Anda di halaman 1dari 19

PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS ABCD
Jln. Raya Cicalengka No.321 Telp. (022) 7949217 Kode Pos 40395
E-mail : puskcicalengka_bandungkab@yahoo.co.id

KEPUTUSAN
KEPALA PUSKESMAS ABCD KABUPATEN BANDUNG
NOMOR : 800/…../SK 01/IV/2022/Pusk
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN KLINIS
PADA MASA PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
DI PUSKESMAS ABCD
KEPALA PUSKESMAS ABCD,

Menimbang : a. bahwa pemberian pelayanan klinis di pusat kesehatan


masyarakat perlu disesuaikan dengan kebijakan
pemerintah untuk memperkuat fungsi pusat
kesehatan masyarakat dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama di wilayah kerjanya;
b. bahwa dalam rangka pemberian pelayanan klinis
pada masa pandemi COVID-19 dilaksanakan sesuai
kebutuhan pasien, bermutu, memperhatikan
keselamatan pasien dan upaya untuk mencegah
penyebaran COVID-19;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Surat Keputusan Kepala Puskesmas
ABCD tentang Kebijakan Pelayanan Klinis Pada Masa
Pandemi COVID-19 di Puskesmas ABCD;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang
Wabah Penyakit Menular;
2. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran;
3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional;
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana;
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik;
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
8. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan;
9. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan;
10. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang
Kebidanan;
11. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka
Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19);
12. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Dalam
Keadaan Tertentu;
13. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan
Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019
(COVID-19);
14. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam
Medis;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 290 Tahun 2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 001 tahun 2012 tentang Sistem Rujukan
Pelayanan Kesehatan Perorangan;
17. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 46 tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas,
Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2015 tentang
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat
Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri
Dokter Gigi;
18. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 44 Tahun 2016 tentang Pedoman Manajemen
Puskesmas;
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit
dan Kewajiban Pasien;
20. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2019 tentang Standar Teknis
Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan;
21. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 26 Tahun 2019 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014
Tentang Keperawatan;
22. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 31 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi
Puskesmas;
23. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 43 Tahun 2019 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat;
24. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan
Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
25. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 50/MENKES/SK/I/1998 tentang penggunaan
kode diagnosis ICD-10;
26. Peraturan Bupati Bandung Nomor 17 Tahun 2015
tentang Standar Pelayanan Minimal Pada BLUD UPTD
Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Bandung;
27. Peraturan Bupati Bandung Nomor 52 Tahun 2015
tentang Pedoman Penilaian Kinerja BLUD di
Kabupaten Bandung;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS ABCD TENTANG


KEBIJAKAN PELAYANAN KLINIS PADA MASA PANDEMI
CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19) DI
PUSKESMAS ABCD.
KESATU : Kebijakan pelayanan klinis pada masa pandemi corona
virus disease 2019 (COVID-19) di Puskesmas ABCD
sebagaimana tercantum dalam Lampiran merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari surat keputusan ini.
KEDUA : Pelaksanaan dari kebijakan sebagaimana dimaksud pada
diktum kesatu dipandu oleh pedoman dan prosedur yang
jelas dan baku dengan memperhatikan upaya untuk
memutus mata rantai COVID-19.
KETIGA : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat
kekeliruan akan diadakan perbaikan/perubahan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : ………….
Pada tanggal : ……………..
KEPALA PUSKESMAS ABCD,

KEPALA PUSKESMAS
LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMA
S ABCD
NOMOR : 800/………../SK
01/IV/2020/Pusk
TENTANG : KEBIJAKAN PELAYANAN KLINIS
PADA MASA PANDEMI CORONA
VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
DI PUSKESMAS ABCD

