Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH BIMBINGAN DAN KONSELING

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Wawasan Kependidikan

DISUSUN OLEH

Kadek Adi Putra Sanjaya (2211011037)


Made Bagus Dwitya Astawa Putra (2211011016)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
GANESHA 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Atas anugrah beliau, Kami
selaku mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling dapat
menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul "Makalah Strategi Membangun
dan Mengembangkan Karakter Anak" dengan tepat waktu. Makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas Mata kuliah Wawasan Kependidikan. Selain itu,
makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan mengenai sebuah Hakikat
pendidikan, strategi membangun karakter anak dan mengetahui teori-Teori
yang mendukung moral dan keagamaan.
Pada kesempatan ini Kami ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Ibu Dr. Putu Ari Dharmayanti, S.Pd., M.Pd selaku dosen
pengampu dari Mata Kuliah Wawasan Profesional Bimbingan dan Konseling.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada semua pihak-pihak yang telah
membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Dengan kesempatan
yang baik ini Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah ini.

Singaraja, 20 September 2022

Penyusun,

( )

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii

BAB I.................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 2

1.3 Tujuan ................................................................................................... 2

1.4 Manfaat.................................................................................................2

BAB II ................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ................................................................................................ 3

2.1 Strategi membangun dan mengembangkan karakter anak .......................... 3

2.2 Hakikat Pendidikan karakter .................................................................... 3

2.3 Teori-teori yang mendukung moral dan keagamaan ................................ 4

2.4 Strategi pengembangan nila karakter anak SMP dan SMA.....................8

BAB III ............................................................................................................... 10

PENUTUP .......................................................................................................... 10

3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 11

3.2 Saran ......................................................................................................... 11


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... ............12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Strategi membangun dan mengembangkan karakter anak merupakan suatu
upaya yang relavan atau dengan dasar yang kuat. Dasar yang dimaksud merunjuk
pada nilai-nilai atau teori-teori yang mendukung moral dan keagamaan dan
nilai-nilai karakter seorang anak. Dalam keagamaan dikembangkan nilai-nilai
luhur yang akan dikembangkan di lingkungan tempat anak itu tumbuh dan
berkembang para peserta didik.
Pada karakter seseorang anak belum bisa mengetahui apa yang akan
dilakukan dan apa yang akan di strategikan untuk membangun karakter dirinya
sendiri. Jadi untuk mengetahui karakter anak tersebut kita sebagai pendidik
harus mempunyai strategi masing-masing untuk membangun nilai nilai karakter
anak di bangku SMP dan SMA.
Pengembangan dan pembentukan karakter anak dimulai dari bangku sekolah
dan keluarga. Salah satu area pembelajaran bagi anak di bangku sekolah adalah
pembelajaran ilmu sosial yang berupaya mengembangkan kemampuan siswa dalam
memahami individu dan kelompok yang hidup bersama dan berinteraksi di dalam
lingkungan. Selain itu, para siswa dibimbing untuk mengembangkan rasa bangga
terhadap warisan budaya yang positif, kritis, antisipatif, dan selektif terhadap yang
negatif, serta memiliki kepedulian terhadap keadilan sosial, proses demokrasi, dan
kelanggengan ekologis. Siswa dilatih dan dibiasakan agar mampu melakukan dan
menerapkan bagaimana manusia berinteraksi antara sesama manusia dan
lingkungan, sekaligus berperan secara aktif dalam menciptakan keharmonisan,
keselarasan, dan keseimbangan.

1
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini :
1. Apa Strategi membangun dan mengembangkan karakter anak?
2. Apa Hakikat pendidikan Karakter ?
3. Apa Saja Teori-Teori yang mendukung moral dan keagamaan ?
4. Apa Saja strategi pengembangan nilai-nilai karakter anak di bangku SMP dan
SMA?

1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk:
1. Diketahuinya st r at egi membangun dan mengembangkan karakter
anak.
2. Mengetahui Teori-Teori yang mendukung moral dan keagamaan.
3. Diketahuinya Bagaimana mengembangkan nilai-nilai karakter anak.

