Anda di halaman 1dari 46

PETUNJUK PRAKTIKUM

EKOLOGI HUTAN
(KHT – 204)

LABORATORIUM KEHUTANAN JURUSAN


KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2022
KATA PENGANTAR

Penuntun Praktikum Ekologi Hutan (KHT-226) ini ditujukan sebagai pedoman


pelaksanaan praktikum bagi mahasiswa S1 Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu. Penuntun praktikum ini berisikan materi-materi dasar dalam memahami
ilmu ekologi yang dititik beratkan pada bidang ekologi hutan. Diantara materi-materi tersebut
adalah: pengenalan ekosistem, pengukuran biomassa, dekomposisi serasah, pembuatan kurva
spesies area, pembuatan profil hutan, analisis vegetasi, analisis keanekaragaman, dan pengenalan
satwa.
Sebagian besar isi dari penuntun praktikum ini merupakan hasil review dan
perbaikan/pemutakhiran dari Kusmana dan Istomo (2003). Dengan materi tersebut di atas,
mahasiswa diharapkan dapat memahami kaidah-kaidah dasar dalam ilmu ekologi. Mudah-
mudahan buku Penuntun Praktikum ini dapat bermanfaat bagi yang menggunakannya.

Bengkulu, September 2022

Penyusun

i
TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikan supaya berpakaian rapi dengan memakai sepatu, kecuali pada acara praktikum
tertentu yang akan diberitahukan terlebih dahulu.
2. Praktikan dilarang merokok selama praktikum berlangsung, baik praktikum yang
dilaksanakan di dalam ruangan maupun di luar ruangan.
3. Praktikan supaya datang tepat waktu setiap kali pertemuan. Apabila praktikan terlambat
lebih dari batas toleransi waktu yang ditentukan, tidak diperkenankan mengikuti praktikum.
4. Praktikan wajib membaca dan memahami penuntun praktikum pada setiap acara sebelum
praktikum dimulai. Di awal praktikum akan diadakan kuis terlebih dahulu, dan praktikan
hanya boleh mengikuti praktikum apabila dapat menjawab ≥60% pertanyaan dengan
benar.
5. Praktikan yang satu kali tidak mengikuti praktikum tanpa alasan yang jelas, tidak akan
diberi nilai praktikum untuk mata kuliah ekologi hutan. Praktikan yang tidak mengikuti
praktikum karena sakit, dibolehkan mengulang pada waktu yang lain dengan biaya yang
ditanggung sendiri oleh praktikan.
6. Setiap peminjaman alat untuk kegiatan praktikum supaya mengisi formulir dan
diserahkan kepada Dosen/Asisten/Laboran.
7. Praktikan supaya berhati-hati dan mengerti betul cara penggunaan alat dengan membaca
petunjuk atau menanyakan cara penggunaannya kepada Dosen/Asisten/Laboran.
8. Praktikan wajib menjaga kebersihan laboratorium dan memelihara alat-alat yang
dipinjam selama praktikum berlangsung dan mengembalikannya dalam keadaan baik dan
bersih. Apabila terjadi kehilangan atau kerusakan alat akibat kesalahan pemakaian/kelalaian
praktikan, maka praktikan wajib mengganti alat tersebut dengan jenis, spesifikasi dan
merek yang sama.
9. Laporan Praktikum Sementara supaya diserahkan kepada Dosen/Asisten tepat waktu.
Keterlambatan penyerahan Laporan Sementara tidak akan dilayani.
10. Laporan Akhir diserahkan di akhir praktikum dengan format yang akan ditentukan
kemudian. Keterlambatan pengumpulan Laporan Akhir nilainya akan dikurangi 5 setiap
hari keterlambatan.
11. Penilaian praktikum akan ditentukan oleh kuis, laporan akhir, dan responsi.
12. Praktikan yang melanggar tata tertib praktikum akan diberikan sanksi sesuai dengan jenis
pelanggaran yang dilakukan.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................i


TATA TERTIB PRAKTIKUM................................................................................................ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ iii
I. MEMPELAJARI EKOSISTEM .........................................................................................1
II. STRUKTUR UMUR POPULASI .......................................................................................4
III. PENGUKURAN BIOMASSA ...........................................................................................6
IV. DEKOMPOSISI SERASAH .............................................................................................9
V. KURVA SPESIES AREA ..................................................................................................12
VI. PROFIL ARSITEKTUR HUTAN...................................................................................14
VII. ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN BAWAH .........................................................19
VIII. MEMPELAJARI PROSES REGENERASI ALAMI.................................................23
IX. ANALISIS KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH ......................................26
X. ANALISIS VEGETASI HUTAN ......................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................41

iii
I. MEMPELAJARI EKOSISTEM

DASAR TEORI

Dalam studi ekologi, bidang bahasan yang dipelajari terkait erat dengan hirarki organisasi
biologi yaitu populasi, komunitas dan ekosistem. Ketiga bidang kajian tersebut tidak dapat
dipisahkan. Mempelajari ekosistem berati mempelajari pula komunitas dan populasi.
Ekosistem adalah suatu sistem di alam yang mengandung komponen hayati (organisme) dan
komponen non hayati (abiotik), di mana antara kedua komponen tersebut terjadi hubungan
timbal balik untuk mempertukarkan zat-zat yang perlu untuk mempertahankan kehidupan.
Pencetus istilah ekosistem adalah A.G. Tansley pada tahun 1935, seorang ahli ekologi asal
Inggris.
Dari segi “trophic level”, ekosistem terdiri atas komponen autotrofik dan heterotrofik.
Komponen autotrofik yaitu organisme yang mampu mensintesis makanannya sendiri yang
berupa bahan organik (primary production) dari bahan-bahan anorganik sederhana dengan
bantuan sinar matahari dan zat hijau daun. Sedangkan komponen heterotrofik berupa
organisme yang sumber makananya diperoleh dari bahan-bahan organik yang dibentuk oleh
komponen autotrofik, menyusun kembali dan menguraikan bahan-bahan organik kompleks yang
telah mati kedalam senyawa anorganik sederhana.
Kedua komponen di atas ditambah dengan komponen abiotik merupakan komponen penyusun
struktur ekosistem. Komponen abiotik pada dasarnya terdiri dari komponen fisik dan kimia
seperti tanah, air, udara, dan sinar matahari merupakan medium untuk berlangsungnya
kehidupan. Produsen dalam struktur ekosistem merupakan organisme autotrofik yang
umumnya berupa tumbuhan berklorofil. Sedangkan konsumen dan pengurai merupakan
komponen heterotrofik. Pengurai berfungsi menguraikan bahan organik yang berasal dari
organisme mati, menyerap sebagian hasil penguraian tersebut dan melepas bahan-bahan yang
sederhana untuk dapat dipakai kembali oleh produsen.
Dalam mempelajari ekosistem, terlebih dahulu perlu diketahui ciri-ciri ekosistem. Secara umum,
ciri-ciri ekosistem adalah: (1) Faktor biotik dan abiotik, (2) Proses-proses yang terjadi: kimia,
fisika, biologi, (3) Interaksi antar komponen biotik dan interaksi antara komponen biotik
dengan lingkungan, (4) Arus energi dan siklus hara, (5) Tingkat makanan.
Sebagai suatu ekosistem, hutan merupakan masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai
pohon-pohon dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar
hutan. Keanekaragaman flora dan fauna beserta lingkungan abiotik yang khas adalah aset
penting yang dimiliki oleh hutan. Interaksi dari semua anasir tersebut menyebabkan hutan
merupakan suatu ekosistem yang penting untuk dipelajari.

1
TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah: (1) mempelajari komponen dan ciri-ciri ekosistem dan (2) dapat
membedakan ekosistem hutan dengan ekosistem lainnya.

BAHAN DAN ALAT


Bahan dan alat yang diperlukan:
• Ekosistem hutan tanaman, hutan alam, semak belukar, atau padang rumput yang ada di
sekitar kampus Universitas Bengkulu.
• Termometer
• Tali rafia
• Meteran 20 m
• Patok
• Kaca pembesar/loupe
• Kompas
• Higrometer
• Altimeter
• Solarimeter
• Petunjuk pengenalan jenis tumbuhan dan hewan
• Klinometer
• pH meter tanah

PROSEDUR KERJA
a. Buatlah suatu petak contoh yang represesentatif (mewakili kondisi ekosistem secara
keseluruhan) pada ekosistem hutan berukuran 20 m x 20 m dan satu petak contoh
berukuran 10 m x 10 m. Pada petak contoh tersebut kemudian dibuat lagi petak contoh
berukuran 5 m x 5 m dan 1 m x 1 m.
b. Catat seluruh jenis dan jumlah individu semua tumbuhan dan hewan (faktor biotik)
c. Lakukan pengukuran suhu, kelembaban, intensitas cahaya, kemiringan lereng, kemasaman
tanah, ketinggian tempat dari permukaan laut dan faktor abiotik lainnya di kedua
ekosistem tersebut.
d. Beri penjelasan mengenai peran organisme dalam ekosistem tersebut, misalnya sebagai
produsen atau konsumen; sebagai herbivora atau karnivora.
e. Gambarlah piramida jumlah individu dari seluruh organisme yang dijumpai.
f. Gambar dan deskripsikan jaringan makanan dari semua organisme yang dipelajari.
g. Lakukan diskusi dan telaah mengenai faktor pembeda ekosistem-ekosistem yang
dipelajari.