KEBIJAKAN PELAYANAN KLINIS PADA MASA PANDEMI COVID-19


DI PUSKESMAS ABCD

A. PENDAFTARAN PASIEN
1. Seluruh calon pasien/pengunjung puskesmas dilakukan penapisan
(skrining) awal sebelum pendaftaran.
2. Skrining awal calon pasien/pengunjung puskesmas dipandu dengan
prosedur yang jelas dan dengan memperhatikan prinsip-prinsip
pencegahan penyebaran COVID-19.
3. Skrining awal calon pasien/pengunjung puskesmas dilakukan oleh
petugas dengan memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai.
4. Pendaftaran pasien harus dipandu dengan prosedur yang jelas.
5. Pendaftaran dilakukan oleh petugas pendaftaran dengan
mengenakan APD yang sesuai. Kompetensi yang dipersyaratkan bagi
petugas pendaftaran harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Memiliki ijazah minimal SLTA/sederajat;
b. Mampu mengoperasikan komputer;
c. Berpenampilan menarik; dan
d. Mampu berkomunikasi secara efektif (komunikatif).
6. Pendaftaran pasien ILI (Influenza Like Illness) dilakukan secara
terpisah di ruangan khusus.
7. Ruang tunggu pendaftaran diatur sedemikian rupa sehingga
memenuhi prinsip jarak aman antar calon pasien (physical
distancing).
8. Pendaftaran pasien memperhatikan keselamatan pasien. Identitas
pasien harus dipastikan minimal dengan dua cara dari cara
identifikasi sebagai berikut: nama pasien, tanggal lahir pasien,
alamat/tempat tinggal, dan nomor rekam medis.
9. Informasi tentang jenis pelayanan klinis yang tersedia, dan informasi
lain yang dibutuhkan masyarakat, meliputi: tarif, jenis pelayanan,
ketersediaan tempat tidur, dan informasi tentang kerjasama dengan
fasilitas kesehatan yang lain serta informasi tentang COVID-19 harus
tersedia di tempat pendaftaran.
10. Hak dan kewajiban pasien harus diperhatikan dan diinformasikan
pada keseluruhan proses pelayanan, dimulai dari pendaftaran.
11. Hak-hak pasien meliputi :
a. Hak memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien.
b. Hak memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa
diskriminasi.
c. Hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan
standar profesi dan standar prosedur operasional.
d. Hak memperoleh layanan yang efektif dan efesien sehingga
pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi.
e. Hak mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang
didapatkan.
f. Hak memilih dokter sesuai dengan keinginannya dan peraturan
yang berlaku di puskesmas.
g. Hak meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya
kepada dokter lain yang mempunyai surat izin praktik (SIP) baik
di dalam maupun di luar puskesmas.
h. Hak mendapat privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita
termasuk data-data medisnya.
i. Hak mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan tatacara
tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan,
risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya
pengobatan.
j. Hak memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang
dideritanya, termasuk menolak pengobatan dan menolak jika
dirujuk ke sarana kesehatan lain.
k. Hak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
l. Hak menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang
dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
m. Hak memperoleh keamanan dan keselamatan atas pelakuan
puskesmas terhadap dirinya.
n. Hak menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
o. Hak menggugat dan atau menuntut puskesmas apabila
puskesmas diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai
dengan standar baik secara perdata ataupun pidana dan.
p. Hak mengeluhkan pelayanan di puskesmas yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Kewajiban pasien meliputi :
a. Kewajiban mematuhi peraturan yang berlaku di Puskesmas;
b. Menggunakan fasilitas Puskesmas secara bertanggungjawab;
c. Menghormati hak-hak pasien lain, pengunjung dan hak Tenaga
Kesehatan serta petugas lainnya yang bekerja di Puskesmas;
d. Memberikan informasi yang jujur, lengkap dan akurat sesuai
kemampuan dan pengetahuannya tentang masalah
kesehatannya;
e. Memberikan informasi mengenai kemampuan finansial dan
jaminan kesehatan yang dimilikinya;
f. Mematuhi rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan di Puskesmas dan disetujui oleh pasien yang
bersangkutan setelah mendapatkan penjelasan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
g. Menerima segala konsekuensi atas keputusan pribadinya untuk
menolak rencana terapi yang direkomendasikan oleh Tenaga
Kesehatan dalam rangka penyembuhan penyakit atau masalah
kesehatannya; dan
h. Kewajiban memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang
diterima.
13. Tahapan pelayanan klinis diinformasikan kepada pasien untuk
menjamin kesinambungan pelayanan.
14. Kendala fisik, bahasa, dan budaya serta penghalang lain wajib
diidentifikasi dan ditindak lanjuti.
15. Koordinasi dan komunikasi pendaftaran dengan unit-unit terkait
disesuaikan dengan prosedur yang ada.