1.4 Manfaat
Hasil dari penulisan makalah ini diharapkan memberikan manfaat sebagai
berikut :
1. Makalah ini dapat diharapkan menjadi salah satu acuan mengenai
Materi tentang Strategi membangun dan mengembangkan karakter
anak.
2. Dengan adanya makalah ini, banyak individu yang dimudahkan dalam
mencari sumber-sumber materi untuk mengisi penelitian-penelitian
yang akan dibuat

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Strategi Membangun Dan Mengembangkan Karakter Anak

Strategi peningkatan atau membangun dan mengembangkan karakter


anak harus dipelajari dengan sunguh sunguh dimana proses mengembangkan
karakter anak sangat sulit untuk dipelajari, dengan adanya strategi
pembangunan karakter anak ini dapat dilakukan dengan memuat nilai nilai
karakter dalam semua aspek pelajaran yang diajarkan di lingkungan
rumah,masyarakat,agama,dan di sekolah.
Strategi membangun dan mengembangkan karakter anak dapat dilaksanakan
melalui integrasi pendidikan karakter didalam pembelajaran sehari-hari.
Keteladanan prilaku guru juga termasuk strategi dan kunci keberhasilan untuk
membangun dan mengembangkan karakter anak. Hubungan interaksi antar guru
dengan siswa, guru dengan orangtua/wali siswa, guru dengan semua elemen
yang ada di sekolah sangat dipengaruhi oleh tingkah lakuh guru
tersebut.Bersikap ramah, disukai oleh siswa, penuh kasih, jujur, cerdas,
penyayang melalui interaksi pembelajaran di dalam kelas maupun diluar kelas.
Dalam hal ini , kita sebagai seseorang pendidik harus memahami karakter
anak tersebut, dimulai dari gerak gerik anak tersebut dan cara berbicaranya dan
sikap yang dikelurkan oleh anak tersebut, dari situlah kita tahu bagaimana cara
kita untuk membuat strategi untuk mengembangkan karakter anak tersebut, jadi
dengan demikian supaya anak tersebut mau megembangkan karaternya kita
sebagai perantara harus bisa memberikan energi positif dengan cara lewat pujian
dan kritikan dan dalam membangun karakter anak bahwa pendidikan karakter
adalah gerakan nasional menciptakan sekolah yang mendorong etika,
bertanggung jawab dan peduli dengan pemodelaan dan mengerjakan karakter
yang baik melalui penekanan pada nilai-nilai universal. Dalam pelaksanaannya
bertujuan untuk menananmkan pada siswa nilai-nilai etika seperti merawat,
kejujuran, tanggungjawab, keadilan, dan menghormati diri sendiri dan orang
lain.

2.2 Hakikat Pendidikan Karakter

Hakikat Pendidikan karakter didefinisikan sebagai pengajaran yang dirancang


untuk mendidik dan membantu siswa dalam mengembangkan nilai-nilai
kewarganegaraan dasar dan karakter, etika pelayanan dan masyarakat sekitarnya,
memperbaiki lingkungan sekolah dan prestasi belajar siswa. Program ini dapat
mencakup pengajaran dan kepercayaan termasuk kejujuran, integritas, keandalan
dan kesetiaan, hormat termasuk memerhatikan orang lain, toleransi dan sopan
3
santun, tanggung jawab, termasuk kerja keras, kemandirian ekonomi,
akuntabilitas, ketekunan, dan pengendalian diri dan keadilan termasuk keadilan
sebagai konsekuensi dari perilaku buruk, prinsip-prinsip nondiskriminasi dan
kebebasan dari prasangka; peduli termasuk kebaikan hati, empati, kasih sayang,
pertimbangan, kemurahan hati dan amal; dan kewarganegaraan termasuk cinta
negara, perhatian terhadap kebaikan bersama, rasa hormat kepada ooritas dan
hukum dan pola pikir masyarakat.
Hakikat Pendidikan karakter merupakan pilar utama dalam menciptakan
karakter seseorang melalui pendidikan. hakikat pendidikan karakter ini yaitu
pendidikan seharusnya menjadi bagian aktif dalam mempersiapkan kualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang berpendidikan dan mampu menghadapi
tantangan zaman, karena pendidikan karakter merupakan salah satu sistem
penyematan nilai karakter untuk semua warga masyarakat melalui pendidikan
formal atau informal, yang mana mencakup pengetahuan, kesadaran, kemauan,
dan tindakan untuk melaksanakan keseluruha, dan dalam hakitat karakter ada nilai
yang terkandung dalam pendidikan karakter yaitu Religius, jujur, toleransi,
disiplin, kerja keras, mandiri, kreatif, demokratis, patriotisme, rasa ingin tahu,
persahabatan, cinta damai, suka membaca, melestarikan lingkungan, kepedulian
sosial, mengenali keunggulannya, rasa hormat dan tanggung jawab. Dari nilai
tersebut terdapat ada empat nilai yang bersinergi dengan nilai multikultural yaitu
toleransi, demokrasi, saling menghormati, dan damai. dan bersinabung dan juga
bisa membangun karakter anakan untuk mencapai pendidikan karakter (secara
luas dalam bidang pendidikan).

