Anda di halaman 1dari 7

RINGKASAN LOGIKA BAB III

A. PENGERTIAN DEFINISI
Kata definisi berasal dari bahasa Latin definire yang berarti “membatasi atau mengurung dalam
batas-batas tertentu”. Dalam rangka kegiatan ilmiah definisi selalu dihubungkan dengan suatu
konsep atau istilah tertentu yang hendak dijelaskan artinya. Misalnya: definisi “manusia”. Di sini
kita hendak menjelaskan apakah atau siapakah manusia itu. Jadi, definisi secara sederhana
dimengerti sebagai penentuan batas pengertian bagi sebuah istilah.
Dari pengertian tentang definisi di atas terungkap dua hal:
1. Suatu definisi yang baik haruslah berupa rumusan yang singkat, tepat, jelas, padat, dan
lengkap yang mencakup semua elemen yang terkandung dalam konsep yang didefinisikan.
2. Definisi tersebut harus juga mampu memperlihatkan perbedaan antara konsep yang
hendak dijelaskan itu dengan konsep lainnya. Contoh: Kalau saya mau mendefinisikan apa itu
“sapi”, maka definisi itu harus dapat menunjukkan perbedaan “sapi” dari “ayam” sehingga jelas
perbedaan dua konsep tersebut.
Dalam sebuah definisi selalu terkandung dua unsur:
• Definiendum: “sesuatu yang didefiniskan”
• Definiens: hal yang dipakai untuk menjelaskan arti definiendum.
Dengan kata lain, definiendum adalah istilah yang hendak dijelaskan artinya, sedangkan
definiens adalah perumusan atau penjelasan yang diberikan terhadap istilah itu.
Contoh: “Prompak” adalah difiniendum atau istilah atau hal yang hendak dijelaskan artinya.
Sedangkan “bajak laut” adalah difiniens atau penjelasan yang diberikan terhadap difiniendum (
“prompak”) atau hal yang dijelaskan itu.

B. TUJUAN MEMBUAT DEFINISI


Apa tujuan kita membuat definisi? Dalam logika sekurang-kurangnya ada lima tujuan yang
hendak dicapai:
1) Menambah perbendaharaan kata,
2) Menghilangkan ambiguitas,
3) Menjernihkan arti,
4) Menjelaskan secara teoretis,
5) Mempengaruhi sikap.
Satu persatu tujuan pembuatan definisi tersebut diuraikan di bawah ini. Tujuan membuat
definisi:
1. Menambah Perbendaharaan Kata
Dalam percakapan sehari-hari hal ini dirasakan dalam bahasa yang sedang mengalami
perkembangan di mana bermunculan banyak kosa kata baru, sebagai usaha untuk menggantikan
kosakata-kosakata yang masih dianggap asing. Oleh karena itu, orang perlu memahami arti dari
kata-kata yang penggunaannya tidak lazim atau asing itu.
Misalnya: “pramusiwi” menunjuk pada pengasuh bayi (babysitter), “warganet” untuk
menggantikan “netizen”.
2. Menghilangkan Ambiguitas
Tak jarang terjadi bahwa seseorang menemukan kata yang memiliki dua arti atau lebih (ambigu),
sementara dalam konteks tertentu ia sendiri merasa bingung untuk menentukan secara tepat arti
mana yang dimaksudkan oleh kata tersebut. Untuk mengatasi ambiguitas ini diperlukan definisi
yang menjelaskan arti-arti yang berbeda dari kata yang bersifat ambigu itu.
Contoh kata kabur. Kata ini pada dirinya sendiri dapat berarti “samar-samar atau tidak terang”,
dan juga dapat berarti “melarikan diri.” Tanpa mengetahui konteks kalimatnya akan sulit bagi
seseorang untuk menentukan arti kata kabur yang bersifat ambigu ini. Baru setelah mengetahui
konteks kalimat di mana kata kabur itu berada, mudahlah baginya untuk menetapkan arti mana
yang dimaksud. Kehadiran sebuah definisi pun mampu melakukan pemilahan antara arti-arti
yang terkandung dalam sebuah kata atau term, sangat diperlukan.
