Anda di halaman 1dari 37

BUKU TUTOR

SISTEM MUSKULOSKELETAL
MUSCULOSCELETAL SYSTEM

MEDICAL EDUCATON UNIT


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
Tim Penyusun Modul

Abdurrohman Izzuddin, dr., M.Kes


M. Fajrin Armin Farid, dr., Sp.OT
Sri Maria P.L., dr., M.Pd.Ked
Hetti Rusmini, dr., M.Biomed
Yesi Nurmalasari, dr., M.Kes
Ringgo Alfarisi, dr., M.Kes
Ratna Purwaningrum, dr., M.Kes
Mardheni Wulandari, dr., M.Kes
Upik Febriani, dr., M.Kes
Rakhmi Rafie, dr., M.Kes

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karuniaNya
penyusunan buku rancangan pengajaranmodul sistem musculoskeletal
(musculoskeletal system) inidapat kami selesaikan tepat pada waktunya.

Modul ini merupakan rangkaian modul ilmu kedokteran klinis yang


terdapat pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Modul sistem
muskuloskeletal diajarkan pada semester 3 selama delapan minggu dengan beban 8
sks. Modul ini berisi dasar-dasar ilmu kedokteran khususnya dalam sistem
muskuloskeletal dan sesuai denganStandar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
2012 yang meliputi area kompetensi 5, 6, dan 7.

Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu memfasilitasi


penyusunan buku ini, khususnya tim penyusun modul sistem muskuloskeletal, Tim
Kurikulum MEU, rekan-rekan dosen Program Studi Pendidikan Dokter Universitas
Malahayati dan Yayasan Alih Teknologi. Semoga buku ini dapat menjadi panduan
staf pengajar dan mahasiswa dalam upaya memberikan pemahaman mahasiswa
terhadap persiapan diri dalam memasuki dunia pendidikan kedokteran, sehingga
mahasiswa dapat menerapkannya dalam proses pembelajaran sehingga menjadi
dokter yang berkompeten sesuai standar kompetensi dokter Indonesia. Masukan dan
saran perbaikan senantiasa kami harapkan untuk peningkatan kualitas pembelajaran
di modul sistem muskuloskeletal.

Bandarlampung, 2021
Tim Penyusun

2
DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN ................................................................................................. 1


KATA PENGANTAR........................................................................................... 2
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 3
LANGKAH DISKUSI PBL .................................................................................. 4
KASUS PEMICU PERTAMA (1) ......................................................................... 8
KASUS PEMICU KEDUA (2) ........................................................................... 14
KASUS PEMICU KETIGA (3) ........................................................................... 25
KASUS PEMICU KEEMPAT (4) ..................................................................... 34
RUJUKAN ......................................................................................................... 42

3
Langkah diskusi PBL, Daftar Tilik Penilaian Diskusi dan Skenario Kasus
Pemicu

Langkah diskusi PBL

Pertemuan hari pertama:


1. Klasifikasi dan mendefinisikan masalah
2. Analisis problem
3. Membangun hipotesa
4. Identifikasi dan mengkarakteristikkan pengetahuan yang diperlukan
5. Mengidentifikasi apa yang sudah diketahui
6. Identifikasi apa saja yang perlu dipelajari
7. Mengumpulkan informasi baru

Pertemuan hari kedua:


1. Melakukan sintesis informasi baru dan lama
2. Pengulangan seluruh atau sebagian langkah yang diperlukan
3. Identifikasi apa yang belum dipelajari
4. Kesimpulan dari apa yang sudah dipelajari
5. Mengetes pengetahuan yang sudah dipahami dengan mengaplikasikan dengan
problem lain.

4
Lembar penilaian diskusi PBL

Kelompok :
Kasus Pemicu :
Pertemuan :

Participation Attitude Total


No Nama Shar Argument Activity Domina Disc Manner Max
. /NPM ing ation nt iplin (18)
e

5
Keterangan Penilaian

Sharing: berbagi pendapat/pengetahuan 1: pendapat seringkali kurang sesuai


yang sesuai dengan lingkup bahasan di 3: pendapat cukup sesuai, namun
antara anggota kelompok masih ada sedikit yang kurang
sesuai
5: semua pendapat cukup sesuai
Argumentation: memberikan pengetahuan 1: pendapat tidak disertai rujukan,
dan tanggapan yang logis berdasarkan namun masih logis
literatur yang dibacanya 3: pendapat logis dan sesuai
rujukan, namun rujukan belum baik
5: prndapat logis dan sesuai
rujukan yang cukup baik
Activity: giat dalam diskusi tanpa didorong 1: Frekuensi memberikan pendapat
fasilitator <3x
3: Frekuensi memberikan pendapat
3-5x
5: Frekuensi memberikan pendapat
>5x
Dominant: sikap menguasai forum pada 0: jika tampak mengusai forum
saat diskusi kelompok diskusi
1:jika mampu mempersilahkan
oranglain berpendapat
Discipline: kehadiran mahasiswa 0: jika terlambat
1: jika hadir tepat waktu
Manner: kemampuan dalam komunikasi 0: jika tampak tidak sopan, tidak
(mampu menyimak, menjelaskan dan menggunakan bahasa yang baik
bertanya dengan menggunakan bahasa 1: jika menggunakan bahasa yang
yang baik dan benar serta sistematis) baik dan menghargai pendapat
oranglain serta sopan santun

6
Kerangka berpikir

7
KASUS PEMICU 1

Nasib si Jhon …..

