Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ANATOMI TULANG TENGKORAK

OLEH :
Syakira Dwi Aprilia (72242222167)
Yusi Nahaarika Wulandari (72242222174)

Instruktur:
MARELLA,SST., MKM

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUPLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES TANJUNG PINANG
JURUSAN KEBIDANAN
PRODI DIII KEBIDANAN
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayahNya, kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun dengan harapan
harapan dapat dijadikan sebagai bahan ajar untuk Mata Kuliah Anatomi dengan judul materi
anatomi Tulang Tengkorak.

Pada kesempatan ini tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari keterbatasan kami selaku penulis,
oleh karena itu demi pengembangan kreativitas dan penyempurnaan buku ajar ini, kami
mengharapkan saran dan masukan dari pembaca maupun para ahli, baik dari segi isi, istilah serta
pemaparannya. semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan makalah ini. Akhir kata, semoga
makalah ini dapat memberi manfaat bagi para pembaca, Aamiin.

TanjungPinang, Agustus 2022

Kelompok 2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anatomi berasal dari dua kata yaitu „ana‟ yang berarti menguraikan dan „tomy‟ yang berarti
memotong. Jadi anatomi adalah ilmu yang mempelajari susunan tubuh manusia dengan jalan
mengurai dan memotong bagiannya. Anatomi juga berarti ilmu yang mempelajari struktur
dan fungsi tubuh. Anatomi mencakup bagian tubuh dari kepala sampai
kaki.
Namun dalam bidang kedokteran gigi yang berkaitan adalah anatomi regio kepala dan leher.
Pada regio kepala yang di bahas adalah tulang tengkorak, maxilla dan mandibula. Tulang
tengkorak terdiri dari batok kepala (calvaria) dan basis kranii. Dan terdiri dari
beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan occipital.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah

bagaimanakah anatomi dan fisiologi kepala?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah iniadalah
mengetahui susunan saraf pusat pada manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tengkorak

Gambar 1. anatomi dan fisiologi kepala

Tulang tengkorak menurut, Evelyn C Pearce (2008) merupakan struktur tulang yang
menutupi dan melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Tulang
kranium terdiri dari 3 lapisan :lapisan luar, etmoid dan lapisan dalam. Lapisan luar dan
dalam merupakan struktur yang kuat sedangkan etmoid merupakan struktur yang
menyerupai busa. Lapisan dalam membentuk rongga/fosa; fosa anterior didalamnya
terdapat lobus frontalis, fosa tengah berisi lobus temporalis, parientalis, oksipitalis, fosa
posterior berisi otak tengah dan sereblum.
Gambar 2. Lapisan cranium

Kerangka atau tulang tengkorak ini melindungi kepala dan organ-organ dalam
kepala.Bagian-bagian tengkorak adalah:
1. Os Frontalis (tulang dahi) berjumlah 1 buah
Tulang ini membentuk atap tengkorak (kalvarium), samping tengkorak serta dahi
dan rongga mata (kavum orbita) bagian atas.
2. Os Parietalis (tulang ubun-ubun) berjumlah 2 buah Tulang ini membentuk
bagian kanan dan kiri atap tengkorak dan samping tengkorak.
3. Os Oksipitalis (tulang belakang kepala) berjumlah 1 buah Tulang ini
membentuk belakang kepala. Pada os oksipitalis terdapat lobang yang disebut
Foramen magnum, tempat masuk masuknya ruas-ruas tulang belakang.
4. Os Temporalis (tulang pelipis) berjumlah 2 buah Tulang ini membentuk bagian
samping tengkorak bersama-sama dengan os Frontalis, os Parietalis dan os
Sfenoidalis.
5. Os Sfenoidalis (tulang tulang baji) berjumlah 1 buah Tulang berbentuk
kelelawar dengan 3 pasang sayap ini menyusun bagian tengah dari dasar
tengkorak (basis kranii) bersama-sama dengan os Etmoidalis, os Frontalis, os
Oksipitalis dan os Temporalis.
6. Os Ethmoidalis (tulang tapis) berjumlah 1 buah Tulang ini terletak pada atap
hidung terjepit di antara kedua kavum orbita dan membentuk bagian depan dari
dasar tengkorak (basis kranii) bersama-sama dengan os Sfenoidalis, os Frontalis,
os Oksipitalis dan os Temporalis
A. Anatomi dasar kepala (Carnium)
a. Tulang kepala (Os karnium)
1) Gubah tengkorak yang terdiri dari tulang-tulang seperti:
a) Os frontal (tulang dahi)
b) Os parietal (tulang ubun-ubun)
c) Os occipital (tulang kepala bagian belakang)
2) Dasar tengkorak yang terdiri dari tulang seperti:
a) Os sefanoidalis (tulang baji) tulang yang terdapat di tengah-tengah dasar