3. Menjernihkan Arti
Maka, menjernihkan arti sebuah istilah berarti menyingkapkan kekaburan istilah tersebut,
sehingga dengan memberikan definisi dapatlah ditetapkan penerapannya dalam suatu situasi
tertentu. Misalnya: karya seni ini bersifat “porno”. Tapi seringkali sulit untuk menentukan
apakah suatu karya seni bersifat “porno” atau “tidak porno.” Karena itu batasan istilah “porno”
dan “tidak porno” perlu dijelaskan artinya agar tidak kabur. Jadi singkatnya, tujuan
mendefinisikan sebuah kata atau term di sini ialah untuk menghilangkan atau mengurang
kekaburan yang terdapat dalam kata atau term yang sebetulnya sudah dikenal.
4. Menjelaskan secara Teoretis
Alasan lain dalam mendefinisikan sebuah istilah ialah untuk merumuskan secara teoretis suatu
ciri dari obyek yang ditunjuk dengan istilah tersebut. Misalnya: ahli-ahli ilmu fisika
mendefinisikan tenaga sebagai hasil dari massa dan kecepatan. Definisi ini diberikan tidak untuk
menambahkan perbendaharaan kata seseorang dan juga tidak untuk mengurangi ambiguitas,
melainkan hanya untuk menambahkan konsep mekanika Newtonian pada arti yang sebenarnya
dari istilah tenaga itu.
5. Mempengaruhi Sikap
Sering pula orang membuat definisi dengan tujuan untuk mempengaruhi sikap atau untuk
membangkitkan emosi pembaca atau pendengar. Dengan demikian bahasa yang digunakan tidak
lagi bersifat informatif, melainkan ekspresif. Misalnya, seorang penganut sosialisme
mendefinisikan sosialisme sebagai “demokrasi yang mencakup bidang ekonomi.” Di sini istilah
sosialisme itu didefinisikan tidak dengan maksud untuk menjelaskan arti harafiah atau arti
deskriptif dari istilah sosialisme itu, melainkan terutama untuk memperoleh persetujuan pembaca
atau pendengar akan apa yang ditampilkan dengan istilah demokrasi. Dalam kehidupan sehari-
hari definisi yang bertujuan untuk mempengaruhi sikap orang lain ini banyak dijumpa dalam
bentuk kampanye politik atau dalam bentuk iklan yang mempromosikan barang dagangan
tertentu. Misalnya: “So Klin Lantai, pembersih lantai formula baru dengan wangi aromatic spa,
menjadikan lantai bersih dari kuman dan mengkilap serta mengharumkan ruangan sepanjang
hari sehingga rumah anda tetap lebih nyaman”.

c. Jenis-Jenis Definisi
A. Definisi Nominal
Definisi nominal merupakan definisi yang dirumuskan berdasarkan katanya. Definisi ini
dianggap bukan definisi yang sesungguhnya. Hal ini dapat dipahami karena dengan hanya
membatasi diri pada uraian mengenai arti suatu simbol, definisi nominal belum mampu
menghantarkan orang untuk menemukan hakekat dari suatu definiendum yang justru menjadi
tujuan definisi itu sendiri. Namun demikian, definisi nominal ternyata juga berguna sejauh
sebagai bantuan untuk mengatasi kesalah-pahaman atau salah pengertian yang timbul
dalam komunikasi antar manusia, baik lewat pembicaraan maupun lewat tulisan.
Definisi nominal dapat dibagi dalam 4 jenis:
1. Defenisi Sinonim
Defenisi ini digunakan bila orang ingin menjelaskan arti dari kata-kata yang jarang dipakai
atau belum diketahui secara luas. Contoh, menggunakan kata ramalan untuk menjelaskan arti
kata pradiksi, atau kata musyawarah untuk menjelaskan arti kata kongres, atau kita gunakan ahli
untuk menjelaskan kata pakar, atau setia untuk loyal, dst.
2. Definisi etimologis
Definisi ini mencoba menjelaskan arti sebuah kata dengan cara melacak sumber atau dari
mana kata itu berasal. Denga kata lain, definisi etimologis berusaha menjelaskan definiendum
dengan memperhatikan asal-usulnya. Contoh: kata filsafat, kata ini datang dari bahasa Yunani,
philos yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan atau kearifan. Jadi filsafat secara
etimologis didefinisikan sebagai “cinta akan kebijaksanaan”.
3. Definisi Stipulatif (tepat atau tidak tepat, wajar atau tidak wajar, memadai atau tidak
memadai.)
