Filsafat ilmu merupakan cabang dari filsafat yang menempatkan ilmu sebagai objek
sasarannya (Siswomihardjo, 2010). Menurut Suriasumantri (1998) dalam Nursalam (2008),
filsafat ilmu merupakan suatu cara untuk menelaah pertanyaan hakikat ilmu dengan filsafat.
Hakikat dari ilmu tersebut terbagi menjadi tiga bagian, yaitu ontologis, epistemologis, dan
aksiologis. Dengan adanya hakikat ontologis, sebuah ilmu memiliki batas lingkup yang
membedakan dengan pengetahuan yang lainnya. Begitu juga yang terjadi pada ilmu
keperawatan.
Apabila ditinjau dari filsafat, ilmu keperawatan harus memiliki syarat-syarat tertentu agar
dapat dikatakan sebagai bidang ilmu. Syarat-syarat tersebut adalah adanya objek material dan
objek formal. Kedua objek tersebut harus ada dalam bidang keilmuan (Mudhofir, 2010).
Berikut ini adalah penjabaran objek-objek ilmu keperawatan, yaitu:
A. Objek material
Objek material merupakan segala sesuatu yang dijadikan pemikiran, yang diselidiki, atau
segala sesuatu yang bisa dipelajari (Mudhofir, 2010). Objek material ilmu keperawatan
adalah manusia yang dipandang sebagai sosok yang unik dan tersusun atas bio-psiko-sosio-
spiritual (Asmadi, 2008).
B. Objek formal
Mudhofir (2010) menjelaskan bahwa objek formal merupakan sebuah cara pandang, cara
seorang peneliti meninjau sebuah objek material dari berbagai sudut pandang. Sebagai contoh
dalam ilmu keperawatan, objek material “manusia” dipandang atau ditinjau dari aspek
kesehatan, aspek lingkungan, atau aspek keperawatan itu sendiri. Selain itu, bantuan yang
bersifat holistik diberikan pada individu yang tidak berfungsi secara sempurna dalam konteks
kesehatan dan proses penyembuhan juga menjadi objek formal (Asmadi, 2008).
Sebuah ilmu menjadi eksis jika ditopang dengan komponen filsafat ilmu. Seperti yang
disebutkan diatas, bahwa hakikat ilmu ada tiga bagian, yaitu ontologis, epistemologis, dan
aksiologis (Siswomihardjo, 2010). Ilmu keperawatan akan eksis bila dapat ditelaah
menggunakan hakikat tersebut. Berikut ini merupakan pertanyaan-pertanyaan dalam
menelaah ilmu keperawatan sehingga dapat dikatakan bahwa ilmu keperawatan merupakan
ilmu yang memiliki eksistensi, diantaranya:
1. Pertanyaan ontologis
Ontologi ilmu meliputi apa hakikat dari ilmu, kemudian apa hakikat kebenaran dan
kenyataannya (Siswomihardjo, 2010). Dengan kata lain, pertanyaannya adalah “Apa yang
dimaksud ilmu keperawatan?”. Nightingale (1859/1992) dalam Parker dan Smith (2010)
menbedakan keperawatan dengan medis. Beliau mendefinisikan keperawatan sebagai upaya
menempatkan seseorang pada kondisi terbaik untuk beraktivitas secara normal, dengan fokus
pada kesehatan dan proses penyembuhan secara alami, dan bukan pada penyakit dan
pengobatan. Ilmu keperawatan dikarakteristikkan menjadi dua cabang filosofi pengetahuan
sebagai pengembangan disiplin ilmu. Banyak istilah dalam dua cabang ini, seperti empiris
dan interpretif, mekanistik dan holistik, kualitatif dan kuantitatif, serta bentuk deduktif dan
induktif (Hardin, 2014). Ilmu keperawatan merupakan ilmu yang terdiri dari ilmu-ilmu dasar,
perilaku manusia, biomedik, sosial, dan imu keperawatan itu sendiri (dasar, anak, maternitas,
medikal bedah, jiwa, dan komunitas) yang dikembangkan melalui pendekatan dan metode
ilmiah dalam penyelesaian masalah agar kebutuhan dasar manusia secara menyeluruh dapat
dipertahankan, ditopang, dipelihara, dan ditingkatkan integritasnya (Nursalam, 2008).
1. Pertanyaan epistemologis
Epistemologi menunjukkan bagaimana sebuah ilmu itu bisa dicapai dengan mengikuti
tatacara penggunaan sumber dan sarana yang ada (Siswomihardjo, 2010). Sehingga
pertanyaan yang sesuai dengan epistemologi ilmu yaitu “Bagaimana cerita lahirnya ilmu
keperawatan?”. Pada awalnya sekitar 4000 SM, evolusi keperawatan dimulai pada komunitas
primitif dimana mother-nurses bekerja bersama pendeta. Perawat pertama yang tercatat dalam
sejarah adalah Deborah. Dalam perkembangannya, keperawatan dipengaruhi oleh keagamaan
pertama kali di India sekitar 800-600 SM. Hingga sekitar tahun 1800an, perang sipil terjadi
dan seorang perawat, Florence Nightingale, muncul sebagai penemu keperawatan yang
modern. Beliau menjadi ibu dari keperawatan karena teorinya menjadi filosofi dalam
keperawatan(DeLaune & Ladner, 2010). Metaparadigma keperawatan dalam filosofinya
terdiri dari manusia, lingkungan, kesehatan, dan keperawatan yang menjadikan keperawatan
sebagai sebuah ilmu dan seni (Marchuk, 2014). Hingga sekarang, banyak teori keperawatan
berkembang dan dikembangkan oleh para ilmuan. Mulai dari filosofi, grand theory, middle
theory, hingga micro theory.