tengkorak dan berbentuk seperti kupu-kupu, dengan tiga pasang sayap.


b) Os ethimoidalis (tulang tapis), terletak disebelah depan os sfenoidial
diantara lekuk mata Selain kedua tulang tersebut diatas dasar tengkorak
dibentuk pula oleh
c) tulang-tulang lain seperti: tulang kepala belakang, tulang dahi dan tulang
pelipis.

3) Samping tengkorak yang dibentuk oleh tulang seperti:


a) Tulang pelipis (Os temporal)
b) Sebagian tulang dahi
c) Tulang ubun-ubun
d) Tulang baji
Gambar 3. Anatomi cranium

B. Pandangan anterior rcarnium


Os. Frontale atau tulang dahi, melengkung ke bawah untuk membentuk margo superior orbita.
Arcus superfisialis dapat dilihat pada kedua sisi, dan incisura suprraorbitalis atau foramen orbitale
dapat di temukan. Di medial, os frontale bersendi dengan processus frontalis maxila dan os nasale.
Di lateral, os frontale bersendi dengan os zygomaticum. Margo orbitalis di batasi si superior oleh
frontale, di lateral oleh os zygomaticum, di inferior oleh maxilla, dan di medial oleh processus
maxilaris dan os frontalis. Di dalam os frontale, tepat di atas margo orbita, terdapat dua rongga
yang diliputi oleh membrrana mucosa yang disebut sinus frontalis. Rongga ini berhubungan dengan
hidung dan berfungsi sebagai resonator suara. Kedua os nasale membentuk batang hidung. Cavum
nasi dibagi menjadi dua oleh septum nasi, yang sebagian besar dibentuk oleh os vomer. Concha
nasalis superior dan media merupakan tonjolan os ethmoidale pada setiap sisi ke dalam cavum
nasi,sedangkan concha nasalis inferior merupakan tulang sendiri. Kedua maxilla membentuk
rahang atas, pars anterior palatum durum, sebagian dinding lateral cavum nasi, dan sebagian dasar
orbita. Kedua tulang ini bertemu di garis tengah pada sutura intermaxillaris dan membentuk pinggir
bawah apertura nasalis. Di bawah orbita, maxilla ditembus oleh foramen infraorbitale. Processus
alveolaris menonjol ke bawah dan bersama dengan sisi lainnya membentuk arcus alveolaris, yang
menampung gigi geligi atas. Pada setiap maxilla terdapat rongga berbbentuk piramid yang dilapisi
membrana mukosa yang disebut sinus maxillaris. Os Zygomaticum membentuk tonjolan pipi dan
sebagian dinding lateral serta dasar orbita. Di medial bersendi dengan maxilla, dan di lateral
dengan processus zygomaticus ossis temporalis membentuk arcus zygomaticus. Os zygomaticus
ditembus oleh dua foramen untuk zygomaticofacialis dan zygomaticotemporalis.
C. Pandangan lateral cranium