B. PENGKAJIAN AWAL KLINIS


16. Kajian awal klinis dilakukan secara paripurna, mencakup berbagai
kebutuhan dan harapan pasien/keluarga untuk mendukung rencana
dan pelaksanaan pelayanan.
17. Kajian awal meliputi kajian medis, kajian keperawatan, kajian
kebidanan, dan kajian lain oleh tenaga kesehatan profesional yang
kompeten sesuai dengan kebutuhan. Kajian dilakukan mengacu
pada standar profesi dan standar asuhan.
18. Kajian awal klinis meliputi kemungkinan kontak dengan pasien
COVID-19 dan perjalanan dari daerah dengan transmisi lokal (zona
merah).
19. Kajian awal klinis dilakukan dengan memperhatikan tidak
terjadinya pengulangan yang tidak perlu baik dalam pemeriksaan
penunjang maupun pemberian terapi.
20. Pasien dengan kebutuhan darurat/mendesak/segera atau berisiko
tinggi diberikan prioritas untuk asesmen dan pengobatan.
21. Kajian awal klinis dilakukan dengan peralatan dan di tempat yang
memadai.
22. Kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi
harus diperhatikan selama melakukan kajian. Petugas yang
melakukan kajian menggunakan APD yang sesuai dan
memperhatikan jarak aman dengan pasien; Dekontaminasi dan
disinfeksi dilakukan terhadap peralatan dan tempat kerja; Ventilasi
di ruang pelayanan sedapat mungkin diperhatikan.
23. Hasil pengkajian awal klinis dicatat dalam catatan medis dan mudah
diakses oleh petugas yang bertanggungjawab terhadap pelayanan
pasien.

C. KEPUTUSAN LAYANAN KLINIS


24. Hasil kajian awal pasien dianalisis oleh petugas kesehatan
profesional dan/atau tim kesehatan antar profesi yang digunakan
untuk menyusun keputusan layanan klinis.
25. Kajian awal dilakukan untuk dapat memberikan informasi mengenai:
a. pelayanan yang dicari pasien;
b. penetapan diagnosis awal;
c. riwayat pasien terhadap pengobatan sebelumnya;
d. respons pasien terhadap pengobatan sebelumnya;
e. pemilihan jenis pelayanan/tindakan yang terbaik bagi pasien
serta rencana tindak lanjut dan evaluasi;
26. Tim kesehatan antar profesi harus dibentuk untuk melakukan kajian
jika diperlukan penangangan secara tim.

D. RENCANA LAYANAN KLINIS


27. Informasi kajian baik medis, keperawatan, kebidanan, dan profesi
kesehatan lain wajib diidentifikasi dan dicatat dalam rekam medis.
28. Proses kajian dilakukan sesuai dengan langkah-langkah S-O-A-P
(Subjektif, Objektif, Assesment, Plan).
29. Informasi kajian dikoordinasikan dan dikomunikasikan antar
petugas kesehatan untuk menjamin perolehan dan pemanfaatan
informasi tersebut secara tepat waktu.
30. Pasien dengan kondisi gawat atau darurat harus diprioritaskan
dalam pelayanan.
31. Kajian dan perencanaan asuhan harus dilakukan oleh tenaga
kesehatan profesional yang kompeten.
32. Pendelegasian wewenang baik dalam kajian mapun keputusan
layanan harus dilakukan melalui proses pendelegasian wewenang.
33. Pendelegasian wewenang jika tidak tersedia tenaga kesehatan yang
memenuhi persyaratan dilaksanakan dengan melimpahkan tugas
kepada tenaga keselahatan lain yang memiliki kompetensi dan/atau
pengalaman berdasarkan pelatihan yang sesuai dengan tugas yang
harus dijalankan.
34. Pendelegasian wewenang diberikan kepada tenaga kesehatan
profesional yang memenuhi persyaratan, termasuk di dalamnya
interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium.
35. Prosedur pelimpahan tugas dokter kepada paramedik.
36. Proses kajian, perencanaan, dan pelaksanaan layanan dilakukan
dengan peralatan dan di tempat yang memadai dengan
memperhatikan upaya pencegahan penyebaran COVID-19.
37. Peralatan dan tempat pelayanan wajib menjamin keamanan pasien
dan petugas.
38. Rencana layanan dan pelaksanaan layanan dipandu oleh prosedur
klinis yang dibakukan.
39. Jika dibutuhkan rencana layanan terpadu, maka kajian awal,
rencana layanan, dan pelaksanaan layanan disusun secara
kolaboratif dalam tim kesehatan antar profesi.
40. Tim kesehatan antar profesi wajib dibentuk jika diperlukan kajian
dan pananganan kasus secara tim.
41. Rencana layanan klinis disusun untuk tiap pasien dan dilakukan
bersama pasien dengan memperhatikan kebutuhan biologis,
psikologis, sosial, spiritual dan tata nilai budaya pasien.
42. Rencana layanan disusun dengan hasil dan waktu yang jelas dengan
meperhatikan efisiensi sumber daya.
43. Risiko yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan layanan harus
diidentifikasi sejak awal penyusunan rencana layanan.
44. Efek samping dan risiko pelaksanaan layanan dan pengobatan harus
diinformasikan kepada pasien.
45. Rencana layanan harus dicatat dalam rekam medis.
46. Rencana layanan harus memuat pendidikan/penyuluhan pasien.

