Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia berhak mendapatkan haknya, serta dituntut untuk
melaksanakan kewajibannya, serta mendapatkan keadilannya. Pernyataan-pernyataan
tersebut perlu lebih dijelaskan. Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
secara kodratnya memiliki hak. Tak hanya itu, suatu hak juga harus didahului dengan
adanya suatu kewajiban yang harus dijalankan. Dalam melaksanakan suatu kewajiban
tersebut, haruslah memiliki suatu keutamaan yang dijadikan pedoman atau acuan agar
dapat melaksanakannya kewajiban dan memenuhi hak secara optimal. Manusia baik
secara pribadi maupun sosial dalam mengembangkan diri, berperan aktif dan
memberikan sumbangan bagi kesejahteraan hidup manusia, itu ditentukan oleh
pandangan hidup dan kepribadian.
Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia tidaklah terlepas dari norma-norma
dan hukum-hukum yang ada. Sehingga secara sadar maupun tak sadar mereka harus
mentaati dan menjalankannya. Dalam menjalankan dan mematuhi aturan-aturan
tersebut, berarti mereka telah menjalankan sesuatu yang telah menjadi kewajibannya.
Setelah mereka menjalankan sesuatu yang telah menjadi kewajibannya, barulah
mereka berhak mendapatkan apa yang telah menjadi hak mereka. Mereka memperoleh
hak tersebut dari sebuah pihak yang telah memberikan suatu kewajiban.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Saja Pengertian dari Hak, Kewajiban dan Keadilan?
2. Apa Saja Macam-Macam Hak, Kewajiban dan Keadilan?
3. Bagaimana Pandangan Islam di dalam Hal Hak, Kewajiban dan Keadilan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk Memahami Pengertian dari Hak, Kewajiban dan Keadilan.
2. Untuk Memahami Macam-Macam Hak, Kewajiban dan Keadilan.
3. Untuk Mengetahui Pandangan Islam di dalam Hal Hak, Kewajiban dan
Keadilan.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hak
a. Pengertian Hak
Hak dapat diartikan sebagai “wewenang atau kekuasaan” yang secara etis seseorang
dapat mengerjakan, memiliki, meninggalkan, mempergunakan, atau menuntut sesuatu.
Menurut Poedjawijatna, ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan hak ialah
semacam milik, kepunyaan, yang tidak hanya merupakan benda saja, melainkan pula
tindakan, pikiran dan hasil pikiran tersebut. Menurut Prof. Dr. Soegioto, Hak ialah sesuatu
yang diterima setelah manusia diberatkan atas suatu kewajiban. Sedangkan di dalam Al-
Qur’anul Karim Kata hak yang merupakan terjemah dari kata al-haqq di dalam Al-Qur’an
disebut memiliki dan yang menguasainya disebut malik. Menurut Al-Raghib Al-Ashafani
adalah al-muthabaqah wa al-muwafaqah yang artinya, kecocokan, kesuaian, dan kesepakatan.
Sedangkan di dalam Al-Qur’anul Karim Kata hak yang merupakan terjemah dari kata
al-haqq di dalam Al-Qur’an disebut yang memiliki dan yang menguasainya. Ada perbedaan
pendefinisian antara hak yang umum dan hak di dalam Islam. Perbedaannya ialah salah
satunya di dalam hak milik. Di dalam pandangan umum hak milik itu absolute dalam artian
“benda itu benar-benar milik dia, bukan siapapun selain dia”. Sedangkan di dalam islam hak
milik itu tidak bersifat absolute, karena hak ini berasal dari kata al-haqq dan bila dimaknai
bahwa segala sesuatu yang kita miliki itu bukan milik kita melainkan Allah swt.
Antara suatu hak dan kewajiban itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Tiap-tiap hak dalam kehidupan mengandung kewajiban, bahkan dua kewajiban.
Kewajiban pertama ialah kewajiban bagi setiap manusia untuk menghormati dan menghargai
hak orang lain serta tidak mengganggunya. Kewajiban kedua ialah bagi setiap orang yang
memiliki hak wajib menggunakan haknya untuk melakukan kebaikan, baik kepada dirinya
sendiri maupun orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari seseorang diwajibkan melihat kepentingan umum terlebih
dahulu. Itu dikarenakan pada hakikatnya hak-hak yang dimiliki oleh seseorang tersebut
semata-mata merupakan pemberian dari masyarakat, yang merupakan buah atau hasil dari
sebuah kebijaksanaan yang telah ia laksanakan. Tak mungkin seseorang yang hidup
menyendiri itu mendapatkan hak.