Memperkenalakan suatu istilah atau term baru yang belum dikenal. Dalam hal ini
orang mempunyai kebebasan untuk menetapkan arti bagi istilah baru yang diperkenalkan
itu. mis: Jika saya mengatakan X, maka yang dimksud ialah … . Atau saya usulkan agar X diberi
arti … . Tentang definisi stipulatif ini, tidak dapat dikatkan benar atau tidak benar, melainkan
tepat atau tidak tepat, wajar atau tidak wajar, memadai atau tidak memadai. Jadi dalam definisi
stipulatif, sebuah isitilah dijelaskan tidak sebagaimana lazimnya, karena pada saat kita
memberikan definisi pada saat itu pula kita tentukan artinya.
4. Definisi Leksikal (benar atau salah)
Defenisi leksikal (lexicon: kamus) berarti pendefinisian sebuah istilah yang dilakukan
berdasarkan penggunaan istilah itu yang sudah baku. Definisi ini selalu memperhatikan arti
yang sudah biasa digunakan. Karena itu berbeda dengan definisi stipulatif, defenisi leksikal dapat
bernilai benar atau salah. Contoh: pertanyaan seperti “apakah demokrasi itu?” dapat ditafsirkan
secara berlainan, namun salah satu kemungkinannya ialah bahwa dalam hal ini orang tetap
mempertanyakan arti yang dikandung dalam istilah demokrasi. Orang tetap berusaha untuk
mencari dan menemukan ukuran yang menjadi dasar pemakaian istilah tersebut; jadi, kembali
pada penggunaannya yang lazim. Hasilnya dapat diringkas dalam ungkapan-ungkapan seperti:
“Yang dimaksudkan dengan istilah demkorasi ialah…” atau “Kata demokrasi mempunyai arti
sebagai berikut:…”
B. Definisi Real
Meskipun keempat jenis definisi nominal di atas cukup banyak membantu untuk memahami arti
sebuah istilah, namun bantuan itu masih bersifat sementara dan belum bersifat ilmiah karena
dalam definisi-definisi tersebut, unsur hakiki dari definiendum belum dapat diungkapkan.
Karena alasan inilah maka masih dirasakan perlu untuk menyusun definisi lain yang mampu
mengungkapkan unsur hakiki tersebut. Definisi yang dimaksudkan itu ialah definisi real.
Definisi real, dalam logika, dipandang sebagai definisi dalam arti yang sesungguhnya, atau
mampu memperlihatkan hakekat (unsur hakiki) dari sebuah term yang didefinisikan.
Definisi ini pun masih dikenal dalam beberapa jenis, antara lain:
a. Definisi Logis
Definisi ini lazimnya dikenal pula dengan nama definisi hakiki atau definisi esensial.
Seperti ditunjuk dalam namanya, definisi ini bermaksud memperlihatkan hakekat atau
esensi dari realitas yang didefinisikan. Contohnya ialah definisi klasik mengenai manusia
sebagai animale rationale, artinya hewan yang berakal budi. Definisi ini merupakan
pernyataan tentang hakikat atau esensi manusia. Contoh ini dapat merupakan ilustrasi
mengenai cara klasik mendefinisikan sesuatu, ialah definitio per genus proximum et
differentias specificas; definisi yang menunjukkan pengertian marga (genus) yang
cakupannya lebih luas ditambah dengan unsur yang perlu disebut untuk membedakannya
dari jenis lain yang tercakup oleh pengertian marga itu. Jadi, definisi logis selalu
menyebutkan dua unsur: jenis terdekat (genus proximum) yang membawahi realitas
yang didefiniskan dan secara spesifik (differentia spesifica) membedakan realitas
dengan realitas lainnya yang bernaung di bawah jenis terdekat yang sama. Karena itu,
ilmu-ilmu empirik yang bekerja dengan metode a posteriori seperti, misalnya, ilmu fisika,
kimia, biologi, sosiologi, antropologi, dan politik pada dasarnya lebih tertarik untuk
menggunakan jenis definisi real yang lain, seperti definisi deskriptif. Sebaliknya, dalam ilmu
yang bekerja dengan menggunakan metode a priori seperti, misalnya, ilmu matematika,
definisi logis ini memang lebih mudah untuk dirumuskan.
