
b) Cara dispersi adalah dengan menghaluskan butit-butir zat yang bersifat
makroskopis (kasar) menjadi butir-butir zat yang bersifat mikroskopis (halus),
sesuai dengan ukuran partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan dengan:46
1)) Cara mekanik
Partikel-partikel yang besar atau kasar digerus sampai halus sekali,
kemudian dicampur dengan medium pendispersi.
Contoh: Sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-
sama dengan suatu zat inert seperti gula pasir kemudian mencampur serbuk halus
itu dengan air.
2)) Cara peptisasi
Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari
suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemeptisasi
memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid.
Contoh: Agar-agar dipeptisasi oleh air Karet dipeptisasi oleh bensin
3)) Cara busur Bredig
Cara busur bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang
akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan dalam
medium dispersi, kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua ujungnya.
Mulamula atom-atom logam akan terlempar ke dalam air, lalu atom-atom tersebut

46
Ibid., hal.365
42
mengalami kondensasi sehingga membentuk partikel koloid. Jadi cara busur
bredig ini merupakan gabungan cara dispersi dan cara kondensasi.
B. Bahasan Hasil Penelitian yang Relevan
Alasan peneliti menggunakan metode Eksperimen berbasis lingkungan
karena keterbatasan alat dan bahan yang tersedia di sekolah MAN Cipondoh
Tangerang. Selain itu banyak penelitian yang membuktikan bahwa melalui
metode Eksperimen berbasis lingkungan ternyata dapat meningkatkan aktivitas,
minat serta hasil belajar siswa seperti:
1. Menurut Sunyono dalam Proceeding of the fist internasional seminar of
science-UPI, 2007-1, yang berjudul Penerapan Metode Eksperimen
Berbasis Lingkungan dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa Kelas
X Semester 1 SMA Swadhipa Natar. Dalam kesimpulannya bahwa
pembelajaran kimia kelas X SMA Swadhipa Natar melalui metode
Eksperimen berbasis lingkungan dapat meningkatkan aktivitas siswa
dalam pembelajaran dari siklus ke siklus,47
2. Masih menurut Sunyono dan Siti Maryatun dalam penelitiannya yang
berjudul Optimalisasi Pembelajaran Kimia Kelas XI Semester 1 SMA
Swadhipa Natar Melalui Penerapan Metode Eksperimen Berwawasan
Lingkungan. Dalam kesimpulannya menunjukkan bahwa pembelajaran
kimia dengan penerapan metode Eksperimen berwawasan lingkungan
dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa serta dapat
mengoptimalkan Pembelajaran Kimia Kelas XI Semester 1 SMA
Swadhipa Natar 48.
3. Muhammad dalam penelitiannya yang berjudul Perbedaan Hasil Belajar
Siswa dengan Menggunakan Metode Ceramah dan Metode Eksperimen
47
Sunyono dan Siti Maryatun. 2007. Penerapan Metode Eksperimen/Eksperimen Berbasis
Lingkungan dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa kelas X semester 1 SMA Swadhipa
Natar. Jurnal Proceeding of The Firts International Seminar of Science Education-UPI, 2007.
(http://blog.unila.ac.id/sunyono/files/2009/06/makalah-seminar-bandung_081.pdf. diakses 14
Desember 2010).
48
Sunyono dan Siti Maryatun. 2007. Optimalisasi Pembelajaran Kimia Kelas XI Semester 1 SMA
Swadhipa Natar Melalui Penerapan Metode Eksperimen/Eksperimen Berwawasan Lingkungan.
(http://blog.unila.ac.id/sunyono/files/2009/06/mklh-seminar-bandung-07-12.pdf. diakses 11
Desember 2010).
43
Dalam Sub Pokok Bahasan Elektrokimia di SMA Negeri 1 Delima Sigli.
Dalam kesimpulannya menunjukan bahwa ketika melakukan studi
Eksperimen melalui metode Eksperimen pada pokok bahasan
Elektrokimia di kelas 3 semester 1 SMA Negeri 1 Delima ternyata metode
Eksperimen dapat meningkatkan hasil belajar siswa.49
4. Gebi Dwiyanti dan Wiwi Siswaningsih dalam penelitiannya yang berjudul
Keterampilan Proses Sains Siswa SMU Kelas II Pada Pembelajaran
Kesetimbangan Kimia Melalui Metode Eksperimen. Dalam
kesimpulannya menunjukan bahwa melalui metode Eksperimennya
menghasilkan keterampilan proses siswa SMU kelas 2 pada pembelajaran
kesetimbangan dengan kategori baik yang artinya keterampilan proses
tersebut merupakan penilaian aspek psikomotorik50.
5. Arief Sidharta dalam penelitiannya yang berjudul Model Pembelajaran
Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium Sebagai Wahana Pendidikan
Sains Siswa SMP. Dalam kesimpulannya menunjukan bahwa dengan
kegiatan laboratoriumnya pada pembelajaran asam basa pada siswa kelas 3
SMP Negeri yang ada di Bandung dapat meningkatkan penguasaan konsep
kimia siswa, kemampuan berpikir kreatif serta kemampuan keterampilan
proses siswa.51
6. Asep Wahyu Nugraha dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan
Model Eksperimen Semi Riset pada Eksperimen Kimia Fisik 2. Dalam
kesimpulannya menunjukan bahwa melalui model Eksperimennya pada