b. Macam-Macam Hak
Ada beberapa macam hak bagi manusia antara lain:
a. Hak hidup
Hak hidup adalah hak yang suci tanpa bisa diberikan untuk keperluan yang lain. Tiap-tiap
manusia memiliki hak hidup. Hak hidup juga memiliki dua kewajiban sebagaimana hak-hak
yang lain yaitu:

 wajib bagi yang berhak supaya menjaga hidupnya.


 menggunakan hak tersebut sebaik-baiknya untuk kepentingan diri sendiri dan
masyarakat serta wajib bagi orang lain agar menghormati hak ini.

2
b. Hak Kemerdekaan
Kemerdekaan mutlak ialah “bertindak dan berbuat menurut kehendak-Nya dengan tidak
ada sesuatu yang menguasai kehendak dan perbuatan-Nya. Dari pengertian ini dapat kita
pahami bahwa tidak akan terjadi kecuali bagi Allah, ini dikarenakan tiada seorangpun yang
kehendaknya tidak dipengaruhi oleh pengaruh lain.
Ada beberapa penjelasan dalam arti kemerdekaan yang dapat dipahami sebagai berikut:
a) Kemerdekaan lawan dari perhambaan;
b) Kemerdekaan bangsa-bangsa;
c) Kemerdekaan kemajuan;
d) Kemerdekaan politik.
Hak kemerdekaan mengandung dua kewajiban yaitu:

 Wajib bagi manusia dan pemerintah menghormati hak kemerdekaan seseorang;


 Wajib bagi yang mempunyai hak untuk mempergunakan kemerdekaannya untuk
kebaiannya dan kebaikan orang banyak.
c. Hak memiliki
Hak milik menjadi bagian yang menyempurnakan hak kemerdekaan. Karena manusia itu
tidak dapat mempertinggikan dirinya menurut kehendaknya, kecuali dengan alat-alatnya.
Hak milik dibagi menjadi dua yaitu:
a) Hak milik perorangan. Contoh: rumah, pakaian, dll;
b) Hak milik umum. Contoh: kereta api, museum, jalan, dll.
Hak milik juga sama seperti hak-hak yang lainnya, yang mempunyai dua kewajiban yakni:

 Wajib bagi orang banyak supaya menghormati milik perseorangan;


 Wajib bagi pemilik supaya mempergunakannya dengan sebaik-baiknya.
d. Hak mendidik
Setiap orang pada hakikatnya memiliki hak untuk mendidik pribadi dan belajar menurut
kecakapan dan bakatnya. Manusia diberi hak ini dikarenakan pendidikan merupakan sebagian
alat untuk mencapai kemerdekaan dan alat untuk hidup yang tinggi.
Selain pembagian hak-hak diatas terdapat juga suatu hak yang menyangkut hak pencipta
dan hak ciptaan-Nya(manusia). Hak pencipta atas ciptaan-Nya antar lain ialah:
a) Manusia(hamba) harus menyembah Pencipta(Allah);
Sebagaimana firman Allah dalam surat Adz Dzariyat ayat 56:
(‫الجن واالنس االّ ليعبدون (الذاريات‬
ّ ‫و ما خلقت‬
Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-
Ku.”

3
b) Manusia(hamba) tidak menyekutukan-Nya;
c) Manusia(hamba) harus mengabdi kepada-Nya;
d) Manusia(hamba) harus mentaati-Nya;
e) Manusia(hamba) harus meminta bantuan hanya kepada-Nya;
f) Manusia(hamba) harus menyerahkan segala ketentuan pada-Nya setelah
berikhtiyar.
Sedangkan hak manusia(hamba) atas pencipta-Nya antara lain adalah:
a) Diberikan rahmat dan hidayah;
b) Diberikan jiwa yang tenteram;
c) Di dunia dikaruniai agama yang fitrah;
d) Di akhirat disediakan surga yang indah.

