Anda di halaman 1dari 9

pemantauan kematian ibu dan kematian bayi baru lahir melalui angka kematian ibu/aki di indonesia

347/100.000 kh (kelahiran hidup) dan di ibu dengan penyakit; pre-eklampsia ringan; hamil kembar;
kembar air; bayi mati ibu preeclampsia

Media massa saat ini sedang dihebohkan oleh berita seorang ibu yang tiba tiba lumpuh dan
kejang kejang setelah menjalani operasi sesar. Berbagai tanggapan muncul, ada yang
menganggap hal tersebut sebagai sebuah malpraktek, ada pula yang menganggap hal tersebut
sebagai komplikasi dari penyakit hipertensi pada kehamilan atau eklampsia. Sebelum ikut ikutan
beropini, lebih baik kita pahami dulu apa yang dimaksud dengan preeklampsia dan eklampsia.

Apakah preeklampsia itu?

Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia adalah suatu kondisi yang bisa dialami oleh
setiap wanita hamil. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya tekanan darah yang diikuti oleh
peningkatan kadar protein di dalam urine. Wanita hamil dengan preeklampsia juga akan
mengalami pembengkakan pada kaki dan tangan. Preeklampsia umumnya muncul pada
pertengahan umur kehamilan, meskipun pada beberapa kasus ada yang ditemukan pada awal
masa kehamilan.

Apakah eklampsia itu?

Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain
mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami
kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat
atau setelah melahirkan.

Apa yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia?

Penyebab pasti dari kelainan ini masih belum diketahui, namun beberapa penelitian
menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia.
Faktor faktor tersebut antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim.

Apa saja faktor resiko terjadinya preeklampsia?

Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan
kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah :

 Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.


 Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
 Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
 Kegemukan.
 Mengandung lebih dari satu orang bayi.
 Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.
Apa saja gejala preeklampsia yang patut di waspadai?

Selain bengkak pada kaki dan tangan, protein pada urine dan tekanan darah tinggi, gejala
preeklampsia yang patut diwaspadai adalah :

 Berat badan yang meningkat secara drastis akibat dari penimbunan cairan dalam tubuh.
 Nyeri perut.
 Sakit kepala yang berat.
 Perubahan pada refleks.
 Penurunan produksi kencing atau bahkan tidak kencing sama sekali.
 Ada darah pada air kencing.
 Pusing.
 Mual dan muntah yang berlebihan.

Apakah setiap wanita hamil yang kaki tangannya bengkak menderita preeklampsia?

Beberapa wanita hamil yang normal dapat mengalami pembengkakan pada kaki dan tangan.
Tetapi jika bengkak yang timbul tidak mengecil saat istirahat dan ditambah dengan gejala yang
saya sebutkan diatas, maka sebaiknya anda segera ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut.

Bagaimana efek preeklampsia pada bayi?

Preeklampsia dapat menyebabkan gangguan peredaran darah pada plasenta. Hal ini akan
menyebabkan berat badan bayi yang dilahirkan relatif kecil. Selain itu, preeklampsia juga dapat
menyebabkan terjadinya kelahiran prematur dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur
yaitu keterlambatan belajar, epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada pendengaran dan
penglihatan.

Bagaimana mengobati preeklampsia dan eklampsia?

Pengobatan preeklampsia dan eklampsia adalah kelahiran bayi. Preeklampsia ringan (tekanan
darah diatas 140/90 yang terjadi pada umur kehamilan 20 minggu yang mana wanita tersebut
belum pernah mengalami hipertensi sebelumnya) dapat dilakukan observasi di rumah atau di
rumah sakit terggantung kondisi umum pasien.

Jika umur bayi masih prematur, maka diusahakan keadaan umum pasien dijaga sampai bayi siap
dilahirkan. Proses kelahiran sebaiknya dilakukan di rumah sakit dibawah pengawasan ketat
dokter spesialis kebidanan. Jika umur bayi sudah cukup, maka sebaiknya segera dilahirkan baik
secara induksi (dirangsang) atau operasi.

Untuk preeklampsia berat lebih baik dilakukan perawatan intensif di rumah sakit guna menjaga
kondisi ibu dan bayi yang ada di dalam kandungannya.

