Anda di halaman 1dari 19

DISORDER OF BRAIN CENTER

Sebagai salah satu syarat


Seleksi Asisten Anatomi, Embriologi, dan Antropologi

Disusun oleh :
Riky Setyawan
12/ 329186/ KU/ 14962

LABORATORIUM ANATOMI, EMBRIOLOGI, DAN ANTROPOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014
Kata Pengantar

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah melimpahkan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan makalah ini.
Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat seleksi asisten anatomi,
embriologi, dan antropologi fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia dan
rahmat-Nya kepada mereka yang telah memberikan budi baiknya kepada penulis
dan semoga ilmu yang penulis peroleh dapat berguna bagi bangsa, agama dan
masyarakat.

Yogyakarta, Maret 2014

Riky Setyawan

ii
Daftar Isi

Halaman Sampul ................................................................................................ i


Kata Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar Isi ............................................................................................................. iii
I. Pendahuluan .............................................................................................. 1
II. Isi .............................................................................................................. 2
A. Hemisfere Cerebri ......................................................................... 2
B. Substansia Alba Hemisferium Cerebri ......................................... 4
C. Area Broadmann Korteks Cerebri................................................. 4
D. Kelainan yang Terjadi pada Struktur Corteks Cerebri dan
Asosiasinya.................................................................................... 9
III. Penutup ..................................................................................................... 15
Daftar Pustaka .................................................................................................... 16

iii
I. Pendahuluan
Sistem saraf di dalam tubuh manusia dapat dibagi menjadi 2 secara
morfologis, yaitu Sistem Saraf Pusat (SSP) dan Sistem Saraf Perifer. Terdapat dua
komponen yang penting dalam sistem saraf pusat, yaitu Otak dan Corda Spinalis.
Selain itu, sistem saraf manusia juga dibagi menjadi 2 secara fungsional, yaitu
sistem saraf somatis dan sistem saraf otonom. Sistem saraf autonom terdapat
organisasi tripartite meliputi : simpatik, parasimpatik, dan enterik. Ketiga sistem
tersebut harus bekerja untuk menjaga homeostasis tubuh.
Sistem saraf pusat terdapat di cavitas cranialis yang di dalamnya terdapat
otak dan berlanjut ke canalis vertebralis yang berisi corda spinalis melalui
foramen magnum. Otak dibagi menjadi 5 regio major. Meliputi : Telencephalon,
Diencephalon, Mesencephalon, Metencephalon, dan Myelencephalon.
Telencephalon terdiri dari hemisfere cerebri. Diencephalon terdiri dari
epithalamus, thalamus, hypothalamus, dan subthalamus. Mesencephalon terdiri
dari pedunculus cerebri (tegmentum dan crus cerebri) dan tectum (colliculus
superior dan colliculus inferior). Metencephalon terdiri dari pons dan cerebellum.
Myelencephalon terdiri dari medulla oblongata. Mesencephalon, pons, dan
medulla oblongata sering disebut truncus cerebri (brain stem). Corda Spinalis
memiliki 2 substansi, yaitu substansia grissea dan substansia alba. Fungsi
somatomotor terdapat pada cornu ventralis. Akson dari neuron simpatik
preganglionik terdapat pada cornu lateral pada regio thoraks dan lumbar superior,
sementara akson dari neuron parasimpatik preganglionik terdapat pada cornu
lateral regio sacral corda spinalis. Cornu dorsalis corda spinalis merupakan lokasi
dimana proses sentral dari neuron unipolar dari ganglia radiks dorsal memasuki
corda spinalis membawa informasi sensoris ke sistem saraf pusat.