Bagian 1

Jhon, laki-laki, 20 tahun, datang ke poli RSPBA dengan keluhan utama nyeri pada
pergelangan kaki sebelah kanan. Hal ini dirasakan Jhon sejak 2 jam sebelum masuk
rumah sakit, setelah sebelumya, Jhon bermain bulu tangkis bersama teman-
temannya. Nyeri dirasakan pada saat Jhon melakukan gerakan melompat secara tiba-
tiba dan Jhon merasakan seperti bunyi ‘pop’ pada pergelangan kaki kanannya. Nyeri
dirasakan terus menerus, dan bertambah berat jika kaki kanannya digerakkan,
sehingga kaki kanannya tidak bisa digunakan untuk berjalan. Telapak kaki kanan
masih bisa digerakkan ke arah atas. Riwayat operasi ataupun cedera pada
pergelangan kaki kanan sebelumnya disangkal. Riwayat penggunaan obat medis
dalam jangka panjang tidak dijumpai.

Respon mahasiswa yang diharapkan dari bagian pertama:

Langkah- Pertanyaan Topik


langkah PBL pembelajar
an
Kata kunci dan Informasi apa yang ditemukan pada pasien Rupture
informasi umum di atas? tendon
- Laki- laki, 25 th Achilles
- Nyeri pergelangan kaki kanan
Masalah Nyeri pergelangan kaki kanan
Hipotesis Nyeri disebabkan oleh ruptura tendón
achilles

8
Pertanyaan 1. Apa diagnosa yang mungkin dari
terjaring pasien ini?
2. Apa saja jenis cedera ekstremitas yang
sering di alami olahragawan?
3. Apa perbedaan antara cedera otot,
tendon, dan tulang?
4. Apa saja penyusun otot?
5. Bagaimana proses kontraksi otot?
6. Apa yang dimaksud dengan ROM?
7. Apa itu tendon?
8. Apa tatalaksana farmakologi yang tepat
(tuliskan resep)?

Bagian 2

Dari pemeriksaan fisik, dijumpai vital sign dalam batas normal.


Look: Pada pergelangan kaki kanan bagian belakang, tidak dijumpai luka, namun
dijumpai membengkak, dan memerah, serta terlihat cekungan.
Feel: Pada perabaan didapatkan diskontinuitas pada bagian bawah otot betis, sekitar
5 cm di atas calcaneus kaki kanan. Krepitasi tidak dijumpai.
Move: Telapak kaki kanan tidak bisa plantar fleksi, kaku, dan kesakitan.
Dokter lalu melakukan test Thompson dan hasilnya positif.
Pemeriksaan penunjang:
- X Ray tidak dijumpai adanya diskontinuitas tulang. Disrupsi Kagger’s triangle
(+).
- Ultrasonografi menunjukkan adanya diskontinuitas tendon Achilles kanan
berukuran 3 cm.

9
Langkah- Pertanyaan Topik
langkah PBL pembelajaran
Pertanyaan 1. Anatomi tendon Achilles? Rupture tendon
terjaring 2. Bagaimana fisiologi pergerakan tendon Achilles
Achilles?
3. Apa yang dimaksud dengan rupture
tendon Achilles?
4. Apa saja factor resiko dan penyebab
rupture tendon Achilles?
5. Bagaimana patofisiologi rupture tendon
Achilles?
6. Apa saja tanda dan gejala rupture
tendon Achilles?
7. Apa yang dimaksud dengan test
Thompson?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang yang
diperlukan untuk mendiagnosa rupture
tendon Achilles dan bagaimana
interpretasinya?
9. Bagaimana terapi rupture tendon
Achilles?
10. Bagaimana komplikasinya?
11. Bagaimana prognosisnya?
12. Apa anjuran yang diberikan kepada
pasien?
13. Bagaimana cara mencegah rupture
tendon Achilles khususnya bagi para
olahragawan?

10
DISKUSI HARI KEDUA

RESPON YANG DIHARAPKAN PADA DISKUSI KEDUA


Melakukan langkah PBL ke 8-12 , dengan memperhatikan hal-hal berikut:
- Berpartisipasi bersama mengumpulkan dan saling bertukar ilmu pengetahuan
untuk disintesis menjadi jawaban pemecahan masalah yang teridentifikasi
- Perolehan ilmu pengetahuan harus sesuai dengan pertanyaan yang terjaring
pada diskusi hari pertama dan mengacu kepada rujukan yang tersedia atau
rujukan lain dari kepustakaan
- Mencatat pertanyaan-pertanyaan baru yang timbul
- Menyampaikan buku catatan mahasiswa (loog book) yang mencakup
pertanyaan yang terjaring pada diskusi pertama, jawaban serta rujukan kepada
tutor.

Teori singkat untuk para tutor:


Anatomi
Tendon Achilles berasal dari gabungan tiga otot yaitu gastrocnemius, soleus, dan
otot plantaris. Pada manusia, letaknya tepat di bagian pergelangan kaki. Tendon
Achilles adalah tendon tertebal dan terkuat pada tubuh manusia. Panjangnya sekitar
15 sentimeter, dimulai dari pertengahan tungkai bawah. Kemudian strukturnya kian
mengumpul dan melekat pada bagian tengah-belakang tulang calcaneus

Pengertian ruptur tendon


Robek, pecah atau terputusnya tendon. Tendon merupakan jaringan fibrosa di
bagian belakang pergelangan kaki yang menghubungkan otot betis dengan tulang
tumit.