49
Muhammad. 2007. Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Ceramah dan
Metode Eksperimen/Eksperimen dalam Sub Pokok Bahasan Elektrokimia di SMA Negeri 1
Delima Sigli. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, 45-51.

50
Gebi Dwiyanti dan Wiwi Siswaningsih. Keterampilan Proses Sains Siswa SMU kelas 2 pada
pembelajaran kesetimbangan kimia melalui metode Eksperimen/Eksperimen.
(http://file.upi.edu/Direktori/D%20%20FPMIPA/JUR.%20PEND.%20KIMIA/
195612061983032%20-%20GEBI%20DWIYANTI/makalah%20HISPIPAI.pdf. diakses 28
Januari 2011)
51
Arief Sidharta. Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium Sebagai Wahana
Pendidikan Sains Siswa SMP. (http://www.p4tkipa.org/data/A_SIDHARTA.pdf diakses 28
Januari 2011).

44
Eksperimen kimia fisik 2 di Laboratorium Kimia Fisik FMIPA UNIMED
dapat meningkatkan daya serap rata-rata mahasiswa sebesar 74,77%.52
7. Sunyono dalam penelitiannya yang berjudul Development of Student
Worksheet Base on Environment to Sains Material of Yunior High School
in Class VII on Semester 1. Dalam kesimpulannya menunjukan bahwa
melalui pengembangan LKS berbasis lingkungan pada materi asam, basa
dan garam di SMPN 1 Bandar Lampung dapat memberikan kontribusi
terhadap: pengetahuan awal siswa (kognitif), keterampilan (psikomotor),
dan bekerja sama (afektif).53
C. Kerangka Berpikir
Adapun alur kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat ditunjukan
pada gambar berikut:

Proses
Pembelajaran

Faktor internal: Metode Faktor eksternal:


