DOSEN PENGAMPU :
JUSTIN F. LASE, S.Tr.Sos., Sp.PSPD
A. Latar Belakang
Penggunaan internet dan teknologi informasi lainnya pada setiap negara mempunyai aturan
yang jelas dan negara satu dengan negara lain memiliki aturan yang berbeda-beda tergantung
kebijakan pemerintah. Peraturan ini disebut juga sebagai etik dan legal dalam teknologi informasi.
Kode etik profesi merupakan salah satu aspek standarisasi profesi BK sebagai kesepakatan
profesional mengenai rujukan etika perilaku. Pekerjaan bimbingan dan konseling tidak bisa lepas
dari nilai yang berlaku. Atas dasar nilai yang dianut oleh pembimbing/konselor dan
terbimbing/klien, maka kegiatan layanan bimbingan dapat berlangsung dengan arah yang jelas dan
atas keputusan yang berlandaskan nilai. Para pembimbing/konselor seharusnya berfikir dan
bertindak atas dasar nilai-nilai, etika pribadi dan profesional, dan prosedur yang legal. Dalam
hubungan inilah para pembimbing/konselor seharusnya memahami dasar-dasar kode etik bimbingan
dan konseling.
Pekerjaan bimbingan dan konseling memerlukan adanya kode etik profesional agar layanan
bimbingan terlaksana secara pforesional. Kode etik profesional sebagai perangkat standar
berperilaku, dikembangkan atas dasar kesepakatan nilai-nilai dan moral dalam profesi itu. Dengan
demikian kode etik bimbingan dan konseling dikembangkan atas dasar nilai dan moral yang
menjadi landasan bagi terlaksananya profesi bimbingan dan konseling.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan etika dalam praktik konseling?
2. Bagaimana isu legal TI dalam pelayanan BK?
3. Bagaimana etik TI dalam pelayanan BK?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui etika dalam praktik konseling
2. Agar kita mengetahui lebih luas mengenai isu-isu legal TI dalam BK.
3. Agar kita mengerti bagaimana etik TI dalam pelayanan BK.
BAB II
PEMBAHASAN
1. TINJAUAN TEORITIS
A. Pengertian Etika dan Pentingnya Kode Etik
Etika merupakan pembuatan keputusan tentang moral manusia dan interaksinya dalam
masyarakat. Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosopis yang berkenaan
dengan perilaku manusia dan pembuatan keputusan moral. Suatu profesi memerlukan kode etik
untuk mengatur pola-pola tindakan para pemangku jabatan profesi itu. Kode etik profesional
merupakan tatanan yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu
profesi. Pola tatanan itu seharusnya diikuti dan ditaati oleh setiap orang yang menjalankan profesi
tersebut. Kode etik profesional diperlukan dengan beberapa alasan antara lain:
1. Untuk melindungi profesi sesuai dengan ketentuan dan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh
pemerintah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Kode etik ini akan memberikan
kemungkinan profesi dapat mengatur dirinya sendiri dan melaksanakan fungsinya secara
otomatis dalam kendali perundang-undangan yang berlaku.
2. Untuk mengontrol terjadinya ketidak-sepahaman dan persengketaan dari para pelaksana. Dengan
demikian kode etik dapat menjaga dan meningkatkan stabilitas internal dan eksternal profesi.
3. Melindungi para praktisi dalam masyarakat terutama dalam kaitan kasus-kasus malapraktek
(praktek-praktek yang salah). Bila kegiatan praktek sesuai dengan garis-garis etika, maka
perilaku praktek dapat dianggap memenuhi standar.
4. Melindungi klien dari praktek-praktek yang menyimpang dari orang-orang yang secara
profesional yang tidak berwenang.
Konseling yang dilakukan secara online terdapat banyak masalahnya dan berikut ini tipe- tipe
permasalahannya, yaitu:
Caveat merupakan dimana konselor dengan sertifikasi tidak jelas atau tidak memiliki jaminan
keamanan yang tidak memadai,
Closed merupakan konselor yang sudah tidak menggunakan situsnya untuk melakukan
konseling online akan tetapi masih tetap online untuk keperluan lain dan juga tidak pernah
melakukan up-dating secara berkala,
Gone merupakan situs-situs yang sudah kadaluarsa yang pernah dilakukan untuk proses
konseling online dan sudah ditutup.
Isu permasalahan bahasa dan budaya ketika melakukan layanan BK online. Dikarenakan
layanan BK via online tidak mengenal letak geografis dan waktu maka tidak menutup kemungkinan
bahwa konselor mendapati konseli lintas budaya dan bahasa. Hal ini dapat bermasalah jika konselor
tidak dapat memahami seluruhnya tentang bahasa dan budaya konseli sehingga terjadi miss-
comunication antara konseli dan konselor. Alhasil pelayanan BK pun tidak menghasilkan hasil yang
memuaskan bagi konseli. Isu kompetensi konselor dalam menggunakan TI dalam melayani
konseli yaitu konselor terkadang belum banyak menguasai TI dan permasalahan ini sudah sangat
klasik terjadi, yaitu konselor yang gagap teknologi sehingga konselor tidak dapat melakukan
pelayanan berbasis TI.
Berita hoax semakin cepat menyebar belakangan ini, dikarenakan teknoloagi informasi yang
semakin berkembang dan mudah diakses oleh siapa saja. Pembuat berita palsu ini telah menyalah
gunakan etika dari profesi sebagai penulis berita. Sebagai pembaca kita harus lebih cerdas dalam
memilah informasi dan jangan menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.
Dikarenakan adanya jejaring sosial yang tumbuh semakin besar, berita hoax jadi semakin sulit
untuk ditangani.
Pada era saat masyarakat sulit membedakan informasi yang benar dan salah, hal terpenting
adalah meningkatkan literasi media dan literasi media sosial. Sebab, penyebaran informasi hoax
juga dapat dilakukan oleh mereka yang terpelajar. Pengguna mobile phone, ketika ada berita lewat
Twitter, Facebook, WhatsApp, hanya lihat judul kemudian disebarkan. Ini fakta, karakter yang
menarik dan tidak pernah terjadi sebelumnya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Isu permasalahan bahasa dan budaya ketika melakukan layanan BK online, dikarenakan
layanan BK via online tidak mengenal letak geografis dan waktu maka tidak menutup kemungkinan
bahwa konselor mendapati konseli lintas budaya dan bahasa. Hal ini dapat bermasalah jika konselor
tidak dapat memahami seluruhnya tentang bahasa dan budaya konseli sehingga terjadi miss-
comunication antara konseli dan konselor. Alhasil pelayanan BK pun tidak menghasilkan hasil yang
memuaskan bagi konseli.
Etika pada umumnya bertujuan untuk melindungi pengguna, dalam hal ini adalah pengguna
internet agar kerahasiaannya tetap terjaga seperti dalam dunia nyata. Jika dihubungkan dengan
dunia konseling, konseling melalui jaringan yang kini mulai dikembangkan tentu harus sesuai
dengan etika-etika yang ada. Dengan etika, konselor tetap harus menjamin dan bertanggung jawab
atas kegiatan bimbingan dan konselingnya. Konselor harus bergerak sesuai kode etik yang
dimilikinya sehingga proses konseling yang dilakukan di dunia maya harus dilaksanakan seperti
konseling di dunia nyata.
B. Saran
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan saya menyadari bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami mengharapkan saran dari Bapak Pengampu Mata kuliah
dan juga dari Teman-teman guna untuk menyempurnakan makanah kami ini. Terimakasih..
DAFTAR PUSTAKA
http://febryrambe252.blogspot.com/2016/10/isu-etik-dan-legal-ti-dalam-bk.html