1 SM
1 SM
1, Januari 2022
p-ISSN: 2301-5896 | e-ISSN: 2580-894X
Abstrak
Cerita Dr. Ingwer Ludwig Nommensen mengisahkan tentang perjalanan seorang
missionar ke Tanah Batak dan dipercayakan sebagai Apostel di Tanah Batak.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif
melalui penelitian lapangan. Sementara, teori yang digunakan adalah teori
struktural dan teori kritik sastra. Selain itu, unsur-unsur intrinsik dalam cerita ini
meliputi : tema, alur, atau plot, latar atau setting, perwatakan dan penokohan,
sudut pandang, gaya bahasa dan amanat. Susunan dan peristiwa yang terjadi
dalam cerita Dr. Ingwer Ludwig Nommensen sangat terstruktur, sehingga mampu
menciptakan ketertarikan untuk menggali nilai budaya di dalamnya. Rumusan
masalah pada Analisis Kritik Sastra adalah unsur-unsur intrinsik, keunggulan,
dan kelemahan pada Cerita Rakyat Dr. Ingwer Ludwig Nommensen. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui susunan cerita,
keunggulan, dan kelemahan cerita Dr. Ingwer Ludwig Nommensen.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap Cerita rakyat Dr. Ingwer
Ludwig Nommensen karya Patar Pasaribu, cerita ini memiliki kualitas yang baik.
Hal tersebut karena cerita ini telah memenuhi segala kriteria yang di tetapkan.
Secara estetik cerita ini memiliki keterjalinan, keunikan dan keseimbangan secara
ekstraestetik.
Kata kunci : Kritik, Sastra, dan Cerita Rakyat Dr. Ingwer Ludwig Nommensen.
50
biasanya diakhiri dengan kesimpulan Timur.
analisis. Tujuan kritik bukan hanya
Tanah Batak begitu terkenal di
menunjukkan keunggulan, kelemahan,
mata orang-orang Eropa sebagai suku
kebenaran, dan kesalahan sebuah karya
kanibal yang terisolasi. Anggapan ini
sastra berdasarkan sudut tertentu, tetapi
didukung dengan kabar kematian dari
mendorong sastrawan untuk mencapai
dua orang misionaris yang diutus oleh
ciptaan sastra tertinggi dan untuk
Zending Greja Baptis dari Amerika,
mengapresiasi karya sastra secara lebih
yaitu Pendeta Samuel Munson dan
baik.
Henry Lyman. Peristiwa
Cerita rakyat adalah cerita masa menggemparkan ini menjadi salah satu
lampau yang menjadi ciri khas di setiap perbincangan di Barmen atau sekarang
negara yang memiliki budaya berbeda disebut sebagai Wuppertal di kota
ragam, serta mencakup kekayaan Jerman. Peristiwa tersebutlah yang
budaya dan sejarahnya masing-masing. mendorong keinginan Nommensen
Cerita rakyat merupakan prosa yang dalam menjalankan misi untuk
dianggap sebagai cerita yang benar- menyebarkan Agama Kristen ke Tanah
benar terjadi oleh pemiliknya. Menurut Batak.
Abdul Rozak Zaidan (2007:51) cerita
Sebelum kedatangan Nommensen
rakyat adalah kisah yangaslinya beredar
ke Tanah Batak, sudah ada beberapa
secara lisan dan menjadi kepercayaan
pendeta yang sudah menjalankan misi
masyarakat, seperti mite.