1. Pertanyaan aksiologis
Aksiologi ilmu mencakup nilai-nilai atau value yang bersifat normatif disetiap memberikan
makna pada kebenaran atau kenyataan dan wajib dipatuhi dalam kegiatan keilmuan
(Siswomihardjo, 2010). Selain itu aksiologi mencakup cara penggunaan atau pemanfaatan
dari pengetahuan ilmiah (Asmadi, 2008). “Apakah nilai-nilai yang ada pada ilmu
keperawatan?” menjadi pertanyaan dalam aksiologi ilmu ini. Dalam penerapan ilmu
keperawatan, perawat tidak hanya bertanggung jawab secara profesional namun juga dalam
hal moral. Keperawatan memiliki nilai-nilai luhur yang disebut sebagai The Core
Professional Value of Nursing, yang terdiri dari altruism, autonomy, human dignity, integrity,
dan social justice (Shaw & Degazon, 2008). Nilai-nilai tersebut tertuang dalam kode etik
keperawatan yang menjadi landasan etik dalam melakukan praktik keperawatan secara
profesional.
Sejak lahirnya keperawatan modern era Nightingale, ilmu keperawatan sampai saat ini
berkembang dengan pesat. Perkembangan ilmu keperawatan tidak hanya pada teori saja,
namun pada praktik dan spesialisasi atau kekhususan bidang tertentu. Sekolah-sekolah
keperawatan formal sudah dikembangkan sejak jaman Nightingale (DeLaune & Ladner,
2010). Perkembangan ilmu keperawatan bertujuan untuk pengembangan keilmuan ditinjau
dari berbagai sudut objek material dan formal. Pengembangan ilmu keperawatan melalui
proses metodologi yang sistematis melalui penelitian. Penelitian ilmu keperawatan
disesuaikan dengan situasi di era peneliti tersebut (Hardin, 2014).
Di Kanada, sekitar akhir tahun 1970an dan awal 1980an, kehadiran pasien di rumah sakit
menjadi kompleks dan secara teknologi mempengaruhi lingkungan kerja, keperawatan
sebagai profesi mulai diperhatikan secara langsung dalam spesialisasinya. Asosiasi
keperawatan di Kanada memulai program sertifikasi pada 17 spesialisasi dalam keperawatan,
salah satunya adalah keperawatan emergensi atau gawat darurat. Praktik keperawatan
spesialis dikembangkan dengan baik dan terus tumbuh. (Turris, Binns, Kennedy, Finamore,
& Gillrie, 2007). Komplesisitas lingkungan kerja di bagian gawat darurat mengharuskan
perawat memiliki kemampuan khusus dalam memberikan perawatan pada pasien gawat
darurat yang memiliki situasi klinis yang cukup berbahaya (Chu & Hsu, 2011; Lowe, 2010).
Oleh karena itu ilmu dan praktik keperawatan dikembangkan pada bagian gawat darurat.
Praktik keperawatan spesialis tentunya tidak lepas dari terminologi atau definisi dari spesialis
itu sendiri. Asosiasi keperawatan di Kanada mendefinisikan spesialisasi dengan praktik yang
terkonsentrasi pada salah satu bagian aspek keperawatan (Turris et al., 2007). Misalnya
tatanan praktis di bagian emergensi untuk spesialis keperawatan gawat darurat.
Pengembangan spesialisasi tidak hanya dalam praktis saja. Setelah banyak program sertifikasi,
spesialisasi di bidang keperawatan menjadi dasar program pendidikan formal dan
dikembangkan di program magister keperawatan dengan spesialisasi klinis. Spesialisasi ini
merupakan respon dari semakin kompleksnya lingkungan pekerjaan (DeLaune & Ladner,
2010; Turris et al., 2007). Dengan sudut pandang ini meninjau ilmu keperawatan
dikembangkan sesuai kaidah pengembangan filsafat atau filosofinya.
Program keperawatan gawat darurat memberikan perawat keuntungan untuk belajar konteks
yang unik dari bagian gawat darurat berdasarkan evidence-based practice, dan meningkatkan
kemampuan berpikir kritis. Filosofi dari kurikulum merefleksikan pada sudut pandangan
postmodern theory dan critical social theory. Di Kanada, program spesialis keperawatan
gawat darurat memiliki satuan kredit program belajar sebanyak 30 kredit yang diselesaikan
dalam 13 minggu. (Turris et al., 2007).
Pada era awal 1990an, banyak yang membahas tentang regulasi dari pendidikan keperawatan
spesialis. Meskipun demikian, program pendidikan keperawatan ini berdasarkan teori dan
komponen klinis yang berhubungan dengan spesialisasi keperawatan gawat darurat.
Kemampuan perawat spesialis yang berpengalaman, regulasi, dan edukasi memiliki tantangan
dalam membangun batang tubuh keilmuan profesional di bidang keperawatan gawat darurat.
(Chu & Hsu, 2011; Turris et al., 2007).
Sampai saat ini banyak program spesialis keperawatan gawat berkembang. Program itu
tersebar di Amerika, Australia, Eropa, hingga Asia. Perawat gawat darurat berkembang
dengan cepat di dunia dan sangat menguntungkan untuk mewujudkan kesempatan kolaborasi
keperawatan gawat darurat (Gurney & Calleja, 2013). Hal ini dapat menjadi bukti bahwa
ilmu keperawatan dapat berkembang sesuai kaidah filsafat ilmu. Berbagai sudut pandang
digunakan untuk menganalisa, memahami, dan menelaah ilmu keperawatan dari bidang
gawat darurat. Proses penelaahan ini berdasarkan metodologi ilmiah yang sistematis dalam
mengembangkan keilmuan keperawatan.
REFERENSI
Chu, W., & Hsu, L.-L. (2011). The process of acquiring practical knowledge by emergency
nursing professionals in Taiwan: A Phenomenological study. Journal of Emergency Nursing,
37(2), 126-131.
DeLaune, S. C., & Ladner, P. K. (2011). Fundamentals of nursing: Standards and practice
(4th ed.). Clifton Park, NY: Delmar, Cengage Learning.
Gurney, D., & Calleja, P. (2013). Emergency nursing in Malta: Past and present with a vision
for the future. Journal of Emergency Nursing, 39(1), 78-81.
Lowe, G. (2010). Scope of emergency nurse practitioner practice: where to beyond clinical
practice guidelines? Australian Journal of Advanced Nursing, 28(1), 74-82.
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan: Pedoman
skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Parker, M. E., & Smith, M. C. (2010). Nursing theory and the discipline of nursing. In M. E.