2.3 Teori-Teori Yang Mendukung Moral Dan Keagamaan

Teori-teori ini adalah struktur pemikiran keagamaan karena berubah dari


waktu ke waktu, Moral dan keagamaan adalah kemampuan individu untuk
bersikap dan bertingkah laku, Agama telah mengajarkan nilai-nilai positif yang
bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat serta lingkungan di sekitar kita.
Adapun Teori-Teori yang mendukung moral dan keagamaan yang paling
terkenal di antara teori-teori ini adalah teori Elkind, Goldman, Fowler, dan
Oser. Teori-teori ini memiliki kesamaan bahwa pemikiran keagamaan, dalam
hubungannya dengan bidang pemikiran lainnya, bergerak dari sesuatu yang

4
konkret dan keyakinan literal di masa kanak-kanak ke pemikiran keagamaan
yang lebih abstrak di masa remaja.
Teori-teori perkembangan keagamaan yang dielaborasi oleh Elkind, Fowler,
dan Oser, serta perspektif teoritis keterikatan Kirkpatrick tentang
perkembangan perbedaan individu dalam agama. Berikut akan dijelaskan
beberapa teori tentang mendukungnya agama dan moral yaitu:
1) Studi Elkind tentang Mendukung agama
Pada masa remaja dan dewasa, individu-individu memahami bahwa setiap
agama yang berbeda memiliki keyakinan dasar yang berbeda, termasuk
keyakinan yang berbeda tentang sifat Allah (atau para dewa) dan manusia, dan
hubungan antara keduanya yang diungkapkan melalui ibadah, doa, dan
kegiatan kehidupan sehari-hari. Ketika remaja dan dewasa mereka lebih sadar
dalam beragama dan beribadah, patuh terhadap perintah-perintah di dalam
agama mereka dan menganggap agama penting dalam kehidupan mereka.
Elkind pada tahun (1964; 1970) dalam artikelnya menemukan bahwa
pemahaman seperti itu tentang kepercayaan dan praktik keagamaan tidak hadir
pada anak-anak, tetapi lebih berkembang di masa kanak-kanak. Elkind
menyatakan bahwa ada tiga tahap perkembangan agama di masa kanak-kanak
dan remaja yang sejajar dengan tahap pra-operasional, operasional konkret,
dan operasional formal perkembangan kognitif yang dijelaskan oleh Piaget.
2) Teori pengembangan Iman Fowler
Fowler mengembangkan teori pengembangan iman seperti teori Elkind,
mencakup serangkaian tahapan yang sebagian besar mengikuti teori tahap
perkembangan kognitif Piaget. Teori ini juga sangat dipengaruhi oleh teori
psikososial Eric Erikson tentang pengembangan identitas ego. Sebagaimana
didefinisikan oleh Fowler, Iman adalah proses dinamis dari komitmen yang
memusatkan kepercayaan dan kesetiaan kita, ketergantungan dan kepercayaan
diri pada realitas kehidupan. Fowler menyarankan bahwa iman berkembang
dalam konteks hubungan antar pribadi, dan kapasitas dan kebutuhan akan iman
adalah sifat bawaan manusia. Iman mencakup iman religius, tetapi iman juga
dapat mencakup kepercayaan dan kesetiaan pada pusat nilai termasuk
keluarga, negara, dan lainnya.