1
II. Isi
A. Hemisferium Cerebri
Hemisferium cerebri terdiri dari 3 polus, yaitu polus frontalis, polus
occipitalis, dan polus temporalis. Kedua hemisferium cerebri dekstra dan sinistra
dipisahkan oleh fissura longitudinalis cerebri yang diisi oleh falx cerebri. Terdapat
3 facies hemisferium cerebri, meliputi : facies convexa (lateral), facies medial,
dan facies inferior. Di dalamnya terdapat 6 lobus, yaitu lobus frontalis, lobus
parietalis, lobus occipitalis, lobus temporalis, lobus insula, dan lobus limbikus.
Terdapat sulcus centralis yang memisahkan lobus frontalis (gyrus precentralis)
dengan lobus parietalis (gyrus postcentralis). Sulcus parieto-occipitalis
memisahkan lobus parietalis dengan lobus occipitalis. Linea parieto-occipitalis
merupakan garis imajiner yang terhubung dari sulcus parietooccipitalis dengan
incisura pre-occipitalis yang memisahkan lobus occipitalis dengan lobus parietal
dan lobus temporal. Sulcus lateralis memisahkan lobus temporalis dengan lobus
parietalis dan lobus frontalis. Lobus insula terletak lebih profunda dari lobus
frontalis, lobus parietalis, dan lobus temporalis.
1. Lobus Frontal
Lobus frontal terdiri dari 4 gyrus pada facies convexa, yaitu gyrus
precentralis, gyrus frontalis superior, gyrus frontalis medius, dan gyrus frontalis
inferior. Gyrus frontalis inferior memiliki 3 pars, yaitu pars orbitalis, pars
triangularis, dan pars opercularis. Gyrus frontalis superior dengan gyrus frontalis
medius dipisahkan oleh sulcus frontalis superior. Gyrus frontalis medius dengan
gyrus frontalis inferior dipisahkan oleh sulcus frontalis inferior. Sulcus
precentralis memisahkan gyrus precentalis dengan gyrus frontalis medius dan
gyrus frontalis inferior pars opercularis. Pada facies inferior, terdapat gyrus rectus
dan gyrus orbitalis yang dipisahkan oleh sulcus olfactorius. Terdapat juga sulci
orbitalis. Pada facies medial, terdapat lobulus paracentralis anterior. Terdapat
sulcus cinguli yang membatasi lobus frontalis bagian medial dengan gyrus
cinguli.
2. Lobus Parietal

2
Lobus parietal pars convexa terdiri dari gyrus postcentralis, gyrus
supramarginalis, gyrus angularis, lobulus parietalis superior, lobulus parietalis
inferior. Sulcus postcentralis memisahkan antara gyrus postcentralis dengan
lobulus parietalis superior, lobulus parietalis inferior, gyrus supramarginal.
Lobulus parietalis superior dengan lobulus parietalis inferior dipisahkan oleh
sulcus intraparietalis. Facies medial lobus parietalis terdapat lobulus paracentralis
posterior dan precuneus.
3. Lobus Occipitalis
Lobus occipitalis memiliki 2 facies, yaitu facies lateral dan facies medial.
Facies lateral terdapat gyrus occipitalis superior dan gyrus occipitalis inferior
yang dipisahkan oleh sulcus occipitalis lateralis. Pada pars medial, terdapat gyrus
cuneatus (cuneus) dan gyrus lingualis yang dipisahkan oleh fissura calcarina.
4. Lobus Temporal
Terdapat 2 facies pada lobus temporal, yaitu facies lateralis dan facies
inferior. Pada facies lateralis, terdapat gyrus temporalis superior, gyrus temporalis
medius, gyrus temporalis inferior, gyrus temporalis transversus. Sulcus temporalis
superior memisahkan gyrus temporalis superior dengan gyrus temporalis medius.
Sulcus temporalis medius memisahkan gyrus temporalis medius dengan gyrus
temporalis inferior. Gyrus temporalis transversus terdapat di sulcus lateralis.
Facies inferior lobus temporal terdapat gyrus occipitotemporalis lateralis (gyrus
fusiformis). Sulcus temporalis inferior membagi gyrus temporalis inferior dengan
gyrus occipitotemporalis lateralis. Sulcus collateral memisahkan gyrus
occipitotemporalis lateralis dengan gyrus parahippocampalis.
5. Lobus Insula
Lobus insula merupakandinding bagian medial dari sulcus lateralis.
Terdapat gyrus insula brevis dan gyrus insula longus yang dipisahkan oleh sulcus
centralis insula. Pada bagian superior dari lobus insula terdapat sulcus circularis
insula. Terdapat pula limen insula.
6. Lobus Limbikus
Lobus limbikus terletak pada bagian medial dari hemisferium cerebri dan
mengelilingi corpus callosum. Di dalam lobus limbikus terdapat gyrus cinguli

3
yang terletak di antara sulcus corporis callosi dan sulcus cinguli. Terdapat pula
isthmus gyrus cinguli yang bergabung di posterior dengan corpus callosum pars
splenium. Isthmus gyrus cinguli, ke arah anterior membentuk gyrus
parahippocampalis. Terdapat sulcus hippocampalis yang memisahkan gyrus
parahippocampalis dengan formatio hippocampal (hippocampus, subiculum,
gyrus dentatus). Terdapat area subcallosal yang terdiri dari gyrus subcallosal,
gyrus parolfactory, dan gyrus preterminal.