1. Fisiologis Eksperimen/ 1. Masyarakat
2. Psikologis Eksperimen 2. Sekolah
Berbasis 3. Keluarga
Lingkungan

Hasil
Belajar

Gambar 2.3. Kerangka pikir

52
Asep Wahyu Nugraha. Penerapan Model Eksperimen/Eksperimen Semi Riset pada
Eksperimen/Eksperimen Kimia Fisik 2. (http://smk3ae.wordpress.com/2008/11/17/penerapan
model-Eksperimen/Eksperimen-semi-riset-pada-Eksperimen/Eksperimen-kimia-fisika-2/. diakses
28 Januari 2011).
53
Sunyono. Development of Student Worksheet Base on Environment to Sains Material of Yunior
High School in Class VII on Semester 1.
(http://www.docstoc.com/docs/25918772/PENGEMBANGAN-LEMBAR-KERJA-SISWA.
diakses 28 Januari 2011).
45
Belajar adalah adanya tingkah laku dalam 3 aspek, yaitu aspek kognitif
yang meliputi pengetahuan, pemahaman, keterampilan berfikir. Aspek afektif
yang meliputi sikap, minat, persepsi penyesuain diri. Dan aspek psikomotor
yang meliputi keterampilan dalam penampilan, keterampilan
berkomunikasi,terampil berhitung, terampil belajar sambil bekerja dan terampil
dalam hubungan sosial.
Pengajaran kimia selama ini lebih menekankan pada aspek kognitif
saja, baik dalam materi maupun proses pembelajaran, hal ini membuat siswa
tidak mempunyai kesempatan untuk mengembangkan daya nalar dan siswa
kesulitan untuk memahami apa yang diajarkan oleh guru.
Kesulitan siswa dalam belajar disebabkan oleh faktor internal siswa itu
sendiri dan faktor eksternal berupa fasilitas, kurikulum, sumber belajar dan
kemampuan guru dalam menyampaikan materi. Metode ceramah yang sering
digunakan sangat rentan mengundang kebosanan siswa, dan berdampak pada
rendahnya partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan rendahnya
hasil belajar siswa.
Oleh karena itu, penerapan pendekatan Keterampilan Proses
menggunakan metode Eksperimen ini dimaksudkan untuk meningkatkan hasil
balajar siswa karena melalui pembelajaran ini siswa belajar bagaimana
menggunakan konsep dan proses interaksi untuk menilai apa yang mereka
ketahui, mengidentifikasi apa yang diketahui, mengumpulkan informasi dan
kemudian secara berkelompok mengevaluasi hasilnya.
Dalam bagan kerangka pikir di atas sangat jelas menunjukan bahwa
faktor internal dan eksternal siswa sangat berpengaruh terhadap proses
pembelajaran. Dengan pendekatan keterampilan proses menggunakan metode
Eksperimen berbasis lingkungan ini siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran
dan dapat meningkatkan hasil belajarnya sesuai yang diharapkan, atau terdapat
pengaruh metode pembelajaran yang digunakan oleh peneliti, sesuai dengan
judul penelitiannya yaitu: “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Kimia
Melalui Metode Eksperimen Berbasis Lingkungan Pada Siswa Kelas XI
IPA MAN Cipondoh Tangerang”.
46
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan permasalahan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini adalah “Melalui Penerapan Metode Eksperimen Berbasis
Lingkungan Dapat Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dan Aktivitas Belajar
Siswa Terhadap Mata Pelajaran Kimia”.