Penyebab
1. Penyakit tertentu, seperti arthritis dan diabetes
2. Obat-obatan, seperti kortikosteroid dan beberapa antibiotik yang dapat
meningkatkan risiko pecah
3. Cedera dalam olah raga, seperti melompat dan berputar pada olah raga
badminton, tenis, basket dan sepak bola
4. Trauma benda tajam atau tumpul pada bawah betis

11
Tanda dan Gejala

1. Rasa sakit mendadak dan berat dapat dirasakan di bagian belakang pergelangan
kaki atau betis
2. Terlihat bengkak dan kaku serta tampak memar dan kelemahan
3. Sebuah kesenjangan atau depresi dapat dilihat di tendon sekitar 2 cm di atas
tulang tumit
4. Tumit tidak dapat digerakan turun atau naik

Pemeriksaan Penunjang
1. Pergerakan otot dan tumit, jika pergerakan tersebut lemah atau tidak ada maka
dicurigai cedera tendon Achilles
2. Pemeriksaan dengan sinar-X

Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah untuk mengembalikan ke keadaan normal dan
memungkinkan pasien untuk melakukan apa yang dapat dilakukan sebelum cedera.

Tindakan pembedahan dapat dilakukan, dimana ujung tendon yang terputus


disambungkan kembali dengan teknik penjahitan. Tindakan pembedahan dianggap
paling efektif dalam penatalaksanaan tendon yang terputus.

Tindakan non pembedahan dengan orthotics atau theraphi fisik. Tindakan tersebut
biasanya dilakukan untuk non atlit karena penyembuhanya lama atau pasiennya
menolak untuk dilakukan tindakan operasi.

12
KASUS PEMICU 2,

Tulangku Patah
Bagian 1

Tn Uwais, 50 tahun, datang diantar keluarganya berobat ke poli RSPBA dengan


keluhan utama keluar cairan putih kekuningan pada luka di bagian betis sebelah
kanan. Luka disebabkan oleh kecelakaan motor 8 minggu yang lalu. Pada bagian
luka tampak adanya penonjolan tulang, namun os tidak berobat ke RS karena takut
dioperasi dan dibawa ke sangkal putung. Di sangkal putung dilakukan penarikan
sehingga tulang masuk ke dalam jaringan lagi.

Respon mahasiswa yang diharapkan dari bagian pertama:

Langkah- Pertanyaan Topik


langkah PBL pembelajaran
Kata kunci Informasi apa yang ditemukan pada pasien di Osteomyelitis
dan informasi atas?
umum - Pria, 50 tahun
- Nyeri pada betis kanan
- Keluar cairan putih kekuningan pada
luka

Masalah Nyeri pada tulang tibia


Analisa (Lihat kerangka berpikir)
masalah
Hipotesis Nyeri pada tulang tibia kanan disebabkan
oleh osteomielitis
Pertanyaan 1. Mengapa timbul nyeri?
terjaring 2. Apa diagnosa yang paling mungkin pd
pasien ini?
3. Apa saja komplikasi dari open fraktur?
4. Bagaimana mencegah komplikasi yang
mungkin timbul?
5. Mengapa timbul cairan putih
kekuningan?

13
Bagian 2

Pemeriksaan fisik dijumpai:


Keadaan umum : compos mentis, Gizi kesan normal
TD : 140/90 mmHg
HR : 106x/ menit
RR : 24x/ menit
Suhu : 37,6 C

Pemeriksaan regio cruris kanan:


Look: dijumpai deformitas, shortening, angulasi, dan pembengkakan di regio cruris
kanan pada os tibia. Bone expose (+)
Feel: palpasi dijumpai hangat, nyeri tekan (+), nyeri sumbu (+). Krepitasi (+).
Move: Lingkup Gerakan Sendi (LGS) genu dan ankle kanan terbatas karena nyeri

Pemeriksaan penunjang:
Laboratorium ( Hb/ Ht/ Leukosit/ Trombosit = 10/ 36/ 15.000/ 250.000)
LED : 60 mm/jam
Differential count: Basofil :0%
Eosinofil : 1%
Neutrofil Batang : 2%
Neutrofil Segmen : 52%
Limfosit : 43 %
Monosit :2%

Bagian 3
Radiology: X ray → dijumpai diskontinuitas tulang tibia kanan, ditemukan
gambaran sekuester, dan involukrum.

14
Langkah- Pertanyaan Topik
langkah PBL pembelajaran
Pertanyaan 1. Definisi dan etiologi osteomyelitis? Osteomyelitis
terjaring 2. Bagaimana patofisiologinya?
3. Efek dari penarikan tulang ?
4. Tanda dan gejala radang kronik?
5. Apa saja klasifikasi osteomyelitis?
6. Bagaimana cara mendiagnosanya?
7. Apa saja diagnose bandingnya dan
bagaimana membedakannya?
8. Bagaimana pengobatannya?
9. Prognosis dan komplikasi?
10. Bagaimana penanganan pd pasien
ini?

DISKUSI HARI KEDUA

RESPON YANG DIHARAPKAN PADA DISKUSI KEDUA

Melakukan langkah PBL ke 8-12 , dengan memperhatikan hal-hal berikut:


- Berpartisipasi bersama mengumpulkan dan saling bertukar ilmu pengetahuan
untuk disintesis menjadi jawaban pemecahan masalah yang teridentifikasi
- Perolehan ilmu pengetahuan harus sesuai dengan pertanyaan yang terjaring
pada diskusi hari pertama dan mengacu kepada rujukan yang tersedia atau
rujukan lain dari kepustakaan
17
- Mencatat pertanyaan-pertanyaan baru yang timbul
- Menyampaikan buku catatan mahasiswa (loog book) yang mencakup
pertanyaan yang terjaring pada diskusi pertama, jawaban serta rujukan kepada
tutor.

15
Teori singkat untuk para tutor:

DEFINISI
Osteomielitis adalah infeksi tulang. Infeksi tulang lebih sulit disembuhkan daripada
infeksi jaringan lunak karena terbatasnya asupan darah, respons jaringan terhadap
inflamasi, tingginya tekanan jaringan dan pembentukan involucrum (pembentukan
tulang baru di sekeliling jaringan tulang mati). Osteomielitis dapat menjadi masalah
kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan
ekstremitas. Beberapa ahli memberikan definisi terhadap osteomielitis sebagai
berikut:
❖ Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang
disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus
influensae (Depkes RI, 1995).
❖ Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).
❖ Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan
oleh staphylococcus (Henderson, 1997)
❖ Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang
disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus
influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus.
Tetapi juga Haemophylus influenzae, streplococcus dan organisme lain dapat
juga menyebabkannya osteomyelitis adalah infeksi lain.

ETIOLOGI

Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus
infeksi di tempat lain (mis. Tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi
saluran nafas atas). Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi
ditempat di mana terdapat trauma dimana terdapat resistensi rendah kemungkinan
akibat trauma subklinis (tak jelas).

Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (mis.


Ulkus dekubitus yang terinfeksi atau ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung
tulang (mis, fraktur ulkus vaskuler) atau kontaminasi langsung tulang (mis. Fraktur
terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang.

16
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya
buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita
artritis reumatoid, telah di rawat lama dirumah sakit, mendapat terapi kortikosteroid
jangka panjang, menjalani pembedahan sendi sebelum operasi sekarang atau sedang
mengalami sepsis rentan, begitu pula yang menjalani pembedahan ortopedi lama,
mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, mengalami nekrosis insisi marginal atau
dehisensi luka, atau memerlukan evakuasi hematoma pascaoperasi.

KLASIFIKASI

Menurut kejadiannya osteomyelitis ada 2 yaitu :


1. Osteomyelitis Primer → Kuman-kuman mencapai tulang secara langsung
melalui luka.
2. Osteomyelitis Sekunder → Adalah kuman-kuman mencapai tulang melalui
aliran darah dari suatu focus primer ditempat lain (misalnya infeksi saluran
nafas, genitourinaria furunkel).
Sedangkan osteomyelitis menurut perlangsungannya dibedakan atas :
a. Steomyelitis akut
❖ Nyeri daerah lesi
❖ Demam, menggigil, malaise, pembesaran kelenjar limfe regional
❖ Sering ada riwayat infeksi sebelumnya atau ada luka
❖ Pembengkakan lokal
❖ Kemerahan
❖ Suhu raba hangat
❖ Gangguan fungsi
❖ Lab = anemia, leukositosis
b. Osteomyelitis kronis
❖ Ada luka, bernanah, berbau busuk, nyeri
❖ Gejala-gejala umum tidak ada
❖ Gangguan fungsi kadang-kadang kontraktur
❖ Lab = LED meningkat
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling
sering :
❖ Staphylococcus (orang dewasa)
❖ Streplococcus (anak-anak)
❖ Pneumococcus dan Gonococcus
17
INSIDEN

Osteomyelitis ini cenderung terjadi pada anak dan remaja namun demikian seluruh
usia bisa saja beresiko untuk terjadinya osteomyelitis pada umumnya kasus ini
banyak terjadi laki-laki dengan perbandingan 2 : 1.

PATOFISIOLOGI

Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang.


Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus,
Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten
penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.

Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan


pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan
hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4
sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3)
biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah
pembedahan.

Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan
Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah
terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang
sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di
sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan
terbentuk abses tulang.

Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering
harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam
dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada
umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir
keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada
jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi
sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum
infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup
pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.

18
MANIFESTASI KLINIS

Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi
dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi
cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala
lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks
tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi
menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri
konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan
dengan tekanan pus yang terkumpul.

Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau


kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi
membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.

Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar
dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan
pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat
kurangnya asupan darah.

EVALUASI DIAGNOSTIK

Pada osteomielitis akut, pemeriksaan sinar – x awal hanya menunjukkan


pembengkakan jaringan lunak. Pada sekitar 2 minggu terdapat daerah dekalsifikasi
ireguler, nekrosis tulang baru. Pemindaian tulang dan MRI dapat membantu
diagnosis definitif awal. Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit
dan peningkatan laju endap darah. Kultur darah dan kultur abses diperlukan untuk
menentukan jenis antibiotika yang sesuai.

Pada osteomielitis kronik, besar, kavitas iregular, peningkatan periosteum, sequestra


atau pembentukan tulang padat terlihat pada sinar – x. pemindaian tulang dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi area infeksi. Laju sedimentasi dan jumlah sel
darah putih biasanya normal. Anemia, dikaitkan dengan infeksi kronik. Abses ini
dibiakkan untuk menentukan organisme infektif dan terapi antibiotik yang tepat.

19
PENCEGAHAN

Sasaran utamanya adalah Pencegahan osteomielitis. Penanganan infeksi lokal dapat


menurunkan angka penyebaran hematogen. Penanganan infeksi jaringan lunak pada
mengontrol erosi tulang. Pemilihan pasien dengan teliti dan perhatian terhadap
lingkungan operasi dan teknik pembedahan dapat menurunkan insiden osteomielitis
pascaoperasi.

Antibiotika profilaksis, diberikan untuk mencapai kadar jaringan yang memadai saat
pembedahan dan selama 24 jam sampai 48 jam setelah operasi akan sangat
membantu. Teknik perawatan luka pascaoperasi aseptik akan menurunkan insiden
infeksi superfisial dan potensial terjadinya osteomielitis.

Penatalaksanaan
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan
mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20
menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran daerah.

Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur
darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan
memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu
patogen.

Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika


intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap
penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi
sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis.
Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk
mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi. Antibiotika yang
paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui
biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat
diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Untuk meningkatkan absorpsi
antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang
terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan

20
daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi
antibitika dianjurkan.

Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen


bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya
ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan
tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal
(saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat
supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.

Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang
tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian
hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan
mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari.
Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini.

Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk
merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan
transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari
jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro
ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan
memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat
dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah
dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan
fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah
tulang.

EFEK PENARIKAN TULANG

Penarikan/reposisi tulang pada fraktur terbuka yang dilakukan oleh sangkal


putung dapat berbahaya, dikarenakan teknik yang digunakan belum tentu benar,
kebersihan/sterilisasi belum terjamin yang dapat menyebabkan infeksi jaringan
sekitar maupun infeksi pada tulang itu sendiri yang pada akhirnya akan
menyebabkan osteomielitis. Dan pasca reposisi di sangkal putung pun tidak bisa

21
dipastikan apakah tulang sudah tersambung dengan benar atau belum, karena tidak
adanya pemeriksaan rontgen

22
KASUS PEMICU 3

Lutut Membara!
Bagian 1

Ny. Memei, 51 tahun, datang ke poli RSPBA dengan keluhan nyeri kedua lutut. Hal
ini sudah dialaminya sejak 6 bulan yang lalu, bersifat hilang timbul, yang mula –
mula ringan, namun akhir – akhir ini memberat dan mengganggu aktivitasnya. Ny
Memei berkata: “ Kalo saya naik turun tangga , sakit kaki saya dok. Terus kalo lutut
saya tekuk, terkadang seperti bunyi kreek…. Jadinya kalo gerak itu, rasanya kurang
bebas dan semakin sakit dok, kalau beristirahat lebih terasa nyaman dok.”
Ny. Memei menambahkan bahwa, Jika serangan nyeri datang, akan sangat sulit
untuk berjalan, bahkan kaki harus diseret, karena kalau kaki diangkat akan terasa
sakit pada saat di tapakkan kelantai. Selain itu, ia juga mengeluhkan sejak 2 bulan
terakhir ini, jari-jari pada kedua tangannya terasa kaku dan nyeri pada saat bangun
pagi. Riwayat trauma disangkal.

Respon mahasiswa yang diharapkan dari bagian pertama:

Langkah- Pertanyaan Topik


langkah PBL pembelajaran
Kata kunci Informasi apa yang ditemukan pada pasien di Osteoartritis
dan atas?
informasi - Perempuan, 51 tahun
umum - Nyeri kedua lutut
Masalah Nyeri kedua lutut
Hipotesis Nyeri kedua lutut disebabkan oleh Osteoartritis

23
Pertanyaan 1. Apa diagnose yang paling mungkin
terjaring dari pasien ini?
2. Apa yang menyebabkan bunyi
“kreeek” pada lutut pasien?
3. Apa itu cairan synovial?
4. Bagaimana pembentukan cairan
synovial?
5. Faktor- faktor apa saja yang
mempengaruhi produksi kelenjar
synovial?

Bagian 2

Ny Meimei memiliki BB = 80 Kg dan TB =160 cm. BMI = 31,3


Pada pemeriksaan fisik, dijumpai tanda vital dalam batas normal.
Pemeriksaan ekstremitas
Look: Tampak deformitas varus pada kedua sendi lutut, swelling pada sendi genu
(+)
Feel: terasa hangat, didapati kesan efusi dan nyeri tekan (+) pada garis sendi lutut
sisi medial.
Move: ROM genu terbatas (ekstensi-flexi 10-130 derajat)
Pemeriksaan lab: darah rutin dan asam urat dalam batas normal.
Pemeriksaan radiologi X-ray genu AP/Lateral:
- Penyempitan celah sendi (+)
- Osteofit (+)
- Subchondral sclerosis (+)
- Subchondral cyst (+)

24
Langkah- Pertanyaan Topik
langkah PBL pembelajaran
Pertanyaan 1. Apa yang dimaksud dengan Osteoartritis
terjaring Osteoartritis?
2. Apa etiologinya?
3. Siapa saja yang memiliki factor
resiko?
4. Bagaimana patofisiologinya?
5. Bagaimana tanda dan gejalanya?
6. Bagaimana diagnosisnya?
7. Bagaimana penggunaan X ray dalam
diagnose Osteortritis?
8. Bagaimana pengobatannya (tulis
resep)?
9. Bagaimana komplikasi dan
prognosisnya?
10. Apa saja diagnose bandingnya dan
bagaimana membedakannya?
11. Grading Kallgren Lawrence?

DISKUSI HARI KEDUA

RESPON YANG DIHARAPKAN PADA DISKUSI KEDUA


Melakukan langkah PBL ke 8-12 , dengan memperhatikan hal-hal berikut:
- Berpartisipasi bersama mengumpulkan dan saling bertukar ilmu pengetahuan
untuk disintesis menjadi jawaban pemecahan masalah yang teridentifikasi
- Perolehan ilmu pengetahuan harus sesuai dengan pertanyaan yang terjaring
pada diskusi hari pertama dan mengacu kepada rujukan yang tersedia atau
rujukan lain dari kepustakaan
- Mencatat pertanyaan-pertanyaan baru yang timbul
- Menyampaikan buku catatan mahasiswa (loog book) yang mencakup
pertanyaan yang terjaring pada diskusi pertama, jawaban serta rujukan kepada
tutor.

25
Teori singkat untuk para tutor:

OSTEOARTRITIS

DEFINISI

Penyakit Sendi Degeneratif ( osteoartritis) adalah penyakit kerusakan tulang rawan


sendi yang berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui (Kalim,
IPD,1997).Atau gangguan pada sendi yang bergerak ( Price & Wilson,1995).
Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoarthritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).

KLASIFIKASI

1. TIPE PRIMER (IDIOPATIK) Adalah tanpa kejadian atau penyakit


sebelumnya yang berhubungan dengan osteoarthritis.
2. TIPE SEKUNDER

FAKTOR RESIKO
a. Umur : proses penuaan
b. Sex, menopause (>50 tahun)
c. Genetic
d. Obesitas dan penyakit metabolic
e. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga
f. Kelainan pertumbuhan

PATOFISIOLOGI
Osteoarthritis dapat dianggap sebagai hasil akhir banyak proses patologi yang
menyatu menjadisuatu predisposisi penyakit yangmenyeluruh. Osteoarthritis
mengenai kartiloago artikuler, tulang subkondrium (lempeng tulang yang
menyangga kartilago artikuler) serta sinovium dan menyebabkan keadaan campuran
dari proses degenerasi, inflamasi, serta perbaikan. Proses degeneratif dasar dalam
sendi telah berkembang luas hingga sudah berada diluar pandangan bahwa penyakit
tersebut hanya semata-mata proses “aus akibat pemakaian” yang berhubungan
dengan penuaaan.
26
Factor resiko bagi osteoarthritis mencakup usia, jenis kelamin wanita, predisposisi
genetic, obesitas, stress mekanik sendi,trauma sendi, kelainan sendi atau tulang yang
dialami sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi, endokrin serta metabolic.
Unsure herediter osteoarthritis yang dikenal sebagai nodal generalized osteoarthritis
(yang mengenai tiga atau lebih kelompok sendi) telah dikomfirmasikan. Tipe
osteoarthritis ini meliputi proses inflamasi primer. Wanita pascamenopause dalam
keluarga yang sama ternyata memiliki tipe osteoarthritis pada tangan yang ditandai
dengan timbulnya nodus pada sendi interfalang distal dan proksimal tangan.

Gangguan kongenital dan perkembangan pada koksa sudah diketahui benar sebagai
predisposisi dalam diri seseorang untuk mengalami osteartritis koksa. Gangguan ini
mencakup sublokasi-dislokasi congenital sendi koksa,displasia, asetabulum,
penyakit Legg-Calve-Perthes dan pergeseran epifise destroyed femoris. Obesitas
memiliki kaitan dengan osteoarthritis sendi lutut pada wanita. Meskipun keadaan ini
mungkin terjadi akibat stress mekanik tambahan, dan ketidaksejajaran sendi lulut
terhadap bagian tubuh lainnya karena diameter paha, namun obesitas dapat
memberikan efek metabolic langsung pada kartilalago. Secara mekanis,obesitas
dianggap meningkatkan gaya sendi wet arena itu menyebabkan generasi kartilago.
Teori bourgeois metabolic yang berkaitan dengan danmenyebabkan osteoarthritis.
Obesitas akan disertai dengan peningkatan masa tulang subkondrium yang dapat
menimbulkan kekakuan pada tulang sehingga menjadi kurang lentur terhadap
dampak beban muatan yang akan mentrasmisikan lebih besar gaya pada kartilago
artikuler yang melapisi atasnya dan dengan demikian memuat tulang tersebut lebih
rentan terhadap cidera.

Faktor-faktor mekanis seperti trauma sendi, aktivitas olahraga dan pekerjaan juga
turut terlibat. Factor-faktor ini mencakup kerusakan pada ligamentum krusiatum dan
robekan menikus, aktivitas fisik yang berat dan kebiasaan ser berlutut.

ETIOLOGI
a. Usia lebih dari 40 tahun
b. Jenis kelamin, wanita lebih sering
c. Suku bangsa
d. Genetic
e. Kegemukan dan penyakit metabolic
f. Cedera sendi , pekerjaan, dan olahraga

27
g. Kelainan pertumbuhan
h. Kepadatan tulang

MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis osteoarthritis yang primer adalah rasa nyeri, kaku, dan gangguan
fungsional. Nyeri pada osteoarthritis disebabkan oeh inflamasi sinova,peregangan
kapsula dan ligamentum sendi, iritasi ujung-ujung saraf dalam periosteum akibat
pertumbuhan osteofit, mikrofraktur, trabekulum, hipertensi intraoseus, bursitis,
tendonitis, dan spasme otot. Gangguan fungsional disebabkan oleh rasa nyeri ketika
sendi digerakkan dan keterbatasan gerakan yang terjadi akibat perubahan structural
dalam sendi. Meskipun osteoarthritis terjadi paling sering pada sendi penyokong
berat badan ( panggul, lutut, servikal, dan tulag belakang), sendi tengah dan ujung
jari juga sering terkena. Mungkin ada nodus tulanh yang khas, pada inspeksi dan
palpasi ini biasanya tidak ada nyeri, kecuali ada inflamasi.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi, imunologi dan cairan sendi umumnya
tidak ada kelainan, kecuali osteoarthritis yang disertai paeradangan.pada
pemerikasaan tomography didapatkan penyempitan rongga sendi disertai sclerosis
tepi persendian. Mungkin terjadi deformitas, osteoarthritis atau pembentukan kista
juksta artikular. Kadang-kadang tampak gambaran taji(spur formation), liping pada
tepi-tepi tulang, dan adanya tulang-tulang yang lepas.

PENATALAKSANAAN

a. Medikamentosa Tidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya


bersifat simpotamatik. Obat anti inflamasi nonsteroid(OAINS) bekerja hanya
sebagai analgesic dan mengurangi peradangan, tidak mampu menghentikan
proses patologis.
• Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari
atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun
perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal
• Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS seperti
fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk

28
osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid. Karena
pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama adalah
gangguan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.
b. Perlindungan sendi dengan koreksi posturtubuh yang buruk, penyangga untuk
lordosis lumbal, menghindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit ,
dan pemakaian alat-alat untuk meringankan kerja sendi
c. Diet untuk menurunkan berat badan dapat mengurangi timbulnya keluhan
d. Dukungan psikososial
e. Persoalaan seksual pada pasien dengan osteoarthritis ditulang belakang
f. Fisioterapi dengan pemakaian panas dan dingin serta program latihan yang
tepat
g. Operasi dipertimbangkan pada pasien dengan kerusakan sendi yang nyata
dengan nyeri yang menetap dan kelemahan fungsi
h. Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat
badan, upaya untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan
sendi yang berlebihan pemakaian alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi
yang mengalami inflamasi ( bidai penopang) dan latihan isometric serta
postural. Terapi okupasional dan fisioterapi dapat membantu pasien untuk
mengadopsi strategi penangan mandiri.