B. Substansia Alba Hemisfere Cerebri


1. Serabut Commisural
Menghubungkan hemisferium cerebri dekstra dengan sinistra. Terdiri atas :
corpus callosum (pars rostral, pars genu, pars truncus, pars splenium), commisura
anterior, commisura posterior, dan commisura hippocampalis.
2. Serabut Proyeksi
Menghubungkan korteks cerebri dengan struktur yang berada di bawahnya
dalam satu hemisferium. Serabutnya ada 2 yaitu, serabut corticopetal (serabut
afferen) dan
serabut corticofugal (serabut efferen).
3. Serabut Asosiasi (serabut Arcuata)
Menghubungkan antar regio dalam satu hemisferium cerebri. Serabut
tersebut adalah serabut arcuata brevis (menghubungkan gyri yang berdekatan) dan
serabut arcuata longus (fasciculus uncinatus, cingulum, fasciculus longitudinalis
superior, dan fasciculus fronto-occipital).

C. Area Broadmann Korteks Cerebri


1. Area Motorik Primer
Area motorik primer terapat pada gyrus precentralis (area Broadmann 4).
Fungsinya untuk melakukan gerakan volunter secara kontralateral terhadap
truncus, ekstremitas dan kepala. Area ini dibagi kedalam grup yang akan
mengirim akson ke nucleus nervus cranialis motoris, formatio reticularis, atau
substansia grissea corda spinalis.
2. Area Motorik Sekunder

4
Korteks motoris sekunder terdapat 4 regio, yaitu area suplementari motoris,
korteks premotor, frontal eye field, dan area motorik parietal posterior. Fungsinya
adalah untuk memprogram aktivitas motorik kompleks, kemudian meneruskan ke
korteks motorik primer. Area Suplementari Motoris (SMA) terdapat pada aspek
medial dan superolateral dari area Broadmann 6. SMA menerima akson dari
terminal dari ganglia basalis melalui nukleus ventral lateral. Area ini akan
memediasi kontraksi otot truncus dan ekstremitas. Korteks Premotor (PMC)
terdapat pada area Broadmann 6 aspek lateral. PMC menerima kason terminal dari
cerebellum melalui nucleus ventral lateral. Fungsi utamanya adalah kontrol
motoris truncus dan ekstremitas. Forntal Eye Field (FEF) terdapat pada area
Broadmann 8 yang terdapat rostral terhadap area premotor. Area ini terdapat inti
sel nervus dimana aksonnya bergabung dengan traktus corticonuclear dan turun di
pusat kontrol eye movement yang terdapat pada formatio reticularis
mesencephalon dan formatio reticularis paramedian pontine. Mereka akan
mengirimkan informasi ke nukleus motoris nervus cranialis III, IV, dan VI. Area
Motorik Parietal Posterior (PMA) terdapat pada area Broadmann 5 dan 7. Area 5
berasosiasi dengan diskriminasi taktil dan stereognosis. Area 7 berasosiasi dengan
gerakan yang membutuhkan pandang visual.
3. Area Somatosensoris Primer
Area somatosensoris primer terdiri dari area 3,1,2 pada gyrus postcentralis
facies lateral lobus parietalis dan lobulus parasentralis pars dorsalis. Pada regio
cortikal ini merupakan akhiran dari serabut thalamocortikal yang berasa dari
nukleus Ventral Posterior Lateral (VPL) dan nukleus Ventral Posterior Medial
(VPM). Serabut saraf ini menerima rangsangan dari setengah bagian tubuh secara
kontralateral dari truncus dan facial. Area Broadmann 3a yang terpendam di
sulcus centralis juga termasuk area somatosensoris primer yang berfungsi untuk
menerima input sensoris yang berasal dari reseptor otot. Sel pada area
somatosensoris membuat reaksi pada saraf yang descend untuk mengakhiri impuls
pada truncus cerebri dan substansia grissea corda spinalis. Jadi area
somatosensoris mempengaruhi aktivitas motoris, tidak dengan bersinaps dengan

