DAN FUNGSI
ABSTRACT
ABSTRAK
Tradisi yang berkaitan dengan kebiasaan atau adat istiadat, menggunakan bahasa
lisan dalam penyampaian pengalaman sehari-hari dari seseorang kepada orang lain
disebut dengan tradisi lisan. Sastra lisan merupakan kesusastraan yang mencangkup
ekspresi kesusastraan warga, suatu kebudayaan yang disebarluaskan secara turun-
temurun atau dari mulut ke mulut. Salah satu sastra lisan yang menjadi identitas dari Desa
Panjer adalah Sejarah Desa Pakraman Panjer, yang mengandung Struktur dan fungsinya
yang akan dijabarkan secara terperinci
A. PENDAHULUAN
Tradisi yang berkaitan dengan kebiasaan atau adat istiadat, menggunakan bahasa
lisan dalam penyampaian pengalaman sehari-hari dari seseorang kepada orang lain
disebut dengan tradisi lisan. Dilain sisi tradisi lisan juga dapat diartikan sebagai salah satu
jenis warisan kebudayaan setempat yang proses pewarisannya dilakukan secara lisan atau
melalui proses oral. Tradisi lisan mencakup hal-hal yang berhubungan dengan sastra,
bahasa, sejarah, biografi, serta berbagai pengetahuan dan kesenian lain yang disampaikan
dari mulut ke mulut.
Menurut pendapat Hutomo (1991 :1) Folklore atau Sastra lisan merupakan
kesusastraan yang mencangkup ekspresi kesusastraan warga, suatu kebudayaan yang
disebarluaskan secara turun-temurun atau dari mulut ke mulut. Sastra lisan merupakan
bagian dari kebudayaan masyarakat yang harus dipelihara dan dilestarikan. Sastra lisan
sendiri memiliki fungsi sebagai penunjang perkembangan bahasa lisan, sebagai media
ungkap alam pikiran dan juga sikap serta nilai-nilai kebudayaan masyarakat
pendukungnya. Sastra lisan berperan sebagai budaya yang menjadikan bahasa sebagai
media dan erat kaitannya dengan kemajuan bahasa masyarakat pendukungnya. Sehingga
dapat diartikan juga, Sastra lisan adalah sebuah wujud mengenai cerita rakyat yang
dituturkan secara lisan, mulai dari mitos, uraian genealogis, dongeng, legenda, hingga
cerita tentang kepahlawanan.
Legenda (Bahasa Latin: legere) adalah cerita prosa rakyat yang dianggap oleh
yang mempunyai cerita sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi. Oleh karena itu,
legenda sering kali dianggap sebagai sejarah kolektif (folk history). Walaupun demikian,
karena tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distorsi sehingga sering kali
jauh berbeda dengan kisah aslinya. Oleh karena itu, jika legenda hendak digunakan
sebagai bahan untuk merekonstruksi sejarah, maka legenda harus dibersihkan terlebih
dahulu bagian-bagiannya dari yang mengandung sifatsifat folklore. Dalam artikel ini
mengkaji mengenai struktur dan fungsi dari sastra lisan Sejarah Desa Pakraman Panjer.
B. POKOK PERMASALAHAN
1. Bagaimana struktur yang membangun sastra lisan Sejarah Desa Pakraman Panjer?
2. Fungsi apa yang membangun sastra lisan Sejarah Desa Pakraman Panjer?
C. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini memiliki tujuan untuk dapat melestarikan aspek sastra
dan tradisi yang juga memiliki tujuan untuk mendapatkan ilmu serta pengetahuan
mengenai sastra lisan Sejarah Desa Pakraman Panjer.
Tujuan Khusus
1. Untuk mendeskripsikan struktur sastra lisan Sejarah Desa Pakraman Panjer.
2. Untuk mendeskripsikan fungsi sastra lisan Sejarah Desa Pakraman Panjer.
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif karena
ingin memberikan gambaran mengenai struktur dan fungsi sastra lisan Asal Usul Desa
Buduk, Mengwi, Badung. Menurut Sugiyono (2005: 21) menyatakan bahwa metode
deskriptif adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis
suatu hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas.
Data dalam penelitian berbentuk kata-kata serta gambaran.
Adapun metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif karena
dengan metode ini dapat dilakukan dengan cara analisis dengan hasil yang disajikan
dalam bentuk deskripsi.
Metode hasil analisis data akan disajikan dengan teknik informal, yakni teknik
penyajian data penelitian yang dideskripsikan dengan menggunakan kata-kata. Teknik
penyajian informal adalah penyajian hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata
biasa (Kesuma, 2007:71).