PROGNOSIS
Umumnya baik, sebaian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif.
Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.

EVALUASI DIAGNOSTIK

Tindakan untuk menentukan siapa yang menderita osteoarthritis diperumit oleh


kenyataan bahwa hanya 30% – 50% pasien dengan perubahan yang terlihat pada
foto roentgen yang melaporkan gejala. Pemeriksaan fisik terhadp system
musculoskeletal akan memperlihatkan sendi yang nyeri tekan dan membesar,
inflamasi kalau terjadi, bukan tipe destruktif sebagaimana terlihat padapenyakit
jaringan ikat seperti arthritis rematoid. Penyakit osteoarthritis ditandai oleh
penurunan progresif massa kartilago sendi yang akan terlihat pada foto roentgen
sebagai penyempitan rongga sendi. Disamping itu perubahan reaktif akan terjadi
pada pada tepi sendi dan paha tulang subkondrium dalam bentuk osteofit ketika
kartilago berupaya untuk mengadakan regenerasi keberadaan osteofit maupun

29
penyempitan rongga sendi saja bukanlah petunjuk yang spesifik bagi osteoarthritis
namun demikian bila terdapat secara bersama-sama, kedua gambaran ini merupakan
hasil pemeriksaan yang sensitive dan spesifik. Pada osteoartitis yang dini/ringan,
korelasi antara nyeri sendi dan sinovitas sangat lemah. Pemeriksaan serum tidak
bermanfaat untuk penegakkan diagnosi kelainan ini.

Grading OA Kellgren and Lewrence

30
KASUS PEMICU 4

Prahara Punggung Edo...

Bagian 1

Tn Edo, 40 tahun, datang ke poli RSPBA dengan keluhan nyeri pada punggung
bagian tengah. Hal ini dialaminya sejak 2 bulan yang lalu. Nyeri bersifat hilang
timbul dan memberat dengan adanya gerakan. Nyeri tidak bersifat menjalar. Nyeri
lebih sering timbul pada malam hari. Ia mengeluhkan kelemahan di tungkai bawah
sejak 1 bulan yang lalu sehingga ia tidak bisa berjalan seperti biasa. Riwayat trauma
disangkal.
Tn Edo juga mengeluhkan batuk-batuk, dan berat badannya turun sebanyak 6 Kg
dalam 3 bulan terakhir. Riwayat mudah lelah dijumpai. Riwayat sering berkeringat
malam dijumpai sejak 1 bulan terakhir. Riwayat demam tidak terlalu tinggi dijumpai
terutama pada malam hari. Nafsu makan juga dijumpai menurun. Sehari hari, Tn
Edo bekerja sebagai sopir truk sampah. Riwayat tempat tinggal padat dan kumuh.
Dijumpai riwayat batuk lama pada keluarga pasien.

Respon mahasiswa yang diharapkan dari bagian pertama:

Langkah- Pertanyaan Topik


langkah PBL pembelajaran
Kata kunci Informasi apa yang ditemukan pada pasien di Spondilitis
dan atas? Tuberkulosa
informasi - Laki-laki
umum - 40 tahun
- Nyeri punggung
- Kelemahan pada tungkai bawah
Masalah Nyeri punggung dan kelemahan pada tungkai
bawah
Analisa (Lihat kerangka berpikir)
masalah
Hipotesis Nyeri punggung dan kelemahan tungkai bawah
disebabkan oleh Spondilitis tuberkulosa

31
Pertanyaan 1. Mengapa terjadi gejala nyeri
terjaring punggung?
2. Mengapa terjadi gejala kelemahan
tungkai bawah?
3. Apa diagnosa yang paling mungkin
dari pasien ini?

Bagian 2

Dari anamnesa tambahan, dijumpai bahwa istri Tn Edo menderita penyakit paru –
paru dan sudah 3 bulan terakhir menjalani pengobatan.

Status generalisata:
Keadaan umum : Compos Mentis, Gizi kurang, TB = 160 cm, BB = 40 kg
Tanda vital : TD 120/70 mmHg, HR 86 x / i, RR 26 x / i, T = 37,60 C
Status lokalis regio thoracolumbal:
Look: Deformitas kifosis (+), terdapat benjolan pada daerah thorakal atas sewarna
kulit di sekitarnya.
Feel: Terdapat penurunan sensasi setinggi umbilicus ke bawah, terdapat kelemahan
pada tungkai bawah dengan kekuatan motoric 3. Terdapat benjolan pada daerah
vertebrae thorakalis, konsistensi padat, nyeri tekan (+), berukuran sekitar 2 x 2 cm
Move: ROM sendi punggung terbatas

Pemeriksaan lab:
Darah rutin: Hb/ Leukosit/ Trombosit = 9 / 14.200/ 280.000
LED : 60 mm/jam
Differential count: Basofil :0%
Eosinofil : 1%
Neutrofil Batang : 2%
Neutrofil Segmen : 50%
Limfosit : 45%
Monosit : 2%

Test Mantoux (+)


Test BTA (+)

32
Pemeriksaan Penunjang X-Ray Thoracolumbal :
- Terdapat destruksi pada corpus anterior vertebrae thoracal IX dan X
- Deformitas kifosis (+)
- Gibbus (+)

Langkah- Pertanyaan Topik


langkah PBL pembelajaran
Pertanyaan 1. Apa yang dimaksud dengan spondilitis Spondilitis
terjaring tuberkulosa? Tuberkulosa
2. Etiologi?
3. Faktor resiko?
4. Patofisiologi?
5. Tanda dan gejala?
6. Pemeriksaan penunjang?
7. Pengobatan?
8. Komplikasi?
9. Prognosis?
10. Diagnosa banding?