2
LEMBAR KERJA

Lokasi : Nama :
Macam Ekosistem : NPM :
Tanggal Pengamatan : Kelompok :
Ukuran Petak :

A. BORANG ISIAN LAPANGAN


Komponen Biotik
Nomor
Jumlah Peranan Trophic
Sub Jenis Keterangan
Individu organisme level
petak

Komponen Abiotik
Suhu :
Kelembaban :
Intensitas Cahaya :
Kemiringan :
Ketinggian Tempat :
Curah Hujan :
Kesuburan Tanah : Tinggi/sedang/rendah

B. PIRAMIDA JUMLAH
Ekosistem Hutan Alam

Ekosistem padang rumput

C. JARING MAKANAN
Ekosistem Hutan Alam

Ekosistem padang rumput

D. PEMBAHASAN

Mengetahui Asisten :
Tanggal :

3
II. STRUKTUR UMUR POPULASI

DASAR TEORI

Suatu populasi dapat didefenisikan sebagai suatu kelompok organisme yang berasal dari
spesies yang sama yang terdapat pada suatu wilayah dan waktu tertentu. Jika suatu populasi
kita amati, biasanya akan ditemukan individu-individu dari berbagai ukuran tubuh. Pada
populasi manusia, terdapat sekian bayi, sekian balita, sekian remaja, sekian dewasa muda, dan
seterusnya. Pada salah satu spesies tumbuhan hutan, akan kita temui adanya anakan, pancang,
tiang, dan pohon. Artinya, setiap populasi memiliki struktur umur tertentu.
Struktur umur digunakan untuk mengetahui apakah suatu populasi nantinya akan meningkat atau
tidak. Dalam keadaan yang sebenarnya, perubahan struktur umur populasi tergantung pada
emigrasi, imigrasi, kelahiran dan kematian. Secara garis besar, struktur umur populasi dapat
digolongkan atas tiga pola, yaitu (1) struktur umur menurun, (2) struktur umur stabil, dan (3)
struktur umur meningkat. Struktur umur menurun terjadi apabila kerapatan populasi kecil pada
kelas-kelas umur sangat muda, paling besar pada kelas umur sedang dan kecil pada kelas umur
tua. Perkembangan populasi seperti ini terus-menerus menurun dan jika keadaan lingkungan
tidak berubah, populasi akan punah setelah beberapa waktu. Struktur umur stabil terjadi apabila
strukturnya menyerupai piramida sama sisi, dengan sisi-sisi yang kemiringannya
mengikuti garis lurus. Struktur umur akan meningkat dengan populasi yang terus menerus
meningkat, dimana strukturnya seperti piramida dengan sisi-sisi yang cekung dan dasar yang
lebar.

TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah mempelajari dan membuat struktur umur salah satu populasi
tumbuhan hutan.
BAHAN DAN ALAT
Bahan dan alat yang diperlukan:
• Ekosistem hutan yang terdapat populasi Paraserianthes falcataria (Sengon) dan Acacia
mangium (hutan sekitar kampus UNIB).
• Phi-band.
PROSEDUR KERJA
1. Kenalilah jenis pohon sengon dan akasia pada areal dimana praktikum dilaksanakan.
2. Ukurlah diameter kedua jenis pohon (sengon dan akasia) setinggi dada. Bila ada individu
pohon yang berbunga, beri tanda pada kertas kerja anda dengan menuliskan huruf B pada
kolom keterangan.
3. Untuk anakan, tidak perlu dilakukan pengukuran dan dianggap diameternya < 5 cm. Catat
jumlah anakan yang ada.
4. Kelompokkanlah individu-individu yang ada berdasarkan pada kelas diameter, yaitu kelas
diameter 0-5, 6-10, 11-15, 16-20, 21-25, 26-30, > 30 (dalam centimeter).
5. Buatlah grafik batang berdasarkan kelas diameter dan gambarkan struktur umurnya dalam
bentuk piramida.
4
LEMBAR KERJA

Lokasi : Nama :
Tanggal Pengamatan : NPM :
Judul Praktikum : Kelompok/Regu :

FORMULIR ISIAN LAPANGAN


Data lapangan
Paraserianthes falcataria (Sengon)
No. Diameter Keterangan

Acacia mangium
No. Diameter Keterangan

Tabel kelas diameter


Paraserianthes falcataria (Sengon)
Kelas diameter (cm) Jumlah Persentase (%)
I (0-5)
II (6-10)
III (11-15)
IV (16-20)
V (21-25)
VI (26-30)
VII (> 30)
Acacia mangium
Kelas diameter (cm) Jumlah Persentase (%)
I (0-5)
II (6-10)
III (11-15)
IV (16-20)
V (21-25)
VI (26-30)
VII (> 30)

GRAFIK KELAS DIAMETER DAN PIRAMIDA STRUKTUR UMUR


10
9
8
7
Persentase

6
5
4
3
2
1
0
I II III IV V VI VII
Ke la s dia me te r

5
III. PENGUKURAN BIOMASSA

DASAR TEORI

Biomassa adalah jumlah bahan organik yang diproduksi oleh organisme per satuan unit area,
yang biasanya dinyatakan sebagai bobot kering untuk seluruh atau sebagian tubuh organisme.
Biomassa tumbuhan meningkat karena tumbuhan melakukan proses fotosintesis yang
menyerap karbon dari udara untuk diubah menjadi bahan organik sebagai cadangan makanan.
Dengan kata lain, bahan organik merupakan cerminan dari penyimpanan energi potensial oleh
tumbuhan melalui proses fotosintesis.
Kecepatan total fotosintesis dalam mengubah energi matahari menjadi energi kima disebut
dengan produktifitas primer kotor (gross primary production), yang dapat disebut juga dengan
istilah asimilasi total. Karena energi kimia ini diikat dalam ikatan senyawa-senyawa organik,
energi ini dapat disamakan (dianggap sama) dengan produksi bahan kering oleh organisme
autotrof. Penguraian bahan kering terjadi melalui proses respirasi. Pada proses tersebut,
organisme autotrof mengalami kehilangan energi/bahan kering. Jadi, perbedaan/selisih antara
produktifitas primer kotor dan energi/bahan kering yang hilang melalui respirasi disebut
produktifitas primer bersih (net primary production) atau disebut juga asimilasi bersih.
Biomassa menujukkan jumlah net production dari suatu organisme autotrof. Biomassa
merupakan ukuran yang bermanfaat dan mudah diperoleh, tetapi tidak memberikan petunjuk
dinamika ekosistem. Oleh sebab itu, ahli-ahli ekologi lebih tertarik pada produktifitas karena
bila berat kering suatu komunitas dapat ditentukan pada waktu tertentu dan laju perubahan bobot
kering dapat diukur, data itu dapat digali lebih lanjut untuk mengetahui perpindahan energi
melalui ekosistem. Dengan menggunakan informasi ini ekosistem yang berbeda-beda dapat
dibandingkan dan efisiensi nisbi untuk perubahan penyinaran matahari menjadi bahan organik
dapat dihitung.

TUJUAN PRAKTIKUM

Mengenal prosedur dan mekanisme pengukuran biomassa per satuan luas (untuk keseluruhan
jenis atau setiap jenis) di atas permukaan tanah.

ALAT DAN BAHAN

Petak ukur (1 m x 1 m), kantong kertas, tali rafia, patok, label, timbangan, golok, cangkul,
meteran, gunting, dan oven.

6
PROSEDUR KERJA

1. Buat petak dengan ukuran 1 m x 1 m di dua tempat (padang rumput dan semak belukar),
kemudian beri tanda/batas petak tersebut dengan patok dan tali rafia.
2. Potonglah semua tumbuhan yang ada dalam petak tepat di permukaan tanah.
3. Masukkan ke dalam kantong ukuran 2 kg bagian tumbuhan tersebut (dipisahkan batang,
cabang dan daun) untuk tiap jenis dan tiap petak, kemudian beri label.
4. Keringkan dalam oven pada suhu 105°C selama 24 jam kemudian ditimbang.
5. Hitung biomassa total rata-rata persatuan luas (Ha) untuk tiap jenis dan tiap bagian.
Hitunglah pula total biomassa untuk seluruh jenis dan biomassa untuk tiap bagian (batang,
cabang, daun).
6. Buatlah grafik histogram yang menggambarkan hubungan anatara biomasa batang,
cabang, daun, dan biomasa total.