47
BAB III
METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang menggunakan


data pengamatan langsung terhadap jalannya proses pembelajaran di kelas dan
lab. Dari data tersebut kemudian dianalisis melalui beberapa tahapan dalam
siklus-siklus tindakan.
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2010-
2011. Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas XI IPA 1 MAN Cipondoh
Tangerang.
B. Pihak yang Terkait dalam Penelitian
Pihak yang terkait dalam penelitian ini adalah guru bidang studi kimia
yang berperan sebagai observer yang mengamati dan mencatat sikap detail
aktifitas peneliti dan siswa di kelas, dan peneliti berperan sebagai guru di kelas
melaksanakan rancangan penelitian tindakan kelas. Selain itu, peneliti juga
bertindak sebagai perencana kegiatan bersama-sama dengan guru kimia dalam
merancang setiap kegiatan pembelajaran. Peneliti dan guru kimia juga
berkolaborasi dalam mengevaluasi kegiatan belajar. Sedangkan objek dalam
penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA 1 MAN Cipondoh Tangerang.
C. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang di maksud mengarah pada subjek yang menjadikan
sasaran penelitian ini, subjek dalam penelitian ini adalah siswa MAN
Cipondoh Tangerang kelas XI IPA 1 yang berjumlah 33 siswa, yang terdiri
dari 11 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan.
D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai perancang dan pelaksana
kegiatan, serta mengumpulkan dan menganalisis data hasil penelitian.
E. Tahapan Intervensi Tindakan
Tahap pelaksanaan tindakan terdiri dari beberapa siklus, yang tergantung
pada tingkat penyelesaian masalah. Tiap siklus terdiri dari 4 (empat) kegiatan
48
yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Pada setiap siklus
dilakukan beberapa tindakan, yang digambarkan sebagai berikut:
1. Pra Tindakan
a. Wawancara terhadap siswa dan guru yang mengajar bidang studi
kimia untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi siswa dan
guru yang mengajar studi kimia di kelas dalam pembelajaran.
b. Peneliti juga melakukan observasi kegiatan belajar mengajar
terlebih terhadap kegiatan pembelajaran di kelas XI IPA 1 MAN
Cipondoh Tangerang. Selain itu observasi laboratorium juga
dilakukan dan mengambil foto keadaan laboratorium yang terdapat
di sekolah sebagai bukti dalam penelitian.
2. Tindakan Riil di Kelas/di Laboratorium
a. Tahap
perencanaan
Peneliti membuat acuan program pembelajaran berupa silabus dan
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dengan menerapkan
metode Eksperimen berbasis lingkungan serta membuat tes akhir
Eksperimen.
b. Tahap pelaksanaan
Pada tahap ini peneliti menyajikan materi tentang sistem koloid
serta melakukan kegiatan Eksperimen sesuai dengan kelompok
yang telah dibagi.
c. Tahap Pengamatan dan Evaluasi
Analisis dan evaluasi keberhasilan proses pembelajaran dilakukan
tahap-tahap sebagai berikut:
1) Memberikan tes soal kepada siswa pada akhir materi.
2) Memberikan lembar kerja siswa kepada siswa sebelum
melakukan Eksperimen.
3) Melakukan kegiatan diskusi setelah kegiatan Eksperimen
dilakukan. Dari kegiatan diskusi tersebut dilakukan pengamatan
terhadap jalannya diskusi untuk melihat aktivitas siswa.
49
4) Wawancara dengan guru dan beberapa siswa untuk mengetahui
tanggapannya tentang proses pembelajaran.
5) Mengolah dan menganalisis data.
d. Tahap Refleksi
Refleksi pada proses pembelajaran dilakukan apabila hasil yang
didapat kurang maksimal.
Adapun alur penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan
digambarkan sebagai berikut:54

Permasalahan
Kurangnya Perencanaan Pelaksanaan
pemahaman konsep tindakan I tindakan I
yang dimiliki siswa

Refleksi I Pengamatan/
pengumpulan
data 1

Permasalahan Perencanaan Pelaksanaan


baru hasil tindakan II tindakan II
refleksi

Pengamatan/
Apabila Refleksi II pengumpulan
permasalahan data II
belum
terselesaikan

Dilanjutkan ke
siklus
berikutnya
Gambar 3.1 Alur Penelitian

54
Suharsimi Arikunto, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta: Bumi Aksara. 2008)., h. 74
50

Siklus I
Maksud dari alur penelitian gambar tersebut yaitu: setelah
ditemukannya permasalahan seperti kurangnya pemahaman konsep yang
dimiliki siswa maka dari pokok permasalahan tersebut perlu direncanakan
tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Setelah
perencanaan tersebut dibuat maka langkah selanjutnya yaitu pelaksanaan dari
rencana yang telah dibuat lalu dilakukan pengamatan/pengumpulan data
setelah itu dilakukan refleksi. Kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
pengamatan dan refleksi itu merupakan satu siklus.

Dari hasil refleksi tersebut akan ditemukan permasalahan baru maka


langkah selanjutnya juga dilakukan perencanaan, pelaksanaan, pengamatan
dan refleksi, inilah yang disebut siklus kedua dan begitu seterusnya hingga
permasalah yang dihadapi dapat ditemukan solusinya.

F. Hasil Intervensi Tindakan yang diharapkan


Hasil intervensi tindakan yang diharapkan pada penelitian ini adalah
hasil belajar kimia siswa pada aspek kognitif mengalami peningkatan setelah
proses pembelajaran menggunakan metode Eksperimen berbasis lingkungan.
Untuk aspek aktivitasnya (psikomotorik) siswa menunjukan peningkatan
aktivitas yang positif (aktivitas yang dikehendaki) dan terjadi penurunan
aktivitas yang negatif (aktivitas yang tidak dikehendaki). Selain itu siswa
diharapkan melaksanakan Eksperimen dengan baik dan rapih serta terciptanya
kerjasama yang baik dalam melaksanakan Eksperimen.

G. Jenis dan Sumber Data


Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber, yaitu siswa,
guru dan teman sejawat serta kolaborator.
1. Siswa
Untuk mendapatkan data tentang aktivitas dan hasil belajar siswa.
2. Guru
Untuk melihat tingkat keberhasilan penerapan metode Eksperimen dan
hasil belajar serta aktivitas siswa dalam proses pembelajaran
51
3. Teman sejawat dan kolaborator
Teman sejawat dan kolaborator dimaksudkan sebagai sumber data untuk
melihat implementasi PTK secara komprehensif, baik dari sisi siswa
maupun guru.
H. Instrumen-instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
dengan mengadakan test hasil belajar untuk melihat hasil belajar siswa,
observasi untuk mengetahui aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar
dan wawancara untuk memperkuat data yang diperlukan.
I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan Studi
1. Validitas
Validitas merupakan ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam
melakukan fungsi ukurnya.55 Validitas dilakukan terhadap soal tes
kemampuan pemahaman siswa. Untuk menghitung validitas soal pilihan
ganda menggunakan ANATES dan rumus:

Keterangan:
rbis= koefisien korelasi biseral antara skor butir soal nomor i
dengan skor total
Xi = rata-rata skor total responden menjawab benar butir soal
nomor i
Xt = rata-rata skor total semua responden
St = standar deviasi skor total semua responden
Pi = proporsi jawaban benar untuk butir nomor i
qi = proporsi jawaban salah untuk butir nomor i
2. Reliabilitas
Koefisien reliabilitas dengan menggunakan ANATES dan KR-20,
sebagai berikut:56

55
Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi., hal. 109
56
Ibid., hal. 113
52
Keterangan :
rii = Koefisien reliabilitas tes
K = Jumlah butir
pi qi = Varians skor butir
pi = Proporsi jawaban benar untuk butir nomor
qi = Proporsi jawaban salah untuk butir nomor i
St 2 = Varians skor total

Tabel.3.1 Kriteria Reliabilitas Instrumen


Kriteria Koefisien Reliabilitas
Sangat reliabel > 0,9
Reliabel 0,7 – 0,9
Cukup reliabel 0,4 – 0,7
Kurang reliabel 0,2 – 0,4
Tidak reliabel < 0,2

3. Tingkat kesukaran
Tingkat kesukaran soal di hitung dengan menggunakan ANATES dan
rumus:57

Keterangan:
I = indeks kesulitan untuk setiap butir soal
B = banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
N = jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria indeks kesulitan soal adalah:58

57
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
2009)., h. 137
58
Ibid., hal. 137
53
Tabel. 3.2 Kriteria Tingkat Kesukaran
Indeks
Kriteria
Tingkat Kesukaran
0 - 0,30 Sukar
0,31 - 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah

4. Daya pembeda
Daya pembeda soal digunakan untuk mengetahui butir dalam
membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dangan
siswa yang kurang pandai.59 Daya pembeda di hitung dengan
menggunakan ANATES dan rumus:60