5
3) Teori Oser
Teori Oser berfokus pada pengembangan penilaian agama. Oser
mendefinisikan penilaian agama sebagai alasan yang menghubungkan realitas
sebagai pengalaman dengan sesuatu di luar realitas yang berfungsi untuk
memberikan makna dan arah tujuan hidup (Bridges & A.Moree, 2002). Oser
sangat tertarik pada perubahan perkembangan dalam penjelasan yang dimiliki
anak-anak dan orang dewasa untuk pengalaman, baik pribadi maupun yang
diamati, yang tampaknya bertentangan dengan kepercayaan agama. Oleh
karena itu penilaian agama melibatkan jawaban yang ditemukan oleh individu
untuk mereka sendiri yang mendamaikan iman agama dan kenyataan yang
tampaknya bertentangan dengan iman itu.
Oser menggambarkan lima tahap dalam pengembangan penilaian agama, tiga
diantaranya merupakan tahap-tahap penalaran yang dicapai pada masa kanak-
kanak dan remaja, dan yang keempat berkembang dalam minoritas individu di
masa remaja. Tahap 1, pandangan anak-anak tentang Tuhan sangat konkret dan
literal. Tuhan dilihat sebagai terlibat langsung dalam peristiwa sehari-hari di
dunia, sebagai penyebab semua peristiwa dan sebagai menciptakan semua hal.
Tuhan harus dipatuhi karena ketidaktaatan membawa hukuman langsung,
seperti kecelakaan atau sakit. Pada saat yang sama, individu dipandang
memiliki pengaruh minimal terhadap Tuhan. Bentuk penilaian religius ini
sejajar dengan tahap paling awal dari penalaran moral pra- konvensional
seperti yang dijelaskan oleh Colby dan Kohlberg (1987), di mana hukum dan
peraturan harus dipatuhi terutama untuk menghindari hukuman.
Pada tahap 2 dan 3, anak-anak dan remaja yang lebih tua memandang Tuhan
dengan cara yang kurang menghukum. Tuhan dapat dipengaruhi oleh perilaku
baik seorang individu, dengan doa, dan kepatuhan pada ritual dan praktik
keagamaan. Terlihat sebagai bukti dalam kehidupan yang sehat dan bahagia,
murka Tuhan atas kegagalannya untuk campur tangan di saat terjadi
perselisihan. Pada saat yang sama, Tuhan juga dipandang lebih kecil
kemungkinannya untuk campur tangan secara konkret dan langsung dalam
urusan manusia.
Pada tahap 4 dan 5, individu yang mempertahankan iman dapat kembali
kepada Tuhan sebagai pencipta akhir yang merupakan sumber kebebasan dan
kehidupan, dan yang keberadaannya membuat hidup bermakna. Teori Oser
6
tidak menyarankan bahwa semua penilaian agama yang diperlihatkan oleh
seorang individu akan selalu berada pada tahap yang sama, atau bahwa semua
individu pada usia yang sama akan menunjukkan tingkat penilaian agama yang
sama.
4) TeoriKirkpatrick
Kirkpatrick mengusulkan bahwa kepercayaan dan praktik keagamaan individu
dipengaruhi oleh orang tua mereka, dan kualitas hubungan ikatan orangtua-
anak. Menurut Kirkpatrick (Bridges & A.Moree, 2002) anak-anak yang
hubungan dengan orang tuanya aman cenderung untuk mengadopsi
kepercayaan agama orang tua mereka. Lebih lanjut, berdasarkan pada teori
kelekatan, Kirkpatrick menyarankan bahwa hubungan individu dengan Tuhan