Parker & M. C. Smith (Eds.), Nursing theories and nursing practice (3rd ed.). Philadelphia:
F.A. Davis Company.
Shaw, H. K., & Degazon, C. (2008). Integrating the core professional value of nursing: A
profession, not just a career. Journal of Cultural Diversity, 15(1), 44-50.
Turris, S. A., Binns, D.-M., Kennedy, K. J., Finamore, S., & Gillrie, C. (2007). Specialty
nursing—the Past, the present, and the future. Journal of Emergency Nursing, 33(5), 499-504.
2. PERNAHKAN MENERAPKAN PANDANGAN FILOSOFIKAL DALAM
AKTIVITAS YANKEP :
c. RoyRoy
Memiliki delapan falsafah, empat berdasarkan falsafah prinsip humanisme
dan empat berdasarkan prinsip falsafah veritivity.
Falsafah humanisme/ kemanusiaan “mengenali manusia dan sisi subyektif
manusia dan pengalamannya sebagai pusat rasa ingin tahu dan
rasamenghargai”. Ia berpendapat bahwa seorang individu saling
berbagidalam kemampuan untuk berpikir kreatif, bertingkahlaku untuk
mencapaitujuan tertentu bukan sekedar memenuhi hukum aksi-reaksi,
memilikiholism intrinsik, berjuang untuk mempertahankan integritas
danmemahami kebutuhan untuk memiliki hubungan dengan orang lain.
Veritivity, berarti kebenaran, yang bermaksud mengungkapkan keyakinan
Roy bahwa ada hal yang benar. Ia mendefinisikan veritivity sebagai “prinsip
alamiah manusia yang mempertegas tujuan umum keberadaan manusia”.
Empat falsafah yang berdasarkan prinsip veritivity adalah sebagai berikuti, .
Individu dipandang dalam konteks tujuan eksistensi manusia, gabungan dari
beberapa tujuan peradaban manusia, aktifitas dan kreatifitas untuk kebaikan-
kebaikan umum, nilai dan arti kehidupan
d. Florence Nightingale (Modern nursing)
Florence Nightingale adalah sebagai prionir era modern dalam
pengembangan keperawatan yang dikembangkan sangat dipengaruhi oleh
pandangan filosofinya tentang interaksi klien dan lingkungannya. Iamelihat
penyakit sebagai proses pergantian atau perbaikan reparative proses.
Manipulasi dari lingkungan eskternal perbaikan dapat membantu proses
perbaikan atau pergantian dan kesehatan klien.
Wawasan ilmu keperawatan mencakup ilmu-ilmu yang mempelajari bentuk dan sebab tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia, melalui pengkajian mendasar tentang hal-hal yang
melatar belakangi, serta mempelajari berbagai bentuk upaya untuk mencapai kebutuhan dasar
tersebut melalui pemanfaatan semua sumber yang ada dan potensial. Hakikatnya ilmu
keperawatan adalah mempelajari tentang respon manusia terhadap sehat dan sakit yang
difokuskan pada kepedulian perawat terhadap tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pasien atau
disebut dengan care.
Filsafat berbicara tentang cinta akan kebijaksanaan. Cinta akan kebijaksaaan itu terungkap
dalam perkataan dan perbuatan, tetapi lebih dari itu harusnya menjadi dasar cara berpikir dan
merasakan. Dengan belajar Filsafat, seorang perawat dituntut untuk menumbuhkan dalam
dirinya suatu kecenderungan untuk penuh dengan cinta dan kebijaksanaan. Melalui
kecenderungan ini, perawat sedapat mungkin menjadi lentera yang bernyala bagi para pasien
yang sedang sakit. Cinta dan kebijaksanaan itu menjadi sentuhan dan terang yang
membangkitkan gairah para pasien untuk berusaha sedapat mungkin menumbuhkan
kesehatannya.
Dalam filsafat kita membahas tentang hakikat realita atau dasar dari segala yang ada, baik
berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau abstrak. Artinya setiap disiplin keilmuan
termasuk pengetahuan ilmiah memiliki obyek forma dan obyek material yang menjadi wujud
dan fokus penelaahnya, yang seharusnya berbeda dari obyek forma dan obyek material
disiplin keilmuan lainnya.
Ontologi; menguak tentang objek apa yang di telaah ilmu? Bagaimana wujud yang hakiki
dari objek tersebut? Bagaimana hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia
(sepert berpikir, merasa dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan.
Jadi, ontologi keperawatan yaitu ilmu di mana kita mempelajari sesuatu sesuai dengan yang
ada, berdasarkan bukti yang konkret. Yang berdasarkan ilmu keperawatan itu sendiri. Byek
forma adalah cara pandang terhadap sesuatu, misalnya bahwa perawat memandang masalah
kliennya berfokus pada tidak atau kurang adekuatnya pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang
terkait dengan kesehatan potensial ataupun kesehatan aktual.
Obyek material adalah substansi dari obyek forma, misalnya obyek formanya adalah klien
dengan masalah gangguan pernapasan, maka obyek materialnya adalah saluran pernapasan,
oksigen, karbondioksida dan sebagainya. Dengan mempelajari ontologi ini, seorang perawat
seharusnya memandang usaha-usaha keperawatan sebagai cara untuk membaktikan diri
secara utuh atau sebagai cara untuk berada. Maksudnya, dengan memahami ontologi dalam
filsafat, seorang perawat hendaknya melihat segala usaha dalam keperawatan sebagai
panggilan untuk melayani dan memberikan diri secara total bagi kesembuhan para pasien.
Epistemologi keilmuan keperawatan secara rinci dapat dilihat dari aspek-aspek sifat, proses
dan fungsi pengetahuan keperawatan ilmiah yang telah diperoleh dan tersusun secara rasional,
logis, dan sistematis. Pengetahuan keilmuan bidang keperawatan yang diperoleh dan disusun
sedemikian rupa memiliki fungsi yang jelas bagi dunia keilmuwan untuk mendeskripsikan,
menjelaskan, memprediksikan, serta mengontrol gejala atau fenomena bio-psiko-sosial-
kultural-spiritual manusia sebagai individu, keluarga dan kelompok dalam kaitan dengan
tujuan kesehatan dan kesejahteraan yang optimal bagi mereka.