Sebelumnya, kematian Luri AFI pun dicurigai akibat dari penyakit ini, jadi bagi wanita hamil
ingat untuk selalu waspada atas apa yang terjadi atas kehamilan anda.
AKI dan AKB tahun 2007

AKI dan AKB tahun 2007: "

Sambutan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Pada Pertemuan Ilmiah Tahunan Himpunan Obstetri Ginekologi Sosial I
Tema :
Peningkatan Pelayanan Obstetri Ginekologi Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Hidup Perempuan dan
Keluarga
Malang, 3 - 6 April 2008

Dalam upaya meningkatkan kualitas hidup perempuan dan keluarga, pendekatan siklus hidup menjadi
penting. Hal ini merupakan bagian dari peranan Kesehatan Reproduksi. Kesehatan Reproduksi telah
mendapat perhatian khusus secara global sejak Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan
Pembangunan (ICPD) di Kairo, Mesir pada tahun 1994. Salah satu hasilnya adalah disepakatinya
perubahan paradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan
pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi pendekatan yang menekankan pentingnya
peningkatan kesehatan reproduksi setiap individu baik laki-laki maupun perempuan sepanjang siklus
hidup dengan pemenuhan hak reproduksinya.

Sebagai tindak lanjut dari ICPD, Kebijakan Nasional Kesehatan Reproduksi di Indonesia menetapkan
bahwa Kesehatan Reproduksi mencakup lima komponen/program terkait (Pelayanan Kesehatan
Reproduksi Komprehensif), yaitu :
1. Program Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir dan Anak
2. Keluarga Berencana
3. Program Kesehatan Reproduksi Remaja
4. Program Pencegahan dan Penanganan Penyakit Menular Seksual termasuk HIV/AIDS.
5. Program Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut.

Kesehatan Ibu merupakan komponen yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi karena seluruh
komponen yang lain sangat dipengaruhi oleh kesehatan ibu. Apabila Ibu sehat maka akan menghasilkan
bayi yang sehat yang akan menjadi generasi kuat. Ibu yang sehat juga menciptakan keluarga sehat dan
bahagia.

Untuk mewujudkan itu semua, seluruh pemangku kepentingan dalam program kesehatan reproduksi di
Indonesia (pemerintah pusat maupun daerah, LSM, dunia usaha, organisasi profesi, donor agency)
hendaknya meningkatkan aktifitasnya dalam mendukung pencapaian kualitas hidup ibu yang pada
akhirnya juga akan meningkatkan kualitas hidup keluarga.

Sebagai tolok ukur keberhasilan kesehatan ibu maka salah satu indikator terpenting untuk menilai
kualitas pelayanan obstetri dan ginekologi di suatu wilayah adalah dengan melihat Angka Kematian Ibu
(AKI) dan Angka Kematian Balita (AKB) di wilayah tersebut. Di Indonesia, berdasarkan perhitungan oleh
BPS diperoleh AKI tahun 2007 sebesar 248/100.000 KH. Jika dibandingkan dengan AKI tahun 2002
sebesar 307/100.000 KH, AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh dari target MDG 2015
(102/100.000 KH) sehingga masih memerlukan kerja keras dari semua komponen untuk mencapai target
tersebut. Tetapi, apabila kita melihat AKI berdasarkan data yang dikirimkan oleh Puskesmas seluruh
Indonesia maka target MDG’s tersebut sedikit lagi akan tercapai. Berdasarkan laporan dari Puskesmas
pada tahun 2005 diperoleh AKI sebesar 151, pada tahun 2006 sebesar 127 dan pada tahun 2007 sebesar
119/100.000 KH. Kalau kita lihat data AKI dari lapangan menunjukkan adanya penurunan yang sangat
bermakna.

Sementara untuk AKB, berdasarkan perhitungan dari BPS, pada tahun 2007 diperoleh AKB sebesar
26,9/1000 KH (2007). Angka ini sudah jauh menurun dibandingkan tahun 2002-3 sebesar 35/1000 KH
dan upayanya akan lebih ringan bila dibandingkan dengan upaya pencapaian target MDG’s untuk
penurunan AKI. Adapun target AKB pada MDG’s 2015 sebesar 17/1000 KH. Apabila kita melihat data
tahun 2007 dari laporan Puskesmas, diperoleh AKB sebesar 9,1/1000 KH. Angka ini sudah jauh menurun
dan melampaui target MDG’s.