5
motorneuron, tetapi dengan memodulasi transmisi dari input sensoris dari stuktur
perifer ke truncus cerebri dan corda spinalis.
4. Area Visual Primer
Area visual primer terdiri dari area 17 yang terletak di sekitar fissura
calcarina. Nukleus Geniculatum Lateral (LGN) memproyeksikan informasi visual
ke area visual primer. Area cortikal ini menerima input visual dari lapang pandang
temporal dari retina secara ipsilateral dan lapang pandang nasal dari retina secara
kontralateral. Area visual primer menerima input visual dari tractus
geniculocalcarina (radiatio optica) dari nukleus geniculatum lateral. Terdapat
columna ocular dominan pada area visual primer yang berfungsi untuk
menyampaikan input dari mata ipsilateral atau kontralateral. Dan terdapat pula,
columna orientasi yang responsif terhadap stimuli visual yang mempunyai
orientasi spatial sebanding. Layer II dan layer III sangat responsif terhadap warna.
5. Area Auditori Primer
Area auditori primer pada area 41 dan 42 yang terletak pada lantai dari
sulcus lateralis (pada gyrus temporalis transversus). Korteks auditori primer pada
setiap sisi menerima informasi dari kedua telinga melalui corpus geniculatum
medial thalamus yang kemudian proyeksi dikirim ke sisi kontralateral melalui
corpus callosum. Korteks auditori primer menerima radiasi auditori dari nukleus
geniculatum lateral. Korteks auditori primer tersusun dari 2 dimensi, yaiut
dimensi yang disusun dari columna frequency dan dimensi yang disusun dari
columna binaural. Columna frequency membentang dari rostral sampai kaudal
gyrus temporalis transversus dimana semakin ke kaudal, semakin tinggi
frekuensinya. Terdapat 2 tipe dari columna binaural yaitu columna sumasi yang
merespon stimulus auditori yang menstimulasi kedua telinga secara bersamaan,
dan columna supresi yang merespon stimulus auditori yang berasal dari satu
telinga, tetapi respon akan minimal jika stimulus auditori pada kedua telinga.
6. Area Vestibularis Primer
Area kortikal yang menerima informasi vestibulari masih ambigu. Tetapi,
dipercayai bahwa nukelus vestibularis memproyeksi serabut menyilang ke
nukleus Ventral Posterior Medial dari thalamus secara kontralateral, yang

6
kemudian meneruskan impuls ke lobulus parietalis inferior, area vestibularis
primer, dan gyrus temporalis superior yang selanjutnya ke korteks auditori primer.
Area ini menerima input yang berkaitan dengan gerakan kepala dan posisi.
7. Area Gustatoris
Reseptor gustatori meneruskan informasi ghustatori ke nuklues solitarius
pada truncus cerebri. Nukleus solitarius kemudian menyampaikan informasi
melalu tractus tegmental centralis secara ipsilateral ke nukleus ventral posterior
medial (VPM) dari thalamus. Thalamus kemudian memproyeksikan impuls ke
bagian inferior dari gyrus postcentralis (area 43).
8. Area Olfaktori
Area olfaktori primer terletak pada prepiriformis dan regio periamygdaloid
dari korteks cerebri.
9. Area Asosiasi Sensori Korteks Cerebri
Area asosiasi sensori merupakan area sensori sekunder yang biasanya
terdapat di sekitar area sensori primer. Mereka menerima input dari area sensori
primer kemudian mengolah, mengitegrasi, dan menerjemahkan input sensori yang
datang. Korteks cerebri manusia diklasifikasikan ke dalam korteks sensorik,
motorik, dan asosiasi.
10. Area Asosiasi Somatosensorik
Area asosiasi somatosensorik terletak di lobulus parietalis superior (area 5,7,
dan 40). Korteks menerima input dari nukleus Ventral Posterior Lateral dan
nukleus Ventral Posterior Medial dari thalamus. Fungsinya adalah untuk
mengintegrasi input sensori dari berbagai sistem organ. Sehingga mampu
merasakan bentuk, ukuran, tekstur, dan berat suatu objek, tetapi untuk
mengenalinya dengan mengasosiasikannya dengan pengalaman sensori
sebelumnya yang berkaitan dengan objek tersebut. Hal ini seharusnya dapat
dilakukan seorang individu untuk mengenali dan mengidentifikasi objek tanpa
melihat objek.
11. Area Asosiasi Visual
Area asosiasi visual terletak pada area 18 dan 19. Korteks visual primer
memproyeksikan imuls ke area visual tersier (V3, V4, dan area temporalis