c. Hak dalam Pandangan Islam


Di bawah ini ialah beberapa hal yang merupakan kegunaan hak di dalam pandangan
Islam:
a) Untuk menunjukan terhadap pelaku yang mengadakan sesuatu yang mengandung
hikmah, seperti adanya Allah swt disebut sebagai al-haqq karena Dia-lah yang
mengadakan sesuatu yang mengandung hikmah dan nilai bagi kehidupan.
Sebagaimana yang tertera didalam Q.S Al-An’am (6) ayat: 62.
b) Untuk menunjukan kepada sesuatu yang diadakan yang mengandung hikmah.
Misalnya Allah swt. Menjadikan matahari dan bulan dengan al-haqq, yakni
mengandung hikmah bagi kehidupan. Sebagaimana yang tertera di dalam Q.S Yunus
(10) Ayat: 5.
c) Untuk menunjukan keyakikan (i’tiqad) terhadap sesuatu yang cocok dengan jiwanya,
seperti keyakinan seseorang terhadap adanya kebangkitan di yaumul akhir, adanya
pahala, surga, siksaan dan neraka. Sebagaimana yang tertera dalam Q.S Al-Baqarah
(2) Ayat: 213.
d) Untuk Menunjukan terhadap perbuatan atau ucapan yang dilakukan menurut kadar
atau porsi yang seharusnya dilkukan sesuai keadaan waktu dan tempat. Sebagaimana
tertera dalam Q.S. Al-Mu’minun (23) Ayat: 71.
e) Upaya mewujudkan keadilan, argumentasi yang kuat, menegakkan syari’at secara
sempurna, dan isyarat tentang adanya hari kiamat (yaumul akhir).
Dengan demikian seluruh kata al-haqq yang terdapat di dalam Al-Qur’an tidak ada
satupun yang mengandung arti hak milik, sebagaimana arti hak yang umumnya lazim
digunakkan di masyarakat.

4
B. Keadilan
a. Pengertian Keadilan
Keadilan adalah suatu hal yang harus kita tetapkan dan tidak boleh dilanggar,
berperilaku adil memang tidak mudah, namun kita harus tetap menjalankan hakikat keadilan
yang sebenarnya. Dalam pelajaran PKn maupun Pendidikan Agama, ada banyak bab yang
membahas mengenai keadilan
Sedangkan menurut para ahli diantaranya ialah, sebagai berikut:
a) Poedjawijatna mengatakan bahwa keadilan adalah pengakuan dan perlakuan
terhadap hak yang sah. Sedangkan dalam literur islam, keadilan dapat diartikan
istilah yang digunakan untuk menunjukan persamaan atau bersikap tengah-tengah
atas dua perkara.
b) Aristoteles mengemukakan epndapatnya mengenai pengertian keadilan bahwa
keadilan merupakan tindakan yang memberikan sesuatu kepada orang yang memang
menjadi haknya.
c) Sedangkan menurut Frans Magnis Suseno, keadilan adalah keadaan dimana sesama
manusia saling menghargai hak dan kewajiban masing-masing yang membuat
keadaan menjadi harmonis.
d) Menurut Thomas Hubbes, keadilan adalah sebuah keadaan dimana ada suatu
perjanjian yang kemudian isi perjanjian tersebut dijalankan sesuai dengan aturan
yang berlaku tanpa berat sebelah.
e) Dan pengertin yang terakhir adalah menurut Plato yaitu dimana keadilan adalah
mematuhi semua hukum dan perundangan yang berlaku.
b. Macam- Macam Wujud Keadilan
Menurut Aristoteles – Notonegoro, ialah:
a) Keadilan tukar-menukar
Suatu kebajikan tingkah laku manusia untuk selalu memberikan kepada sesamanya,
sesuatu yang menjadi pihak lain atau sesuatu yang sudah semestinya harus diterima oleh
pihak lain itu. Dari keadilan ini maka terjadilah saling memberi dan saling menerima.
b) Keadilan distributif atau membagi
Suatu kebijakan tingkah laku masyarakat dan alat penguasanya untuk selalu membagikan
segala kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata dan merata, sifat menurut keselarasan
dan tingkat perbedaan jasmani dan rohani.
c) Keadilan social
Suatu kebajikan tingkah laku manusia di dalam hubungan dengan masyarakat, untuk
senantiasa memberikan dan melaksanakan segala sesuatu yang menunjukan kemakmuran dan
kesejahteraan bersama sebagai tujuan akhir masyaraka tata negara.
d) Keadilannegara
Mengatur hubungan antara anggota dan kesatuannya untuk bersama-sama selaras dengan
kedudukan dan fungsinya untuk mencapai kesejahteraan umum.