Trend penurunan AKI dan AKB tersebut menunjukkan keberhasilan dari jerih payah Indonesia dalam
mencapai target MDG’s. Namun angka – angka tersebut khususnya AKI masih tinggi di antara negara
ASEAN di luar Laos dan Kamboja. Untuk itu berbagai kegiatan dan praktik terbaik telah dilaksanakan dan
dikembangkan termasuk program Keluarga Berencana (KB).

Program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia termasuk yang dianggap berhasil di tingkat internasional.
Hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap penurunan pertumbuhan penduduk, sebagai akibat dari
penurunan angka kesuburan total (total fertility rate, TFR). Menurut SDKI, TFR pada kurun waktu 1967-
1970 menurun dari 5,6 menjadi hampir setengahnya dalam 30 tahun, yaitu 2,6 pada periode 1997-
2002. Demikian juga pencapaian cakupan pelayanan KB (contraceptive prevalence rate, CPR) dengan
berbagai metode meningkat menjadi 60,3% pada tahun 2002-2003.

Walaupun data SDKI 2002-2003 menunjukkan keberhasilan program KB, dari sumber data yang sama
terungkap bahwa perempuan berstatus kawin yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan
kelahiran berikutnya tetapi tidak menggunakan cara kontrasepsi (unmet need) masih cukup tinggi yaitu
8,6%. Penyebab masih tingginya angka ini, antara lain kualitas informasi dan pelayanan KB, serta missed
opportunity pelayanan KB pada pasca-persalinan. Proporsi drop-out akseptor KB (discontinuation rate)
adalah 20,7%. Hal ini menunjukkan bahwa masih jauh lebih banyak terjadi kehamilan yang perlu
dihindari dan kesadaran berKB pada pasangan yang paling membutuhkan belum cukup mantap.

Sejak tahun 2000 Departemen Kesehatan telah menerapkan MPS (Making Pregnancy Safer) untuk
percepatan penurunan AKI dengan tiga pesan kuncinya yaitu : 1) Setiap persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan terampil; 2) Setiap komplikasi kehamilan dan persalinan mendapat penanganan yang
adekuat; 3) Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak
diinginkan dan penanganan komplikasi yang adekuat. Pesan kunci tersebut dilaksanakan melalui 4
strategi dan sudah sejalan dengan Visi Departemen Kesehatan yaitu; Masyarakat yang mandiri untuk
hidup sehat dan Misinya yaitu Membuat rakyat sehat. Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut
dilaksanakan melalui 4 strategi yaitu : 1) Menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup
sehat; 2) Meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas; 3) Meningkatkan sistem
surveilance, monitoring dan informasi kesehatan; 4) Meningkatkan pembiayaan kesehatan.

Dalam mengimplementasikan strategi tersebut kami sampaikan kebijakan pelaksanaan program


penurunan AKI – AKB 2008 difokuskan pada Pelaksanaan 1) Program Perencanaan Persalinan dan
Persiapan Komplikasi (P4K) dengan Stiker di seluruh wilayah Puskesmas; 2) Kemitraan Bidan dan Dukun;
3) PONED/PONEK; 4) UTD di daerah; 5) Pelayanan KB berkualitas serta; 6) Pemenuhan SDM kesehatan.

Program Perencanaan Persalinan dan Persiapan Komplikasi (P4K) dengan stiker adalah kegiatan yang
membangun potensi suami, keluarga dan masyarakat, khususnya untuk persiapan dan tindakan yang
dapat menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir dengan menanggulangi penyebab kematian utama, yaitu :

 Pertama, mengenal dan mendata kehamilan yang ada di desa, serta memberikan stiker agar tiap
ibu hamil menggunakan jasa bidan.
 Kedua, membentuk kelompok penyedia donor darah agar ada ketersediaan darah yang dapat
digunakan sewaktu-waktu
 Ketiga, merencanakan dan menyiapkan sistem angkutan desa untuk menangani kasus darurat
pada saat persalinan bila diperlukan
 Dan keempat, merencanakan pengumpulan dana dan menginformasikan ketersediaan bantuan
Askeskin bagi yang membutuhkan

Kegiatan ini telah dilaksanakan secara nasional mulai tahun 2007. Untuk ini pun diharapkan dukungan
dari semua stake holder terkait.