7
medius) yang akan mengolah informasi. Area visual sekunder mempunyai fungsi
untuk mengidentifikasi objek, menentukan letak dan warna, membandingkan
dengan pengalaman visual. Area temporalis medius mempunyai fungsi penting
untuk mendeteksi benda yang bergerak.
12. Area Asosiasi Auditori
Area kortikal auditori sekunder belum terlalu terdefinisi, tetapi termasuk ke
dalam area 22 dan sebagian area 42. Fungsi area auditori sekunder adalah untuk
menginterpretasi suara dan melalui hubungannya dengan area Wernicke
mempunyai fungsi pada komprehensi bahasa.
13. Area Bahasa
Terdapat 2 area kortikal yang mempunyak fungsi untuk mengolah bahasa
yaitu area Wernicke dan area Broca. Area Wernicke terdiri dari area 22, gyrus
angularis dan gyrus supramarginalis (area Broadmann 37, 39,40 biasanya pada
hemisferium sinistra yang lebih dominan). Area Wernicke dianggap sebagai area
sensori bahasa, area interpretasi umum, dan area gnostik (pengenalan).Pada
hemisferium ccerebri dekstra, area ini mampun mendeteksi emosi seseorang
melalui bahasa. Area Broca merupakan area motorik bicara (area Broadmann 44,
45) yang berlokasi di pars opercularis dan pars triangularis dari gyrus frontalis
inferior. Fungsi area Broca adalah untuk mengeluarkan pembicaraan dan kapasitas
ekspresif bahasa (seperti: grammar [tata bahasa]). Area Wernicke dan area Broca
dihubungkan oleh fasciculus Arcuatus. Impuls suara ditangkap oleh telinga
kemudian masuk sampai korteks auditori primer. Lalu diteruskan ke area asosiasi
auditori untuk menginterpretasi suara. Setelah itu, masuk ke area Wernicke untuk
memahami suara. Kemudian disalurkan ke area Broca yang akan merencanakan
aktivitas motorik. Lalu, impuls dari area Broca diteruskan ke korteks premotorik
yang kemudian akan disalurkan ke korteks motorik primer yang akan
memproduksi bicara.
14. Korteks Asosiasi Prefrontal
Korteks prefrontal terdapat pada lobus frontalis yang mempunyai
penghubung reciprocal dengan nukleus dorsomedial, ventral anterior, dan
intralaminar thalamus melalui serabut proyeksi corticothalamic dan

8
thalamocortical. Pada regio orbital terdapat hubungan dengan sistem limbik.
Regio ini mempunyai fungsi untuk ekspresi perilaku yang sesuai dengan situasi.
Dan pada regio dorsolateral mempunyai hubungan dengan lobus temporalis,
parietalis, dan occipitalis melalui serabut asosiasi longus. Regio ini berfungsi
sebagai working memory. Pada area korteks prefrontal ini juga terdapat saraf yang
berakhiran di nukleus caudatus dan puutamen pada ganglia basalis. Terdapat pula
serabut commisural yang menghubungkan korteks prefrontal dekstra dnegan
sinistra melalui corpus callosum. Korteks prefrontal mempunyai peran penting
untuk mengetahui level intelijen, edukasi, dan status psikososial.
15. Cerebral Dominance
Pada 95% populasi, ditemukan bahwa hemisferium cerebri sinistra lebih
dominan daripada hemisferium cerebri dekstra. Hemisferium cerebri dominan
memediasi proses yang berhubungan dengan bahasa, bicara, penyelesaian
masalah, dan kemampuan matematik. Hemiferium cerebri non-dominan
memediasi persepsi spasial, pengenalan wajah, kemampuan berpuisi dan
bermusik.