5
c. Keadilan dalam pandangan Islam.
Hasil dari pada keimanan kepada Allah SWT, seorang Muslim akan bersifat adil,
mencintai keadilan dan menyeru kepada norma-norma akhlak mulia, biarpun ketika bersama
orang bukan Islam. Mereka juga akan membenci kezaliman, membalas dengan siksaan
kepada pelaku-pelaku zalim, biarpun kezaliman itu dilakukan oleh seorang Islam.
Al-Quran menyatakan dengan jelasakan kedudukan sifat orang-orang yang zalim dan
balasan kepada orang-orang zalim ialah neraka. Justru Allah SWT telah mengulang-ulang
perkataan zalim sebanyak 226 kali di dalam al-Quran. Ini menunjukkan kepada pentingnya
sifat buruk dan keji ini di jauhi oleh seluruh umat Islam khususnya dan umat manusia lainnya.
Al-Quran tidak hanya menghubungkan adil sebagai sesuatu yang hanya diperkatakan di
mahkamah sahaja, tetapi ia lebih merujuk kepada integriti dan kejujuran di dalam semua
urusan hidup manusia.
Keadilan dalam Islam sangat penting karena ia akan menjamin kestabilan demi
pembangunan umat Islam. Apabila Islam membawa idea tentang keadilan dalam masyarakat
jahiliyyah, maka mereka yang dulunya berpecah belah dan saling bermusuhan menjadi
bersatu padu dan saling berkasih sayang.
Justru apabila undang-undang dan keadilan dalam Islam terpesong angkara segelintir
umatnya, kegemilangan Islam mulai merosot.
Keadilan juga menjadi unsur yang sangat penting untuk membina masyarakat yang adil
dan makmur, atau dengan kata lain, masyarakat yang adil dan makmur tidak akan dapat
diwujudkan jika keadilan tidak ditegakkan.
Keadilan perlu ditegakkan kerana ia akan memberi ketenangan kepada manusia dan
menyuburkan hubungan individu dengan orang lain.
Rasulullah SAW di dalam pemerintahan baginda tidak pernah menindas mana-mana
pihak. Bahkanbaginda SAW didekati dan dikasihi oleh semua pengikutnya tanpa mengira
bangsa dan agama.
Ini kearena dalam memutuskan apa-apa hukuman, baginda SAW tidak sekali-kali
terpengaruh oleh keadaan orang yang dihukumi, sama ada daripada kalangan keluarga,
sahabat handai ataupun orang lain, Allah SWT dalam firman-Nya yang bermaksud: Wahai
orang-orang yang beriman, hendaklah kamu semua menjadi orang-orang yang menegakkan
keadilan kerana Allah, lagi menerangkan kebenaran, dan janganlah sekali-kali kebencian
kamu terhadap sesuatu kaum itu mendorong kamu kepada tidak melakukan keadilan.
Hendaklah kamu berlaku adil (kepada sesiapa jua) kerana sifat adil itu lebih dekat kepada
takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah maha mengetahui dengan
mendalam akan apa yang kamu lakukan. (al-Maaidah: 8)