7
LEMBAR KERJA

Lokasi : Nama :
Tanggal Pengamatan : NPM :
Kelompok/Regu :
Judul Praktikum :

A. FORMULIR ISIAN HASIL PENIMBANGAN


Petak Berat Berat Berat Berat
Jenis
Pengamatan batang (g) cabang (g) Daun (g) Total (g)

Total

Total

B. GRAFIK HISTOGRAM
Biomassa total per jenis per lokasi

Biomassa

Jenis
Petak contoh 1 Petak contoh 2

Macam biomassa per lokasi


Biomassa

Macam biomassa
Petak Contoh 1 Petak contoh 2
C. PEMBAHASAN

Mengetahui Asisten :
Tanggal :

8
IV. DEKOMPOSISI SERASAH

DASAR TEORI
Dekomposisi serasah merupakan hal penting dalam dinamika ekosistem hutan. Ia merupakan
salah satu faktor yang menentukan ketersediaan hara di hutan. Dalam siklus hara hutan,
serasah yang berada di lantai hutan akan mengalami dekomposisi oleh pengurai.
Dalam suatu ekosistem hutan, serasah jatuh ke lantai hutan dan terakumulasi. Serasah tersebut
selanjutnya terdekomposisi melalui proses pelapukan dan mineralisasi. Hasil dari proses
dekomposisi adalah mineral-mineral dan senyawa kimia sederhana, serta energi yang hilang
melalui respirasi. Mineral-mineral tersebut akan diserap kembali oleh tanaman pada zona
perakaran.
Perubahan berat serasah (∆X) selama interval waktu tertentu (∆t) dapat diekspresikan melalui
persamaan:
X
= (masukan serasah selama interval - kehilangan serasah selama interval)
t
dX
= L − kX
dt
dimana L adalah masukan terus menerus dari serasah, X adalah jumkah serasah saat dilakukan
pengukuran, dan k adalah konstanta laju dekomposisi serasah.
Suatu eksperimen dapat digunakan untuk menduga k dengan mengeleminasi L sehingga
persamaan diatas menjadi:
X t = X 0 e −kt

Dimana X0 adalah jumlah serasah mula-mula. Nilai k dapat diperoleh melalui suatu data
observasi dengan menimbang litter remaining dalam interval waktu tertentu.
Beberapa hal yang berpengaruh terhadap dekomposisi serasah adalah jenis serasah, jenis
hewan pengurai dan iklim mikro yang terjadi di lingkungan tersebut. Faktor-faktor tersebut akan
berasosiasi dalam hubungannya dengan laju dekomposisi serasah dan laju ketersediaan hara
dalam tanah.

TUJUAN PRAKTIKUM
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui laju dekomposisi dari berbagai jenis serasah pohon
hutan..

BAHAN DAN ALAT


Serasah daun Akasia (Acacia mangium), sengon (Paraserianthes falcataria) dan Mahoni
(Swietenia macrophylla), kantong kasa, cangkul dan penggaruk, label, oven, timbangan
analitik

9
PROSEDUR KERJA

1. Serasah daun Akasia (Acacia mangium), sengon (Paraserianthes falcataria) dan Mahoni
(Swietenia macrophylla) dikering ovenkan selama 24 jam pada suhu 850C. Kemudian
ditimbang seberat 10 gr dan dimasukkan kedalam kantong kasa berdiameter lobang 2 mm.
Untuk setiap spesies dibutuhkan 6 (enam) kantong kasa.
2. Benamkanlah kantong yang telah berisi serasah tersebut k kedalam tanah pada kedalaman
0-5 cm di lokasi tempat tumbuh masing-masing spesies dan biarkan terdekomposisi.
3. Ambilah satu kantong setiap minggu, bersihkanlah dari tanah dan kotoran lalu
dikeringovenkan.
4. Sampel yang sudah dikeringovenkan ditimbang dan dicatat beratnya. Percobaan ini dilakukan
selama 6 (enam) minggu dengan melakukan prosedur yang sama.
5. Hitunglah nilai k untuk masing-masing jenis dan buatlah grafik hubungan antara waktu
pengamatan dan persentase berat serasah yang tersisa (percent litter remaining)

10
LEMBAR KERJA

Lokasi : Nama :
Tanggal Pengamatan : NPM :
Kelompok/Regu :
Judul Praktikum :

A. FORMULIR ISIAN

Berat serasah yang tersisa (litter remaining)


Jenis (gr) k
Minggu ke 1 Minggu ke 2 Minggu ke 3 Minggu ke 4 Minggu ke 5 Minggu ke 6
Acacia mangium
Paraserienthes falcataria
Switenia macrophyla

B. GRAFIK

Hubungan antara waktu pengamatan dan persentase berat serasah yang tersisa (percent litter
remaining)
Litter remaining (%)

Minggu ke

B. PEMBAHASAN

Mengetahui Asisten :
Tanggal :

11
V. KURVA SPESIES AREA

DASAR TEORI
Penentuan luasan unit petak contoh sangat menentukan keabsahan data hasil analisis vegetasi.
Idealnya, petak contoh yang dibuat harus “cukup besar” sehingga petak tersebut dapat mencakup
semua spesies yang ada. Namun untuk memudahkan kita dalam merisalah individu dari semua
jenis yang ada, maka petak contoh harus dibuat “cukup kecil”. Pertimbangan penentuan luasan
petak contoh dalam analisis vegetasi secara kualitatif cukup membingungkan karena sangat
subjektif. Untuk itu, dalam ekologi dikenal suatu model kuantitatif untuk menentukan luas petak
minimum yang dapat mewakili kondisi areal yang dianalisis yaitu dengan membuat kurva
spesies area.
Kurva spesies area merupakan langkah awal yang digunakan untuk menganalisis vegetasi
yang menggunakan petak contoh (kuadrat). Kurva spesies area digunakan untuk memperoleh
luasan minimum petak contoh yang dianggap mewakili suatu tipe vegetasi pada suatu habitat
tertentu yang sedang dipelajari. Luasan petak contoh mempunyai hubungan erat dengan
keragaman jenis yang terdapat pada areal tersebut. Makin beragam jenis yang terdapat pada areal
tersebut, makin luas kurva spesies areanya. Luas petak contoh minimum yang mewakili vegetasi
hasil kurva spesies area, akan dijadikan patokan dalam analisis vegetasi dengan metode
kuadrat.

TUJUAN
Tujuan praktikum ini adalah mempelajari prosedur dan cara menentukan luas areal contoh
minimum untuk mempelajari vegetasi hutan.

BAHAN DAN ALAT


Peta lokasi (bila ada), tali rafia, alat tulis, dan kompas.

PROSEDUR KERJA
1. Untuk permulaan, buatlah sebuah petak contoh pada areal hutan dengan ukuran 1 m x 1 m
atau sebuah lingkaran dengan radius 0,56 m.
2. Catat jumlah jenis yang terdapat pada petak contoh.
3. Buat petak contoh kedua dengan cara memperluas dua kali lipat petak contoh pertama.
Catat pertambahan jenis yang ada pada petak contoh kedua.
4. Buat petak contoh ketiga dengan cara memperluas dua kali lipat petak contoh kedua. Catat
pertambahan jenis yang terdapat pada petak contoh ketiga.
5. Lakukanlah langkah di atas secara berulang, dan hentikan pembuatan petak contoh bila tidak
ada kenaikan jumlah jenis atau penambahan jenis sudah tidak berarti atau kurang dari 10 %.
6. Tentukan luas petak optimum berdasarkan presentase terkecil kenaikan jumlah jenis.

12
LEMBAR KERJA

Lokasi : Nama :
Tanggal Pengamatan : NPM :
Kelompok/Regu :
Judul Praktikum :

A. FORMULIR ISIAN HASIL PENGAMATAN


Persen kenaikan jumlah
No. Ukuran Petak (m2) Jumlah jenis
jenis
1 m2
2 m2
4 m2
8 m2

B. GRAFIK HUBUNGAN UKURAN PETAK CONTOH DENGAN JUMLAH JENIS

Jumlah
Jenis

Ukuran Petak

C. PEMBAHASAN

Mengetahui Asisten :
Tanggal :

13
VI. PROFIL ARSITEKTUR HUTAN

DASAR TEORI

Sebagai salah satu dampak dari adanya persaingan di dalam masyarakat hutan, jenis-jenis
tertentu akan lebih berkuasan (dominan) dari pada jenis yang lain. Akibat dari mekanisme
persaingan tersebut maka di hutan tropis terbentuk stratifikasi (lapisan-lapisan tajuk) yang terjadi
karena perbedaan tinggi pohon. Pohon-pohon tinggi dari stratum (lapisan) teratas mengalahkan
atau menguasai pohon-pohon yang lebih rendah, merupakan jenis-jenis pohon yang mencirikan
masyarakat hutan yang bersangkutan.
Stratifikasi tajuk yang terbentuk di hutan tropis biasanya terdapat lima stratum yaitu lapisan A,
B, C, D, dan E. Stratum A (lapisan teratas) terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya 30 m
ke atas. Tajuk pohon biasanya diskontinyu, memiliki batang yang tinggi dan lurus, dan batang
bebas cabang (clear bole) tinggi. Jenis pohon yang mendominasi stratum ini biasanya
merupakan jenis semi-toleran. Pada stratum B, terdiri dari pohon-pohon yang tingginya antara
20-30 m dengan tajuk yang kontinyu. Pohon-pohon yang ada dalam lapisan ini biasanya
banyak bercabang dengan tinggi bebas cabang yang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon
pada stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran). Stratum C terdiri
dari pohon-pohon yang tingginya 4-20 m dengan tajuk yang kontinyu. Pohon-pohon dalam
stratum ini rendah, kecil dan bercabang. Sedangkan stratum D merupakan lapisan perdu dan
semak yang tingginya berkisar antara 1-4 m. Lapisan terbawah dalam stratifikasi hutan tropis
adalah stratum E yang didominasi oleh tumbuh-tumbuhan penutup tanah (ground cover) dengan
tinggi antara 0-1 m.
Tidak semua hutan memiliki stratifikasi tajuk seperti diuraikan di atas. Jadi, ada hutan-hutan
yang hanya memiliki strata A – B atau strata A- C saja. Disamping itu, tak kalah pentingnya
adalah peranan liana (tumbuh-tumbuhan memanjat) berkayu yang dapat merupakan bagian
dari tajuk hutan. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa batas tinggi antar lapisan
berbeda-beda tergantung pada tempat tumbuh komposisi hutan. Batas antara stratum A dan
stratum B jelas dapat dibedakan berdasarkan kekontinyuan tajuk, tetapi lapisan B dan C
terkadang kurang jelas apabila kita hanya berpatokan pada tinggi pohon.
Untuk mempelajari komposisi dan struktur hutan (dimensi/bentuk atau struktur vertikal dan
horizontal suatu vegetasi hutan), pengetahuan akan profil (stratifikasi) sangat penting artinya.
Dengan membuat profil suatu hutan, akan mudah bagi kita mengetahui proses dari masing-
masing pohon dan kemungkinan peranannya dalam ekosistem hutan. Disamping itu, dapat
juga diperoleh informasi tentang dinamika pohon dan kondisi ekologinya.
Berdasarkan arsitektur dan dimensinya, pohon-pohon di dalam hutan hujan tropika
digolongkan menjadi tiga kategori pohon yaitu (Kusmana dan Istomo, 2003):
1. Pohon masa depan (trees of the future). Terdiri dari pohon yang masih muda dan
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang di masa datang, pohon tersebut
pada saat ini merupakan pohon kodominan (Stratum B dan C).

14
2. Pohon masa kini (trees of the present), yaitu pohon yang saat ini sudah tumbuh dan
berkembang secara penuh dan merupakan pohon yang paling dominan (Stratum A)
3. Pohon masa lampau (trees of the past), merupakan pohon-pohon yang sudah tua dan mulai
mengalami kerusakan dan akan mati.
Penggolongan pohon di atas berdasarkan pada hubungan antara tinggi total pohon (Tt), tinggi
bebas cabang (Tbc), tinggi pohon maksimum yang dapat dicapai/tinggi pohon normal (Tn),
dan diameter setinggi dada (Dbh), dengan kriteria masing-masing (Kusmana & Istomo, 2003):
1. Pohon masa depan
Tt ≥ 100 Dbh
Tbc < ½ Tt
Tt < Tn
2. Pohon masa kini
Tt ≥ 100 Dbh
Tbc ≤ ½ Tt
Tt ≤ Tn
3. Pohon masa lampau
Tt < 100 Dbh
Tbc > ½ Tt
Tt = Tn
Berdasarkan hubungan antara tinggi total pohon (Tt) dan diameter (Dbh), penggolongan tersebut
dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut:
7
6 # # # #
# # #
#
4 # *
Log Tt

* * Log Tt = Log DBH


* *
2 * @
* * @ @ @
1
* * @ @ @
0
0 1 2 3 4
Log Dbh
Keterangan:

# = Pohon masa depan


* = Pohon masa kini
@ = Pohon masa lampau

15
TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan dari praktikum ini adalah:
• Mahasiswa dapat menggambarkan arsitektur hutan
• Mahasiswa dapat mengidentifikasi individu dan jenis pohon masa lampau, pohon saat ini
dan pohon masa depan

BAHAN DAN ALAT


Komunitas hutan alam (yang menyerupai hutan alan), haga meter, kompas, meteran, phi-band,
tali rafia, galah, golok/parang, kertas milimeter, alat tulis.

PROSEDUR KERJA
1. Tentukan secara purposive sampling komunitas hutan berdasarkan keterwakilan ekosistem
hutan yang akan dipelajari sebagai petak contoh pengamatan profil.
2. Buatlah petak contoh berbentuk jalur dengan arah tegak lurus kontur (gradien perubahan
tempat tumbuh) dengan ukuran lebar 10 m dan panjang 60 m, ukuran petak contoh dapat
berubah tergantung pada kondisi hutan.
3. Anggap lebar jalur (10 m) sebagai sumbu Y dan panjang jalur (60 m) sebagai sumbu X.
4. Beri nomor semua pohon diameter ≥ 7 cm atau tinggi total ≥ 4 m yang terdapat dalam
petak contoh tersebut.
5. Catat nama jenis pohon dan ukur posisi masing-masing pohon terhadap titik koordinat X dan Y.
6. Ukur diameter batang pohon setinggi dada, tinggi total dan tinggi bebas cabang serta
gambar bentuk percabangan dan bentuk tajuk.
7. Ukur luas proyeksi (penutupan) tajuk terhadap permukaan tanah paling tidak dari dua arah
pengukuran yaitu arah tajuk terlebar dan tersempit.
8. Gambarlah bentuk profil vertikal dan horizontal (penutupan tajuk) pada kertas milimeter
dengan skala yang memadai.
9. Tentukan jenis dan jumlah pohon yang termasuk lapisan A, B, dan C.
10. Tentukan jenis dan jumlah pohon yang termasuk pohon masa depan, pohon masa kini, dan
pohon masa lampau.
Y
10 m

X
60 m
Gambar bentuk petak contoh dan pengukuran posisi pohon

16
LEMBAR KERJA

Lokasi : Nama :
Tanggal Pengamatan : NPM :
Kelompok/Regu :

A. FORMULIR ISIAN LAPANGAN


Proyeksi Tajuk
Posisi pohon Tinggi Pohon
Dbh Terlebar Tersempit
No. Jenis
(cm) L1 L2 A1 A2 L1 L2 A1 A2
X (m) Y (m) Tt (m) Tbc (m)
(m) (m) ° ° (m) (m) ° °

B. GAMBAR PROFIL HUTAN


Proyeksi Horizontal

60

50
Tinggi Pohon (m)

40

30

20

10

0
10 20 30 40 50
Jarak Y (m)

Proyeksi Vertikal
10
Lebar X (m)

0
10 20 30 40 50 60

Panjang Y
(m)
17
C. PENENTUAN KATEGORI POHON

Dbh Tt
No. Jenis Log dbh Log Tt Strata Kategori
(cm) (m)

D. GRAFIK POHON MASA DEPAN, MASA KINI DAN MASA LAMPAU


Log Tt

Log Dbh

E. PEMBAHASAN

Mengetahui Asisten :
Tanggal :
18
VII. ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN BAWAH

DASAR TEORI
Tumbuhan bawah merupakan vegetasi dasar (meliputi semak kecil, herba, rumput, dan paku-
pakuan) yang secara alami tumbuh di bawah tegakan pohon atau lantai hutan selain anakan
(permudaan) pohon, padang rumput/alang-alang dan vegetasi semak belukar. Di dalam
stratifikasi hutan tropika, tumbuhan bawah menempati dua strata, yaitu strata keempat (semak
belukar) dan strata kelima (penutup tanah). Dengan demikian, selain berfungsi penahan
pukulan air hujan, juga berfungsi sebagai penahan aliran permukaan sekaligus meningkatkan
infiltrasi air (Kusmana & Istomo, 2003).
Lebih lanjut Kusmana & Istomo (2003) memaparkan peran penting lain dari tumbuhan bawah
adalah (1) penghasil serasah sehingga dapat berfungsi dalam meningkatkan kesuburan tanah, (2)
sumber pangan satwa liar, (3) sebagai indikator kesuburan tanah, dan (4) banyak tumbuhan
bawah yang berperan sebagai tanaman obat. Analisis vegetasi tumbuhan bawah bertujuan
untuk mempelajari komposisi jenis, penyebaran, dan perilaku pertumbuhan. Metode analisis
vegetasi tumbuhan bawah diantaranya adalah metode kuadrat, garis menyinggung (line intercept
method), dan metode titik menyinggung (point intercep method).

TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis dari suatu
vegetasi tumbuhan bawah.

BAHAN DAN ALAT


Komunitas tumbuhan bawah, tali rafia, patok, kompas, meteran, kertas kalkir milimeter, kawat
siku interval 10 cm x 10 cm, dan buku kunci pengenalan jenis di lapangan.

