Anda di halaman 1dari 6

1.

Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Berbasis

Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk

dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan

kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan

kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan

dasar/ sosial dasar untuk mempercepat penurunan Angka Kematian Ibu

dan Angka Kematian Bayi. (Kemenkes RI : Direktorat Bina Gizi).

Dilihat dari indikator-indikator yang ditetapkan oleh Depkes,

Posyandu secara umum dapat dibedakan menjadi 4 (empat) tingkat

yaitu : (1) Posyangu Pratama; (2) Posyandu Madya; (3) Posyandu

Purnama dan (4). Posyandu Mandiri (Depkes RI, 2006).

a. Posyandu Pratama

Posyandu Pratama adalah Posyandu yang belum mantap, yang

ditandai oleh kegiatan bulanan Posyandu belum terlaksana secara

rutin serta jumlah kader terbatas yakni kurang dari 5 (lima) orang.

Penyebab tidak terlaksananya kegiatan rutin bulanan Posyandu,

disamping jumlah kader yang terbatas, dapat pula karena belum

siapnya masyarakat. Intervensi yang dapat dilakukan untuk

perbaikan peringkat adalah memotivasi masyarakat serta menambah

jumlah kader.

b. Posyandu Madya
Posyandu Madya adalah Posyandu yang sudah dapat

melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata

jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan kelima

kegiatan utamanya masih rendah yaitu < 50%. Intervensi yang dapat

dilakukan untuk perbaikan peringkat adalah meningkat cakupan

dengan mengikut sertakan tokoh masyarakat sebagai motivator serta

lebih menggiatkan kader dalam mengelola kegiatan Posyandu.

c. Posyandu Purnama

Posyandu Purnama adalah Posyandu yang sudah

melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata

jumlah kader sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan utamanya

> 50% serta mampu menyelenggarakan program tambahan seta telah

memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh

masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50%

KK di wilayah kerja Posyandu.

d. Posyandu Mandiri

Posyandu Mandiri adalah Posyandu yang sudah dapat

melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun dengan rata-rata

kader sebanyak 5 (lima) orang atau lebih. Cakupan dari kegiatan

utamanya > 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan

serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang

dikelola masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK yang

bertempat tinggal di wilayah kerja Posyandu Intervensi yang


dilakukan bersifat pembinaan termasuk pembinaan dana sehat,

sehingga terjamin kesinambungannya.

Posyandu yang terintegrasi adalah kegiatan pelayanan sosial

dasar keluarga dalam aspek pemantauan tumbuh kembang anak.

Dalam pelaksanaannya dilakukan secara koordinatif dan integratif

serta saling memperkuat antar kegiatan dan program untuk

kelangsungan pelayanan di Posyandu sesuai dengan

situasi/kebutuhan lokal yang dalam kegiatannya tetap

memperhatikan aspek pemberdayaan masyarakat.


1. TABO (Tanggap Bocah)

TABO (Tanggap Bocah) merupakan juru pemantau jentik

(jumantik) yang bertugas untuk mempromosikan 3 M plus kepada

masyarakat sekaligus berperan aktif di lingkungan untuk memantau

berkala jentik nyamuk. Perlu terobosan dalam rekrutmen kader kesehatan

dimana permasalahan selama ini orang-orang dewasa telah sibuk dengan

aktivitas bekerja di luar rumah, sehingga akhirnya perlu dimunculkan

anak usia SD sebagai kader kesehatan tambahan. Usia ini dipilih karena

pada usia ini anak cenderung jujur dan apa adanya. Anak tidak

berbohong dan melakukan apa adanya. Pada usia tersebut anak juga tidak

terlalu banyak memiliki aktivitas sehingga dapat diajak kegiatan.

Ketertarikan anak pada aktivitas luar rumah dan teman sebaya juga

menjadi alasan dipilihnya usia ini. Kader kesehatan tambahan ini dinamai

sebagai Tanggap Bocah (TABO) dengan tugas sebagai jumantik cilik.