b. Definisi Deskriptif
Definisi ini berusaha merumuskan suatu relitas dengan menggambarkan atau
membeberkan sejumlah sifat yang melekat pada realitas tersebut. misalnya: cinta kasih
didefinisikan sebagai berikut. Cintak kasih itu sabar, cinta kasih itu murah hati, cinta kasih
tidak iri hati, tidak memegahkan diri, tidak angkuh hati, tidak kurang sopan, tidak mencari
keuntungan diri sendiri, tidak lekas marah, tidak menaruh syak, tidak bersuka cita atas
ketidakadilan, tetapi suka pada kebenaran. Cinta kasih menutupi segalanya, mempercayai
segalanya, mengharapkan segalanya, menanggung segalanya dengan sabar. Cinta kasih
tidak akan berkesudahan.
c. Definisi kausal (sifat menyebabkan suatu kejadian; bersifat saling menyebabkan)
Sebagaimana tampak lewat namanya, definisi ini mencoba merumuskan suatu realitas,
hal atau pun peristiwa dengan menunjukan factor atau sebab-musabab mengapa
realitas tersebut terjadi.
Contoh:
gerhana bulan ialah peristiwa hilangnya sinar pada bulan, yang disebabkan karena bumi
berada di antara bulan dan matahari. Atau inflasi ialah merosotnya nilai mata uang yang
disebabkan karena terlalu banyaknya peredaran uang dalam masyarakat, yang tak diimbangi
oleh persediaan barang.
d. Definisi Final
Definisi ini memang mirip dengan definisi kausal di atas. Dalam definisi ini, orang
berusaha menjelaskan suatu realitas, barang atau pun benda dengan memperlihatkan
maksud, fungsi atau tujuan realitas itu diciptakan. Bila orang ingin mendefinisikan term-
term seperti termometer atau komputer, maka sangat tepat kalau ia menggunakan definisi
final dengan memperhatikan fungsi barang-barang tersebut dalam kehidupan manusia.
Dengan demikian, termometer ialah alat yang digunakan untuk mengukur suhu; sedangkan
komputer ialah alat yang digunakan untuk menyimpan, mengolah, dan memproses data.

D. TEKNIK MENDEFINISIKAN
Secara umum dikenal adanya dua teknik untuk mendefinisikan sebuah istilah. Teknik
yang pertama lebih menitikberatkan denotasi (keluasan) term yang didefinisikan, sedangkan
teknik yang kedua lebih memperhatikan konotasi (kedalaman) term yang bersangkutan.
Definisi Denotatif
Teknik mendefiniskan secara denotatif adalah usaha untuk menjelaskan suatu term
dengan cara memperlihatkan obyeknya. Definisinya semacam ini disebut Definisi ostensif atau
definisi demonstratif, yang dalam konteks ilmu pengetahuan lazim dikenal juga dengan sebutan
definisi tunjuk.
Contoh:
Memberikan penjelasan kepada seorang anak mengenai “apa itu gajah”, dapat dilakukan dengan
dua cara. Pertama, memakai ulasan tentang istilah gajah; atau kedua, mengajak anak tersebut
untuk pergi ke kebun binatang sambil menunjuk ke arah binatang yang dimaksud, “Nah, itulah
gajah!”. Cara kedua inilah yang dipraktekkan pada definisi denotatif. Yang dipergunakan bukan
pengertian sebagai mendefinisikan, melainkan melewati pengertian yang langsung
menunjukkan kenyataan.
Definisi Konotatif/Definisi Analitik = Definisi Logis
Teknik mendefinisikan yang dilakukan dengan menekankan kedalaman suatu term.
Definisi ini selalu mengungkapkan dua unsur: jenis terdekat (genus proximum) yang membawahi
suatu realitas, dan ciri spesifik (differentia specifica) yang membedakan realitas tersebut dengan
realitas lainnya. Dengan demikian definisi analitik ini pada inti pokoknya adalah definisi logis
atau definisi hakiki.
Contoh:
Definisi klasik Aristoteles mengenai manusia sebagai hewan yang berakal budi. Dalam definisi
ini Aristoteles menempatkan hewan sebagai jenis terdekat bagi manusia yang bersama dengan
binatang merupakan spesies dari hewan. Kemudian, ia berusaha mencari tahu di mana kiranya
letak perbedaan antara manusia dan binatang. Perbedaan tersebut, terletak pada aspek
rasionalitas.
E. ATURAN-ATURAN DEFINISI
1. Definiens harus dapat dibolak-balikan dengan definiendum
Aturan ini mengandaikan bahwa luas definiens dan definiendum harus sama besar. Perbedaan
dalam luas mengakibatkan kedua unsur itu tidak dapat dipertukarkan tempat.