khusus tersebut. Misi khusus tersebut
Tanah Batak adalah wilayah yang diberi nama Misi Zending Greja
sekarang dikenal dengan nama Sumatera Protestan (Evangelische Kirche) yang
Utara. Pada masa pemerintahan berpusat di Wuppertal, Barmen, yang
kolonial Hindia-Belanda tahun 1842, dulu bernama RMG (Rheinische
pemerintah Hindia-Belanda membentuk Missionsgeselschaft) dan di Tanah
keresidenan Tapanuli. Sebagian besar Batak disebut Kongsi Barmen. Kongsi
tanah Batak mencakup Pakpak-Dairi, Barmen mengarahkan Misi Zendingnya
Samosir, Toba, Silindung, pantai Barat ke tanah batak setelah terbunuhnya 7
(Sibolga), Angkola, hingga Mandailing orang misionar mereka di Borneo
masuk ke dalam keresidenan ini. (Kalimantan). Zending ke Borneo
Sedangkan Tanah Karo dan Simalungun dialihkan ke Sumatera, tepatnya ke
masuk ke Provinsi Sumatera bagian Tanah Batak. Zending Kongsi Barmen
51
mengirim pendeta Ingwer Ludwig seorang anak yang memiliki tekad besar
Nommensen ke Sumatera pada bulan agar ia dapat menepati janjinya kepada
Oktober 1861 untuk bergabung dengan Tuhan. Ia berjanji akan menjadi seorang
Van Asselt, Betz, Klamerdan Heine. Missionariske daerah terbelakang di negri
yang jauh dimana penduduknya masih
2. METODE PENELITIAN
menjadi Pelbegu (Penyembah berhala).
Penelitian ini menggunakan
2. Alur/Plot
metode deskriptif kualitatif dengan
pendekatan pustaka, dimana penelitian ini Cerita rakyat Dr.Ingwer Ludwig
akan mengumpulkan data berupa teks Nommensen, karya Peter M Pasaribu
tertulis dari buku-buku yang berkaitan menggunakan plot campuran yaitu plot
dengan penelitian. Best mengungkapkan maju atau kronologis dan plot mundur
bahwa penelitian deskriptif kualitatif atau plot flash-back pada setiap bagian
untuk mengungkapkan fakta, keadaan, dalam 49 bab.
fenomena, variabel, dan keadaan yang
3. Latar/Setting
terjadi, kemudian menyuguhkan apa
adanya (1982:119). Ratna (2004:47-48) Latar ataupun setting merupakan
mengatakan bagian terpenting metode tempat terjadinya peristiwa di dalam
kualitatif, yakni : sebuah karya sastra. Latar (setting)
bukan hanya tentang daerah maupun
1. Memberi perhatian utama pada makna
tempat, tetapi juga tentang waktu.
dan pesan, sesuai dengan hakikat dari
Sementara, cerita Dr. Ingwer Ludwig
objek, y yakni sebagai studi kultural.
Nommensen memiliki tiga latar,yaitu:
2. Lebih mengutamakan proses yang
a) Latar Tempat
dibandingkan dengan hasil penelitiannya
sehingga makna akan akan berubah. Latar tempat dilihat dari segi
geografis, sehingga kejadian tersebut
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
akan berkaitan dengan nama-nama
Unsur-unsur Intrinsik Cerita Rakyat tempat. Latar dalam Ceritra rakyat Dr.
Dr.Ingwer Ludwig Nommensen Ingwer Ludwig Nommensen dibagi
menjadi tiga yaitu : Pulau Marsch
1. Tema
Nordstrand Jerman (Sekolah, Rumah,
Tema dalam cerita rakyat Dr. Kota Husum, Pulau Foehr, Gereja).
Ingwer Ludwig Nommensen adalah kisah Sementara, latar tempat yang berada
52
diluar pulau Nordstrand Jerman adalah melunasi hutang kepada orang kaya. Ada
Swiss dan Holland (Belanda). Latar yang juga suku kanibal yang tidak bisa
berada di Pulau Sumatera adalah Padang, membedakan daging manusia dan daging
Sibolga, Barus, Desa Sijungkang, hewan, segala jenisdaging akan dimakan.
Pedalaman Sumatera, Sipirok (Prausorat), 4. Perwatakan/Penokohan
Sungai Batang Toru, Sarulla,
Cerita rakyat Dr. Ingwer Ludwig
Simarangkir, Siatas Barita, Sahitnihuta,
Nommensen karya Peter Pasaribu
Hutagalung, Sungai Situmandi,
diperankan oleh beberapa tokoh cerita.