E. PELAKSANAAN LAYANAN
47. Pelaksanaan layanan dipandu dengan pedoman dan prosedur
pelayanan klinis.
48. Pedoman dan prosedur layanan klinis meliputi: pelayanan medis,
keperawatan, kebidanan, dan pelayanan profesi kesehatan yang lain.
49. Persyaratan pelayanan klinis Puskesmas berpedoman pada
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43 Tahun
2019 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat.
50. Standar layanan klinis didasarkan pada sepuluh penyakit terbanyak
di Puskesmas ABCD,
51. Pelayanan sepuluh penyakit terbanyak dilaksanakan berdasarkan
Standar Operasional Prosedur dari masing-masing penyakit, serta
dilakukan monitoring dan evaluasi berdasarkan sasaran mutu
pelayanan.
52. Dokumen eksternal yang dijadikan acuan dalam penyusunan
standar layanan klinis, antara lain :
a. Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Pedoman Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Laboratorium Kesehatan. 2003. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
b. Direktorat Laboratorium Kesehatan. Pedoman Praktik
Laboratorium yang Benar. 2004. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
c. Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Direktorat Bina Kesehatan Ibu. 2013. Pedoman Pelayanan
Antenatal Terpadu (Edisi Kedua). Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
d. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. 2013. Pedoman
Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil – Balita. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
e. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Subdit
Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Daerah. 2013.
Pedoman Pengendalian Stroke. Jakarta : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
f. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Subdit
Pengendalian Penyakit Jantung dan Pembuluh Daerah. 2013.
Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Hipertensi. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
g. Direktorat Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
2013. Pedoman Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi HIV Bagi Petugas Kesehatan di Pelayanan Kesehatan.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
h. Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi
Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta.
i. Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Keterampilan Klinis
Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta.
j. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Pedoman
Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) dengan Stiker : Dalam Rangka Mempercepat Penurunan
Angka Kematian Ibu. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
k. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman
Pelaksanaan : Simulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak Ditingkat Pelayanan Kesehatan Dasar. Jakarta :
Kementerian Kesehatan.
l. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease (COVID-19).
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Pelaksanaan layanan dilakukan sesuai rencana layanan.
53. Pelaksanaan layanan dan perkembangan pasien harus dicatat dalam
rekam medis.
54. Dokter wajib mencatat secara lengkap informasi kajian dan rencana
layanan, termasuk jika dilakukan perubahan rencana layanan dalam
rekam medis pasien.
55. Isi rekam medis terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, diagnosis
dan terapi, termasuk semua pemeriksaan penunjang diagnostik,
tindakan dan pengobatan yang diberikan pada pasien.
56. Dokter dan/atau perawat lain yang memasukkan data rekam medis
pasien ke dalam Sistem Informasi Kesehatan dan Register wajib
memberitahu dokter yang bersangkutan, apabila dalam pengisian
terjadi pengulangan yang tidak perlu dalam pemberian obat maupun
pemeriksaan penunjang.
57. Kesinambungan layanan klinis dilakukan melalui penyesuaian
antara layanan klinis yang diberikan kepada pasien dengan obat-
obatan dan kemampuan tenaga klinis Puskesmas. Apabila tidak
memadai, maka pasien dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Tingkat
Lanjut.
58. Tindakan medis/pengobatan yang berisiko wajib diinformasikan
pada pasien sebelum mendapatkan persetujuan.
59. Pemberian informasi dan persetujuan pasien (informed consent) wajib
didokumentasikan.
60. Pelaksanaan layanan klinis harus dimonitor, dievaluasi, dan ditindak
lanjuti.
61. Kasus-kasus gawat darurat harus diprioritaskan dan dilaksanakan
sesuai prosedur pelayanan pasien gawat darurat.
62. Kasus-kasus berisiko tinggi harus ditangani sesuai dengan prosedur
pelayanan kasus berisiko tinggi.
63. Kasus-kasus yang perlu kewaspadaan universal terhadap terjadinya
infeksi harus ditangani dengan memperhatikan prosedur pencegahan
(kewaspadaan universal).
64. Pemberian obat/cairan intravena harus dilaksanakan dengan
prosedur pemberian obat/cairan intravena yang baku dan mengikuti
prosedur aseptik.
65. Daftar obat dan/atau cairan intravena yang tersedia di Puskesmas
ABCD, yaitu :

