DISKUSI KELOMPOK
(Pemicu 1- 5)
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Modul Etika dan Empati
Disusun Oleh
KELAS INTEGRASI C
KELOMPOK 1:
HANI HANDAYANI
IKHSAN BUDIARTO
INDAH PRIHANDINI
ISA NUR KHoLIFAH
MARINA ULFA
MUHAMMAD IKHWAN
NOVIA ZULFA HANUM
2
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya
lah makalah ini selesai tepat pada waktunya.
Tak lupa ucapan terima kasih kami ucapkan kepada:
1. Seluruh dosen mata kuliah modul integrasi Etika dan Empati, yang
telah memberikan pemahaman terkait topik.
2. Orang tua kami yang telah memberikan dukungan yang bersifat
material maupun immaterial.
3. Semua teman kami yang telah turut memberikan informasi terkait
topik, yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Makalah ini disusun sebagai langkah untuk memahami etika dasar moral
sebagai seorang tenaga kesehatan di dalam kehidupan terutama ketika menghadapi
klien atau pasien. Harapan kami agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kehidupan
kita sehari-hari walaupun kami yakin, makalah ini memiliki banyak kekurangan,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca, agar
pembuatan makalah di masa mendatang menjadi lebih baik.
Tim Penulis
3
Daftar Isi
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Pembahasan (Isi)
27
36
4
PEMICU 1
Tolonglah Aku…!
5
BAB I
Pendahuluan
6
maka kami sudah sedikit terlatih untuk memecahkannya dan memeberikan
solusi yang terbaik. Sehingga terciptalah rasa naluri empati yang tinggi yang
memang seharusnya dimiliki oleh para tenaga medis yang membuat kami
sebagai tenaga medis menjadi orang – orang yang dapat dihargai dan
dihormati di tengah – tengah masyarakat.
7
1.3 Hipotesis
Tn.H akan sembuh dari penyakitnya dengan melakukan
pencangkokan ginjal yang berasal dari keluarga.
8
Bab II
Pembahasan
1.2 Simpati
Simpati adalah kecenderungan untuk merasakan
perasaan,pikiran,dan keinginan orang lain namun karena
melibatkan perasaan,seringkali penilaiannya menjadi subyektif.
Simpati
keluarga merasakan penderitaan Tn. H dan memberikan tanggapan
namun tidak memberikan respon berupa tindakan.
Empati
keluarga merasakan penderitaan Tn. H dan memberikan ginjal salah
satu dari kakak atau adik sebagai salah satu solusi untuk Tn. H.
9
II. Perbedaan antara Simpati dan Empati
SIMPATI EMPATI
Ginjal adalah salah satu organ tubuh yang patut disyukuri dan
sayangi, perannya sangat penting dalam proses urinaria tubuh. Kerusakan
ginjal dapat mengganggu sistem sekresi.
Dalam tubuh, ginjal berfungsi sebagai filter untuk membersihkan darah atau
cairan lainnya. Fungsi itu bertujuan agar bahan-bahan kimia yang
terkandung dalam darah atau cairan tubuh lainnya tidak terbawa kembali
oleh darah dan beredar ke seluruh tubuh.
Pada penyakit gagal ginjal kronis yang terdapat pada kasus ini, memiliki
gejala seperti lemas, nafsu makan, mual, pucat, kencing sedikit, sesak napas.
Penyakit ginjal kronik biasanya tidak menimbulkan gejala awal yang jelas,
sehingga seringkali terlambat diketahui dan ditangani dengan tepat. Jika
penyakit ginjal menjadi kronik dan ginjal menjadi tidak berfungsi ada
10
beberapa cara yang dapart dilakukan yaitu dengan cuci darah dan
pencangkokan ginjal.
Cuci darah adalah tindakan medis yang dilakukan menggunakan mesin cuci
darah atau biasa disebut hemodialisa. Mesin cuci darah itu berfungsi
menyaring racun-racun dalam tubuh dan mengeluarkannya. Proses tersebut
biasanya dilakukan seminggu dua kali.