D. Kelainan Yang Terjadi pada Struktur Corteks Cerebri dan Asosiasinya


1. Diseksi pada Corpus Callosum
Sinistra Homonymous Hemianopia adalah keadaan dimana mata lapang
pandang mata bagian dekstra, tidak dapat melihat objek yang dapat dikarenakan
oleh pemotongan corpus callosum dalam terapi.
2. Lesi yang melibatkan Corpus Callosum
Apraxia Brachii Sinistra merupakan keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk melakukan gerakan pada lengan atas kiri karena
terputusnya hubungan antara hemisferium cerebri dominan dengan korteks
motorik dekstra yang dapat disebabkan oleh stroke yang melibatkan arteri
cerebralis anterior. Alexia adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengenali
kata atau membaca. Hal ini bisa disebabkan oleh stroke yang melibatkan arteri
cerebralis posterior atau adanya lesi pada corpus callosum pars splenium sinistra.
Cortical Blindness yaitu kebutaan yang disebabkan karena adanya infarksi pada

9
corteks visual yang disebabkan karena adanya penyumbatan atau ruptur arteri
basillaris. Sehingga suplai darah menuju lobus occipitalis berkurang atau tidak
ada.
3. Lesi pada Korteks Motoris
Contralateral Flaccid Paralysis merupakan lesi unilateral yang terjadi
pada area Broadmann 4 yang menyebabkan paralisis pada ekstremitas atas dan
bawah kontralateral terhadap lesi. Setelah 2 minggu, biasanya individu yang
terkena lesi ini akan mendapatkan kembali fungsi ekstremitas bagian proksimal.
Lesi tersebut akan mempengaruhi gerakan motorik halus. Lesi pada unilateral
korteks motorik sekunder akan menyebabkan tonus otot dan spastisiti. Traktus
corticonuclear dan corticospinal pada sinaps korteks motorik primer menyebabkan
tonus otot. Serabut otot dari korteks motorik sekunder akan menghambat tonus
otot. Lesi unilateral yang terjadi pada area korteks motorik primer dan sekunder
hemisferium yang dominan dapat menyebabkan Contralateral Paralysis yang
parah. Jacksonian Epileptic Seizure merupakan kejang yang pada suatu bagian
tubuh atau bagian tubuh tambahan tergantung pada area korteks motoris yang
terkena lesi yang disebabkan oleh pembentukan scar pada area lesi di korteks
motorik primer.
4. Lesi pada Frontal Eye Field
Lesi unilateral pada area Broadmann 8 menyebabkan mata terdeviasi ke
arah ipsilateral terhadap lesi. Individu yang mengalami lesi ini tidak mampu
menggerakkan matanya ke arah kontralateral terhadap lesi. Efek dari lesi ini tidak
permanen.
5. Lesi pada Area Broca
Lesi unilateral pada area Broca (area Broadmann 44,45) pada hemisferium
cerebri dominan dapat menyebabkan individu terkena Broca’s Aphasia. Lesi ini
menyebabkan individu kesulitan mengekspresikan pemikiran, bicara lambat
dengan terbata-bata. Biasanya individu yang terkena akan mengatakan kata
penting dari sebuah kalimat yang sering disebut bicara Telegraphic. Mutism
merupakan sebutan bagi individu dengan aphasia Broca parah. Broca aphasia juga

10
dapat menyebabkan agraphia, yaitu tidak bisa menulis. Hal ini dikarenakan area
Broca berfungsi untuk merencanakan gerakan motoris.
6. Lesi pada Area Wernicke
Lesi unilateral pada area Wernicke pada hemisferium cerebri yang dominan
yang melibatkan area Broadmann 22, 37, 39, 40 akan menyebabkan Wernicke’s
Aphasia. Aphasia Wernicke ini ditandai dengan kondisi kesulitan memahami kata
yang diucapkan oleh invidu yang terkena lesi dan ketidakmampuan untuk
membaca (alexia) atau menulis dengan bahasa yang sulit dimengerti (agraphia),
walaupun fungsi visual dan auditorinya normal. Fluent Paraphasic Speech
merupakan suatu kondisi dimana individu mampu berbicara lancar tetapi
kombinasi katanya tidak bermakna.
7. Lesi pada Area Wernicke dan Area Broca
Lesi pada area Wernicke dan area Broca pada hemisferium dominan akan
menyebabkan kondisi serius yang biasa disebut Global Aphasia. Individu yang
terkena lesi ini tidak mampu mengerti apa yang dia dengar atau baca, tidak dapat
menulis, dan tidak dapat merumuskan bahasa normal.
8. Lesi pada Fasciculus Longitudinalis Superior
Lesi pada fasciculus arcuatus yang merupakan komponen dari fasciculus
longitudinalis superior akan menyebabkan Conduction Aphasia. Ciri lesi ini
adalah individu mampu mengerti maksud dari yang dia baca atau dengar karena
area Wernicke intak. Namun, dia tidak mampu memproses apa yang dia dengar
atau baca dan tidak mampu merumuskan respon yang sesuai.
9. Lesi pada Akhiran Serabut Afferen pada Area Wernicke atau Area Broca
Lesi pada akhiran serabut afferen pada area Wernicke atau area Broca akan
menyebabkan Transcortical Aphasia. Lesi ini ekstrinsik tidak melibatkan area
bahasa Wernicke atau Broca. Individu yang terkena lesi ini akan menunjukkan
simptom yang sama dengan Aphasia Wernicke atau Aphasia Broca.
10. Lesi pada Area Somatosensorik Primer
Lesi unilateral pada are somatosensorik primer akan menyebabkan
Contralateral Loss dari Graphesthesia dan Stereognosis, juga kehilangan
sensorik getaran dan posisi. Biasanya untuk sensasi sakit, suhu, dan sentuhan