dapat dianggap sebagai hubungan kelekatan. Seperti halnya hubungan
kelekatan yang dibangun antara pengasuh dengan bayi, diharapkan akan sangat
mempengaruhi karakteristik kualitas hubungan dengan Tuhan.
Hubungan yang baik dengan orang tua yang beragama, dapat ditiru oleh anak
bagaimana orang tua mereka beragama dengan tingkat religiusitas yang tinggi
dan kepercayaan pada Tuhan. Begitu sebaliknya hubungan yang tidak aman
dengan orang tua, akan membuat anak atheis dan meragukan kepercayaan
mereka pada Tuhan. Pada masa remaja atau dewasa, seseorang dapat beralih
ke hubungan pribadi dengan Tuhan dalam upaya untuk mendapatkan
keamanan yang tidak tersedia bagi mereka dari hubungan keterikatan awal
mereka
5) Penilaian moral oleh Piaget
Didalam karya klasik Piaget (Crain, 2014:193), The Moral Judgment of Child
(1932), Piaget memberi perhatian khusus kepada cara anak memahami aturan
permainan marbel. Piaget mengamati bagaimana cara anak-anak memainkan
permainan itu sesungguhnya, dan dia menemukan bahwa antara usia empat
sampai tujuh tahun, anak-anak bermain dengan cara egosentris. Mereka tidak
mengerti menang dan kalah, bahkan mereka akan berkata satu sama lain “aku
menang dan kamu menang juga.” Namun setelah usia tujuh tahun, anak-anak
mulai berusaha mengikuti aturan umum permainan dan berusaha menang
menurut aturan-aturan tersebut.
Piaget meneliti pemikiran anak-anak tentang aturan. Dititik ini Piaget
menemukan bahwa anak-anak selama beberapa tahun sampai usia 10 tahun
7
percaya bahwa aturan sudah baku dan tidak bisa diubah. Jika aturan diubah
maka permainannya harus berubah juga. Setelah usia 10 tahun lebih, anak-anak
jadi lebih relatif terhadap aturan. Aturan dilihat sebagai cara-cara yang sama
disetujui untuk memainkan permainan. Mereka tidak lagi melihat aturan
sebagai hal yang baku, dan mereka menyatakan bahwa aturan bisa dirubah
selama setiap orang di dalam permainan setuju.
Konsepsi yang berbeda-beda tentang aturan ini mengisyaratkan dua sikap
moral mendasar yaitu heteronomi moral dan otonomi moral (Crain, 2014:194).
Heteronomi moral adalah sebuah kepatuhan yang kaku terhadap aturan-aturan
yang dipaksakan orang dewasa, anak berasumsi bahwa terdapat sebuah
hukuman yang mesti mereka ikuti. Moralitas kedua, yaitu berasal dari anak
yang lebih tua usianya yang disebut otonomi moral. Moralitas ini menganggap
aturan-aturan yang dibuat untuk kesetaraan demi kerja sama yang baik yang
memungkinkan individu bersikap dan berprilaku sesuai control dirinya. Piaget
percaya kalau heteronomi moral terikat pada egosentrisme, anak-anak
memandang aturan dari perspektif tunggal, yaitu perspektif orang dewasa yang
berkuasa atas dirinya. Sebagai suatu bentuk egosentrisme, heteronomi moral
baru bisa ditaklukkan sekitar usia 10 tahun atau lebih. Piaget mengingatkan
bahwa heteronomi adalah suatu bentuk pikiran egosentris dari anak. Anak-
anak perlu terlibat di dalam hubungan yang baik dengan bermain bersama
teman-teman sebayanya.

2.4 Strategi pengembangan nilai karakter anak di bangku SMP dan SMA

Nilai Karakter adalah prilaku seseorang yang membedakan satu dengan


orang lainnya sebagai hasil proses interaksi seseorang dengan lingkungannya.
Jadi sangat susah untuk membangun nilai-nilai karakter pelajar SMP dan
Pelajar SMA, dikarenakan sudah terjerumus dalam lingkungan yang salah dan
faktor pertemanan atau pergaulan bebas. Jadi dengan adanya pendidikan
karakter mewadahi generasi generasi yang unggul yang bisa bersaing dengan
keadaan globalisasi ini. Dengan demikian kita sebagai calon guru yang harus
mempunyai Strategi pembangunan nilai-nilai karakter untuk mengubah jalan
pemikiran peserta didik agar lebih baik.

8
Jadi untuk mengembangkan nilai-nilai karakter anak di bangku sekolah
SMP dan SMA harus pempunyai Strategi atau pola pembentukan karakter di
lingkungan sekolah yang harus benar-benar maksimal dan berjalan sesuai
dengan harapan Teori teori moral dan keagamaan yaitu mencerdaskan
kehidupan individu dan mengembangkan manusia yang moral dan mempunyai
keagamaan seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tentunya
ini bukan pekerjaan yang mudah, oleh karena itu kita sebagai pendidik harus
memiliki strategi yaitu: (1) Pengajar harus bisa menjadi cobtoh peserta dengan
dasar pembentukan karakter peserta didik sebelum terjun di masyarakat. (2)
Pendidik juga harus ikut dapat menerapkan tata tertib, aturan dan disiplin
sebagaiman mestinya agar bisa menjadi contoh untuk peserta didik. (3)
pengajar harus dapat menjadi tempat berlindung dari gangguan-gangguan yang
dapat mengancam anak, baik ancaman dari sesama teman maupun ancaman
dari luar sekolah. (4) pengajar harus dapat memberikan bekal ketrampilan dan
keahlian sesuai dengan bakat minat siswa. (5) pengajar harus dapat
memberikan empati dan kasih sayang terhadap sesama. (6) Pengajar harus bisa
dapat mewariskan nilai-nilai luhur budaya bangsa. Apabila itu dilakukan
dengan baik maka anak didik ketika lulus dari bangku sekolah SMP maupun
SMA akan menjadi manusia yang baik, memiliki ketrampilan, toleransi, dan
dapat mengembangkan bakat yang dimiliki sesuai dengan kemampuannya.
Jadi Peran guru dan warga sekolah dalam pembentukan karakter siswa
sangat penting untuk membangun karakter Siswa tersebut. Guru adalah orang
tua kedua setelah di rumah. Sebagaimana layaknya orang tua, guru harus
mempunyai strategi untuk menunbuhkan atau mebangun karakter anak dengan
cara memperlakukan peserta didik sebagaimana anaknya sendiri. Tidak boleh
ada diskriminasi, perlakuan kasar, maupun kata-kata yang dapat menyakitkan
hati anak. Seorang pengajar harus menjadi contoh dan tauladan bagi peserta
didik. Sepatutnya guru harus menghindarkan hal-hal sebagai berikut: guru
mengajarkan rajin atau disiplin tapi gurunya sendiri sering terlambat, guru
mengajarkan toleransi terhadap sesama tapi gurunya tidak punya kepedulian
terhadap anak didik, guru mengajarkan hidup sederhana tapi gurunya sendiri
9
hidup mewah, guru mengajarkan kelembutan dan kasih sayang tapi gurunya
sendiri kasar terhadap anak didik, guru mengajarkan kebersihan tapi guru tidak
pernah mengingatkan ketika ada sampah di kelas. Itulah beberapa hal yang
mungkin masih kita temukan di beberapa sekolah.
Figur sebagai seorang pendidik tidaklah mudah, karena guru memiliki
peran ganda dalam mendidik anak. Di satu sisi guru dituntut mendidik
keluarganya sendiri dengan segala persoalannya tetapi di sisi lain guru juga
harus berperan sebagai pendidik di sekolah. Dua peran ganda ini tidak boleh
saling tumpang tindih (Overlaping), apabila guru sedang menghadapi
persoalan keluarga di rumah jangan sampai dibawa ke sekolah, begitu juga