Sisangkak desa Lobu Pining, Onan
Tokoh-tokoh tersebut dibagi menjadi
Sitahuru, Huta Dame, Hutaraja,
tokoh utama dan tokoh tambahan.
Bahalbatu, Bakara, dan Sigumpar.
Tokoh utama adalah tokoh yang
b) Latar Waktu ditampilkan terus-menerus dan
Latar waktu pada cerita rakyat Dr. diutamakan pengarang, sehingga
Ingwer Ludwig Nommensen terjadi pada mendominasi sebagian besar cerita.
tahun 1830-an. Latar yang terdapat pada Sedangkan tokoh tambahan adalah tokoh-
cerita ini menunjukkan suatu peristiwa tokoh yang hanyadimunculkan sekali atau
pada zaman itu. Selain itu, latar waktu beberapa kali dalam cerita dan
juga terbagi menjadi empat bagian yaitu : kemunculannya berhubungan dengan
pagi, siang, sore, dan malam. peristiwa atau kejadian yang dialami oleh
tokoh utama. Tokoh utama dalam cerita
c) Latar Sosial
rakyat Dr. Ingwer Ludwig Nommensen
Latar sosial dalam cerita rakyat Dr. adalah seperti yang terlihat dari judulnya,
Ingwer Ludwig Nommensen dapat dilihat Ingwer Ludwig Nommensen.
dari kehidupan pelbegu (penyembah Nommensen mendominasi keseluruhan
berhala), yang pada masa itu dilanda cerita dan diutamakan penceritaannya
kemiskinan. Keadaan tersebut seakan dalam cerita.
membuat pembaca ikut merasakan perih
Adapun tokoh-tokoh tambahan
yang dirasakan orang-orang pelbegu
adalah tokoh Peter Nommensen, Anna,
(penyembah berhala) sebelum orang Batak
TuanCallisen, Tuan Jansen, Tuan Heinsen,
mengenal Tuhan. Anak-anak yang
Tuan Nahnsen, Tuan Ephorus, Tuan
seharusnya mengenyom pendidikan di
Sommer, Tuan Kamphausen, Tuan Van
bangku sekolah harus menjadi budak
Rhoden, Tuan Jakobsen, Klammer, Heine,
karena orang tuanya tidak mampu
53
Pendeta Matzen, Denniger, Van Asselt, Si perbandingan yang tepat untuk
Punrau, Tuan Betz, Pendeta Samuel mengungkapkan suatu maksud. Dalam
Munson, Pendeta Henry Lyman, Raja cerita Dr. Ingwer Ludwig Nommensen
Panggalamei, Raja Amandari menggunakan enam macam gaya bahasa,
Lumbantobing, Ompu Tarida, Ompu yakni :
Tunggul Lumbantobing, Ompu sabungan a) Hiperbola
Parbubu, Raja Ompu Sinangga, Raja b) Personifikasi
Panalungkap, Si Jamalayu, Raja Silo, Raja c) Metafora
Pontas Lumbantobing, Raja Ompu d) Alegori
Baligabosi, Karolin Margareth, Pendeta e) Sinekdoke
Peter Heinrich Johansen, Nona Hester f) Alusi
Needham, Bartimeus, Ompu Darisiantar,
7. Amanat
Missionar Schreiber, Missionar Leopold,
Raja Sisingamangaraja XII, Dr. Fabri, De Pesan moral dalam Cerita Rakyat Dr.
Paauw, Pendeta Jonathan, Masyarakat di Ingwer Ludwig Nommensen sebagian
Tanah Batak. mengungkapkan ide-ide yang terdapat
54
perwatakan, sudut pandang, gaya bahasa menyerah, tetap harus ikhlas, selalu
dan amanat dengan tema, sehingga bersyukur dan berserah kepada Tuhan.
menghasilkan nilai-nilai kritik sastra yang
terdapat dalam karya sastra itu sendiri.
2. Keterjalinan antara Latar dengan
1. Keterjalinan antara Alur dengan Tema
Tema a) Latar Tempat
tahapan alur yang memiliki keterjalinan novel ini sangat kuat mendukung tema.
dengan tema yaitu pada tahap Latar tempat dalam cerita ini dibagi
berpikir bahwa hidupnya tidak akan lama Nordstrand Jerman; yakni Sekolah,
lagi karena perselisihan yang terjadi, dia Rumah, Kota Husum, PulauFoehr, Gereja.
Silindung berubah total menjadi sangat Jerman yakni ; Swiss dan Holland
mencekam, karena secara tiba-tiba muncul (Belanda). Dan yang berada di Pulau
penyakit cacar yang sangat ganas. Hampir Sumatera yakni ; Padang, Sibolga, Barus,
setiap jam ada yang meninggal dunia dan Desa Sijungkang, Pedalaman Sumatera,
lonceng gereja tidak berhenti berbunyi Sipirok (Prausorat), Sungai Batang Toru,
55
kepada teman- temannya di pelabuhan. 4. Keterjalinan antara Sudut Pandang
dengan Tema
c) Latar Sosial Dalam cerita Dr. Ingwer Ludwig
Untuk latar sosial dalam cerita Dr. Nommensen ini pengarang menggunakan
Ingwer Ludwig Nommensen dapat sudut pandang orang pertama. Hal
dilihat dari kehidupan Pelbegu ( tersebut ditandai dengan penggunaan kata
Penyembah berhala) yang pada saat itu “aku” oleh pengarang sebagai pelaku
dilanda kemiskinan. Keadaan tersebut utama. Ini menunjukkan bahwa si tokoh
seakan membuat pembaca ikut utama mengisahkan pengalaman,
merasakan perih yang dirasakan Orang permasalahan dan tindakan dirinya secara
Batak sebelum mengenal Tuhan. Anak- lebih jelas melalui sesuatu yang di alami,
anak yang seharusnya mengoyom diketahui, didengar, dilihat, dan yang
pendidikan dibangku sekolah harus dirasakan.
menjadi budak karena orang tuanya 5. Keterjalinan antara Gaya Bahasa
tidak mampu melunasi hutang dengan Tema
kepada orang kaya. Dan ada juga
Gaya bahasa yang digunakan dalam
suku kanibal yang tidak bisa
cerita ini adalah hiperbola, personifikasi,
membedakan daging manusia dengan
metafora, alegori, sinekdoke dan alusi.
daging hewan, segala jenis daning
Penggunaan gaya bahasa tersebut
dimakan.
bertujuan untuk memberikan makna yang
3. Keterjalinan antara Watak dan lebih untuk mencapai keindahan dan
Perwatakan dengan Tema memunculkan imajinasi ketika orang
Nommensen digambarkan memiliki membacanya. Selain itu, penggunaan gaya
watak yang optimis, peduli terhadap orang bahasa dalam cerita ini menciptakan
lain, cerdas, pekerja keras, berpikir positif, suasana yang memberi kesan menarik
memiliki cita-cita yang tinggi dan sehingga pembaca tidak mudah jenuh.
memiliki keinginan besar untuk Penggunaan gaya bahasa juga mampu
mewujudkannya. Semua watak menciptakan perasaan senang, sedih, haru,
Nommensen yang tergambar dalam cerita bahagia, khawatir, prihatin, cinta dan
tersebut memiliki hubungan yang kuat harapan.
dengan tema yaitu, meraih cita- cita
dengan penyertaan Tuhan.
56
6. Keterjalinan antara Amanat dengan pengarang tidak sepenuhnya
Tema menggunakan kosa kata terpilih dan juga
cerita rakyat Dr. Ingwer Ludwig kalimat baru yang membuat pembaca
tema yaitu sebagai berikut. Jangan dikarenakan kalimat yang kurang penting
hati : Jangan mengharapkan upah saat olah takut kalau pembaca tidak
membantu orang lain : Keterbatasan dan memahami alur cerita dan akibatnya
kemiskinan tidak menjadi alasan untuk cerita menjadi bertele- tele dan kurang
57
disampaikan pengarang terhadap
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak, Zaidan dkk. 2007. Kamus
Istilah Sastra. Jakarta:
BalaiPustaka.
58