Os frontale membentuk bagian depan sisi tengkorak dan bersendi dengan os


aparietale pada sutura coronalis. Os parietalis membentuk sisi ndan atap cranium dan
bersendi satu dengan yang lain di garis tengah pada sutura ssaggitalis. Di belakang
keduanya bersendi dengan os occipitalis pada sutura lambdoidea.
Bagian-bagian os temporale yaitu pars squamosa dan tympanica, processus
mastoideus, processus styloideus dan processus zygomaticus dan ala major ossis
sphenodalis. Bagian paling tipis dari dinding lateral tengkorak, tempat dimana sudut
anteroinferior os parietale bersendi dengan ala major ossis sphenodalis di sebut pterion.
Linea temporalis superior dan inferior yang mulai sebagai sebuah garis dari margo
posterior processus zygomaticus ossis frontalis dan bercabang sewakru melengkung ke
belakang. Fossa temporalis terletak di bawah linea temporalis inferior.
Fossa infratemporalis terletak di bawah crista infratemporalis pada ala mayor
ossis sphenoidalis. Fisura pterygomaxillaris merupakan fisura vertikal yang terletak di
dalam fossa di antara processus pterygoideus ossis sphenoidalis dan belakang maxilla. Ke
medial fisura ini berhubungan dengan fossa pterygopalatina.
Fisura orbitalis inferior adalah fisura horizontal di antara ala major ossis
sphenoidalis dan maxxila. Fisura ini berjalan ke depan ke dalam orbita. Fossa
pterygopalatina adalah ruang kecil di belakang dan bawah rongga orbita. Ke lateral
berhubungan dengan fossa infratemporalis melalui fisura pterygomaxillaris, ke medial
dengan cavum nasi melalui foramen sphenopalatina, ke superior dengan tengkorak
melalui foramen rotundum dan ke anterior melalui fissura orbitalis inferior.
D. Pandangan posterior cranium

Bagian posterior kedua os parietale bersama sutura saggitalis dapat dilihat dari
atas. Di bawah, os parietale bersendi dengan pars squamosaossis occipitalis pada sutura
lambdoidea, Pada masing-masing sisi, os occipitale bersendi dengan os temporale. Di
garis tengah os occipitale terdapat peninggian permukaan dasar yang disebut
protuberantia occipitalis externa, yang merupakan tempat perlekatan otot dan ligamentum
nuchae. Di kiri kanan protuberantia terdapat linea nuchae superior yang terbentang ke
lateral, ke os temporale
E. Pandangan superior cranium
Di anterior, os frontale bersendi dengan kedua os parietal pada sutura coronalis.Kadang
kadang kedua belahan os frontale gagal berfusi, meninggalkan sutura metatopica
di garis tengah. Di belakang, kedua os parietale bersendi pada sutura saggitalis.
F. Pandangan inferior cranium