NO NAMA OBAT
1 Cairan RL 500 ml
2 Cairan NaCl 0.9% 500 ml
3 Cairan Glukosa 5% 500 ml
4 Gentamisin Injeksi
5 Ceftriaxone Injeksi
6 Ranitidin Injeksi
7 Ondancentrone Injeksi
8 Diphenhydramine Injeksi
9 Dexametasone Injeksi
10 Aminofilin Injeksi
11 MgSO4 Injeksi
12 Oxytocin Injeksi
13 Methergin Injeksi
14 Vitamin-K Injeksi
15 Ephinehprin Injeksi
16 Sulfas Atropin Injeksi
17 Ketorolac Injeksi

66. Kinerja pelayanan klinis harus dimonitor dan dievaluasi dengan


indikator yang jelas.
67. Hak dan kebutuhan pasien harus diperhatikan pada saat pemberian
layanan.
68. Keluhan pasien/keluarga wajib diidentifikasi, didokumentasikan dan
ditindak lanjuti.
69. Pelaksanaan layanan dilaksanakan secara cermat, tepat dan
terencana serta dicatat secara lengkap hasil-hasil pemeriksaan
penunjang, tindakan dan pengobatan yang telah diberikan dalam
rekam medis pasien untuk menghindari pengulangan yang tidak
perlu.
70. Kewajiban perawat dan petugas kesehatan lain untuk mengingatkan
dokter jika terjadi pengulangan yang tidak perlu.
71. Pelayanan mulai dari pendaftaran, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang, perencanaan layanan, pelaksanaan layanan, pemberian
obat/tindakan, sampai dengan pasien pulang atau dirujuk harus
dijamin kesinambungannya.
72. Pasien berhak untuk menolak pengobatan.
73. Pasien berhak untuk menolak jika dirujuk ke sarana kesehatan lain.
74. Penolakan untuk melanjutkan pengobatan maupun untuk rujukan
dipandu oleh prosedur yang baku.
75. Jika pasien menolak untuk pengobatan atau rujukan, wajib
diberikan informasi tentang hak pasien untuk membuat keputusan,
akibat dari keputusan, dan tanggung jawab mereka berkenaan
dengan keputusan tersebut.
76. Pelayanan anestesi dan pembedahan harus dipandu dengan
prosedur baku.
77. Pelayanan anestesi dan pembedahan harus dilaksanakan oleh
petugas yang kompeten.
78. Sebelum melakukan anestesi dan pembedahan harus mendapatkan
informed consent.
79. Status pasien wajib dimonitor setelah pemberian anestesi dan
pembedahan.
80. Pendidikan/penyuluhan kesehatan pada pasien dilaksanakan sesuai
dengan rencana layanan.
81. Pasien, dokter, perawat, dan petugas kesehatan yang lain bekerja
sama untuk memantau pasien yang mendapat obat, guna
mengevaluasi efek pengobatan terhadap gejala pasien atau
penyakitnya dan untuk mengevaluasi pasien terhadap Kejadian yang
Tidak Diharapkan (KTD).