Dalam konteks pemberdayaan masyarakat khususnya Ibu dan anak, juga telah dikembangkan dan
diimplementasikan penggunaan buku KIA. Buku KIA dapat dibaca oleh ibu, suami dan anggota keluarga
lainnya karena berisi informasi yang sangat berguna bagi kesehatan ibu dan anak balita. Buku KIA juga
memuat informasi tanda – tanda bahaya pada kehamilan dan masalah kesehatan ibu dan anak yang
dapat membahayakan kesehatan, diharapkan ibu tidak malu dan ragu untuk bertanya kepada petugas
apabila ditemukan hal yang tidak sesuai dengan informasi.

Saat ini penggunaan buku KIA sebagian besar masih di tingkat puskesmas dan jaringannya, masih sedikit
digunakan di rumah sakit dan kalangan profesi. Untuk itu pada kesempatan yang baik ini saya juga
menghimbau agar profesi dapat menggunakan buku KIA, hal ini merupakan salah satu peran obstetri
dan ginekologi dalam meningkatakan Kualitas Hidup Perempuan dan Keluarga.

DR. dr. Siti Fadhillah Supari, M.Kes

APA YANG DIMAKSUD DENGAN KEMATIAN IBU ?


Kematian ibu yang terjadi selama masa kehamilan atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan,
tanpa melihat usia dan lokasi kehamilan, oleh setiap penyebab yang berhubungan dengan atau
diperberat oleh kehamilan atau penanganannya tetapi bukan oleh kecelakaan atau incidental (faktor
kebetulan).

APA ARTINYA YANG DIMAKSUD DENGAN ANGKA KEMATIAN IBU TINGGI ?

 Jumlah kematian ibu yang meninggal mulai saat hamil hingga 6 minggu setelah persalinan per
100.000 persalinan tinggi.
 Angka kematian ibu tinggi adalah angka kematian yang melebihi dari angka target nasional.
 Tingginya angka kematian, berarti rendahnya standar kesehatan dan kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan, dan mencerminkan besarnya masalah kesehatan.

BAGAIMANA USAHA SELAMA INI UNTUK MENURUNKAN AKI ?

Upaya yang telah dilakukan oleh Depkes :

 Peningkatan jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu


 Penyediaan sistem pelayanan kesehatan untuk daerah terpencil, tertinggal, perbatasan di 12
provinsi, 33 kabupaten, 101 puskesmas.
 Peningkatan pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat.
 Perencanaan terpadu Lintas Program dan Lintas Sektor untuk percepatan penurunan AKI (DTPS-
MPS) dengan menggunakan indikator KIA sebagai indikator pembangunan daerah.

MENGAPA SAMPAI SEKARANG AKI MASIH TINGGI ?

 Angka kematian yang ada saat ini tidak mencerminkan kondisi sat ini. Karena SDKI
menggambarkan data 5 tahun yang lalu.
 Terbatasnya pelayanan kesehatan ibu : tenaga, sarana, belum optimalnya keterlibatan swasta
 Terbatasnya kualitas tenaga kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan responsif gender : antenatal
yang terintegrasi, pertolongan persalinan, penanganan komplikasi kebidanan, keluarga
berencana.
 Belum adanya sistem pelayanan kesehatan yang sesuai untuk daerah terpencil : belum ada
regulasi untuk memberikan kewenangan yang lebih untuk tindakan medis khusus, terbatasnya
insentif untuk tenaga kesehatan, terbatasnya sarana/dana untuk transportasi (kunjungan dan
rujukan)
 Kurangnya dana operasional untuk pelayanan kesehatan ibu, terutama untuk daerah terpencil
 Kurang optimalnya pemberdayaan masyarakat : ketidaksetaraan gender, persiapan
persalinannya dan dalam menghadai kondisi gawat darurat (mandiri) di tingkatan desa.
 Belum optimalnya perencanaan terpadu lintas sektor dan lintas program untuk percepatan
penurunan angka kematian ibu.

http://www.gocb.co.cc/2010/08/aki-dan-akb-tahun-2007.html
Jakarta - Jumlah Akibat Kematian Ibu (AKI) di Indonesia paling besar jumlahnya bila dibandingkan
dengan negara-negara Asean.