6
C. Kewajiban
a. Pengertian Kewajiban
Kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan kata lain
kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan. Salah satu sifat khas utama manusia adalah
manusia mampu mengemban kewajiban untuk mengikuti ajaran agama. Hanya manusia saja
yang dapat hidup dalam kerangka hukum. Makhluk lain hanya dapat mengikuti hukum alam
yang sifatnya memaksa.
Perkataan wajib mempunyai beberapa arti:
a) Wajib dalam istilah tauhid, berarti sesuatu yang menurut akal pikiran yang benar pasti
adanya, mustahil tidak adanya, tidak masuk akal apabila tidak ada. Seperti: Wajib adanya
Allah. Istilah wajib di sini lawan kata dari mustahil.
b) Wajib menurut ilmu fikih, berarti sesuatu yang mendapat pahala dengan
mengerjakannya, dan mendapat siksa apabila meninggalkannya. Seperti: wajib
mengerjakan salat lima waktu
c) Wajib menurut ilmu akhlak, brarti sesuatu yang diperintahkan oleh perasaan suci hati
nurani untuk berbuat, sebab menurut hati nurani dan undang-undang akhlak perbuatan itu
adalah baik dan benar. Kalau pekerjaan itu ditinggalkann akan terkutuk, terrcela ole
perasaan hati nuran dan tercela pula oleh kesopanan umum. Seperti kewajiban seorang
kaya untukmemberikan zakatnya, yang menjadi hak dari yang fakir miskin dan mustahik
lainnya. Kewajiban yang kuat untuk menolong yang lemah, yang haknya untuk ditolong.
Kewajiban orang yang berhutang untuk membayar hutangnya kepada orang yang
berpiutang.1
Oleh karena itu kewajiban merupakan wewenang, bukan berujud kekuatan, maka perlu ada
penegak hukum melindungi yang lemah, yaitu orang yang tidak dapat melakukan haknya
manakala berhadapan dengan orang lain yang merintangi pelaksanaannya.
Kondisi manusia dibebankan kewajiban:
a) Akil baligh;
b) Sehat rohani;
c) Tahu dan sadar; dan
d) Memiliki kebebasan memilih, berkehendak, dan berbuat.
Di dalam ajaran agama Islam menekankan atas kewajiban sebagai seorang muslim dengan
sesama muslim harus d jalankan. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw. Yang artinya
”Perumpamaan orang-orang yang mukmin dalam cinta kasih dan rahmat hati bagaikan satu
badan apabila satu menderita maka menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan hingga tidak
dapat tidur dan panas” (HR. Bukhari Muslim).
Selanjutya, karena hak itu merupakan wewenang dan bukan kekuatan, maka ia merupakan
tuntutan, dan terhadap orang lain hak itu menimbulkan kewajiban, yaitu kewajiban menghormati
terlaksananya hak hak orang lain. Dengan demikian masalah kewajiban memang peranan
penting dalam pelaksanaan hak. Namun perlu ditegaskan di sini bahwa kewajiban bukan
merupakan keharusan fisik, tetapi berwajib, yaitu wajib yang berdasarkan kemanusiaan.
Di dalam ajaran Islam, kewajiban ditempatkan sebagai salah satu hukum syara’, yaitu suatu
perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan jika di tinggalkan akan mendapat
1
Dr. H. Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka Islam, 1985),hlm.118

7
siksa.2 Dengan kata lain bahwa kewajiban agama berkaitan dengan pelaksanaan hak yang
diwajibkan oleh Allah.Melaksanakan shalat lima waktu membayar zakat bagi orang yang
memiliki harta tertentu dan sampai batas nisab, dan berpuasa di bulan Ramadhan misalnya
merupakan kewajiban.
Kewajiban akhlaki dalam syariat Islam sangat erat hubungannya dengan kewajiban-kewajiban
menurut ilmu tauhid dan ilmu Fiqih , sebab semuanya berjalin berkelindan dalam syariat Islam
dalam arti yang luas.3 Untuk memudahkan penguraian,maka sistem pembagian macam-macam
kewajiban manusia menurut arahnya dapat disusun sebagai berikut:
a) Kewajiban terhadap diri sendiri
b) Kewajiban terhadap Tuhan khaliqul ‘aalam
c) Kewajiban terhadap manusia lain dan alam semesta
Pembagian ini tidaklah merupakan susunan sisematika yang absolut, melainkan dapat diatur
dengan sistem lain yang isinya sama yaitu kewajiban terhadap semua yang wujud, yang manusia
mempunyai ketergantungan kepadanya.

b. Macam-Macam Kewajiban
a) Kewajiban Kepada Diri Sendiri
Kewajiban yang pertama dan utama bagi manusia adalah mempercayai dengan
keyakinan yang sesungguhnya bahwa "tiada Tuhan selain Allah”. Dengan keyakinan bahwa
Allah mempunyai segala kesempurnaan. Keyakinan yang pokok ini merupakan kewajiban
terhadap Allah dan sekaligus merupakan kewajiban manusia bagi dirinya untuk keselamatan
dirinya. Hak manusia seutuhnya ini harus diberikan oleh dirinya sendiri, yang merupakan
kewajiban dirinya terhadap dirinya sendiri agar dia selamat bahagia masa kini dan masa nanti.
Manusia mempunyai hak dari dirinya sendiri yang harus ditunaikan kewajibannya oleh
dirinya sendiri.
Setiap anggota unsur jasmani dan rohani rnasing-masing mempunyai tugas kewajiban
untuk kepentingan yang lain.