Epistemologi dalam keperawatan digunakan untuk mencari kejelasan yang lebih baik,
menentukan Tindakan yang paling efektif dan efisien untuk diberikan kepada klien. Sehingga
dibutuhkan cara berpikir yang rasional. Menurut Ricetto dan Tregoe (2001) pada buku
berjudul Analytical Processes for School Leaders, berpikir secara rasional adalah kemampuan
untuk mempertimbangkan aspek dan menganalisis relevansi informasi yang berhubungan
dengan suatu kejadian, baik yang berupa fakta, opini, maupun data.
Aksiologi keilmuan menyangkut nilai-nilai yang berkaitan dengan pengetahuan ilmiah: baik
internal, eksternal, maupun sosial. Baik nilai-nilai yang berkaitan dengan wujud maupun
kegiatan ilmiah dalam memperoleh pengetahuannya. Hal ini sangat tergantung dari manusia
yang menggunakannya. Dalam hal ini keperawatan selalu berupaya untuk menggembangkan
diri kearah professional .Wujud penggembangan ilmu keperawatan mencakup dua hal penting,
yakni bidang pendidikan dan latihan serta bidang praktik keperwatan.
Contohnya : Seorang perawat yang harus mengerti tugasnya sebagai seorang yang berprofesi
sebagai perawat . Serta seorang perawat harus memiliki nilai- nilai dan moral terhadap semua
pasien yang di rawatnya.
Filsafat itu sangat penting dalam keperawatan. Dikatakan penting, sebab dengan berfilsafat
orang akan mempunyai pedoman untuk berpikir, bersikap, dan bertindak secara sadar dalam
menghadapi berbagai gejala – peristiwa yang timbul dalam alam dan masyarakat. Maksud
dari kutipan ini adalah agar kita mempunyai kesadaran, yang membuat kita tidak mudah
digoyahkan dan diombang-ambingkan oleh timbulnya gejala-gejala, peristiwa, dan masalah
yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Namun sayangnya, kebanyakan kita tidak menggunakan sarana yang teramat penting ini
sebagaimana mestinya. Bahkan pada kenyataannya sebagian kita hampir tidak pernah
berpikir. Padahal filsafat mampu mendorong saya dan semua perawat untuk merefleksikan
kejadian dan peristiwa hidup secara kritis dan sistematis, dengan mencari akar penyebabnya
dan semua yang nampak (yang mempunyai bentuk) harus dicari isinya atau dasarnya.
Artinya semua masalah harus bisa dipecahkan (atau diberi jawabannya). Jika saat ini belum
bisa dipecahkan (diberi jawabannya), maka harus dicari terus-menerus pemecahannya
(jawabannya). Dengan cara demikian, sebagai perawat, kemampuan dan kompetensi kita
terus diperbaharui dan ditingkatkan.
Pada situasi sekarang ini, dengan mempelajari filsafat, didapatkan pengetahuan yang murni
atau kemajuan pengetahuan di bidang pelayanan keperawatan untuk dapat diaplikasikan demi
kesembuhan pasien dengan didasarkan pada premis-premis pendukung. Namun, faktanya kita
kurang mencari tahu, kurang membaca, kurang membuka diri untuk menerima ilmu yang
baru. Di lapangan kita masih menganggap bahwa pelayanan keperawatan sekedar rutinitas.
Terkadang kita lebih fokus pada hal-hal yang bersifat kolaboratif, dengan mengesampingkan
hal-hal yang bersifat mandiri, kurang memberikan asuhan keperawatan secara holistik yang
meliputi dimensi fisiologis, psikologis, sosiokultural, dan spiritual.
Ilmu Keperawatan yang merupakan sebuah disiplin ilmu yang mempunyai body of
knowledge yang spesifik hingga akan selalu mengalami perkembangan. Diperlukan
pemahaman yang baik pada teori keperawatan untuk dapat membedakan keperawatan dari
disiplin lain, di mana berbagai teori ini memiliki tujuan untuk menggambarkan, menjelaskan,
memprediksi, dan mengendalikan hasil yang diinginkan dari praktik asuhan keperawatan.
Praktek keperawatan ditentukan dalam standar organisasi profesi dan sistem pengaturan serta
pengendaliannya melalui perundang-undangan keperawatan (Nursing Act), di manapun
perawat bekerja (PPNI, 2000).
Melihat dari kenyataanya dalam praktik keperawatan, maka ilmu filsafat sangatlah penting
dan perlu dikuasai oleh seorang perawat. Karena sangat tidak menutup kemungkinan seorang
perawat dalam menjalankan tugasnya menghadapi persoalan-persoalan sebagai dilema yang
sangat sulit dipecahkan. Oleh karena itu perawat haruslah mampu menguasai ilmu filsafat itu
sendiri untuk menunjang dalam kecepatan dan ketepatan berfikir dan bertindak.
Dengan mempelajari filsafat, para perawat sedapat mungkin berusaha mencari tahu dan
menggali akar penyebab buruknya kesehatan para pasien. Selain itu yang paling penting
adalah para perawat mempraktekkan amanat filsfat yaitu untuk mencintai kebijaksanaan yang
nampak dalam tindakan yang oenuh cinta terhadap pasien. Cinta yang ditampilkan para
perawat menjadi lentera yang menerangi penderitaan dan kekalutan para pasien yang sedang
sakit. Cinta itu adalah cahaya lentera yang tidak pernah padam untuk memberikan diri secara
total bagi pelayanan di tempat pengabdian. Cinta itu menjadi dasar dan cahaya harapan bagi
para pasien yang sedang sakit.
Daftar Referensi
I Gusti Bagus Rai Utama, MA. 2013. Filsafat Ilmu dan Logika. Bandung: Universital Dyana
Pura
Rasheed, Ashiyath. 1999. History And Philosophy Of Nursing. Maladewa: Fakultas Ilmu
Kesehatan.
2. Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, guru mendorong peserta didik untuk menulis
hasil yang diperoleh melalui kegiatan eksplorasi, mendiskusikan, mendengar
pendapat untuk lebih mendalami sesuatu. Menganilisi kekuatan atau kelemahan
argument, mendalami pengetahuan tentang sesuatu, membangun kesepakatan
melalui kegiatan kooperatif dan kolaborasi, menguji prediksi atau hipotesis,
menyusun laporan atau tulisan, menyajikan hasil belajar.
Kegiatan guru dan peserta didik dalam siklus elaborasi:
1. Peserta didik
- Melaporkan hasil yang diperoleh melalui kegiatan eksplorasi secara
lisan maupun tertulis baik secara individu maupu kelompok
- Menanggapi laporan atau pendapat teman.
- Menyampaikan argument secara santun
- Mendiskusikan dan mengadakan Tanya jawab
2. Guru
- Memfasilitasi peserta didik untuk berpikir kritis, menganalisis,
memecahkan masalah, bertindak tanpa rasa takut
- Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi untuk
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tulisan.
- Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja baik secara
individu maupun kelompok.
3. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan umpan balik terhadap apa
yang dihasilkan atau dikerjakan oleh peserta didik melalui pengalaman belajar.
Memberi apresiasi terhadap kelemahan atau kekuatan dengan menggunakan teori
yang dikuasai oleh guru, menambaha informasi yang seharusnya dikuasai oleh
peserta didik, mendorong peserta didik untuk menggunakan pengetahuan lebih
lanjut dari sumber yang dipercaya untuk lebih menguatkan penguasaan kompetensi
belajar agar lebih bermakna, setelah memperoleh keyakinan, maka peserta didik
mengerjakan tugas-tugas untuk menghasilkan produk belajar yang kongkrit dan
kontekstual. Guru membantu peserta didik menyelesaikan masalah dan
menerapkan ilmu dalam aktivitas yang nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Kegiatan guru dan peserta didik dalam siklus konfirmasi
1. Peserta didik
- Melakukan refleksi terhadap pengalaman belajar
- Mengkonfirmasi terhadap unsur-unsur yang dapat meningkatkan kejelasan
atau kebenaran suatu informasi
- Mengadakan Tanya jawab dengan guru untuk menghilangkan keraguan
tentan suatu konsep
2. Guru
- Memberikan umpan balik positif kepada peserta didik dan penguatan
dalam bentuk lisan maupun tertulis
- Berperan sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjelaskan
pertanyaan yang diajukan oleh peserta didik
- Memberikan acuan agar peserta didik melakukan pengecekan hasil
eksplorasi
Pemahamanan Selengkapnya
89
Kutipan: ‘’
socialization of learning activities that use the three components of these activities. This
study uses descriptive qualitative research methods, namely reviewing the literature of
previous journals by describing the results of research related to this writing. The purpose of
this paper is to get maximum results according to previous research on how the teacher's
responsibility in the learning process by using the three components above. So that it will get
a significant conclusion that exploration, elaboration and confirmation activities can be
carried out with the guidance and responsibility of the teacher through teacher guidance and
training.Keywords: Exploration, Elaboration, Confirmation, Responsibility.
Pandemi Covid-19 telah hadir di berbagai negara belahan dunia sehingga dampak
tersebut mengakibatkan lumpuhnya kegiatan proses belajar dan mengajar menjadi
aktivitas yang mengharukan tak terkecuali negara Indonesia. Berbagai problema bidang
ekonomi, industri, wisata, serta paling memprihatinkan adalah bidang pendidikan dan
berdampak pada bidang kulturisasi dan kegiatan lainnya. Salah satunya dampak Covid-
19 adalah di bidang pendidikan di Indonesia, (Mayang et al. 2018). Dengan keadaan ini
onli
Indonesia menerapkan sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) atau ,
classroom
(Puspitorini 2020). Sistem pembelajaran atau daring (dalam jaringan) menjadi
menggunakan
solusi dalam dunia pendidikan saat ini dengan memanfaatkan aplikasi dan
al
sebagainya. Siswa lebih banyak at komunikasi tersebut dalam
belajarnya. classroom
Ada banyak aplikasi yang turut membantu jalannya proses belajar mengajar saat
situasi pandemi sekarang ini, salah satunya dan orangtua memiliki peran
penting dalam hal tersebut selain guru sebagai pengajar sekaligus pembimbing, (Luthfi and
Ahsani 2020). Keberhasilan dalam suatu proses pembelajaran tergantung dari perencanaan
dan strategi yang dirumuskan untuk dilaksanakan, (Syaparuddin, Meldianus, and Elhami
2018). Proses pembelajaran akan berhasil ketika Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
dilaksanakan dengan baik sebagai acuan guru dalam pelaksanaan PMB, (Nurmiati 2019).
Dengan RPP guru dapat memanajemen kelas, mengatur waktu, materi, penilaian, tugas, dan
sebagainya, (Sari and Lubis 2019).
A. Eksplorasi
Pengertian Eksplorasi menurut, (Supardan 2016) adalah pembelajaran
kontruktivisme menjadi sebuah pendekatan yang populer dan berkembang dalam praktik
pembelajaran saat ini. Hal tersebut tidak lepas dari teori-teori mendasarinya sebagai
acuan dalam perkembangan siswa belajar. Peneliti lain menjelaskan tentang ekplorasi
sebagai berikut: media sebagai alat untuk siswa agar dapat mengeksplorasikan bakat dan
minat sesuai dengan keahliannya, (Sriadhi 2015). Hasil dari penelitian (Sriadhi 2015)
menyatakan bahwa media pembelajaran yang digunakan adalah tergolong baik dari
aspek konten, kecuali soal-soal latihan yang masih digolongkan kurang relevan sebagai
assessment. Penelitian ini direkomdasikan untuk melakukan pelatihan kepada guru
dalam penggunaan media dengan layak sehingga dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran. Penelitian yang dilakukan, (Budiastuti and Bandur 2018) menjelaskan
tentang bagaimana guru mengeksplorasi pembelajaran melalui eksperimen. Aisyah et al.
(2014) menyatakan bahwa perkembangan ekplorasi siswa merupakan proses yang
berkesinambungan di mana persoalan belajar dan ketercapaian dalam menyelesaikan
tugas mendasari proses perkembangan berikutnya.
B. Elaborasi
Kegiatan elaborasi menjadikan guru sebagai peran utama untuk mendorong siswa
meningkatkan minatnya; seperti membaca, menuliskan, mendiskusikan, mendengar
pendapat orang lain, menganalisis, berargumentasi, mendalami pengetahuan,
membangun kegiatan kooperatif dan kolaborasi, menyampaikan hipotesis,
menyimpulkan serta menyususn laporan dalam menyajikan hasil belajar, (Metode and
Trip 2013).
Dalam penelitian, (Nurarif & Kusuma et al. 2019), “Journal of Chemical
Information and Modeling”, memprediksi mode pengikatan polipeptida fleksibel ke
protein adalah tugas penting yang berada di luar domain penerapan sebagian besar
molekul kecil dan alat docking protein-protein. Di sini, kami menguji program docking
ligan fleksibel molekul kecil Glide pada satu set 19 peptida non-α-heliks dan secara
sistematis meningkatkan akurasi prediksi pose dengan meningkatkan pengambilan
sampel Glide untuk polipeptida fleksibel. Selain itu, penilaian pose ditingkatkan dengan
pasca-
Educate, Vol. 7, No. 1, Januari 2022 91
pemrosesan dengan perhitungan MM-GBSA pelarut implisit berbasis fisika.
Menggunakan RMSD terbaik di antara 10 pose penilaian teratas sebagai metrik, tingkat
keberhasilan (RMSD 2,0 untuk atom tulang punggung antarmuka) meningkat dari 21%
dengan pengaturan Glide SP default menjadi 58% dengan pengambilan sampel peptida
yang ditingkatkan dan protokol penilaian di kasus redocking ke struktur protein asli. Ini
mendekati keakuratan metode Rosetta FlexPepDock yang baru dikembangkan
(keberhasilan 63% untuk 19 peptida ini) sementara lebih dari 100 kali lebih cepat.
Cross-docking dilakukan untuk subset kasus di mana struktur reseptor tidak terikat
tersedia, dan dalam kasus itu, 40% peptida berhasil di-docking. Guru menganalisis hasil
dan menemukan bahwa protokol polipeptida yang dioptimalkan paling akurat untuk
peptida yang diperluas dengan ukuran dan jumlah muatan formal terbatas, yang
menentukan domain penerapan untuk pendekatan ini.
C. Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, guru memberikan umpan balik teradap hasil belajar
siswa melalui pengalaman belajar, memberikan apresiasi terhadap kekuatan dan
kelemahan hasil belajar dengan menggunakan teori yang sudah dikuasai guru. Guru
memeiliki peran menambah informasi yang harus dikuasai siswa, mendorong siswa
untuk menggunakan pengetahuan lebih dalam dari beberapa sumber yang relevan untuk
lebih menguatkan penguasaan kompetensi belajar yang lebih bermakna. (Marharjono
2020). Guru berperan penting dalam hal meyakinkan siswa untuk mengerjakan tugas-
tugasnya agar menghasilkan produk belajar yang kongkrit dan kontekstual, (Dewi 2020).
Guru membantu siswa dalam menyelesaikan masalah dan menerapkan ilmu dalam
aktivitas yang nyata dalam kehidupan sehari-hari, (Sari et al. 2021).
Abdul Rohmad et al. (2012) menyatakan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
“Kelayakan LK Eksplorasi, Elaborasi, Konfirmasi, dan Kebencanaan sebagai Materi
Pembelajaran Mata Pelajaran Geografi SMA di Kabupaten Rembang”. Pengambilan
sampel dilakukan dengan menggunakan Purposive Sampling. Sampel penelitian ini adalah
SMA Negeri 1, 2, 3 Rembang, SMA Agama (MAN) Rembang dan 1 SMA Sumber.
Variabelnya adalah kelayakan LKPD. Teknik analisis data yang digunakan adalah
deskriptif prosentase. Penilaian kelayakan LKS yang dinilai oleh lima ahli materi dan
materi ajar menunjukkan prosentase rata-rata 81,5%, kriteria sangat tepat, sesuai dengan
penilaian materi pembelajaran BSNP. Respon lima guru di SMA yang berbeda
menunjukkan prosentase rata-rata 82,1%, dengan kriteria sangat tepat. Sedangkan respon
dari tiga puluh siswa menunjukkan prosentase rata-rata 82%, dengan kriteria sangat
tepat. Dapat disimpulkan bahwa LK Eksplorasi, Elaborasi, Konfirmasi, layak digunakan
sebagai bahan ajar mata pelajaran Geografi SMA Negeri di Kabupaten Rembang.
IV. SIMPULAN
Eksplorasi merupakan kegiatan dalam memperoleh pengalaman-pengalaman
baru dari situasi yang baru pula. Elaborasi sebagai proses penggarapan secara tekun
dan cermat, sedangkan konfirmasi sebagai proses pembenaran, penegasan dan
pengesahan. Tanggung jawab guru sebagai adalah memberikan
pendekatan media pembelajaran, memfasilitasi siswasteakholderdengan interaksi antara
siswa
dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan sumber belajar dan melibatkan siswa
secara aktif. Guru bertanggungjawab dalam menfasilitasi siswa agar mampu berpikir kreatif
dan kritis dalam menganalisis dan memecahkan masalah dalam setiap kompetisi. Guru
bertanggung jawab untuk memberikan umpan balik kepada siswa, memberikan konfirmasi
melalui berbagai sumber belajar terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi. Guru sebagai
narasumber serta fasilitator, guru memberikan acuan agar siswa mampu melakukan
pengecekan hasil eksplorasi dengan memberikan motivasi kepada setiap siswa yang aktif.
V. DAFTAR PUSTAKA
Dian.”PerkembanganNovita.2014.“ PerkembanganDanKonsepDasarn
KoPengembanganspDsarPengembanganAnakUsiaDiniAnak1–43Usia. Dini
Budiastuti, Dyah, dan Agustinus Bandur. 2018. Validitas Dan Reliabilitas Penelitian.
