Anda di halaman 1dari 2

Berdialog memutus resah

Setelah sekian tahun kita menjalani hubungan ini. Berbagai kisah yang telah berlalu. Aku tidak pernah
mengerti bagaimana kisah ini berjalan begitu panjang. Bahkan sejauh pengalaman kisahku bersamamu
adalah catatan terjauh yang telah ku lalui.

Jalan terjal dan berliku menjalani hubungan denganmu. Berapa masalah besar yang memaksamu
meneteskan air mata. Hingga tidak disadari kita dapat sejauh ini melangkah bersama. Meskipun masa
depan tidak pernah kita ramalkan. Tentu takdir tuhan selalu kita coba kaitkan logika.

Bahkan diantara aku dan kamu tidak pernah ingat kapan saling terikat. Mengucapkan janji menjadi
sepasang kekasih. Semua berjalan dengan semestinya. Rasa percaya berkomitmen saling bersama
seperti itu hubungan terbangun. Saling terjerat tanpa merasa dikekang menjali hubungan. Hubungan
yang begitu ideal dalam bayanganku.

Tantangan terberat tetap bersamamu membiarkanmu tetap menjalin dekat meski kalian tak lagi
sepakat. Meskipun aku mencoba tegar membiarkanmu bebas. Kerelaanku tidak pernah benar iklas saat
kamu tetap bersamanya. Kadang aku tetap mencoba peracaya padamu. Dengan dalih bahwa kalian
bersama hanya dalam ruang pertemananmu yang lainnya.

Kesalahan terbesarku adalah memberikanmu ruang untuk dekat. Meski kamu berkata hanya dia yang
mencoba meraihmu. Ketika bekas lelakimu Mengulurkan tangan saat kamu masih menjalin kasih
bersamaku. Perlahan membuatmu goyah. Perlahan kamu mulai berpijak pada dua perasaan.

Tuhan menunjukannya dalam bentuk kesempatan melihat isi ponselmu. Aku tahu bagimu simbol sapi
merupakan bentuk kasih sayang. Menyematkan sapi pada nama bekas kekasihmu. Meski kamu tidak
menyadari pertumbuhannya. Berupa gambar kalian berdua dalam walpeper pesanmu. Sudah cukup
jelas bagiku apa yang terjadi padamu.

Apakah aku marah? Kamu fikir lelaki bodoh mana yang ia tak kecewa dengan kekasihnya. Sejak awal aku
membiarkamu bebas. Malah kau artikan kebabasan itu dalam bentuk membagi kasih sayang. Sejenak
mulutku ingin ucapkan sumpah serapah padamu. Mengutukmu.

Aku mengira kita sepakat untuk tidak pernah berpaling. Kalau saja dulu, lebih awal menyadari. Sungguh
berat bagiku, memberimu kesempatan untuk yang kesekian kali. Luka atas kekecewaanku pasca
kekalahanku atas pilihan pria mapan yang telah kami pilih.

Pada ujungnya pilihanmu mengecewakan. Membiarkan perasaanmu lapukmu terombang ambing tanpa
arah. Di terpajang bagai hebat di tengah laut. Sisa serpihan sengaja kamu bawa bersama harap
menuntunmu kembali pada ku. Pria yang telah kamu suap dengan bingkisan kesempatan.

Menurutmu sejauh ini apa yang membuat hubungan ini panjang. Apakah mengungkit kesalahan? Atau
saling menuduh memojokan ketika salah satu di antara kita bersalah? Kamu pernah bertanya padaku
apakah aku akan tetap sama di masa yang akan datang? Tentu nya sebagian yang lain aku tidak pernah
berubah. Di bagian yang lain mungkin keadaan yang mencoba mengubahku.

Menjengkelkan ya, aku pernah mengatakan padamu. Bahwa ketika kamu nanti menginginkan untuk
berpisah, tidak akan menghalangi langkahmu. Terakhir kalinya, aku memang mencoba
mempertahankan. Pikirku kita akan saling beradaptasi setelah perdebatan ini.
Apa kamu mempertanyakan perasaanku masih mencintaimu? Dengan berbagai sikapku yang seolah
acuh. Tidak pernahkah kamu mengingat kembali bahwa sudah sikapku sejak dulu seperti itu.

Percuma saja penjelasanku. Tidak akan berpanah ada artinya di hadapanmu. Memang pada dasarnya
kamu tidak ingin melanjutkan hubungan. Sekeras apapun aku mencoba untuk mempertahankanmu.
Mestinya memang seperti ini.

Mencoba menjalani hubungan berat bukan. Setiap masalah harus melalui dialog. Terkadang perasaan
dapat mengalahkan pikiran. Saling tuduh menjadi pilihan yang mudah dilakukan. Tidak perlu berfikir
begitu dalam, cukup cari kesalahan menutup mata dan telinga. Pilihan yang mudah dilakukan. sebabnya
itu banyak hubungan harus terpaksa menjadi luka.

Siapa yang bertanggung jawab ketika kita berdua terluka. Mencoba melangkah menjadi susah, apa lagi
berhenti untuk memikirkan. Tidak pernah ada kata damai meski kita mencoba berulang kali. Meski ini
berakhir, keputusanmu sepihak. Kelak keputusanmu ini akan menjebak kita perdua pada trauma.

Anda mungkin juga menyukai