DISKUSI HARI KEDUA

RESPON YANG DIHARAPKAN PADA DISKUSI KEDUA


Melakukan langkah PBL ke 8-12 , dengan memperhatikan hal-hal berikut:
- Berpartisipasi bersama mengumpulkan dan saling bertukar ilmu pengetahuan
untuk disintesis menjadi jawaban pemecahan masalah yang teridentifikasi
- Perolehan ilmu pengetahuan harus sesuai dengan pertanyaan yang terjaring
pada diskusi hari pertama dan mengacu kepada rujukan yang tersedia atau
rujukan lain dari kepustakaan
- Mencatat pertanyaan-pertanyaan baru yang timbul
- Menyampaikan buku catatan mahasiswa (loog book) yang mencakup
pertanyaan yang terjaring pada diskusi pertama, jawaban serta rujukan kepada
tutor

33
Teori singkat untuk para tutor:

PENGERTIAN

Spondilitis TB adalah peradangan granulonatosa yang bersifat kronis, destruktif


oleh mikrobakterium TB. TB tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder
dari focus ditempat lain dalam tubuh. Percivall (1973) adalah penulis pertama
tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penyakit ini
dengan deformitas tulnag belakang yang terjadi, sehingga penyakit ini disebut juga
sebagai penyakit Pott. (Rasjad, 1998).

Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi


granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycubacterium tuberculosa
yang mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 1994; 144)

Spondilitis TB disebut juga penyakit Pott bila disertai paraplegi atau defisit
neurologis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra Th 8-L3 dan paling
jarang pada vertebra C2. Spondilitis TB biasanya mengenai korpus vertebra,
sehingga jarang menyerang arkus vertebra (Mansjoer, 2000).

ETIOLOGI

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di


tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3
dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa
atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap
asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam
(BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan
hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman
ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. (Rasjad. 1998)

PATOFISIOLOGI

Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya


sekunder dari TBC tempat lain di tubuh. Penyebarannya secara hematogen, di duga
terjadinya penyakit tersebut sering karena penyebaran hematogen dari infeksi traktus
urinarius melalui leksus Batson. Infeksi TBC vertebra di tandai dengan proses
34
destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral
body).Penyebaran dari jaringan yang mengalami pengejuan akan menghalangi
proses pembentukan tulang sehingga berbentuk "tuberculos squestra". Sedang
jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses para vertebral
yang dapat menjalar ke atas / bawah lewat ligamentum longitudinal anterior dan
posterior. Sedang diskus Intervertebralis oleh karena avaskular lebih resisten tetapi
akan mengalami dehidrasi dan terjadi penyempitan oleh karenadirusak jaringan
granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan
kiposis.

MANIFESTASI KLINIS

Secara klinik gejala tuberkulosis tulang belakang hampir sama dengan gejala
tuberkulosis pada umumnya, yaitu badan lemah/lesu, nafsu makan berkurang, berat
badan menurun, suhu sedikit meningkat (subfebril) terutama pada malam hari serta
sakit pada punggung. Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam
hari. (Rasjad. 1998)

Pada awal dapat dijumpai nyeri radikuler yang mengelilingi dada atau
perut,kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun makin memberat,
spastisitas, klonus,, hiper-refleksia dan refleks Babinski bilateral. Pada stadium awal
ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum terdapat nyeri
ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap, terbatasnya
pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya destruksi
yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus,termasuk
akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis,
ataupun nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya
kifosis (gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit
neurologis seperti yang sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003)

Pada tuberkulosis vertebra servikal dapat ditemukan nyeri di daerah belakang


kepala, gangguan menelan dan gangguan pernapasan akibat adanya abses
retrofaring. Harus diingat pada mulanya penekanan mulai dari bagian anterior
sehingga gejala klinis yang muncul terutama gangguan motorik. Gangguan sensorik
pada stadium awal jarang dijumpai kecuali bila bagian posterior tulang juga terlibat.
(Harsono,2003)
35
RUJUKAN

Lawry, GV. Pemeriksaan Muskuloskeletal Yang Sistematis, 2011. Jakarta:


Erlangga.

Davey, P, At a Glance Medicine, Jakarta, Erlangga, 2005.

Samuel, JH. Dasar-dasar Biologi Molekuler Kanker. UGM, 2018.

Christopher, DM. Fletcher, K. Kristen, U. Fredrik, M. Pathlogy&Genetic Tumors of


Soft Tissue and Bone, WHO, IARCH Press, Lyon, 2002.

David, E. Brown, MD. Et al. Orthopedic Secrets, Third Edition, US, 2004.

Parow, C. Joint Spraint, Common Arthritis Lesions and Ailments in Sports and
Everyday Life, 2014.

Ebnezar, J. Textbook of Orthopedic, Fourth Editions, 2014.

Barh, R. Frisch, B. Osteoporosis Diagnosis, Prevention Therapy, Springer, Verlag


Berlin Heidelberg, New York, 2004.

Pradip R. Patel, Lecture Notes Radiologi, Edisi ke-2, Erlangga, BMA, 2007.

Bonakdarpour, A. Reinos, WA. Khurana, J. Diagnostic Imaging of Musculosceletal


Diseases, Springer, USA, 2010

36

Anda mungkin juga menyukai