Keterangan:
Ba = banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab soal benar
Bb = banyaknya siswa kelompok bawah menjawab soal benar
N = jumlah peserta tes
J. Teknik Analisis Data dan Interpretasi Hasil Analisis
Setelah data terkumpul maka dilakukan teknik analisis data, yaitu peneliti
memberi uraian mengenai hasil penelitian. Menganalisis data merupakan
suatu cara yang digunakan peneliti untuk menguraikan data yang diperoleh
agar dapat dipahami bukan hanya orang yang meneliti, tetapi juga orang lain
yang ingin mengetahui hasil penelitian. Data yang didapat berupa hasil
belajar siswa pada ranah kognitif, lembar observasi kegiatan siswa pada
proses pembelajaran, catatan lapangan, dan lembar wawancara respon siswa
terhadap penerapan metode Eksperimen.
1. Tes Hasil Belajar

59
Ahmad Sofyan dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi., hal. 104
60
Ibid., hal. 104
54
Dalam menganalisis data hasil belajar pada aspek kognitif atau
penguasaan konsep menggunakan analisis deskriptif dengan
menggunakan teknik persentase dari setiap siklus.61 Untuk data hasil
belajar pada siklus pertama dideskripsikan dengan data ulangan harian
siswa.
2. Data observasi kegiatan siswa
Analisis data kegiatan siswa dalam proses pembelajaran menggunakan
format observasi. Observasi kegiatan siswa dilakukan pada setiap diskusi
hasil Eksperimen ketika proses belajar mengajar berlangsung. Data yang
diperoleh dari observasi merupakan data kualitatif dan dikonversi ke
dalam bentuk penskoran kuantitatif berdasarkan jumlah siswa yang
memunculkan tiap indikator.
3. Data wawancara
Data yang berupa informasi berbentuk kalimat yang memberi gambaran
tentang sikap siswa terhadap pembelajaran kimia dengan menerapkan
metode Eksperimen.

K. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan ini adalah apabila adanya peningkatan hasil belajar
dengan ketentuan sebagai berikut:
Pada aspek kognitif rata-rata prestasi belajar siswa dalam pembelajaran kimia
mencapai nilai 70 atau mencapai nilai KKM yang ditetapkan di sekolah
tersebut dengan target 70% siswa mendapat nilai di atas KKM. Pada aspek
psikomotorik, siswa menunjukan keaktifan dalam kegiatan diskusi hasil
Eksperimen dan mampu bekerjasama dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Anas Sudijono, Prof. Dr.2009.”Pengantar Statistik Pendidikan”.Jakarta:Rajawali


Pers.

Arikunto, Suharsimi. 2009. “Manajemen Penelitian Cetakan Ke-10.” Jakarta:


61
Kunandar, Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai Pengembangan Profesi Guru,
(Jakarta: Rajawali Pers. 2008)., h. 280
55
Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2010. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek


Cetakan Ke-14.” Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi., Suhardjono., Supardi. 2008. “Penelitian Tindakan Kelas


Cetakan Ke-6.” Jakarta: Bumi Aksara

Budi Raharjo, Sentot.2008.”Kimia Berbasis Eksperimen 2”.Solo: PT.


Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Gebi Dwiyanti dan Wiwi Siswaningsih. Keterampilan Proses Sains Siswa SMU
kelas 2 pada pembelajaran kesetimbangan kimia melalui metode
Eksperimen.
(http://file.upi.edu/Direktori/D%20%20FPMIPA/JUR.%20PEND.
%20KIMIA/195612061983032%20-%20GEBI%20DWIYANTI/makalah
%20HISPIPAI.pdf. diakses 28 Januari 2011)

Halid, Nuraida Akbar. 2009. Metodologi Penelitian pendidikan. Tangerang:


Islamic Research Publishing.