Processus palatinum maxilla dan lamina horizontalis ossis palatini dapat di


idebtifikasi. Di anterior pada garis tengah terdapat fossa dan foramen insisivum. Di
posterolateral terdapat foramen palatinum majus dan minus.
Di atas tepi posterior palatum durum terdapay choanae. Choanae ini dipisahkan
satu dengan yang lain oleh margo posterior vomer dan di batasi di lateral oleh lamina
medialis provessus pterygoideus ossis sphenoidalis. Ujung inferior lamina madialis
processus pterygoideus diperpanjang sebagai taju yang melengkung yaitu hamulus
pterygoideus.
Posterolaterlah terhadap lamina lateralis processus pterygoideus, ala major osssis
sphenoidalis ditembus oleh foramen ovale yang besar dan foramen spinosum yang kecil.
Dibelakang spina ossis sphenoidalis, pada daerah antara ala major ossis
sphenoidalis dan pars petrosus ossis temporalis, terdapat alur untuk pars cartilaginosa tuba
auditiva.
Fossa mandibularis ossis temporalis dan tuberculum articulare membentuk facies
articularis superior untuk articulatio temporomandibularis. Fossa ini dipisahkan dari
lamina tympanica di posteriornya oleh fissura tympanosquamosa. Processus styloideus
ossis temporale menonjol ke bawah dab depan dari aspek inferiornya. Muara canalis
caroticus terlihat juga pada permukaan inferior pars petrosus ossis temporalis.
Bentuk ujung medial pars petrosus ossis temporalis tidak teratur dan bersama
dengan pars basilaris ossis occipitalis dan ala major ossis sphenoidalis membentuk
foramen lacerum. Di dalam celah antara processus styloideus dan processus masttoideus
dapat dilihat foramen styloimastoideum. Medial terhadap processus styloideus, pars
petrosus ossis temporale mempunyai incisura yang dalam, yang bersama dengan incisura
yang lebih dangkal pada os occipitale membentuk foramen jugulare.
Di belakang apertura nasi posterior dan di depan foramen magnum terdapat os
sphenoidale dan pars basilaris ossis occipitalis. Tuberculum pharyngeum adalah tonjolan
kecil di gagris tengah pada permukaan bawah pars basilaris ossis occipitalis. Condylus
occipitalis dapat diidentifikasi. Condylus occipitalis ini bersendi dengan aspek superior
massa lateralis vertebra cervicalis pertama, os atlas. Superior terhadap condylus
occipitalis terdapat canalis hypoglosus untuk tempat lewatnya N.hypoglossus.
Posterior terhadap foramen magnum di garis tengah, terdapat protuberantia
occipitalis externa. Linea nuchae superior dapat ditemukan karena melengkung di kanan
dan kiri protuberantia.
2.2 Meningen
Pearce, Evelyn C. (2008) otak dan sumsum tulang belakang diselimuti meningia
yang melindungi syruktur saraf yang halus itu, membawa pembulu darah dan dengan
sekresi sejenis cairan, yaitu: cairan serebrospinal yang memperkecil benturan atau
goncangan. Selaput meningen menutupi terdiri dari 3 lapisan yaitu:
Gambar 4. Anatomi meningen
a. Dura meter
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal
dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas
jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena
tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang
potensial ruang subdural yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana
sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan
otak menuju sinus sagitalis superior di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat
mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior
mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari
sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat . Hematoma subdural yang
besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
1) sakit kepala yang menetap
2) rasa mengantuk yang hilang-timbul
3) linglung
4) perubahan ingatan
5) kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
b. Selaput arachnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang. Selaput
arakhnoid terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang
meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut
spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh
Liquor serebrospinalis .
c. Pia meter
Pia mater adalah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi
gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya.

2.3 Jenis-Jenis Patah Tulang Tengkorak

Tingkat keparahan kerusakan tulang tengkorak berbeda-beda, tergantung pada kekuatan benturan
dan jenis benda yang menyebabkan cedera, serta lokasi terjadinya cedera kepala.

A. Berikut adalah beberapa jenis patah tulang (fraktur) tengkorak yang bisa terjadi:

 Fraktur tertutup
Fraktur tertutup dapat terjadi ketika tulang tengkorak mengalami keretakan, tetapi kulit yang
melapisi tulang masih utuh, tidak terjadi lecet maupun luka terbuka.

 Fraktur terbuka
Berbeda dengan fraktur tertutup, patah tulang tengkorak terbuka diikuti oleh kerusakan kulit di
tempat terjadinya retakan. Bahkan, kadang tulang yang patah terlihat atau muncul dari robekan
kulit.
Fraktur dasar tengkorak atau basis carnii
Kerusakan jenis ini terjadi di dasar tulang tengkorak atau pada bagian tulang di sekitar mata,
telinga, hidung, atau bagian belakang tengkorak yang dekat dengan tulang belakang. Cedera ini
sering diikuti robekan selaput otak dan merupakan salah satu jenis cedera tulang tengkorak yang
paling fatal.

 Fraktur depresi (patah tulang tengkorak cekung)


Jenis patah tulang tengkorak ini terjadi karena ada bagian patahan tulang yang terdorong ke dalam
rongga otak dan membentuk cekungan.

B. Gejala Kerusakan pada Tulang Tengkorak


Pada kondisi tertentu, seperti fraktur terbuka dan fraktur depresi, dokter akan lebih mudah
memastikan terjadinya kerusakan pada tulang tengkorak. Penentuan lokasi patah tulang tengkorak
akan lebih sulit jika kerusakan tidak terlihat. Untuk memastikannya, dokter akan mencari tau
beberapa gejala yang terjadi.