PROSEDUR KERJA
Metode pengambilan contoh dengan petak (quadrat sampling techniques)
Cara pengambilan contoh dilakukan dengan membuat petak empat persegi (square), namun
dapat juga dilakukan dengan cara lingkaran (circular). Ukuran petak sampling dapat
ditentukan berdasarkan kurva spesies area. Para ahli ekologi menyarankan luas 1 m 2 atau
radius 0,56 m untuk ukuran plot tumbuhan herba. Sedangkan ukuran prtak untuk semak
belukar yang tingginya lebih dari 30 cm adalah 10 – 20 m2 atau radius 1,78 – 2,52 m.
Analisis vegetasi dengan metode kuadrat dapat dilakukan dengan membuat petak tunggal atau
petak ganda. Cara petak tunggal dilakukan dengan membuat sebuah petak tunggal dengan
ukuran tertentu, dan untuk memudahkan perisalahan, petak tersebut dibagi menjadi petak-
petak kontinyu dengan ukuran kecil. Sedangkan pada petak ganda, pengambilan contoh
dilakukan dengan membuat banyak petak contoh yang letaknya tersebar merata. Peletakan
petak-petak contoh diatur dengan cara sistematis atau bisa dilakukan dengan cara acak (random).
Namun untuk memudahkan perisalahan sebaiknya dilakukan secara sistematis. Untuk
menentukan banyaknya petak contoh, dapat digunakan kurva spesies area sebagai dasar
penentuannya.
19
Pada praktikum kali ini, yang kita lakukan adalah analisis vegetasi dengan cara petak tunggal.
Buatlah satu petak sampling dengan ukuran 5 m x 2 m. Selanjutnya petak tersebut dibagi
menjadi sub petak 2 m x 1 m, sehingga ada lima sub petak contoh.
Adapun parameter vegetasi yang dihitung adalah:
Jumlah individu suatu jenis
Kerapatan suatu jenis (K) =
Luas petak contoh

Kerapatan relatif suatu jenis (KR) = Kerap atan suatu jenis 100%
Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi suatu jenis (F) =


sub p etak ditemukan suatu jenis
 seluruh sub petak contoh
Frekuensi dari suatu jenis
Frekuensi relatif suatu jenis (FR) = 100%
Frekuensi dari seluruh jenis
Jumlah luas bidang dasar
Dominasi suatu jenis (D) =
Luas contoh
Dominasi dari suatu jenis
Dominhasi relatif suatu jenis (DR) = 100%
Dominasi seluruh jenis

Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR

Metode garis menyinggung (line intercept techniques)


Cara garis intersep dilaksanakan di lapangan dengan membentangkan atau menaruh garis
transek. Prosedur pelaksanaannya dil apangan adalah:
1. Salah satu sisi areal dibuat garis dasar.
2. Garis dasar tersebut menjadi tempat titik tolak garis intersep.
3. Letakkan garis-garis intersep secara random atau sistematik pada areal yang akan diteliti.
Garis intersep sebaiknya berupa pita ukur dengan panjang minimal 20 m, atau tambang/tali
yang diberi skala dan diberi interval dengan jarak tertentu.
4. Hanya tumbuh-tumbuhan yang tersentuh, di atas atau di bawah garis intersep yang
diinventarisir.
Besaran/parameter vegetasi yang dihitung adalah:
1. Jumlah individu-individu yang dijumpai (N).
2. Total panjang intersep setiap jenis (I).
3. Jumlah interval transek ditemukannya suatu jenis (G)
4. Total dari kebalikan dari lebar tumbuhan maksimum (∑ 1/m)
Jumlah individu suatu jenis 1
Kerapatan suatu jenis (K) =  ( )

Luas petak contoh m

20
Kerapatan relatif suatu jenis (KR) = Kerap atan suatu jenis 100%
Kerapatan seluruh jenis

Frekuensi suatu jenis (F) =


interval ditemukannyasuatu jenis
 seluruh interval transek
Frekuensi y ang dip ertimbangkan untuk suatu jenis
Frekuensi relatif suatu jenis (FR) = 100%
Frekuensi yang dipertimbangkan untuk seluruh jenis

Dimana frekuensi yang dipertimbangkan = 


(1 / m)
N
Total p anjang garis intersep suatu jenis
Dominasi suatu jenis (D) =
Total panjang intersep

Dominhasi relatif suatu jenis (DR) = Dominasi dari suatu jenis 100%
Dominasi seluruh jenis
Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR + DR

Metode titik menyinggung (point intersep method/point quadrat method)


Cara ini dilakukan dengan bantuan alat yang terbuat dari kawat. Dengan mengankat dan
menyentuhkan pin yang terbuat dari kawat lurus, maka bersamaan dengan itu kita catat apa yang
tersentuh, maka kita dapat menghitung cover (penutupan) dari jenis tersebut:
jumlah jenis y ang tersentuh
Dominasi suatu jenis (D) = 100%
Jumlah seluruh sentuhan
Dominasi dari suatu jenis
Dominasi relatif (DR) = 100%
Dominasi seluruh jenis

Untuk penghitungan frekuensi, frekuensi relatif, kerapatan, kerapatan relatif, dan indeks nilai
penting sama dengan metode kuadrat.

21
LEMBAR KERJA

Lokasi : Nama :
Tanggal Pengamatan : NPM :
Judul Praktikum : Kelompok/Regu :
Metode :
Ukuran Petak :
Ukuran sub petak :

A. FORMULIR ISIAN LAPANGAN


Nomor
Sub Jenis Jumlah Individu Keterangan
petak

B. PENGHITUNGAN INP

K KR D DR
No Jenis F FR (%)
(ind/Ha) (%) (%)

C. PEMBAHASAN

Mengetahui Asisten :
Tanggal :
22
VIII. MEMPELAJARI PROSES REGENERASI ALAMI

DASAR TEORI

Salah satu bagian yang penting dalam mempelajari ekologi hutan adalah proses suksesi.Hal ini
dikarenakan proses suksesi menunjukkan bahwa masyarakat hutan merupakan suatu sistem yang
tumbuh dan berkembang secara dinamis. Masyarakat hutan tebentuk secara berangsur- angsur
melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan,
penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh, dan stabilisasi. Suksesi tidak hanya mempelajari
proses terbentuknya hutan dari habitat yang tidak bervegetasi menjadi hutan klimaks, tetapi juga
mempelajari proses regenerasi/pemulihan hutan klimaks yang terganggu oleh manusia.
Jika suksesi dimulai dari areal yang sebelumnya tidak bervegetasi dan berlangsung tanpa
gangguan dari luar, maka suksesi tersebut dikenal sebagai suksesi primer atau prisere dan
komunitas hutan yang terbentuk dengan cara tersebut dikenal sebagai hutan primer.
Sedangkan apabila suksesi dimulai dari suatu tempat yang pernah terdapat tumbuhan atau
berbagai benih, dan masih mempunyai sisa-sisa peninggalan dari tumbuhan sebelumnya, atau
bila timbulnya komunitas tumbuhan disebabkan oleh gangguan manusia, maka suksesi ini
dinamakan suksesi sekunder dan hutan yang terbentuk disebut hutan sekunder.
Proses suksesi terjadi melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Nudation (terbukanya areal baru).
2. Migration (sampai dan tersebarnya biji di areal terbuka tersebut).
3. Ecesis (proses perkecambahan, pertumbuhan dan perkembangbiakan tumbuhan baru).
4. Competition (proses yang mengakibatkan pergantian jenis-jenis tumbuhan)
5. Reaction (adanya perubahan habitat karena aktifitas jenis-jenis baru).
6. Climax (tingkat kestabilan komunitas).

TUJUAN

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui tahapan dan proses yang terjadi pada
komunitas tumbuhan bawah sebelum dicangkul dan sesudah dicangkul.

BAHAN DAN ALAT

Komunitas tumbuhan bawah, meteran, cangkul, golok, patok, tali rafia, dan alat tulis.

PROSEDUR KERJA

1. Buatlah petak contoh 2 m x 5 m pada komunitas tumbuhan bawah. Kemudian lakukan


analisis vegetasi pada petak tersebut sehingga diperoleh data: nama jenis, jumlah jenis, dan
jumlah individu.

23
2. Bersihkanlah semua vegetasi yang ada dalam petak contoh dengan menggunakan golok
dan cangkul sampai pada akar terdalam.
3. Amati perkembangan jenis tumbuhan yang muncul setiap minggu, cata nama dan jumlah
jenis tumbuhan paling sedikit selama empat minggu.
4. Pada minggu terakhir pengamatan, lakukan analisis vegetasi seperti sebelum dicangkul.
5. Buatlah grafik perubahan jumlah jenis dan jumlah individu jenis yang muncul setiap
minggu.
6. Bandingkan perubahan komunitas vegetasi sebelum dicangkul dan setelah dicangkul
dengan menggunakan analisis asosiasi komunitas dengan rumus:
2w
IS = 100%
a+b
Dimana:IS = Index of similarity (indeks kesamaan antara dua komunitas)
W = Nilai yang rendah atau sama dengan dari dua komunitas yang
dibandingkan (nilai yang digunakan bisa kerapatan, INP, biomassa atau
LBDS)
a, b = Toal nilai komunitas a (sebelum dicangkul) dan b (setelah dicangkul)
7. Tentukan macam suksesi yang terjadi
8. Ada berapa macam tahap suksesi yang anda amati dan tentukan jenis apa sebagai jenis
pioner (muncul paling akhir) dan jenis apa yang muncul paling akhir.