E. PEMBAHASAN
Struktur Sastra Lisan Sejarah Desa Pakraman Panjer
1. Tema
Tema adalah ide pokok yang merupakan interpretasi dari keseluruhan isi
cerita. Menurut Nurgiyantoro (2009), tema adalah gagasan dasar yang menopang
karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai unsur semantic serta
menyangkut persamaan atau perbedaan. Tema dalam sastra lisan Sejarah Desa
Pakraman Panjer adalah tentang sejarah (asal mula suatu tempat). Seperti dalam
kutipan berikut:
“Pada suatu hari diceritakan Dalem Klungkung sembahyang ke pura
sakenan serangan. sekembali dari sakenan tiba ditengah-tengah desa
(hutan paku) semua uparengga (alat-alat upacara) seperti pengawin,
bandrangan (tombak yang berisi hiasan bulu kuda) yang dibawa para
pengiring dalem dipancangkan (memancer) di desa tersebut. desa
tersebut bernama desa nyanggelan. Kemudian nama desa tersebut
ditukar oleh dalem dengan nama pancer yang sekarang berubah
menjadi panjer.”
“Hal inilah lantas diketahui oleh permaisuri Arya Tegeh Kori, maka
dipanggillah Dukuh Melandang. Kemudian permaisuri
memerintahkan patih melandang supaya membunuh anaknya Luh
Semi, karena telah melakukan perbuatan asusila di puri keraton yang
dinilai mencemohkan kewibawaan keraton, agar tidak menjadi
contoh yang tidak baik.”
“Di kuburan inilah anaknya yaitu Luh Semi sedianya dibunuh oleh
ayahnya yaitu Dukuh Melandang. Setelah tiga kali berturut-turut
Luh Semi ditikam dengan keris oleh ayahnya, selalu dihalang
halangi oleh seekor anjing bulu cemeng (warna abu-abu) yang
datangnya secara tiba-tiba. Maka Dukuh Melandang berfikir dan
berkesimpulan tidak jadi membunuh Luh Semi. untuk menutupi
perbuatannya maka anjing bulu cemeng lantas dibunuh sekaligus
dibuatkan kuburan seperti menguburkan manusia.
Maka mulai pada waktu itulah kuburan tersebut bernama seme
keneng (buung = tidak jadi dibunuh), keneng dari kata kaeneng =
pikiran. Dukuh Melandang tidak berniat untuk membunuh Luh
Semi, karena dengan tanda-tanda paul saat mau menikamkan
kerisnya selalu dihalangi oleh anjing bulu cemeng yang tiba-tiba
berada di depannya di kuburan itu. Selanjutnya Luh Semi dibawa
ke arah selatan dan disembunyikan di hutan paku. kemudian Dukuh
Melandang kembali melaporkan bahwa anaknya Luh Semi sudah
dibunuh dan telah dikuburkan di kuburan "buung keneng”.
3. Tokoh
Menurut Aminudin dalam Siswanto (2002:142) tokoh merupakan pelaku
yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu
menjalin suatu cerita. Dapat pula dikapakan bahwa tokoh adalah pelaku yang
mengalami peristiwa dan persoalan-persoalan dalam cerita atau rekaan sehingga
peristiwa tersebut dapat menjadi suatu cerita yang menarik. Tokoh utama yang
berperan dalam sastra lisan Sejarah Desa Pakraman Panjer adalah Arya Benculuk
atau Arya Tegeh Kori, Permaisuri Arya Tegeh Kori, Dukuh Melandang, Ni Luh
Semi yang memiliki peran penting dan menjadi pusat dalam cerita tersebut.
Adapun yang berperan sebagai tokoh sekunder dan tokoh pembantu dalam
sastra lisan Sejarah Desa Pakraman Panjer adalah Prajurit Arya Tegeh Kori, Anak
dari Arya Tegeh Kori dengan Ni Luh Semi.
4. Latar
Latar atau setting adalah keterangan mengenai ruang, waktu, serta suasana
terjadinya peristiwa-peristiwa dalam di dalam suatu karya sastra. Latar dapat
dikatakan sebagai tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan. Latar tempat sastra lisan Sejarah
Desa Pakraman Panjer, yaitu di kerajaan Tohjaya, Setra Buung Keneng (yang
sekarang berada di Desa Sumerta Kaja, Jl. Ratna Denpasar), Alas Paku (panjer),
Desa Panjer, Pura Sakenan (serangan).