ketika guru memiliki persoalan di sekolah jangan sampai di bawa ke rumah
karena apabila hal itu tidak bisa dihindarkan maka yang terjadi adalah
pelampiasan emosi karena penempatan persoalan yang tidak pada ruangnya.
Guru tidak hanya sekedar mengajar saja tapi bagaimana seorang guru bisa
membuat strategi untuk pembangunan nilai-nilai karakter dan memberikan apa
yang terbaik bagi anak didiknya. Dan strategi yang baik untuk
mengembangakan karakter anak yanitu dengan Seni di dalam mengelola
permasalahan sangat diperlukan oleh guru karena bukan tidak mungkin guru
setiap waktu pasti dihadapkan dengan berbagai persoalan dari peserta didik.
Mulai dari persoalan di dalam kelas pada saat proses pembelajaran maupun
persoalan di luar kelas.
Membangun karakter peserta didik di lingkungan sekolah tidaklah mudah,
perlu dukungan semua pihak dari seluruh warga sekolah baik guru, tata usaha,
kepala sekolah, maupun dari pihak lain sebagainya. Tenanga pengajar harus
berupaya membuat strategi menciptakan budaya karakter yang diinginkan.
Proses penanaman nilai-nilai budaya dalam rangka pembentukan karakter
peserta didik tidak bisa berjalan secara instan. Perlu dibiasakan, perlu
kesabaran, dan yang lebih penting adalah komitmen bersama untuk
membangun budaya karakter yang baik pada peserta didik.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan karakter merupakan salah satu opsi yang harus dioptimalkan
dalam sistem pendidikan di Indonesia. Hal ini yang menjadi dasar adalah
bahwa makna pendidikan adalah proses memanusiakan manusia. Artinya
manusia sebagai mahluk tuhan harus mempelajari atau di bekali tentang
moral dan keagamaan, Pendidikan karakter disamakan definisinya dengan
pendidikan nilai, pendidikan moral, pendidikan religius, atau pendidikan
budi pekerti. Istilah ini makin mengemuka ketika berbagai permasalahan
muncul sebagai akibat dari kegagalan dari pendidikan di Indonesia.
Jadi dengan demikian Untuk menuhi hakikat pendidikan berkarakter
dan mendukung teori-teori moral dan keagamaan sebagai seorang pendidik
harus mempnyai strategi untuk membangun dan mengembangkan karakter
anak. Jadi guru harus benar-benar Mempunyai strategi yang matang untuk
pembentukan atau pembangaun karakter anak dengan menerapkan prinsip
“Tutwuri Handayani” maka pembentukan karakter di sekolah anak SMP
dan SMA Astungkara akan terwujud, sehingga tidak lagi kita jumpai
pelajar-pelajar yang bringas, arogan, anarkis, dan terlibat krimanal. Tentu
ini adalah harapan Pembuatan Makalah ini dari Kami bagaimana
menciptakan generasi-generasi emas di masa yang akan datang sehingga
dapat membawa bangsa ini ke arah kemajauan sejajar dengan negara-
negara maju lainnya di dunia.

3.2 Saran
Tentunya kami sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas
masih banyak terdapat kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Nantinya,
Kami mengharapkan panduan dari berbagai sumber dan kritik yang
membangun dari pembaca untuk segera memperbaiki struktur makalah yang
telah saya susun ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Adnan, D. H. (2020). SOSIOLOGI AGAMA : MEMAHAMI TEORI DAN PENDEKATAN.


Darussalam Banda Aceh: Ar-rairy Press.
Dr. Hj. Fory A. Naway, M. (2016). STRATEGI PENGELOLAAN PEMBELAJARAN.
Gorntalo: Ideas Publishing.
Dr. Zubaedi, M. (2011). Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: KENCANA PRENADA
MEDIA GROUP.
Hadisi, L. (2015). PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI. Jurnal AI-
Ta`dib, 51-63.
Liza Savira, S. R. (2019). PERKEMBANGAN NILAI AGAMA DAN MORAL SISWA
USIA DASAR. Perkembangan moral, 126-156.
Wutsqa, A. U. (2021). HAKIKAT PENDIDIKAN.
https://Journal.unismush.ac.id/index.php/alurwatul, 15-22.

12

Anda mungkin juga menyukai