C. Beberapa gejala yang dapat muncul saat terjadi patah tulang tengkorak adalah:

1. Sakit kepala hebat


2. Penglihatan kabur mendadak
3. Mual dan muntah
4. Kehilangan keseimbangan
5. Kesulitan berbicara atau melihat
6. Gangguan pendengaran akibat gendang telinga pecah
7. Memar di belakang telinga atau di sekitar mata
8. Perdarahan telinga atau mimisan

D. Cara Mendiagnosis dan Mengobati Patah Tulang Tengkorak


Dokter dapat mengetahui patah tulang tengkorak dari gejala yang muncul dan melalui pemeriksaan
fisik. Namun, untuk memastikan dan menentukan tingkat keparahan serta lokasi patah tulang
tengkorak, dokter juga akan melakukan pemeriksaan penunjang menggunakan sinar-X, CT scan,
dan MRI.
Ada beberapa penanganan yang mungkin dilakukan oleh dokter, antara lain:
 Obat-obatan
Jika Anda mengalami patah tulang terbuka, dokter dapat meresepkan antibiotik untuk mencegah
atau mengobati infeksi.

 Operasi
Prosedur operasi mungkin dilakukan untuk memperbaiki susunan tulang tengkorak. Pada prosedur
operasi, dokter dapat menggunakan pin, pelat, atau sekrup untuk menahan tulang tengkorak agar
tetap stabil.

Selain untuk tulang tengkorak, operasi juga dapat dilakukan untuk mengatasi cedera pada otak,
saraf, atau pembuluh darah.

Patah tulang tengkorak dapat dicegah dengan mengenakan pelindung kepala saat berkendara atau
berolahraga, seperti bersepeda atau panjat tebing, maupun menggunakan alat pelindung saat
bekerja. Tak hanya itu, Anda juga perlu menggunakan sabuk pengaman saat mengendarai mobil.

Jika Anda mengalami benturan di kepala yang disertai dengan gejala patah tulang tengkorak,
seperti sakit kepala hebat, sesas napas, dan batuk berdarah, datang ke pusat kesehatan atau IGD
terdekat. Dokter akan melakukan pemeriksaan dan penanganan sesuai dengan kondisi Anda
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan maka dapat disimpulkan, Tengkorak atau cranium tersusun atas
beberapa tulang yang saling bersendi yang tidak bergerak yang disebut sutura. Calvaria adalah
bagian atas dari cranium, dan basis crania adalah bagian paling bawah dari cranium. Pada bagian
calvaria terdapat berbagai macam tulang yaitu os frontale, os parieal, os occipital, os temporal, os
sphenoidale dan os ethmoidale.
Sedangkan tulang-tulang wajah terdiri atas os zygomaticum, maxilla, os nasale, os
lacrimale, vomer, os palatinum, dan concha nasalis inferior. Cranium memiliki sutura-sutura,
diantaranya adalah sutura saggitalis, sutura occipitalis, sutura lambdoidea, sutura
occipitomastoidea, sutura parietomastoidea dan sutura coronalis. Foramen yang terdapat dalam
cranium yaitu foramen jugulare,, foramen magnum, foramen stylomastoideum, foramen
spinosum, foramen lacerum, foramen ovale, foramen palatine majus dan minus, foramen
caecum, foramen rotundum, dan foramen mastoideum.
DAFTAR PUSTAKA

Snell S. Richard. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi 6. Jakarta: EGC. 2006
Aisyah, Santi Nursamsiyah. 2013. Sistem saraf pada manusia. Sekolah Tinggi Farmasi Bandung
Heryati, Euis dan Nur Faizah. 2008. “Psikologi Faal”, Diktat Kuliah. Fakultas Ilmu Pendidikan
UPI.

Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit; alih bahasa, Brahm U. Pendit, dkk; editor edisis bahasa Indonesia,
Huriawan Hertanto, dkk. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sloane, Ethel. 2012. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula; alih bahasa, James Veldman, editor
edisi bahasa Indonesia, Palupi Widyastuti. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai