Anda di halaman 1dari 2

DETIK DETIK MENJELANG AKHIR LAJANG 

   

 
Hari hari kian merayap pada satu titik, jam berganti, menit menit saling berkejaran
hingga terhitung detik demi detik. Adalah salah satu karakteristik waktu yang sedemikian
cepatnya beranjak, menyisakan kenangan dan menorehkan beragam takdir kehidupan.
Saya tidak sedang menghitung hari, tetapi saya sedang meresapi waktu yang bergeser
menjelang akhir masa lajang saya. Saya resapi dalam-dalam untuk memaknai dengan
lekat setiap detik yang berpindah ke detik selanjutnya. Saya tak kuasa menahan lajunya
waktu, untuk sebentar saja memberikan saya kesempatan menikmati sedikit lagi masa
lajang saya.

Bukan bukannya saya tidak bahagia dengan kado sebuah pernikahan yang Allah
anugerahkan pada saya. Ini adalah kado terindah dalam hidup saya. Saya hanya
sedang membuat ‘pesta kecil dalam benak saya untuk pergantian status ini.
Hmmm Status lajang menjadi seorang istri (ciee..). Menghadirkan kembali penggalan
kisah kehidupan saya sebelum melangkah ke sebuah gerbang bernama rumah tangga,
mengambil sebanyak banyaknya hikmah dari semua kejadian yang berhasil saya lewati.
Tidak pernah menyangka akhirnya saya bisa melewati masa masa yang sulit, ujian
terhadap kesabaran dan keistiqomahan saya. Sungguh janji Allah itu sudah pasti
kebenarannya. Betapapun perihnya saat berbagai ujian itu datang silih berganti,
semuanya telah terlewati, dengan izin Allah.

Sekian tahun menjadi lajang, cukupkah mendewasakan saya? Ternyata tidak, proses
pendewasaan itu akan terus berlanjut, apapun status kita., karena kehidupan
hakakekatnya adalah proses pembelajaran, supaya kita bisa survive menghadapi
apapun. Hanya saja, pengalaman hidup ketika lajang, saya harap bisa dijadikan sebagai
bagian dari proses itu. Saya sadar, kehidupan saat lajang pasti akan sangat berbeda
dengan kehidupan ketika berumah tangga. Kewajiban dan tanggung jawab akan
bertambah, ujian pun akan sangat berbeda. Dan perahu yang saya kayuh pun kini punya
seorang nahkoda, seorang partner dakwah yang mendampingi hari-hari saya
selanjutnya. Bersama menghadapi badai dan gelombang yang sewaktu waktu akan
menghampiri pelayaran ini. Berjuang bersama meraih jannah. Ketika saya sudah
melewati ujian-ujian ketika lajang, bukan berarti saya bisa berteriak bebaaaaas, justru
dalam sebuah pernikahanlah medan ujian sesungguhnya bagi kedewasaan saya dalam
menghadapi berbagai masalah.

Menikah bukanlah prestasi, bukan juga saatnya untuk berbangga diri atau sekedar
terjebak dalam romantisme sepasang manusia yang terbungkus indahnya mitsaqon
gholizho. Saya sadar saya sedang menggerakan kaki saya untuk melangkah di sebuah
“dunia lain Dunia penuh warna yang sebagian warna-warnanya tidak saya jumpai
ketika saya masih lajang. Kini saya sedang berada di depan gerbangnya, saya kuatkan
pijakan kaki saya dan menopang kokoh dagu saya untuk tidak menoleh ke belakang.
Saya hanya ingin menatap lurus ke depan, biarlah jejak-jejak langkah yang pernah saya
toreh di masa lajang tetap berada di belakang saya. Saya hanya ingin mengambil
beberapa serpihan hikmah untuk saya jadikan bekal dalam memasuki dunia baru ini.

Detik-detik ini akan segera berlalu, dan detik detik selanjutnya akan saya temui. Lajang
atau menikah bukan ukuran terhadap kualitas diri. Saya tetap harus terus, terus dan
terus memperbaiki diri, karena Allah tidak pernah melihat seseorang dari status, DIA
hanya melihat ketakwaan kita padaNYA. DIAlah yang akan menyaksikan apakah
pernikahan ini akan membuat saya semakin dekat denganNya atau justru menjauh
dariNya.

Di detik-detik terakhir menjelang akhir lajang ini, saya merasakan sepenuh cinta yang
Allah berikan kepada saya dan kehidupan saya. Meski sadar ibadah seumur hidup pun
tak kan mampu membalasnya, tapi saya ingin memberikan cinta terbaik yang saya miliki
untuk NYA dan untuk orang-orang yang mencintaiNYA dengan sepenuh hati. Selamat
tinggal dunia lajang, insya Allah saya siap menyambutmu wahai dunia baru.

Anda mungkin juga menyukai