•   Unsur-unsur jasmani dan hak-haknya


     Setiap unsur jasmani memiliki hak. yang wajib dipenuhi oleh dirinya. Unsur badan terdiri dari
bermacam-macam anggota badan yang tiap-tiap anggota badan mempunyai haknya sendiri-
sendiri. Hak jasmani yang sangat vital ialah makanan. dan pemeliharaan kesehatan. Sesuai
dengan martabat kemanusiaan, jasmani memerlukan sandang dan papan, dan pemeliharaan
kebersihan. 

•   Unsur-unsur rohani
Rohani manusia terdiri dari unsur-unsur gejala-gejala berfikir, yang alatnya ratio, gejala yang
merasa disebut rasa dan gejala yang berkehendak disebut karsa. Tiap-tiap unsur tersebut
(ratio, rasa dan karsa) masing-masing mempunyai hak, yang mempakan kewajiban bagi kita
untuk menunaikannya memberi haknya.

b) Kewajiban terhadap Allah

2
Lihat Abdul Khalaf, Ilmu Ushul al-fiqh, (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1985),hlm.45.

3
Dr. H. Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), (Surabaya: Pustaka Islam, 1985),hlm.118.

8
Kewajiban manusia kepada khaliknya adalah bagian dari rangkaian hak dan kewajiban
manusia dalam hidupnya sebagai suatu yang wujud dan maujud. Hubungan manusia dengan
Allah adalah hubungan makhluk dengan khaliknya. Dalam masalah ketergantungan, hidup
manusia selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lain. Dan tumpuan serta pokok
ketergantungan adalah ketergantungan kepada yang maha kuasa, yang maha perkasa, yang
maha bijaksana, yang maha sempurna ialah Allah Rabbul'alamin.
Kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, tergantung kepada izin dan iradah Allah.
Dan untuk itu Allah memberikan ketentuan-ketentuan agar manusia dapat mencapainya.
Maka untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat itu dengan sendirinya kita harus
mengikuti ketentuan-ketentuan dari Allah.

c) Kewajiban terhadap manusia lain dan alam semesta.


Kewajiban kepada sesama manusia di antaranya ialah :
 Kewajiban kepada ibu dan ayah
 Kewajiban kepada guru
 Kewajiban kepada istri
 Kewajiban kepada anak
 Kewajiban kepada tetangga
 Kewajiban kepada famili/kerabat
 Kewajiban kepada teman
 Kewajiban terhadap orang yang lainnya

c. Kewajiban dalam Pandangan Islam


Kewajiban merupakan ketentuan yang pasti dan melekat sebagai satu ciptaan, satu realita
yang sudah ada dan pasti ada. Untuk mencapai dan menjaga kesempurnaan ciptaan Allah,
Allah telah menunjukkan kepada manusia selaku individu cara untuk memelihara hak dan
kewajiban. Menjaga keseimbangan Hak dengan kewajiban merupakan, kewajiban bagi
mahkluq terhadap Sang Khaliq. Maka untuk menjaga keseimbangan Hak dengan Kewajiban,
Allah telah menyerahkan satu sisi untuk manusia dan sisi yang lain Allah SWT akan
memeliharanya.
Karena manusia tidak akan pernah bisa berlaku adil, akan menambah yang disenangi dan
mengurangi apa yang tidak disenangi. Hanya Allah yang Maha tahu apa yang terkandung
dalam hati manusia maka hanya Allah pula yang dapat menjaga keseimbangan Hak dan
Kewajiban.

( Q.S. 51;56 ) Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.