11
halus tidak terlalu terganggu, tetapi individu kurang mampu mendeteksi tempat
yang distimulus.
11. Lesi pada Area Somatosensorik Sekunder
Lesi pada area somasensorik sekunder berefek minimal pada hilangnya
sensori. Lesi ini menyebabkan agnosia, yaitu ketidakmampuan untuk mengingat
informasi sensorik dan integrasi sensorik. Lesi ini juga membuat individu
astereognosis dan tactile agnosia, dimana individu mampu mampu
mendeskripsikan suatu benda (bentuk, ukuran, berat, tekstur) yang diletakkan di
tangannya, tetapi tidak dapat menebak nama benda tersebut. Astereognosis parah
disebut sebagai Cortical Neglect, dimana seorang individu akan mengabaikan
sebagian dari tubuhnya.
12. Lesi pada Area Visual Primer
Contralateral Homonymous Hemianopsia merupakan penyakit karena
kerusakan pada area Broadmann 17. Jika destruksi korteks visual primer karena
lesi vaskuler, maka akan terjadi Macular Sparing, dimana tidak berefek pada
penglihatan sentral. Cortical Blindness merupakan kondisi dimana lesi pada Area
Broadmann 17 terjadi secara bilateral.
13. Lesi pada Area Asosiasi Visual
Lesi pada area Broadmann 18 dan 19 menyebabkan Visual Agnosia.
Kelainan ini menyebabkan mereka bisa “melihat” suatu objek tetapi tidak bisa
mengidentifikasi maupun mendeskripsikan objek tersebut. Dyslexia merupakan
tipe dari visual agnosia dimana individu tidak mampu membaca atau menulis
kata, walaupun individu tersebut melihat dan mampu mengenali huruf.
14. Lesi pada Area Auditori Primer
Lesi unilateral pada area auditori primer akan menyebabkan Partial
Deafness. Individu dengan kelainan ini akan berkurang pendengaran mereka
secara bilateral. Namun, biasanya pendengaran akan sangat berkurang pada
telinga yang kontralateral dengan lesi pada korteks. Individu dengan kelainan ini
juga kesulitan untuk mengetahui asal suara pada sisi sebelahnya. Total deafness
jika terjadi lesi bilateral pada area auditori primer.
15. Lesi pada Area Asosiasi Auditori