Pada tahun 2007 lalu, tercatat sebesar 247 per 100 ribu per kelahiran. Hal tersebut juga tak jauh
berbeda juga dengan Angka Kematian Bayi (AKB)  ditahun yang sama mencapai 26,9 per seribu
kelahiran.

Padahal dalam Miliennium Development Goals(MDGs) ditargetkan tahun 2015 AKI tidak lebih dari 104
per 100 ribu kelahiran.

"Akibatnya , IPM (indeks pembangunan polisi) Indonesia pun terpuruk diurutan ke 107 dari 177 negara.
IPM Indonesia lebih rendah dari Vietnam, Malaysia, dan Singapura," kata Pengamat Kesehatan Ivan
Hadar, dalam Diskusi Strategic Forum Pencampaian MDGs di Hotel Said, Rabu (19/8)

Menurutnya tingginya AKI dan AKB di Indonesia bukan tanpa sebab. Keterlibatan akses terhadap
makanan yang bergizi dan layanan kesehatan menjadi salah satu faktor rendahnya tingkat kesehatan
masyarakat Indonesia. 

Dirinya juga menilai, keterbatasan ekonomi juga membuat masyarakat tak mampu memenuhi
kebutuhan gizi keluarga dan ditambah dengan layanan kesehatan yang hingga kini dirasakan amat mahal
oleh banyak masyarakat.
 
"Tak heran jika tingginya AKI DAN AKB, Jumlah anak yang menderita gizi buruk pun cukup besar di negeri
ini. Sekitar 27 persen balita di Indonesia mengalami gizi buruk. Meski Departemen Kesehatan mencatat
jumlah kasus gizi buruk terus mengalami penurunan, namun adanya kasus gizi buruk yang dialami calon
generasi penerus ini sangat berbahaya bagi peningkatan kualitas pembangunan negeri ini,"paparnya.
 
Ivan melihat kasus kematian bayi dan ibu melahirkan serta gizi buruk, sesungguhnya bisa dicegah
melalui program yang terarah dan terencana yang melibatkan kaum perempuan sebagai subyeknya.
Dirinya mengatakan, selama ini pembangunan kesehatan berbasis masyarakat melalui Posyandu telah
berhasil meningkatkan taraf hidup kesehatan masyarakat. Bahkan program yang banyak dimotori oleh
kaum ibu ini dijadikan oleh negara lain untuk mengembangkan sistem kesehatannya.
 
"Sayangnya program ini sempat layu. Tak sedikit posyandu yang tinggal papan nama. Kegiatannya tak
lagi terlihat,"katanya
 

http://www.primaironline.com/berita/detail.php?catid=Sosial&artid=angka-aki-akb-di-indonesia-paling-
tinggi-di-asean
Angka kematian ibu di Indonesia masih tergolong tinggi. Pendarahan, infeksi, hipertensi kehamilan serta
abortus tidak aman. Keempat kondisi itulah yang menjadi penyebab angka kematian Ibu ( AKI ) tetap
tinggi. Diantara keempat faktor itu, pendarahan menduduki peringkat pertama dengan 45 persen
kejadian. Penyebab pendarahan disebabkan perlengketan ari-ari, robekan rahim atau otot-otot rahim
yang mengendur akibat sering bersalin.Hal ini bisa diantisipasi dengan sering periksa ada tidaknya risiko
pendarahan itu. Selain rajin memeriksakan kehamilan, penting juga memriksakan hemoglobin. Terutama
bulan keenam dan ketujuh kehamilan. Pemeriksaan Hb penting untuk menghindari kemungkinan
anemia. Hal ini disebabkan ibu yang anemia berisiko otot-otot rahim melemah dan tidak segera
menutup kembali pasca melahirkan. Risikonya sama, pendarahan.

Lebih lanjut tentang: Empat Faktor penyebab Kematian Ibu

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/1802456-empat-faktor-penyebab-kematian-ibu/

Anda mungkin juga menyukai