( Q.S. 31;22) Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang
yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh.
Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.
Itulah mengapa Rasulullah mengajarkan umatnya untuk melakukan kewajiban
karenaAllah akan memberikan hak yang muncul karenanya.
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan terjadi sepeninggalku sifat monopoli (mementingkan diri sendiri) dan beberapa
kemungkaran.” Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pesan tuan kepada kami
menghadapi hal itu?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikanlah
kewajibanmu dan mintalah kepada Allah untuk mendapatkan hakmu.”( HR. Bukhari-Muslim)

9
Hadits ini dengan sangat jelas menerangkan,sepeninggal Rasulullah akan muncul sifat
egois (mementingkan diri sendiri, yatu menuntut hak) dengan berbagai kemungkaran.
Mengutamakan kepentingan diri dengan mendahulukan hak tanpa ingat pada kewajiban.
Kemudian tegas sekali Rasulullah SAW. Bersabda “ Tunaikanlah kewajibanmu dan mintalah
kepada Allah untuk mendapatkan hakmu.
Artinya, manusia sebagai individu muslim, hanya diperkenankan melihat sisi
kehidupan ini dari sisi pandang kewajiban. Apa kewajiban yang harus diulakukan, sesuai
fungsi yang melekat pada dirinya sebagai makhluk individu sekaligus kewajibannya kepada
orang lain sebagai makhluk sosial, sebagai perwujudan ketaqwaan manusia sebagai individu
kepada Allah SWT.
Tentang Islam kaitannya dengan kewajiban individu , tertuang jelas dalam Dasar-
Dasar akhlaq Islam.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:

 ‫م اَأل ْخالَق‬fَ ‫ار‬ ‫اِإنَّ َم بُ ِع ْث ُ ُأل‬


ِ ‫ت تَ ِّم َم َم َك‬
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mulia.” (Shahiih,
HR. Ahmad; lihat as-silsilah ash-shahiihah)
 ً ‫َأ ْك َم ُل ال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِإ ْي َمانا ً َأحْ َسنُهُ ْم ُخلُقا‬

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik
akhlaknya.” 
Sabda Rasulullah saw: 

“Tidak beriman seseorang dari kalian hingga dia mencintai saudaranya seperti dia
mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari-Muslim dari Anas ra). Atau dari riwayat yang
lain. “Tidak sempurna keimanan seseorang dari kalian, sebelum ia mencintai saudaranya
(sesama muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
Inilah mengapa sisi pandang kewajiban menjadi mutlak dan Tentang sisi pandang
kewajiban ini tegas sekali tampak pada yang berikut ini.

Nabi saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan seseorang daripada
makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR. Bukhari).
Kewajiban manusia untuk bekerja juga terdapat dalam hadist: "Berilah pekerja itu
upahnya sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
Dalam firman Allah: 

"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain diantara kamu
dengan jalan bathil dan janganlah kamu bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu
dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal
kamu mengetahuinya." (QS. 2: 188).
Ayat ini sangat jelas bahwa Islam hanya mengajarkan kepada amanusia sebagai
individu untyuk melaksanakan kewajiban.
Dalam perniagaan. Sabda nabi saw:

 "Jual beli itu dengan pilihan selama antara penjual dan pembeli belum berpisah. Jika
keduanya jujur dalam jual-beli, maka mereka diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu
berkah jual-beli mereka dihapus." (HR. Al-Khamsah)

10
Hadis ini juga sangat jelas merupakan azaz kewajiban bagi masing-masing yang
terlibat. Rasulullah SAW. bersabda

“Barang siapa melihat kemungkaran, maka hendaknya ia merubah dengan tangannya,


jika tidak mampu, maka hendaknya merubah dengan lisannya, jika tidak mampu, maka
dengan hatinya. Dan yang demikian itulah selemah-lemahnya iman”. (HR. Muslim)
Hadits ini merupakan satu perintah atau kewajiban manusia sebagai makhluq Individu
dalam hubungannya dengan dirinya sebagai makhluq sosial dalam Hablu ninan naas, azas
kewajiban tetap melekat disana , sama sekali bukan azaz hak. Bahwa Hak Azazi Manusia
dalam Islam adalah merupakan kewajiban manusia untuk memeliharanya bukan untuk
menuntut Haknya, bahwa Islam "tidak mengajarkan manusia untuk menuntut haknya akan
tetapi hanya mengajarkan melaksanakan kewajibannya". Maka benarlah Hadits Rasulullah
SAW diatas tersebut.

Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Akan terjadi sepeninggalku sifat monopoli (mementingkan diri sendiri) dan beberapa
kemungkaran.” Sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimana pesan tuan kepada kami
menghadapi hal itu?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tunaikanlah
kewajibanmu dan mintalah kepada Allah untuk mendapatkan hakmu.”( HR. Bukhari-Muslim)

11
BAB III
PENUTUPAN

12

Anda mungkin juga menyukai