12
Lesi unilateral pada area asosiasi auditori di hemisferium cerebri dominan
akan menyebabkan Receptive Aphasia. Lesi unilateral pada area asosiasi auditori
di hemisferium cerebri non-dominan akan menyebabkan Amusia, kondisi dimana
individu tidak dapat mengenali suara yang sudah dikenal atau musik. Agnosia
Auditori terjadi apabila lesi terjadi pada area asosiasi auditori secara bilateral,
dimana individu tidak mampu mengenali musik yang kompleks.
16. Lesi pada Area Kortikal Vestibular
Lesi unilateral pada gyrus temporalis superior akan menyebabkan
Subjective Vertigo, dimana individu mempunyai pengalaman aneh dari
perasaannya seperti dia berputar di sekitar lingkungannya. Sementara, lesi
unilateral pada margo inferior dari sulcus intraparietal akan menyebabkan
Objective Vertigo, dimana individu merasa lingkungan berputar mengelilinginya.
17. Lesi pada Asosiasi Korteks Prefrontal
Individu dengan lesi pada area asosiasi korteks prefrontal akan mengalami
perubahan berbagai sifat personal seperti higher order functions dan atau fungsi
eksekutif, misalnya : keputusan, kretivitas, berpikir analitik, responsibilitas. Jika
lesi bilateral akan lebih banyak fungsi eksekutif dan higher order functions yang
muncul. Namun, individu yang memiliki lesi ini biasanya akan tidak sesuai
dengan lingkungan sosial, kurang menghargai diri sendiri, lebih mengutamakan
orang lain, kehilangan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, mudah
dialihkan, dan emosi yang tidak stabil. Lesi pada konvexitas dorsolateral akan
menyebabkan apatis, perilaku lifeless. Lesi pada orbitofrontal akan menyebabkan
perilaku yang tidak terkendali dan pengambilan keputusan yang buruk. Lesi pada
frontal sinistra akan menyebabkan perilaku depresi. Lesi pada frontal dekstra akan
menyebabkan perilaku orang gila (manic).
18. Lesi pada Gyrus Supramarginal
Lesi unilateral pada lobus parietal pada hemisferium dominan akan
menyebabkan Apraxia, yaitu suatu kondisi dimana individu tidak mampu
melakukan gerakan terampil yang disebabkan oleh stimulus walaupun individu
tidak memiliki defisit pada motorik dan sensorik. Lesi unilateral pada pada gyrus
supramarginal akan menyebabkan Apraxia Ideomotor, kelainan dimana individu

13
tidak dapat melakukan sesuatu yang sangat ingin dia lakukan. Apraxia Ideational
merupakan kelainan dimana individu mampu melakukan tugas secara terpisah,
tetapi apabila tugas berurutan, dia tidak mampu melakukannya.
19. Lesi pada Gyrus Supramarginal dan Gyrus Angularis pada Hemisferium
Cerebri Dominan
Lesi pada gyrus supramarginalis dan gyrus angularis pada hemisferium
cerebri dominan akan menimbulkan salah satu simptom dari Gertsmann’s
Syndrome, yaitu (i) dysgraphia, (ii) dyscalculia, (iii) dyslexia.
20. Lesi pada Area Asosiasi Parietal dari Hemisferium Cerebri Non-Dominan
Lesi pada area asosiasi parietal yang melibatkan lobulus parietalis infeerior
menyebabkan defisiensi berikut : (i) konsep gambar diri terdistorsi, (ii) kurang
peduli pada diri sendiri padahal dia sakit, (iii) disorientasi, (iv) ketidakmampuan
untuk menggambar figur simpel.

14
III. Penutup
A. Cerebri terdiri dari 2 hemisferium cerebri, yaitu hemisferium cerebri
dekstra dan hemisferium cerebri sinistra.
B. Hemisferium cerebri memiliki 6 lobus, yaitu lobus frontal, lobus parietal,
lobus occipital, lobus temporal, lobus insula, dan lobus limbik.
C. Korteks cerebri memiliki berbagai area-area sensori primer dan area-area
asosiasi yang dibagi menurut Broadmann yang memiliki fungsi berbeda
masing-masing.
D. Lesi pada setiap area akan menampilkan kenampakan sensasi sensoris dan
motorik yang berbeda pada individu.

15
Daftar Pustaka

Dorland, WAN 2007, Dorland’s Illustrated Medical Dictionary, 31 edn, Elsevier


Inc., Philadelphia
Guyton, AC & Hall, JE 2006, Textbook of Medical Physiology, 11 edn, Elsevier
Inc., Philadelphia
Moore, KL, Dalley, AF, Anne, MR 2014, Moore Clinically Oriented Anatomy, 7
edn, Wolters Kluwer, Philadelphia
Patestas, MA & Gartner, LP 2006, A Textbook of Neuroanatomy, Blackwell
Publishing Company, Australia
Paulsen, F & Waschke, J 2010, Sobotta: Atlas Anatomi Manusia, 23 edn, EGC,
Jakarta
Ropper, AH & Brown, RH 2005, Adams and Victor’s Principles of Neurology, 8
edn, The McGraw-Hill Compnies Inc., United States.

16

Anda mungkin juga menyukai