11
Tn. H dan dampak bagi Tn. H. Serta apabila Tn. L atau Tn. M
menyumbangkan satu ginjalnya, maka harus berdasarkan hati nurani dan
tentunya atas persetujuan dari seluruh keluarga Tn. L atau Tn. M.
Namun bagi sang pasien, setelah proses pencangkokan ginjal berhasil maka
ia harus sering di monitori perkembangan kesehatannya dan harus sering
check up ke dokter serta masih harus minum obat secara rutin. Semua
dilakukan karena tubuh sang pasien telah menerima sesuatu yang baru dan
beda serta asing, sehingga tubuh sang pasien dikhawatirkan akan
mengeluarkan zat – zat antibody yang akan menyerang benda asing
tersebut. Oleh karena itulah, selama waktu kurang lebih 2 bulan sang pasien
harus sering dimonitori agar tidak terjadi sesuatu yang buruk padanya.
Dilihat dari sudut simpati serta empati, sebaiknya para keluarga Tn. H
terutama yang menjadi sorotan yaitu Tn. L dan Tn. M tidak hanya
bersimpati dengan hanya menunjukkan rasa kasihan pada Tn. H melainkan
juga harus memiliki sara empati dengan memberikan solusi berupa
sumbangan salah satu ginjalnya atau dengan cara lain berupa pemberian
dana kepada Tn. H untuk membeli ginjal orang lain. Dilihat dari sudut
pandang HAM, Tn. H sangatlah memiliki hak untuk hidup, dengan rasa
empati yang seharusnya ditampilkan oleh Tn. L serta Tn. M, maka harapan
untuk hidup Tn. H pun akan semakin besar. Dengan begitu Tn. H
mendapatkan haknya, namun sebelumnya ia harus memberikan kewajiban
berupa rasa terima kasih yang diungkapkan dengan pemberian dana, paket
untuk hidup seperti sandang, pangan atau papan dan lainnya. Sehingga ada
check and balance di antara mereka. Hal lain berupa hak untuk menentukan
12
nasibnya sendiri yang diajukan oleh Tn. H, jadi Tn. H memiliki hak untu
melakukan tindakan ingin meneruskan hidupnya dengan meminta ginjal
adik atau kakaknya.
d. Antara yang diambil dan yang menerima harus ada persamaan agama.
Karakteristik Hemodialisa :
• Biaya mahal
• Di lakukan secara rutin, 2 - 4 kali dalam seminggu
• Sesak nafas
• Penurunan Hb
• Aktivitas penderita terbatas
• Anemia
• Demam,
• Reaksi anafilaksis yg berakibat fatal (anafilaksis),
• Tekanan darah rendah,
13
• Gangguan irama jantung,
• Emboli udara,
• Perdarahan usus, otak, mata atau perut.
1. Kakak
• Dampak Positif :
-Biaya Lebih Murah
-Resiko Penolakan Imun lebih kecik
-Waktu Pencangkokan dapat dipercepat
• Dampak negatif :
-Masih Mempunyai Tanggungan
-Umur sudah Tua, fungsi organ tubuh menurun
2. Adik
• Dampak Positif :
-Biaya Lebih Murah
-Resiko Penolakan Imun lebih kecil
-Waktu Pencangkokan dapat dipercepat
-Kadaan Ginjal Lebih bagus
• Dampak Negatif :
-Masih Banyak Tanggungan
3. Orang Lain
• Dampak Positif:
-Praktis
-Dampaknya tidak meluas
• Dampak Negatif:
-Harganya mahal
-Sulit mencari donor yang sesuai
14
-Resiko Penolakan imun besar
-waktu pencangkokan susah untuk disegerakan
15
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
3.2 Solusi
16
3.3 Saran
17
Daftar Pustaka
www.wikipedia.com
18
PEMICU 2
Satu kamar,rame-
rame
19
BAB I
Pendahuluan
20
oleh dosen kami sebagai pengajar dan pembimbing kepada teman – teman
sekelas kami. Sehingga dengan begitu, mereka pun dapat memahami lebih
dalam tentang teori yang telah diberikan dan di kemudian hari, mereka serta
kami dapat mengapresiasikannya dalam kehidupan, yang nantinya akan
mereka tularkan pula kepada sanak famili dan anak cucu mereka.