F. RENCANA RUJUKAN DAN PEMULANGAN


82. Pelayanan terpadu Puskesmas dilakukan dengan menggunakan
sistem rujukan internal.
83. Petugas yang mempunyai kewenangan untuk memonitor dan
mendampingi pasien saat rujukan disesuaikan dengan kondisi atau
keadaan kesehatan pasien.
84. Pemulangan pasien rawat inap dipandu oleh prosedur yang baku.
85. Dokter yang menangani pasien bertanggung jawab untuk
melaksanakan proses pemulangan/rujukan.
86. Umpan balik dari fasilitas rujukan wajib ditindaklanjuti oleh dokter
yang menangani.
87. Jika pasien tidak mungkin dirujuk, puskesmas wajib memberikan
informasi mengenai alternatif pelayanan.
88. Rujukan pasien harus disertai dengan resume klinis.
89. Resume klinis berisi: identitas pasien, kondisi klinis,
prosedur/tindakan yang telah dilakukan, dan kebutuhan akan
tindak lanjut.
90. Pasien diberi informasi tentang hak untuk memilih fasilitas rujukan.
91. Pasien dengan kebutuhan khusus perlu didampingi oleh petugas
yang kompeten.
92. Pasien dimonitor oleh petugas yang kompeten dan telah mengikuti
pelatihan kegawatdaruratan selama dalam proses rujukan langsung.
93. Hasil monitoring rujukan pasien harus dicatat dalam formulir
monitoring.
94. Kriteria merujuk pasien meliputi:
a. Hasil pemeriksaan fisik sudah dapat dipastikan tidak mampu
diatasi;
b. Hasil pemeriksaan fisik dengan pemeriksaan penunjang medis
ternyata tidak mampu diatasi dan apabila telah diobati dan
dirawat ternyata memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan
perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu;
c. Memerlukan pemeriksaan penunjang medis yang lebih lengkap,
tetapi pemeriksaan harus disertai pasien yang bersangkutan;
d. Pasien dirujuk 1x24 jam sejak diagnosa ditegakkan kecuali untuk
rujukan rawat jalan (Dinas Kesehatan membuat suatu sistem
rujukan secara online antara puskesmas dengan seluruh RS
yang ada di Kab Bandung, Jawa Barat dan membuat kebijakan
dimana pasien gawat darurat yang akan dirujuk dapat ditangani
di RS terdekat tanpa pembatasan wilayah dan jaminan
kesehatan).
95. Untuk kasus-kasus rujukan tertentu, seperti kasus penyakit dengan
pre Eklamsi berat, DBD, Diabetes, Hipertensi, harus:
a. Rujukan dengan kasus PEB: sebelum dirujuk ke fasilitas lain,
maka pasien memiliki salah satu gejala dari pre eklamsia berat,
seperti Tekanan darah yang tinggi, Proteinuria 500 gr/24 jam
atau ≥ 2+ dipstik maupun Edema, pandangan kabur, nyeri di
epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen,
sianosis, adanya pertumbuhan janin yang terhambat. Tidak perlu
dirujuk jika pasien tidak memiliki salah satu gejala dari Pre-
Eklamsia Berat.
b. Rujukan dengan kasus Diabetes Melitus tipe 2: Pada pasien yang
terdiagnosis diabetes tipe 2 baru, puskesmas dapat merujuk ke
dokter spesialis di rumah sakit untuk menentukan apakah
terdapat komplikasi dari penyakit tersebut, untuk nantinya
mendapat rujukan balik beserta terapi yang dapat diberikan di
puskesmas. Setelah menjalani terapi selama 2-3 bulan, pasien
baru dapat dirujuk kembali apabila target gula darah tidak
tercapai dengan 2 obat dan diet yang sehat. Namun bila pasien
menunjukkan penyakit lain seperti seperti KAD, nefropati,
neuropati, retinopati, cardiomyopati atau DM tipe 1 atau 2
dengan insulin dependent atau Diabetes Gestasional pasien
dapat dirujuk ke rumah sakit.
c. Rujukan dengan kasus Diabetes Melitus: Sebelum dirujuk pada
fasilitas kesehatan lain, maka pasien haruslah memenuhi kriteria
untuk dirujuk seperti adanya kerusakan target organ atau
komplikasi dari diabetes seperti KAD, nefropati, neuropati,
retinopati, cardiomyopati atau DM tipe 1 atau 2 dengan insulin
dependent atau Diabetes Gestasional. DM tipe 2 tanpa
komplikasi dapat dirujuk apabila setelah pemberian 2 obat dan
diet sehat pasien tidak mengalami perbaikan selama 2-3 bulan.
d. Rujukan dengan kasus Hipertensi: Sebelum dirujuk pada fasilitas
kesehatan lain, maka pasien haruslah memenuhi kriteria seperti
pasien memiliki hipertensi non esensial atau pasien tidak
mencapai target tekanan darah setelah 2-3 bulan pengobatan.
Pada kondisi hipertensi non esensial dilakukan rujukan ke dokter
spesialis untuk dilakukan evaluasi dan pengobatan terlebih
dahulu. Jika pasien dalam kondisi stabil dan dapat ditangani di
Puskesmas, maka rumah sakit melakukan rujukan balik ke
Puskesmas
96. Pada saat pemulangan, pasien/keluarga pasien harus diberi
informasi tentang tindak lanjut layanan.