24
LEMBAR KERJA

Lokasi : Nama :
Tanggal Pengamatan : NPM :
Kelompok/Regu :
Judul Praktikum :
Ukuran petak :

A. FORMULIR ISIAN HASIL PENGAMATAN


Minggu Jumlah Total
No. Nama Jenis Jumlah
ke kumulatif Jenis Individu
I

II

III

IV

B. GRAFIK HISTOGRAM JUMLAH JENIS DAN INDIVIDU PER MINGGU

Jumlah
Jenis

I II III IV
Minggu ke

C. PERHITUNGAN INDEKS KESAMAAN (IS)

D. PEMBAHASAN

Mengetahui Asisten :
Tanggal :
25
IX. ANALISIS KEANEKARAGAMAN TUMBUHAN BAWAH

DASAR TEORI

Saat ini, “biodiversity” merupakan istilah yang paling sering dikemukakan, baik dalam skala
nasional maupun internasional. Istilah tersebut merupakan kependekan dari biological
diversity yang menunjukkan derajat keanekaragaman sumberdaya alam hayati (ekosistem,
spesies, dan gen) suatu wilayah tertentu. Sumberdaya alam hayati itu sendiri meliputi seluruh
jenis flora dan fauna, baik berukuran makro maupun mikro berikut variasi genetik yang
terkandung di dalamnya serta seluruh tipe ekosistem.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hutan tropis Indonesia memiliki tingkat
keanekaragaman hayati yang tinggi. Mengingat kekayaan tersebut, keanekragaman hutan
tropis Indoenesia diharapkan akan dapat berperan menjadi “sumber daya alam masa depan” yang
menjamin kesinambungan pembangunan nasional. Oleh karena itu, konsepsi, potensi dan
penyebaran biodiversity hutan tropis perlu diketahui secara kuantitatif.
Untuk mempelajari biodiversity dapat dilakukan dengan mengukur langsung terhadap
objek/organisme yang bersangkutan atau mengevaluasi berbagai indikator terkait. Aspek-
aspek yang dapat diamati dalam mengukur keanekaragaman hayati adalah: jumlah jenis,
kerapatan/kelimpahan, penyebaran, dominasi, produktifitas, variasi di dalam jenis,
keanekaragaman genetik, dan laju kepunahan jenis

TUJUAN

Praktikum ini bertujuan untuk menghitung dan mempelajari keanekaragaman tumbuhan


bawah pada tingkat jenis.

BAHAN DAN METODE

Ekosistem hutan yang akan diamati, meteran, tali rafia, dan patok.

PROSEDUR KERJA

1. Buatlah dua petak contoh berukuran 2 m x 5 m pada ekosistem yang berbeda. Untuk
memudahkan pengamatan, petak contoh tersebut dibagi lagi menjadi beberapa sub petak
ukuran 2 m x 1 m.
2. Hitunglah jumlah jenis dan jumlah individu untuk setiap jenis yang terdapat dalam petak
contoh.
3. Jenis dan individu yang dihitung adalah tumbuhan yang sudah dapat diidentifikasi (sudah
tumbuh lengkap).
4. Lakukan pengukuran keanekaragaman dengan menggunakan formula:

26
• Indeks Kekayaan Margalef
S −1
R1 =
Ln(n)
Dimana : R1 = Indeks Margalef
S = Jumlah jenis
N = Jumlah total individu
• Indeks Kergaman Shanon-Wiener
S
 ni   ni 
H ' =    ln  
i=1  N   N 

Dimana: H’ = Indeks Shanon-Wiener


S = Jumlah Jenis
ni = jumlah individu jenis ke-i
N = Total seluruh individu
• Indeks kemerataan
H'
E=
ln(S)
Dimana: H’ = Indeks Shanon-wiener
S = Jumlah jenis
E = Indeks kemerataan
5. Lakukan analisis perbandingan baik kekayaan, keragaman dan kemerataan dari dua
komunitas yang diukur.

27
LEMBAR KERJA

Lokasi : Nama :
Tanggal Pengamatan : NPM :
Kelompok/Regu :
Judul Praktikum :

A. FORMULIR ISIAN HASIL PENGAMATAN


Komunitas petak contoh 1

No Petak No. Nama Jenis Jumlah


I

II

III

IV

Komunitas petak contoh 2

No Petak No. Nama Jenis Jumlah


I

II

III

IV

28
B. ANALISIS DATA
1. Kekayaan jenis

R1 =

R2 =

2. Keragaman jenis

H’1 =

H’2 =

3. Kemerataan Jenis

E1 =

E2 =

C. PEMBAHASAN

Mengetahui Asisten :
Tanggal :

29
X. ANALISIS VEGETASI HUTAN

DASAR TEORI
Masyarakat tumbuh-tumbuhan sejatinya memanfaatkan berbagai sumberdaya yang tersedia
untuk kelangsungan hidup dan eksistensinya. Dalam hal pemanfaatan sumberdaya, tentu akan
ada persaingan antar spesies. Terkadang menjadi hal yang agak sulit bagi ekologiwan dalam
menentukan spesies yang paling banyak menguasai/memanfaatkan sumberdaya. Dengan kata
lain, perlua ada justifikasi kuantitatif untuk melihat refleksi penguasaan sumberdaya bagi
spesies-spesies tumbuhan yang ada dalam suatu kominitas hutan. Spesies yang paling banyak
memanfaatkan sumberdaya dapat dikatakan sebagai spesies dominan
Dalam suatu komunitas hutan, penentuan spesies mana yang dapat dikatakan dominan seringkali
diperdebatkan. Beberapa pandangan secara umum memilih patokan suatu spesies dikatan
dominan adalah spesies yang jumlah individunya semakin banyak. Namun, jumlah individu
tidak dapat secara tepat menjelaskan dominansi suatu spesies atas spesies yang lain. Spesies
yang jumlah individunya banyak, belum tentu memiliki biomassa total yang lebih besar.
Sebaliknya, ada saja suatu spesies pohon misalnya yang populasinya sedikit, terkadang memiliki
total biomassa yang lebih besar jika dibandingkan dengan spesies yang jumlah individunya
lebih banyak. Tentu akan sulit menentukan secara “fair” spesies yang dominan sebagai refleksi
riil penguasaan sumberdaya.
Ahli-ahli ekologi menggunakan beberapa pendekatan untuk menentukan dominansi spesies
dalam komunitas. Salah satu yang paling umum digunakan adalah dengan cara menghitung
kerapatan, frekuensi dan dominansi relatif dari jenis-jenis yang diamati. Pendekatan seperti itu
seringkali disebut dengan analisis vegetasi. Analisis vegetasi adalah cara mempelajari
susunan (komposisi jenis) dan bentuk (struktur) vegetasi atau masyarakat tumbuh-tumbuhan.
Berbeda dengan inventarisasi hutan yang titik beratnya terletak pada komposisi jenis dan
potensi kubikasi pohon, analisis vegetasi memiliki cara sampling tersendiri. Pengambilan
contoh acak (random sampling) dalam analisis vegetasi hanya mungkin digunakan apabila
keadaan lapangan dan vegetasinya cenderung homogen. Dalam penelitian ekologi hutan,
pengambilan contoh secara sistematis (systematic sampling) dan bahkan purposive sampling,
lebih tepat dipakai. Pada dasarnya terdapat dua macam metode yang sering dilakukan dalam
analisis vegetasi yaitu metode dengan petak dan metode tanpa petak.
Metode petak atau kuadrat (quadrat sampling technique) terdiri atas beberapa cara yaitu: petak
tunggal, petak ganda, jalur/transek, dan jalur berpetak. Sedangkan metode tanpa petak dapat
dilakukan dengan cara kuadran, berpasangan, garis intersep, titik intersep, dan bitterlich. Cara
sampling dengan garis intersep dan titik intersep dilakukan untuk menganalisis vegetasi
tumbuhan bawah. Pemilihan metode analisis vegetasi tergantung pada tipe vegetasi, tujuan studi,
dan tentunya ketersediaan dana, waktu, tenaga dan kendala-kendala lain.

30
TUJUAN PRAKTIKUM
Tujuan praktikum ini adalah (1) untuk mengetahui struktur dan komposisi jenis pohon penyusun
suatu hutan, dan (2) untuk menentukan nilai kuantitatif refleksi penguasaan sumberdaya spesies-
spesies di dalam komunitas hutan.

BAHAN DAN ALAT PRAKTIKUM


Alat-alat yang diperlukan untuk penelitian ini adalah kompas, tali rafia, meteran, alat-alat tulis,
hagameter, dan phi band. Sedangkan bahan yang digunakan adalah vegetasi yang akan
ditentukan kemudian lokasinya.

PROSEDUR KERJA
Metode Analisis Vegetasi:
1. Metode Kuadrat
Yang dimaksud dengan penentuan nilai penting dengan metode kuadrat adalah penentuan nilai
penting melalui pengukuran tumbuh-tumbuhan pada sampel-sampel yang berbentuk kuadrat.
Sedangkan pengertian kuadrat adalah unit sampel berupa areal dengan luas tertentu. Kata kuadrat
mengandung arti bujur sangkar, dan pada awalnya memang petak-petak sampel untuk penelitian
ekologi sebagian besar berupa bujur sangkar.
Sekarang bentuk kuadrat bisa berupa empat persegi panjang dan lingkaran, di samping bentuk
awalnya yakni bujur sangkar. Istilah lain yang mempunyai arti yang sama dengan kuadrat adalah
plot. Di kalangan kehutanan biasanya digunakan istilah petak ukur. Metode kuadrat dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu petak tunggal dan petak ganda. Pada petak tunggal hanya
terdapat satu petak contoh yang dibagi kedalam beberapa sub petak yang kontinyu. Sedangkan
cara petak ganda terdapat banyak petak yang tersebar secara merata baik secara acak maupun
sistematis. Pada praktikum kali ini, yang kita lakukan adalah analisis vegetasi dengan cara petak
ganda.
Penempatan kuadrat/petak di lapangan dapat dilakukan secara acak maupun sistematis.
Penempatan kuadrat secara acak adalah sebagai berikut: areal yang akan diteliti dibagi
menjadi banyak petak (pembagian dilakukan di atas peta), luas satu petak sama dengan luas
kuadrat. Petak-petak tersebut kemudian diberi nomor urut. Kemudian, secara acak (dengan
cara diundi atau dengan menggunakan tabel acak) diambil sejumlah nomor, sesuai dengan
intensitas sampling yang dikehendaki. Setelah didapat sejumlah nomor kemudian dilakukan
pengukuran dan pencacahan di lapangan, yaitu di petak-petak yang nomornya terambil dalam
undian.
Penempatan kuadrat secara sistematis pada prinsipnya adalah penempatan kuadrat dengan
menggunakan pola tertentu. Salah satu contoh adalah penempatan kuadrat di sepanjang garis
transek, dengan jarak antara satu kuadrat dengan kuadrat lainnya telah ditentukan lebih
dahulu. Garis transek adalah garis yang memotong areal vegetasi yang akan diteliti.
Luas kuadrat tergantung pada tipe vegetasi yang akan diteliti. Vegetasi yang lebih besar
membutuhkan kuadrat yang lebih besar juga. Penentuan luas kuadrat dapat dilakukan dengan
dua cara. Cara yang pertama adalah berpedoman pada kebiasaan sebagai berikut : untuk
pohon-pohonan digunakan kuadrat yang berukuran 10 m x 10 m, untuk perdu dengan tinggi 3
31
meter ke bawah digunakan kuadrat berukuran 4 m x 4 m dan untuk herba digunakan kuadrat 1
m x 1 m. Aturan ini tidak baku. Setiap peneliti dapat melakukan modifikasi sesuai dengan
kondisi.
Cara penentuan luas kuadrat yang kedua adalah dengan teknik nested plot. Pada prinsipnya
teknik tersebut adalah sebagai berikut: pada mulanya dibuat kuadrat berukuran kecil, misalnya
2 m x 2 m, kemudian seluruh spesies yang ditemui dalam kuadrat tersebut dicatat. Setelah itu
luas kuadrat diperbesar dua kali dan tambahan spesies yang ditemui di kuadrat ini dicatat. Begitu
seterusnya sehingga akhirnya penambahan luas kuadrat tidak banyak menambah jumlah
spesies. Pedoman yang banyak digunakan adalah jika penambahan 10 % luas kuadrat hanya
menambah 5 % jumlah spesies, maka pembesaran dihentikan; luas kuadrat dianggap cukup.

Dengan melakukan teknik nested plot dan menggambarkan kurva spesies/areanya akan
diperoleh luas kuadrat.
Mueller-Dombois (1974) menyarankan bahwa teknik nested plot sebaiknya tidak dilakukan
untuk sampling pada analisis vegetasi kuantitatif (penaksiran kepadatan, penentuan frekuensi,
penentuan dominansi) di hutan tropis. Karena keanekaragaman spesies di hutan tropis sangat
tinggi maka penambahan luas sampel selalu menambah jumlah spesies yang ditemui. Untuk
hutan tropis diperlukan kuadrat yang sangat luas, jika teknik nested plot diterapkan. Teknik
nested plot dapat diterapkan untuk mengetahui struktur dan komposisi spesies suatu
komunitas.
a. Tentukan areal yang akan diteliti.
b. Tentukan bentuk kuadrat yang akan digunakan. Secara umum bentuk empat persegi
panjang lebih banyak dipakai karena adanya kecenderungan tumbuh-tumbuhan untuk
terdistribusi secara mengelompok.
c. Tentukan luas kuadrat. Untuk pohon luas minimal adalah 100 m2.
d. Tentukan cara penempatan kuadrat, sistematis atau acak. Dari sudut statistika penempatan
kuadrat secara acak lebih disukai, tetapi kurang praktis. Penempatan kuadrat secara
sistematis lebih mudah dilaksanakan dilapangan. Karena di dalam pengambilan sampel harus
ada unsur acak, sebaiknya digunakan metode gabungan antara sampling secara sistematis
dan acak, yang biasanya disebut metoda sampling secara sistematis dengan awal acak.
Contoh penerapan metoda tersebut adalah sebagai berikut :

32
Buatlah sejumlah garis transek yang memotong areal penelitian; setiap garis diberi nomor
urut (misalnya dari 1 sampai 4); dua dari empat garis transek tersebut akan dijadikan
tempat penempatan kuadrat; agar penyebaran kuadrat merata maka transek yang akan
diambil adalah transek no 1 dan 3 atau 2 dan 4; empat nomor tersebut kemudian diundi;
jika yang keluar 3 maka transek yang akan dijadikan tempat kuadrat adalah transek no 1
dan 3; transek no 1 dan 3 (atau 2 dan 4, tergantung hasil undian) dibagi menjadi beberapa
potong (segmen), panjang potongan sama dengan panjang kuadrat karena potongan garis
transek tersebut akan dijadikan salah satu sisi panjang dari kuadrat; dari semua potongan
dalam garis transek akan diambil setengahnya untuk dijadikan kuadrat, dengan pola
berselang-seling (jarak antar kuadrat pada satu garis transek adalah sama dengan panjang sisi
kuadrat); setiap potongan pada garis transek diberi nomor; kemudian diadakan undian untuk
mencari satu kuadrat yang akan dijadikan sampel. Setelah satu kuadrat terpilih, kuadrat
yang lain dipilih berdasarkan pola yang telah ditentukan.
Prosedur di atas hanyalah satu contoh metoda sampling secara sistematis dengan awal
acak. Contoh yang lain dapat dibuat. Pada prinsipnya metoda gabungan tersebut dilakukan
dengan tujuan agar sampling dapat dilakukan dengan mudah (karena letak kuadratnya
sistematis).
e. Tentukan jumlah kuadrat yang akan diteliti.
Jumlah sampel dalam sampling tergantung pada intensitas sampling yang dikehendaki ( 1
%, 2 %, 5 % 10 % atau lebih besar). Intensitas sampling tergantung terutama pada
ketersediaan dana dan waktu. Secara statistik dapat dicari intensitas sampling yang
minimal agar sample yang diteliti mewakili populasi, tetapi buku ini tidak membahas hal
tersebut. Bagi yang berminat mendalami hal itu dapat membaca buku-buku metoda
statistik.
f. Siapkan alat-alat kerja
g. Lakukan pengukuran di lapangan
Pada setiap kuadrat terpilih, catatlah setiap individu yang dijumpai, catat spesiesnya dan
ukur diameternya setinggi dada (untuk pohon dan tiang). Sedangkan untuk semai dan
pancang hanya mencatat jumlah individu dan jenisnya saja. Dalam praktikum kali ini
digunakan kriteria pertumbuhan sebagai berikut:
1. Semai: anakan pohon mulai kecambah sampai setinggi < 1.5 m
2. Pancang: Anakan pohon yang tingginya ≥ 1.5 m samapi diameter < 10 cm.
3. Tiang: pohon muda yang berdiameter 10 cm sampai < 20 cm.
4. Pohon: pohon dewasa berdiameter ≥ 20 cm.
33
Pengukuran diameter batang lebih praktis dilakukan jika digunakan phi meter, yaitu
sejenis meteran tetapi skalanya tidak meter tetapi phi (3.14 cm). Dengan phi meter hasil
pengukuran langsung menunjukkan diameter; kalau dengan meteran hasil pengukuran
menunjukkan keliling.
h. Lakukan penghitungan.
Setelah pengukuran di lapangan selesai dilakukan, data yang diperoleh diolah untuk
mendapatkan nilai penting suatu spesies dalam suatu komunitas. Untuk memudahkan
perhitungan dapat digunakan tabel-tabel.

Untuk perhitungan digunakan rumus-rumus sebagai berikut :


Jumlah individu sp esies A
Kerapatan absolute spesies A =
Jumlah kuadrat
Kerap atan sp esies A
Kerapatan relatif spesies A = x 100 %
Kerapatan seluruh spesies

Basal area sp esies A


Dominansi absolute spesies A = (untuk pohon dan tiang)
Luas kuadrat

Basal area = x D2
4
Dimana  = konstanta = 3.14
D = diameter

Luas p enutup an tajuk


Dominansi absolute spesies A = (untuk semai dan pancang)
Luas kuadrat

Dominansi sp esies A
Dominansi relative spesies A = x 100 %
Dominansi seluruh spesies

Kadang-kadang untuk semai, pancang dan tumbuhan bawah nilai dominansi tidak
dihitung.
Jumlah kuadrat y ang ada sp esies A
Frekuaensi absolut spesies A =
Jumlah seluruh kuadrat

Frekuensi absolut sp esies A


Frekuensi relatif spesies A = x 100 %
Frekuensi absolut seluruh spesies

Indeks Nilai Penting Spesies A =


34
Keapatan relatif Sp A + Dominansi relatif Sp. A + Frekuensi relative Sp. A

35
2. Metode Jalur atau Transek
Untuk mempelajari suatu kelompok hutan yang luas dan belum diketahui keadaan
sebelumnya, paling baik digunakan cara jalur atau transek. Cara ini paling efektif untuk
mempelajari perubahan keadaan vegetasi menurut keadaan tanah, topografi dan elevasi. Jalur-
jalur contoh dibuat memotong garis-garis topografi dan elevasi. Secara skematis, tekhnik
sampling metode jalur/transek dapat digambarkan:

Arah rintisan

D
C

B A

Jalur A (lebar 20 m) dengan petak-petak 20 x 20 m


Jalur B (lebar 10 m) dengan petak-petak 10 x 10 m
Jalur C (lebar 5 m) dengan petak-petak 5 x 5 m
Jalur D (lebar 2 m) dengan petak-petak 2 x 2 m atau 2 x 5 m
Nilai-nilai kerapatan, frekuensi dan dominansi dihitung dengan formula yang sama dengan
formula pada metode kuadrat.

3. Metode jalur/garis berpetak.


a. Merupakan modifikasi petak ganda atau cara jalur
b. Modifikasi petak ganda: melompat satu/lebih petak dalam jalur
c. Bentuk segi panjang, bujur sangkar, atau lingkaran
d. Dibuat petak-petak kecil dalam petak
e. Dapat pula kombinasi antara jalur dan garis berpetak
f. Jalur bersambung untuk pohon
g. Garis berpetak (melompat) untuk semai, pancang dan tiang

A
B

C D
36
A = petak contoh semai (2 x 2 m)
B = petak contoh pancang (5 x 5 m)
C = petak contoh tiang (10 x 10 m)
D = petak contoh pohon (20 x 20 m)

4. Metode Bitterlich
Dalam metode ini dipakai alat atau tongkat Bitterlich, yaitu sebatang tongkat kecil dengan
panjang 66 cm yang ujungnya dipasangi alat seng berbentuk bujur sangkar berukuran 2 cm x 2
cm. Dengan mengangkat tongkat setinggi mata, plat seng diarahkan ke pohon-pohon yang ada
disekelilingnya. Pohon yang tampak berdiameter lebih besar dan sama dengan sisi plat seng
itu, didaftar namanya dan diukur. Sedangkan pohon yang tampak berdiameter lebih kecil dari
sisi plat seng tidak masuk hitungan. Untuk tiap jenis ditentukan atau dihitung luas bidang
dasarnya dengan menggunakan rumus:
N
B=  2.3m 2 / ha dimana N adalah banyaknya pohon dari jenis bersangkutan, n adalah
n
banyaknya titik-titik pengamatan dimana jenis itu ditemukan dan 2.3 merupakan faktor bidang
dasar untuk alat tersebut.
Pohon dihitung

Pohon dihitung
66 cm
Pohon tidak dihitung

5. Metode kuadran
a. Tiap titik pengukuran terdapat empat kuadran
b. Tiap kuadran diukur satu pohon terdekat
c. Tiap pohon dicatat nama jenis, diameter, tinggi, dan jarak pohon dengan titik pengukuran
seperti terlihat pada gambar di bawah ini:

37
d1 d2 d6
d5
Garis kompas d4 d3 d8
d7

d1 +d2 +d3 + +dn n


Jarak pohon rata-rata (d) = dimana d1…dn = jarak masingmasing jenis
N = jumlah pohon
luas
Kerapatan seluruh jenis (KS) =
(Jarak pohon rata - rata) 2
10 000
Kerapatan seluruh jenis/ha (K/ha) =
(Jarak pohon rata - rata) 2

Kerapatan relatif (KR) = Jumlah p ohon suatu jenis 100%


Jumlah pohon semua jenis
Kerap atan relatif suatu jenis
Kerapatan (K) =  Kerapatanseluruh jenis
100

Dominansi = (Kerapatan dari suatu jenis x nilai rata-rata dominansi jenis itu) x rata-rata lbds per jenis

Dominansi relatif (DR) = Dominansi suatu jenis x100%


Dominansi seluruh jenis
Jumlah titik p engukuran ditemukan suatu jenis
Frekuensi (F) =
Jumlah seluruh titik

Frekuensi relatif (FR) = Frekuensi suatu jenis x100%


Frekuensi seluruh jenis
INP = KR + DR + FR

6. Cara berpasangan (random pair method)


• Tiap titik pengukuran diambil dua pohon yang bersebelahan dengan garis bersudut 90 o
dengan pohon pertama
• Diukur nama jenis pohon, diameter, tinggi dan jarak pohon pertama dengan pohon kedua.

38
Besaran-besaran yang dihitung:
d1 +d2 +d3 + +dn n
Jarak pohon rata-rata (d) = dimana d1…dn = jarak masingmasing jenis
n = jumlah pohon
Luas
Kerapatan dari seluruh jenis =
0.8  d
Luas bidang rata-rata yang ditempati suatu pohon = (0.8d)2
Besaran-besaran lainnya dihitung dengan formula yang sama dengan metode kuadran

Pohon kedua

Pohon pertama d2

90°
Garis kompas
Titik Pengukuran 90°
Pohon pertama
d1

Pohon kedua

39
LEMBAR KERJA

Lokasi : Nama :
Tanggal Pengamatan : NPM :
Kelompok/Regu :
Judul Praktikum :
Metode : Kuadrat

A. FORMULIR ISIAN
SEMAI
Ukuran Petak :
No. Petak Jenis Jumlah Individu Keterangan

PANCANG
Ukuran Petak:
No. Diameter Tinggi Keterangan
Jenis
Petak (cm) Total BC

TIANG
Ukuran Petak:
No. Diameter Tinggi Keterangan
Jenis
Petak (cm) Total BC

POHON
Ukuran Petak:
No. Diameter Tinggi Keterangan
Jenis
Petak (cm) Total BC

40
B. PENGHITUNGAN INP
Semai
K KR
No Jenis F FR (%) INP (%)
(ind/Ha) (%)

Pancang
K KR
No Jenis F FR (%) INP (%)
(ind/Ha) (%)

Tiang
K KR D DR INP
No Jenis F FR (%)
(ind/Ha) (%) (%) (%)

Pohon
K KR D DR INP
No Jenis F FR (%)
(ind/Ha) (%) (%) (%)

C. PEMBAHASAN

Mengetahui Asisten :
Tanggal :
41
DAFTAR PUSTAKA

Begon, M., JL Harper, CR Townsend. 1990. Ecology: Individuals, Populations and


Communities. 2nd edition. Blackwell Scientific Publications. London.

Binkley, D. 1986. Forest Nutrition Mangement. John Willey & Sons, Inc. New York

Crawley, MJ (ed). 1986. Plant Ecology. Blackwell Scientific Publications. London.

Kormondy, E.J. 1984. Concepts of ecology. Prentice Hall Inc. New Jersey.

Krebs, CJ. 1984. Ecology: The experimental analysis of distrubution and abundance. Harper
and Row Publisher. New York.

Kusmana dan Istomo. 2003. Penuntun praktikum ekologi hutan. Lab. Ekologi Hutan Fahutan
IPB.

Ludwig, J.A dan J.F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology: A Primer methods and computing.
John Wiley & Sons. New York.

Mattjik, A.A. dan M. Sumertajaya. 2000. Perancangan percobaan dengan aplikasi SAS dan
Minitab. Jilid 1. IPB Press. Bogor. 326 pp.

Odum, E.P. 1983. Basic ecology. Saunders College Publishing. Philadelphia.

Soerianeagara, I dan A. Indrawan. 1998. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi


Fahutan IPB.

Tarumingkeng, R.C. 1994. Dinamika Populasi: Kajian ekologi kuantitatif. Purtaka Sinar
Harapan. Jakarta

42

Anda mungkin juga menyukai