Cahyani, Inne, M. Givi Efgivia. 2021. Pengaruh Pembelajaran Jarak Jauh dan Motivasi
Belajar Peserta Didik Terhadap Hasil Belajar Seni Budaya di Kelas IX SMP Negeri 1
and Geografi Sma. 2012. “Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis
Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi (EEK) Serta Kebencanaan Sebagai Bahan
Ajar Mata Pelajaran Geografi Sma/Ma Di Kabupaten Rembang.” Vol
Edu Geography,
Luthfi, Eva, dan Fakhru Ahsani. 2020. “Strategi Orang Tua Dalam Mengajar Dan
Mendidik Anak Dalam Pembelajaran At The Home Masa Pandemi Covid-19.”
Jurnal
Al_Athfal.
Marharjono. 2020. “Manfaat Pembelajaran Sejarah Menggunakan Google Classroom Pada
Masa Pandemi Covid-19.” Jurnal Karya Ilmiah Guru. Vol 5, No. 1, 56–63.
Metode, Keefektifan, and Field Trip. 2013. “Dalam Pembelajaranl. ”Menulis Deskripsi Pada
Terbimbing
Sari, Siti Mayang, Chairul Fauzi, Winning Amintas, Kartika Waruwu, Bina Bangsa,
Getsempena Meulaboh, Sekolah Tinggi Ilmu, Hukum Muhammadiyah Takengon,
.
and Universitas Negeri Medan. 2021. “ ”
Pengaruh Metode Assesment Proses Kontrol
Manfaat
Sd, Siswa, D. I. Masa, Erika Siti, Mayang Sari, and Yamnur Nurmahlia. 2018. “.”
Dasar
KEMAMPUAN GURU MELAKSANAKAN KEGIATAN
EKSPLORASI, ELABORASI DAN KONFIRMASI DALAM
PEMBELAJARAN SD NEGERI 182/I HUTAN LINDUNG
ABSTRAK
Peranan Guru
Menurut Dananjaya (2013:35) “peran guru adalah secara sadar dan
terencana mewujudkan suasana belajar yang menyenangkan, memproses
pembelajaran agar siswa aktif mengembangkan potensinya sendiri”.
Keterampilan Guru
Keterampilan dasar mengajar guru pada dasarnya merupakan suatu bentuk
perilaku yang bersifat mendasar dan khusus yang harus dimiliki oleh seorang guru
sebagai modal awal untuk melaksanakan tugas-tugas pembelajaran secara
terencana dan profesional. Keterampilan dasar mengajar guru secara aplikatif
indikatornya dapat digambarkan melalui sembilan keterampilan mengajar sebagai
berikut (Rusman, 2012:81).
W. Keterampilan Membuka Pelajaran
Kegiatan membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan untuk
memulai pembelajaran. Membuka pelajaran adalah usaha yang
dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk
menciptakan pra-kondisi bagi peserta didik agar mental maupun
perhatiannya terpusat pada apa yang akan dipelajarinya, sehingga
usaha tersebut akan memberikan efek yang positif terhadap kegiatan
pembelajaran.
X. Keterampilan Bertanya
Pertanyaan dapat berupa kalimat tanya atau dalam bentuk suruhan,
sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan pembelajaran
secara aktif. Dalam kegiatan pembelajaran, bertanya memainkan
peranan penting, hal ini dikarenakan pertanyaan yang tersusun
dengan baik dan teknik melontarkan pertanyaan yang tepat akan
memberikan dampak positif terhadap aktivitas dan kreativitas
peserta didik.
Y. Keterampilan Memberi Penguatan
Pemberian penguatan lebih efektif dibadingkan dengan hukuman.
Secara psikologis individu membutuhkan pengharagaan atas segala
usaha yang telah dilakukannya, apalagi penghargaan itu dinilai baik,
sukses, efektif dan seterusnya.
4. Keterampilan Mengadakan Variasi
Penggunaan variasi dalam proses pembelajaran ditujukan untuk
mengatasi kejenuhan dan kebosanan peserta didik karena
pembelajaran yang monoton. Dengan mengadakan variasi dalam
kegiatan pembelajaran diharapkan pembelajaran lebih bermakna dan
optimal, sehingga peserta didik senantiasa menunjukkan ketekunan,
antusiasme serta penuh partisipasi dalam kegiatan pembelajaran.
5. Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan dalam pembelajaran adalah penyajian
informasi secara lisan yang diorganisasi secara sistematis untuk
menunjukkan adanya hubungan satu dengan yang lainnya, misalnya
sebab dan akibat. Penyampaian informasi yang terlaksana dengan
baik disajikan dengan urutan yang cocok merupakan ciri utama
kegiatan menjelaskan.
Di dalam kegiatan inti ada tiga tahapan kegiatan yang harus dikerjakan
secara seimbang dan berkelanjutan. Ketiga kegiatan tersebut adalah kegiatan
eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. Berikut merupakan penjelasan kegiatan
eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi secara lebih rinci :
1. Eksplorasi
Akbar (2013:138) mengatakan bahwa Eksplorasi adalah memberi
kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan menemukan berbagai
informasi, memecahkan masalah dan inovasi.
Secara harfiah, eksplorasi berarti (1) penyelidikan; penjajakan;
penjelajahan lapangan dengan tujuan memperoleh pengetahuan lebih banyak
(tentang keadaan), terutama sumber sumber alam yang terdapat di tempat itu; (2)
Kegiatan untuk memperoleh pengalaman-pengalaman baru dari situasi yang baru.
Eksplorasi merupakan langkah awal dalam membangun pengetahuan melalui
peningkatan pemahaman atas suatu fenomena (American Dictionary). Strategi
yang digunakan dalam siklus ini adalah memperluas dan memperdalam
pengetahuan dengan menerapkan strategi belajar aktif. Melalui siklus eksplorasi,
peserta didik diharapkan dapat membangun pengetahuannya sendiri melalui
stimulus-stimulus yang diberikan oleh guru. Pada kegiatan eksplorasi, proses
pembelajaran tidak hanya berfokus pada apa yang peserta didik temukan, namun
sampai pada bagaimana mereka mengeksplorasi pengetahuan tersebut. Informasi
tidak hanya disusun oleh guru akan tetapi perlu ada keterlibatan peserta didik
untuk memperluas, memperdalam, atau menyusun informasi atas inisiatif peserta
didik sendiri.
Jadi, dalam kaitan dengan pembelajaran, eksplorasi adalah tahapan
pembelajaran di mana peserta didik diminta aktif menelaah dan menemukan
informasi suatu pengetahuan/konsep ilmu baru, teknik baru, metode dan rumus
baru, atau menyelidiki pola hubungan antar unsur konsep ilmu, sambil berusaha
memahaminya. Inti kegiatan eksplorasi adalah pelibatan peserta didik dalam
menelaah sesuatu hal baru, entah berhubungan dengan materi pelajaran
sebelumnya maupun yang benar-benar baru bagi peserta didik.
Dalam Permendiknas RI No. 41 tahun 2007, pada saat kegiatan Eksplorasi
yang harus guru laksanakan adalah sebagai berikut :
1. melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam
tentang topik/tema Materi yang akan dipelajari dengan
menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari
aneka sumber;
2. menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media
pembelajaran, dan sumber belajar lain;
3. memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara
peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar
lainnya;
4. melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran;
5. memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium,
studio, atau lapangan.
2. Elaborasi
Kegiatan Elaborasi merupakan serangkaian kegiatan mengekspresikan dan
mengaktualisasikan diri melalui berbagai kegiatan dan karya yang bermakna
(Akbar, 2013:137).
Elaborasi berarti penggarapan secara tekun dan cermat. Maka dalam suatu
kegiatan pembelajaran, elaborasi adalah kegiatan di mana peserta didik
mengerjakan suatu tes secara cermat atau peserta didik menyimpulkan suatu
konsep ilmu (hasil eksplorasi) secara cermat. Misalnya, setelah kegiatan peragaan
dengan persegi satuan, peserta didik menetukan bagaimana rumus luas bangun
datar persegi panjang yang sebenarnya. Peserta didik harus memahami,
mencermati semua hal, sehingga peserta didik berani menyatakan rumusan
tersebut.
Pada tahap elaborasi, image abstrak dalam pikiran menjadi panduan utama,
berdasarkan kegiatan ekslorasi sebelumnya. Di sini, peserta didik tidak bisa hanya
mengandalkan kemapuan motorik saja. Kemampuan kognitif peserta didik harus
diandalkan, dimana peserta didik mengutamakan penalaran dalam menarik
kesimpulan dari apa yang telah dieksplorasinya. Jika secara nalar tidak bisa
diterima, maka peserta didik pasti terdorong untuk mengulangi
percobaan/eksplorasi.
Intinya adalah dalam kegiatan elaborasi pada proses pembelajaran peserta
didik menyelesaikan tugas-tugas untuk menguasai suatu kompetensi secara tekun
dan cermat di bawah bimbingan guru.
Dalam Permendiknas RI No. 41 tahun 2007, pada saat kegiatan Elaborasi
yang harus guru laksanakan adalah sebagai berikut :
1. membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam
melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna;
2. memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan
lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan
maupun tertulis;
3. memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis,
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut;
4. memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan
kolaboratif;
5. memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk
meningkatkan prestasi belajar;
6. memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang
dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun
kelompok;
7. memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja
individual maupun kelompok;
8. memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen,
festival, serta produk yang dihasilkan;
9. memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik.
3. Konfirmasi
Secara harfiah, konfirmasi diartikan sebagai pembenaran, penegasan, dan
pengesahan. Dalam pembelajaran, konfirmasi adalah penegasan kebenaran
tentang suatu konsep berdasarkan rujukan resmi. Misalnya, membandingkan
rumus yang disimpulkan peserta didik dengan merujuk pada rumus dalam buku
pelajaran resmi.
Tahapan kegiatan konfirmasi dapat diwujudkan dalam bentuk peserta
didik mempresentasikan pekerjaanya dan mempertahankan kebenaran kesimpulan
yang dibuat dengan sesuai hasil elaborasi dan eksplorasi dan membandingkannya
dengan konsep yang telah dinyatakan dalam sumber belajar resmi (misalnya
buku). Kegiatan menjelaskan hasil pekerjaan dilakukan secara mendetail, semua
argumen/pengamatan disampaikan secara mendetail sehingga secara logika
mendukung kebenaran kesimpulan akhir (Akbar, 2013:137).
Secara singkat dapat diartikan bahwa kegiatan konfirmasi dalam
pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru bersama-sama dengan peserta
didik dalam rangka penegasan, pengesahan, atau pembenaran hasil eksplorasi dan
elaborasi.
Dalam Permendiknas RI No. 41 tahun 2007, pada saat kegiatan
Konfirmasi yang harus guru laksanakan adalah sebagai berikut :
1. memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk
lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan
peserta didik;
2. memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi
peserta didik melalui berbagai sumber;
3. memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh
pengalaman belajar yang telah dilakukan;
4. memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang
bermakna dalam mencapai kompetensi dasar;
5. berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab
pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan
menggunakan bahasa yang baku dan benar;
6. membantu menyelesaikan masalah;
7. memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan
hasil eksplorasi;
8. memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
9. memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau
belum berpartisipasi aktif.
METODE PENELITAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Sugiyono (2011:15)
menyatakan bahwa metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti
sebagai instrumen kunci pengambilan data.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa guru Bahasa Indonesia di SDN 182/I Hutan Lindung dalam
melaksanakan kegiatan eksplorasi dapat terlihat pada kemampuan guru dalam
mengelola kelas sehingga mampu menggali kemampuan peserta didik, kemudian
dalam melaksanakan kegiatan elaborasi dapat terlihat pada kemampuan guru
dalam mengelola kelas sehingga mampu memunculkan gagasan baru serta
menambah motivasi belajar untuk peserta didik, dan pada kegiatan konfirmasi
dapat terlihat pada kemampuan guru dalam melaksanakan penguatan, refleksi,
maupun review.
DAFTAR PUSTAKA
Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 1992. Qualitative Data Analysis: Baverly Hill:
Sage Publication. Inc.