Hariyadi, MOH. 2009. Statistik Pendidikan. Jakarta: Prestasi Pustaka Raya.


http://adsabs.harvard.edu/abs/2009JChEd..86..820B (diakses 22 Januari
2011)

http://file.upi.edu/Direktori/SPS/PRODI.PENDIDIKAN%20IPA/196201151987
31 %20-%20TAUFIK%20RAHMAN/PENILAIAN.pdf (diakses 11 desember
2010)

http://id.wikipedia.org/wiki/Entropi (diakses 22 Januari 2011)

Husaini Usman, Prof. Dr..,&Purnomo Setiady Akbar, R.2008”Pengantar


Statistik”.Yogyakarta: BUMI AKSARA.

Kunandar.2009.”Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai


Pengembangan Profesi Guru”.Jakarta: Rajawali Pers.
Iska, Zikri Neni. 2006. “PSIKOLOGI PENGANTAR PEMAHAMAN DIRI DAN
LINGKUNGAN.” Jakarta: KIZI BROTHER’S, Jakarta.

Johari dan Rachmawati. 2009. “Kimia 2 SMA dan MA untuk kelas XI.” Jakarta:
Esis.

56
Muhammad. 2007. Perbedaan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode
Ceramah dan Metode Eksperimen dalam Sub Pokok Bahasan Elektrokimia
di SMA Negeri 1 Delima Sigli. Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, 45-51.

Nasution, Noehi. 2005. “Pendidikan IPA di SD Cetakan Ke-1.” Jakarta:


Universitas Terbuka.

Nugraha, Asep Wahyu. Penerapan Model Eksperimen Semi Riset pada


Eksperimen Kimia Fisik 2.
(http://smk3ae.wordpress.com/2008/11/17/penerapan-model Eksperimen-
semi-riset-pada-Eksperimen-kimia-fisika-2/. diakses 28 Januari 2011).

Sidharta, Arief. Model Pembelajaran Asam Basa Berbasis Inkuiri Laboratorium


Sebagai Wahana Pendidikan Sains Siswa SMP.
(http://www.p4tkipa.org/data/A_SIDHARTA.pdf diakses 28 Januari
2011).

Sofyan, Ahmad., Feronika, Tonih., & Milama, Burhanudin. 2006. “Evaluasi


Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi.” Jakarta: UIN Jakarta Press.

Sudjana, Nana. 2009. “Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar”. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Sukardi.2009.”Metodologi Penelitian Pendidikan”. Jakarta: PT. BUMI AKSARA

Sunyono dan Siti Maryatun. 2007. Optimalisasi Pembelajaran Kimia Kelas XI


Semester 1SMA Swadhipa Natar Melalui Penerapan Metode Eksperimen
Berwawasan Lingkungan.
(http://blog.unila.ac.id/sunyono/files/2009/06/mklh-seminar-bandung-07-
12.pdf. diakses 11 Desember 2010).

Sunyono dan Siti Maryatun. 2007. Penerapan Metode Eksperimen


Berbasis Lingkungan dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa kelas
X semester 1 SMA Swadhipa Natar. Jurnal Proceeding of The Firts
International Seminar of Science Education-UPI, 2007.
(http://blog.unila.ac.id/sunyono/files/2009/06/makalah-seminar-
bandung_081.pdf. diakses 14 Desember 2010).

Sunyono. Development of Student Worksheet Base on Environment to Sains


Material of Yunior High School in Class VII on Semester 1.
(http://www.docstoc.com/docs/25918772/PENGEMBANGAN-LEMBAR-
KERJA-SISWA. diakses 28 Januari 2011).

Suryabrata, Sumadi.2010. “Psikologi Pendidikan”. Jakarta: Rajawali Pers.

Syah, Muhibbin. 2010. “Psikologi Belajar”. Jakarta: Rajawali Pers.


57
Zulfiani, Dr.,Feronika, Tonih.,&Suartini, Kinkin.2009.”Strategi Pembelajaran
Sains”. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta.

58

Anda mungkin juga menyukai