Pada tahun 2015, Dinas Kesehatan Yogyakarta mencatat jumlah

penderita demam berdarah mencapai 945 orang. Sedangkan Dinas

Kesehatan Kabupaten Sleman sendiri telah mencatat adanya 538 kasus

demam berdarah. Jumlah tersebut memang lebih sedikit jika

dibandingkan dengan 736 kasus DBD yang terjadi pada tahun 2013.

Akan tetapi, hal ini belum bisa menjanjikan apapun mengingat pada

tahun 2013 wilayah Yogyakarta termasuk ke dalam tiga besar provinsi

dengan IR DBD tertinggi sebesar 95,5 per 100.000 penduduk. Selain itu,

hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Sleman merupakan daerah


endemis termasuk kecamatan Sleman. Data Puskesmas Sleman tahun

2015 mencatat sebanyak 28 kasus dari lima desa cakupan (Tridadi,

Caturharjo, Triharjo, Trimulyo, dan Pandowoharjo), angka tersebut

meningkat dibandingkan tahun 2014 yaitu 25 kasus. Angka bebas jentik

pada tahun 2014 adalah 92,5% dan meningkat lebih baik pada tahun

2015 yaitu 94,6%. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa

kewaspadaan terhadap DBD masih harus terus ditingkatkan.

Hal yang paling menentukan dan menjadi kunci penting dalam

kegiatan ini adalah keluarga. Karena anggota TABO terdiri dari anak-

anak, dan anak-anak adalah bagian dari keluarga. Tim UKM Puskesmas

Sleman melakukan sosialisasi keluarga bersama dengan kader kesehatan

di masing-masing dusun. Maksud dan tujuan kegiatan TABO ini

dijelaskan sekaligus memaparkan situasi lingkungan saat itu termasuk

bahayanya peyakit demam berdarah yang sedang banyak menjangkit

warga. Perubahan perilaku menjadi hidup bersih dan sehat tidak hanya

dilakukan oleh orang dewasa tetapi sejak dini yaitu anak-anak sehingga

di kemudian hari anak-anak dapat melanjutkan dan menerapkan apa yang

sudah dipelajarinya sejak dini. Sehingga partisipasi anak-anak sangat

dibutuhkan dalam kegiatan TABO dalam rangka menekan angka

kejadian DBD dan mewujudkan perilaku hidup bersih sehat.

Dalam rangka mendukung dan mewujudkan keberlanjutan kegiatan

TABO, dilakukan penjalinan kerjasama, koordinasi dan pelibatan

berbagai pihak yang berkepentingan yaitu instansi pemerintah setempat.


Inisiatif kegiatan TABO disampaikan melalui rapat koordinasi tingkat

desa selanjutnya muncul SK pembentukan kader jumantik TABO di

tingkat desa. Pada tingkat kecamatan melalui rapat koordinasi tingkat

kecamatan serta melaporkan ke dinas kesehatan kabupaten Sleman

terkait dengan adanya kegiatan TABO dalam rangka menekan angka

kejadian DBD dan perilaku bersih dan sehat.

TABO pertama kali didirikan pada tahun bulan April 2009 di satu

dusun saja yakni dusun Ganjuran Desa Caturharjo. Saat itu TABO

memiliki anggota sebanyak 35 anak. Angka Bebas Jentik (ABJ) saat itu

di dusun Ganjuran adalah ABJ 85 %. Program TABO berjalan selama

1 tahun dan dievaluasi menunjukkan keberhasilan dengan penurunan

ABJ menjadi 90 %.

Pada tahun 2011, TABO didirikan di Dusun Jogokerten Tegal,

Desa Trimulyo dengan jumlah TABO sebanyak 20 anak, serta 5 orang

pendamping. Kegiatan TABO di Dusun Jogokerten dilakukan setiap hari

minggu dimulai pukul 8. Selesai melakukan kegiatan memeriksa jentik

nyamuk, Pendamping selalu mengajak anak – anak TABO bermain

permainan atau menyanyikan lagi jumantik. Hal tersebut dilakukan

dengan tujuan tidak membuat anak – anak TABO jenuh dalam mengikuti

kegiatan survei jentik nyamuk setiap minggunya.

Anda mungkin juga menyukai