Ingat: (definiendum adalah istilah yang hendak dijelaskan artinya, sedangkan definiens adalah
perumusan atau penjelasan yang diberikan terhadap istilah itu)
Contoh:
Mendefinisikan sepatu sebagai ‘sesuatu yang digunakan sebagai alas kaki’ tentu saja tidak tepat
sebab luas pengertian ‘sesuatu yang digunakan sebagai alas kaki’ (definiens) lebih besar
daripada luas pengertian sepatu (definiendum). Tepatnya: sepatu adalah alas kaki yang tertutup
atau alas kaki yang tertutup adalah sepatu.
2. Definiendum tidak boleh masuk ke dalam definiens
Aturan ini mengingatkan kembali bahwa definisi pada hakikatnya merupakan pembatasan
pengertian terhadap suatu istilah atau term yang dilakukan dengan tujuan agar istilah tersebut
dapat dipahami artinya secara jelas dan dapat dibedakan dari istilah-istilah lain.
Contoh:
Mendefinisikan logika sebagai ‘ilmu yang mempelajari aturan-aturan logika’; atau ilmu yang
mengkaji aturan-aturan agar dapat berpikir logis’, maka bagi mereka yang ingin mengetahui apa
sebetulnya “logika” itu, definisi tersebut tidak memberikan manfaat sedikit pun karena persoalan
mengenai logika tetap tak akan terjawab.
3. Definiens harus sunguh-sungguh menjelaskan
Aturan ini menegaskan bahwa setiap definisi yang baik harus selalu berusaha agar istilah atau
term yang didefinisikan betul-betul dipahami secara jelas. Untuk maksud itu penggunaan kata-
kata dalam definiens yang bersifat ambigu, tidak jelas atau mengandung kiasan sedapat mungkin
dihindari karena penggunaan kata-kata semacam itu akan berakibat pada timbulnya kerancuan
atau salah pengertian terhadap definiendum-nya. mendefinisikan advokat sebagai ‘orang yang
membela ‘penjahat-penjahat’ sudah tentu akan menimbulkan salah pengertian. Sebagai contoh,
janganlah membuat definisi seperti ini: alat tulis adalah ‘misalnya bolpoin, pena, kapur tulis,
spidol, atau kertas.’
4. Definiens harus bersifat paralel dengan definiendum
Maksud aturan ini ialah bahwa definiens harus mengandung perumusan yang tepat tentang
definiendum. Secara lebih tegas dapat dikatakan bahwa definiens harus diawali dengan kata atau
term yang sama strukturnya dengan definiendum.
Contoh:
jujur adalah ‘orang yang bertutur atau bertindak sesuai dengan suara hatinya’. Kiranya tak ada
yang menyangkal bahwa jujur merupakan sifat yang terdapat pada orang dan hanya orang
memiliki sifat jujur. Tetapi definisi di atas tidak dapat dibenarkan karena jujur bukanlah orang
dan orang bukanlah jujur. Kedua kata atau term itu berbeda strukturnya. Yang satu (jujur) dalam
definiendum berstruktur kata sifat, sedangkan yang lain (orang) dalam definiens berstruktur kata
benda.
5. Definiens tidak boleh berbentuk negatif, sejauh masih dapat dirumuskan secara
afirmatif (positif)
Aturan ini berdasarkan alasan bahwa suatu definisi disebut definisi yang benar bila
definiens-nya mampu mengungkapkan apa sebenarnya makna dari definiendum-nya. Hakikat
definiendum terungkap dalam definiens-nya. Misalnya: orang yang mendefinisikan sepak bola,
sebagai ‘sejenis olahraga yang tidak dimainkan dengan menggunakan tangan’, tidak
menerangkan apa-apa mengenai sepak bola. Namun demikian, ada istilah-istilah atau term-term
tertentu yang mau tak mau dirumuskan secara negative karena tidak ada kemungkinan
merumuskannya secara afirmatif. Hal ini berlaku antara lain pada realitas-realitas yang
sebenarnya bukanlah merupakan realitas-realitas yang positif. Contoh: “lumpuh adalah tidak
dapat berjalan”. Definisi ini benar meskipun definiens-nya berbentuk negatif. Alasannya ialah
karena “tidak dapat berjalan” (definiens) sudah mengungkapkan apa sebenarnya makna dari
lumpuh (definiendum). Dengan kata lain, “tidak dapat berjalan” sesungguhnya merupakan
hakikat dari lumpuh.

Anda mungkin juga menyukai