G. PENGELOLAAN REKAM MEDIS


97. Pembuatan rekam medis dilakukan oleh petugas pendaftaran dan
diatur berdasarkan nama pasien dan nama kepala keluarga.
98. Pengisian rekam medis dilakukan oleh petugas yang memberi
pelayanan klinis secara langsung kepada pasien (dokter, perawat,
bidan dan tenaga kesehatan tertentu lainnya).
99. Catatan dalam rekam medis mencakup tanggal dan waktu
pemberian pelayanan, anamnesis & pemeriksaan F/ME/PEN, BLK,
diagnosis, tindakan, nama dan paraf petugas.
100. Pengisian diagnosis menggunakan standarisasi kode klasifikasi
diagnosis ICD-10, serta terminologi lain yang konsisten dan
sistematis.
101. Terminologi lain yang konsisten dan sistematis disusun oleh
Puskesmas.
102. Pengaksesan rekam medis merupakan hak pasien pemilik isi rekam
medis, petugas medis, petugas penilai rekam medis, serta pihak-
pihak dengan keperluan tertentu yang telah mendapat persetujuan
dari Kepala Puskesmas ABCD .
103. Rekam medis pasien hanya dapat di akses oleh petugas untuk
keperluan informasi sebagai berikut :
a. Kepentingan kesehatan pasien;
b. Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka
penegakan hukum Atas perintah pengadilan;
c. Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri;
d. Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan; dan
e. Kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang
tidak menyebutkan identitas pasien.
104. Pengaksesan atau peminjaman rekam medis baik oleh pihak internal
maupun pihak eksternal wajib melalui persetujuan Kepala
Puskesmas yang didelegasikan kepada Kepala Satuan Pelaksana
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).
105. Rekam medis pasien diberikan kode berupa Pemberian nomor
menggunakan penomoran indeks rekam medis dengan sistem
straight numberic atau angka langsung, yaitu nomor terurut dari
angka kecil ke besar. Contoh: 00001-00002-00003.
106. Pada saat seorang berkunjung pertama kali ke Puskesmas sebagai
calon pasien rawat jalan hanya diberikan satu nomor yang akan
dipakai selamanya untuk kunjungan seterusnya.
107. Nomor rekam medis terdiri dari 6 digit nomor dimana 2 digit pertama
adalah nomor anggota keluarga, 4 digit kedua nomor rekam medis
dan 2 digit berikutnya adalah tahun kunjungan pasien.
108. Penyimpanan rekam medis pasien dilakukan dengan mengurutkan
rekam medis pasien dan indeks keluarga sesuai dengan kode rekam
medis dan tahun kartu berobat pasien dibuat. Di antara aturan
penyimpanan rekam medik, yaitu:
a. Rekam Medis disimpan oleh petugas pendaftaran sesuai dengan
nomor urut pendaftaran pasien/KK.
b. Rekam medis disimpan di dalam lemari penyimpanan rekam
medis sesuai dengan nomor rekam medis.
c. Penyimpanan menggunakan penomoran langsung yaitu
penyimpanan rekam medis dalam rak penyimpanan secara
berurut dengan urutan nomornya.
d. Semua pasien memiliki satu rekam medis yang tersimpan dalam
satu folder keluarga dibawah satu nomor.
e. Rekam medis pasien rawat jalan disimpan sekurang-kurangnya
dalam jangka waktu 2 (dua) tahun terhitung dari tanggal terakhir
pasien berobat, dan rekam medis rawat inap disimpan sekurang-
kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung dari
tanggal terkhir pasien berobat.
f. Setelah batas waktu 2 tahun rawat jalan dan 5 (lima) tahun
rawat inap terlampaui, rekam medis dapat dimusnahkan kecuali
persetujuan tindakan medis.
g. Persetujuan tindakan medis disimpan dalam jangka waktu 10
(sepuluh) tahun, terhitung dari tanggal pembuatan persetujuan
tindakan medis tersebut.

Ditetapkan di : ………….
Pada tanggal : ………………….
KEPALA PUSKESMAS ABCD,

KEPALA PUSKESMAS

Anda mungkin juga menyukai