1.4 Hipotesis
Dokter tersebut tidak professional dalam menjalankan tugasnya
sebagai dokter.
21
BAB II
Pembahasan
22
2. Accountability : Dokter bertanggung jawab kepada pasien, kepada
masyarakat di kesehatan masyarakat dan pada profesi mereka.
3. Excellence : seorang dokter wajib berkomitmen pada pembelajaran
jangka panjang.
4. Duty : seorang dokter harus bersedia dan cepat tanggap bila ”dipanggil”
untuk melakukan pelayanan atau tindakan medis yang diperlukan.
5. Honor and integrity : Seorang dokter wajib berkomitmen untuk jujur,
berterus terang dan adil dalam interaksinya dengan pasien dan profesi
mereka.
6. Respect to others : seorang dokter harus menunjukkan rasa hormat
(respect) pada pasien dan keluarganya, anggota timya dan dokter lain,
mahasiswa kedokteran, residentnya dan pemagangnya.
23
Kewajiban- kewajiban dokter :
1. Kewajiban yang berhubungan dengan standar profesi medik
2. Kewajiban yang berhubungan dengan hak-hak pasien
3. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi sosial dari pemeliharaan
kesehatan
24
terdorong dengan kemampuan sendiri untuk menolongnya tanpa
mempersoalkan persoalan perbedaan latar belakang agama, budaya, bahasa,
bangsa, etnik, dan lain sebagainya (Abuddin Nata).
Suatu kemampuan seseorang untuk mengerti perasaan,pikiran,dan
keinginan orang lain,tanpa mempengaruhi obyektivitas dalam menilai orang
tersebut atau kemampuan menempatkan diri ke dalam diri orang lain untuk
memahami pandangan dan perasaan orang tersebut,sesuai dengan latar
belakang pendidikan,sosial,budaya,agama,ekonomi,etnik,dan lain-lain.
25
c. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence). Praktik Kedokteran
haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling
besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan
harus diikuti.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ketahui bahwa dokter telah melanggar
etika dasar moral, karena bila dokter menempatkan 5 pasien dalam satu kamar
tanpa sekat, maka pasien akan malu atau keberatan dalam mengungkapkan
keluhannya, bila keluhan-keluhan yang seharusnya dibicarakan itu dipendam,
maka hal yang mungkin terjadi adalah kesalah diagnosis akibat kurangnya
informsi dari pasien. Kesalahan diagnosis ini tentu tidak sesuai dengan prinsip
etika dasar moral benefiecence dan non maleficience.
26
BAB III
Penutup
3.1Kesimpulan
3.2 Solusi
27
Daftar Pustaka
Tim Penyusun. Modul Etika dan Empati. 2008. Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
PEMICU 3
Aku tidak mau
transfusi
29
BAB I
Pendahuluan
30
1.3 Manfaat penulisan
Mahasiswa mampu menunjukkan sikap budi pekerti luhur, antara
lain sopan santun, menghargai orang lain sebagai sesama manusia,
menunjukkan sikap kepedulian / empati sesuai dengan budaya dan kondisi
yang dihadapi. Mahasiswa bisa menghargai pendapat orang lain.
1.5 Hipotesis
Tuan JW perlu diberikan transfusi darah agar Hbnya naik menjadi
normal (12gr/dl).
31
Bab II
Pembahasan
32
III. Kasus Dihubungkan dengan Hak Asasi Manusia
Bicara tentang HAM, tidak hanya hak asasi saja yang dilihat, namun
juga kewajiban asasi. Pada kasus ini, dokter berkewajiban untuk
menyelamatkan jiwa si pasien, melakukan pengobatan terhadap pasien, dan
yang paling penting adalah menghormati dan menghargai hak pasien. Disini
pasien dengan tegas menolak dilakukannya transfuse darah, dan kalaupun
dia mati, maka itu memang sudah menjadi takdirnya. Yang intinya disini si
pasien pasrah terhadap nasibnya. Walaupun sebenarnya pasien mempunyai
hak untuk tetap hidup dan mendapatkan pengobatan dari dokter.
Dan di atur dalam the right of self determination, bahwa pasien berhak atas
tubuhnya sendiri , hak menolak pengobatan / perawatan / tindakan medis
tertentu. Jadi, pada kasus ini dokter tidak bias melakukan transfuse darah
tanpa persetujuan dari pihak pasien itu sendiri.
A. Autonomy
Prinsip dari autonomy itu sendiri adalah menentukan yang terbaik
untuk dirinya sendiri. Jika dikaitkan dengan kasus ini yang dimana Tn. Jw
tidak mau melakukan transfuse darah sengan alasan tidak sesuai dengan
keyakinannya, maka itu adalah keputusan Tn. Jw yang harus dihargai oleh
pihak dokter. Pada prinsip ini, Tn. Jw free action ( bebas bertindak ), apakah
dia mau dilakukan transfuse darah atau tidak . hal itu mutlak menjadi hak
Tn. Jw , karena tidak bertentangan dengan undang – undang seperti
euthanasia. Yang jelas disini dokter harus melakukan informed consent
terlebih dahulu, siapa tahu Tn. Jw bias berubah fikiran.
B. Justice
Maksud dari prinsip ini adalah adil terhadap seseorang/ kelompok,
baik berupa jasa atau apapun . perlakuan adil harus didasarkan pada :
33
kebutuhan, persamaan , kegunaan kebebasan dan ganti rugi. Pada kasus ini,
dokter telah berlaku adil kepada Tn. Jw , sesuai dengan kebutuhan Tn. Jw
saat itu, yaitu transfuse darah. Berdasarkan prinsip ini, harus ada
prosedurnya, yaitu harus diketahui orang. Jadi harus ada saksi atau bukti
berupa pernyataan Tn. Jw yang tidak mau dilakukan transfuse darah
terhadap dirinya.
C. Beneficence
Prinsip ini adalah menganggap penting menolong orang lain yang
bertujuan baik. Kewajiban yang berakar pada prinsip ini:
1. melindungi dan mempertahankan hak pasien.
2. mencegah bahaya yang terjadi pada orang lain.
3. menyingkirkan hal-hal yang dapat membahayakan orang lain.
4. menolong orang yang tidak mampu
5. menyelamatkan orang yang dalam bahaya.
Jika dikaitkan dengan kaus ini, disini dokter telah melindungi dan
mempertahankan hak Tn. Jw untuk tidak dilakukan transfuse darah terhadap
dirinya, dibuktikan dengan dokter yang tidak melakukan pemaksaan
terhadap Tn. Jw .
D. Nonmaleficence
Dasar dari prinsip ini adalah kewajiban untuk tidak dengan sengaja
melakukan tindakan yang membahayakan. Kewajiban yang berakar ada
prinsip ini:
1. Tidak boleh membunuh
2. Tidak menimbulkan sakit dan penderitaan.
3. Tidak membuat orang lain tidak berdaya.
4. Tidak ikut campur urusan orang lain.
5. Tidak boleh menghambat hal-hal yang baik pada hidup orang lain.
Pada kasus ini dokter telah melakukan prinsip nonmaleficence karena tidak
melakukan tindakan operasi sebelum kadar hemoglobin Tn. Jw kembali
normal, karena malah akan membahayakan dan memperparah keadaan Tn.
Jw.
34
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Dari uraian pada bab diatas, bisa ditarik kesimpulan bahwa Tn. Jw
berhak penuh terhadap dirinya, dia berhak menolak perawatan dari tim
dokter untuk melakukan transfuse darah. Namun sebelumnya, dokter harus
memberikan informed consent atau keterangan kepada Tn. Jw terlebih
dahulu agar siapa tahu Tn. Jw bisa berubah fikiran. Namun jika Tn. Jw tetap
pada keyakinannya untuk tidak melakukan transfuse darah, maka harus ada
bukti pernyataan resmi dari Tn. Jw bahwa dirinya tidak mau dilakukan
transfuse darah, agar dari pihak dokter tidak mendapat tuntutan jika nanti
kedepannya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Jadi dokter harus tetap
menghargai dan menghormati keputusan Tn. Jw tersebut.
3.2 Solusi
Berdasarkan penjelasan di atas, sikap yang seharusnya dokter
lakukan adalah inform concent yaitu memberikan penjelasan pada pasien
tentang kondisinya dan akibat dari tindakan, agar dokter tidak melanggar
non maleficience. Apabila pasien masih bersikeras untuk menolak
ditransfusi, maka ada 2 pilihan solusi:
35
membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa dokter tidak
melakukan transfusi karena dia menolak sebab dianggap tidak sesuai
dengan kepercayaannya.
Hak dan kewajiban secara etika maupun hukum dalam dunia medis menjadi
bahan pertimbangan dalam pencapaian kemaslahatan
36
Daftar Pustaka
www.wikipedia.com
37
PEMICU 4
Saya sarankan, Suami Ibu
yang KB…!
38
BAB I
Pendahuluan
39
Penulisan ini pun bertujuan untuk memberikan sedikit informasi
terbaru sekaligus tukar pikiran (sharing) aplikasi teori yang telah diberikan
oleh dosen kami sebagai pengajar dan pembimbing kepada teman – teman
sekelas kami. Sehingga dengan begitu, mereka pun dapat memahami lebih
dalam tentang teori yang telah diberikan dan di kemudian hari, mereka serta
kami dapat mengapresiasikannya dalam kehidupan, yang nantinya akan
mereka tularkan pula kepada sanak famili dan anak cucu mereka.
1.4 Hipotesis
Keputusan yang diambil oleh tenaga kesehatan untuk menyarankan
pemakaian pil KB pada suami pasien, tidak berdasarkan prinsip-prinsip
etika
40
Bab II
Pembahasan
A. Autonomy
Si Ibu dapat menentukan untuk tidak menggunakan pil KB
karena jika si Ibu menggunakannya maka dirinya akan merasakan
keluhan seperti pusing, badan lemas, dan pendarahan, yang merupakan
kondisinya ketika datang ke klinik setelah mengkonsumsi pil KB. Tak
hanya sang ibu saja yang memiliki hak autonomy, para tenaga medis
juga memilikinya yang berupa saran kepada sang ibu agar suaminya
yang menggunakan pil KB. Suamipun memiliki hak untuk
menentukan nasibnya sendiri dengan langkah menggunakan atau tidak
menggunakan alat KB.
B. Beneficence
Hal lain yang menjadi kata kunci adalah prinsip beneficence,
yaitu dengan adanya solusi yang diberikan oleh tenaga medis kepada
si ibu dengan cara menyarankan agar suaminya saja yang KB. Hal ini
dimaksudkan untuk mencegah bahaya yang kemungkinan akan terjadi
bila si ibu tetap mengkonsumsi pil KB. Tindakan tenaga medis ini
juga bertujuan mencari jalan yang terbaik untuk menyelamatkan si
Ibu.
C. Nonmaleficence
Prinsip ini terlihat dari tindakan tenaga medis yang ingin
menghindari hal-hal berbahaya yang kiranya akan terjadi kembali
bahkan lebih parah pada si ibu.
41
D. Justice
Dari segi ini bahwa penggunaan pil KB harus sesuai dengan
kebutuhan. Apakah pada saat itu si Ibu membutuhkan pil KB tersebut
atau tidak? Sehingga ada keadilan atau rasa adil yang diberikan tenaga
kesehatan atau dokter kepada si ibu. Jika tenaga medis menyarankan
kepada si Ibu agar suaminya saja yang KB maka mereka harus mampu
bertanggung jawab dengan apa yang akan terjadi pada suaminya.
Disinilah prinsip justice akan terasa diterapkan atau tidak.
42
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Tindakan yang diberikan dokter kepada pasien yang bersangkutan
kurang memperhatikan prinsip-prinsip etika, diantaranya : autonomy,
justice, beneficience, dan nonmaleficience.
43
Daftar Pustaka
www.wikipedia.com
44
PEMICU 5
45
Let Me die… BAB I
Pendahuluan
1.4 Hipotesis
Dokter tidak mengabulkan permintaan Tn. L untuk melakukan
Euthanasia.
46
7. Hubungannya dengan informed consent?
47
Bab II
Pembahasan
I. Terminologi
1.1 Euthanasia ditinjau dari sudut cara pelaksanaannya
48
penghilang rasa sakit seperti morfin walaupun disadari bahwa pemberian
morfin ini juga dapat berakibat ganda yaitu mengakibatkan kematian.
Eutanasia pasif ini seringkali secara terselubung dilakukan oleh
kebanyakan rumah sakit.
49
• Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
• Eutanasia hewan
• Di Sardinia orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya di
zaman purba.
50
khusus.
51
Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para
dokter untuk melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan.
Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada
tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh
undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia
pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.
3.2 Indonesia
3.3 Inggris
52
semata guna memohon dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor
"kemungkinan hidup si bayi" sebagai suatu legitimasi praktek kedokteran.
Eutanasia dalam ajaran Islam disebut qatl ar-rahmah atau taisir al-maut
(eutanasia), yaitu suatu tindakan memudahkan kematian seseorang dengan
sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan
meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negatif.
53
dilakukannya eutanasia ataupun pembunuhan berdasarkan belas kasihan
(mercy killing) dalam alasan apapun juga .
Eutanasia positif/Aktif
54
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk
membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-
An’aam : 151)
“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang
lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)
Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor
di antaranya dalam keadaan bunting, berdasarkan hadits Nabi riwayat An-
Nasa`i (Al-Maliki, 1990: 111). Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas)
atau dirham (uang perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250
gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai
35.700 gram perak (1 dirham = 2,975 gram perak) (Al-Maliki, 1990: 113).
55
Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu
kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan
kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di
balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau
manusia. Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif,
pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan
Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW
bersabda,”Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik
kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang
menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan
musibah yang menimpanya itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Eutanasia Negatif/Pasif
56
dibenarkan karena sama dengan pembunuhan, mengingat kematian menjadi
tujuan dan dengan demikian sama dengan merampas hak untuk hidup. Dalam
pada itu, eutanasia aktif tidak langsung masih dapat dibenarkan.
57
1990 saat Terri jatuh di rumahnya dan ditemukan oleh suaminya, Michael
Schiavo, dalam keadaan gagal jantung. Setelah ambulans tim medis
langsung dipanggil, Terri dapat diresusitasi lagi, tetapi karena cukup lama
ia tidak bernapas, ia mengalami kerusakan otak yang berat, akibat
kekurangan oksigen. Menurut kalangan medis, gagal jantung itu
disebabkan oleh ketidakseimbangan unsur potasium dalam tubuhnya. Oleh
karena itu, dokternya kemudian dituduh malapraktek dan harus membayar
ganti rugi cukup besar karena dinilai lalai dalam tidak menemukan kondisi
yang membahayakan ini pada pasiennya.
58
apa yang seharusnya dilakukan selanjutnya untuk Ny. Y dengan persetujuan
semua pihak.
59
Bab III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Dokter yang dimintai pasien bernama Tn L untuk mencabut segala
tindakan medis dan obat dari Ny. Y –sang istri- dengan dalih permasalahan
ekonomi dan melakukannya bisa dikatakan benar jika, optimalisasi jalan
keluar lain telah maksimal, adanya Informed Consent, Etika Dasar Moral telah
diberlakukan, syarat prasarana telah memenuhi, namun tidak memberikan
pilihan lain selain euthanasia pasif.
3.2 Solusi
• Etika dasar moral, informed consent, dan maksimalisasi jalan keluar lain.
• Eutanasia pasif, empati dan dukungan moril untuk pasien maupun keluarga
dari berbagai pihak.
• Pemerintah memperbaiki status ekonomi.
60
Daftar Pustaka
www.wikipedia.com/eutanasia
61