Anda di halaman 1dari 15

KERANGKA ACUAN KERJA / TERM OF REFERENCE

KEGIATAN TAHUN ANGGARAN 2019


DIREKTORAT PENGENDALIAN KERUSAKAN GAMBUT
INVENTARISASI KARAKTERISTIK EKOSISTEM GAMBUT PADA 5 KHG
(PAKET I)
PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Kementerian/Lembaga : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.


Unit Eselon I : Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan
Unit Eselon II : Pengendalian Kerusakan Gambut
Program : Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan lingkungan
Hasil (Outcome) : Pengendalian Kerusakan Gambut
Kegiatan : Inventarisasi karakteristik ekosistem Gambut pada:
1. KHG Sungai Jelai - Sungai Bila, Kabupaten 26,088
Ketapang dan Sukamara, Provinsi Kalimantan
Tengah;
2. KHG Sungai Seruyan - Sungai Sembuluh, 37,411
Kababupaten Seruyan, Provinsi Kalimantan
Tengah;
3. KHG Sungai Arut, Kabupaten Kotawaringin Barat, 13,645
Provinsi Kalimantan Tengah;
4. KHG Sungai Rasaw - Sungai Lamandau, Kabupaten 36,812
Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah,
5. KHG Sungai Mentaya - Sungai Cempaga, 23,729
Kabupaten Kotawaringin Timur, Provinsi
Kalimantan Tengah;

Indikator Kinerja : Tersedianya basis data karakteristik Ekosistem Gambut pada 5


KHG
Volume (keluaran) : 1 (satu) Dokumen.
Satuan Ukur Keluaran : Dokumen (laporan dan data base)
(Output)

A. LATAR BELAKANG
1. Dasar Hukum
▪ Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
dan Ekosistemnya;
▪ Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
▪ Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
▪ Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan;
▪ Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
▪ Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup;

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 1


▪ Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa;
▪ Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air;
▪ Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional;
▪ Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 jo Peraturan Pemerintah Nomor
57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekositem Gambut;
▪ Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan
Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional;
▪ Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca;
▪ Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup;
▪ Intruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2017 tentang Penundaan Pemberian Izin
Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut;
▪ Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor:
P.14/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan
Penetapan;

2. Gambaran Umum
Indonesia memiliki tanah gambut sangat luas, yang merupakan Negara ke empat
dengan kawasan gambut terbesar di dunia setelah Kanada, Rusia, dan USA
(Immirzi dan Maltby, 1992). Kawasan gambut Indonesia juga merupakan kawasan
gambut tropika terluas di dunia yang meliputi sekitar 50% dari total kawasan
gambut tropika dunia. Selain itu, Indonesia menyimpan cadangan Karbon gambut
mencapai 46 giga ton atau sekitar 8 – 14 % dari Karbon yang terdapat dalam
Karbon dunia.
Ekosistem gambut merupakan salah satu ekosistem yang memiliki peran dan
manfaat penting bagi kehidupan manusia, dimana saat ini telah dimanfaatkan
untuk berbagai kegiatan pembangunan. Manfaat tersebut antara lain: pensuplai
air dan pengendalia banjir, potensi wisata, mata pencaharian masyarakat lokal
(pertanian, perkebunan, perikanan), stabilitas iklim, keanekaragaman hayati,
serta untuk pendidikan dan penelitian.
Selama 30 tahun lebih pengelolaan lahan gambut, kurang memperhatikan
penerapan prinsip pemanfaatan berkelanjutan. Hal ini mengakibatkan timbulnya
berbagai masalah, seperti:
a) Seluas  7.402.969 Ha (88,23 %) lahan gambut di Kalimantan termasuk rusak
sedang;
b) Pengembangan lahan gambut (PLG 1 juta Ha);
c) Kemorosotan keanekaragaman hayati;
d) Kebakaran hutan/lahan gambut, gangguan asap lintas batas, banjir, dan
subsiden, dll.
e) Masalah sosio-ekonomi (hilangnya pencaharian/peluang usaha masyarakat
setempat, dll).

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 2


Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2014 jo Peraturan Pemerintah Nomor 57
tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut disebutkan
bahwa perencanaan perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut dilakukan
melalui tahapan inventarisasi, penetapan fungsi ekosistem gambut dan
penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.
Sesuai definisi Kesatuan Hidrologis Gambut (KHG) pada Peraturan Pemerintah
tersebut, bahwa KHG adalah ekosistem gambut yang letaknya di antara 2 (dua)
sungai, di antara sungai dan laut, dan/atau pada rawa. Sedangkan definisi
Ekosistem gambut adalah tatanan unsur gambut yang merupakan satu kesatuan
utuh menyeluruh yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitasnya. Berdasarkan definisi tersebut maka KHG harus
diperlakukan sebagai satu kesatuan ekosistem dan dijadikan sebagai satu
kesatuan pengelolaan ekosistem gambut yang tidak boleh dipisahkan oleh batas
administrasi atau batas konsesi sehingga merupakan satu kesatuan pengelolaan
ekosistem yang utuh.
Jumlah KHG di Indonesia ada 865 KHG (sumber: Ditjen PPKL-KLHK, September
2016) yang tersebar pada pulau-pulau sebagai berikut: Sumatera 207 KHG,
Kalimantan 190 KHG, Sulawesi 3 KHG, dan Papua 465 KHG.

Hasil kajian beberapa penelitian menunjukan bahwa pengelolaan gambut tidak


memperhatikan kesatuan hidrologis gambut, seperti yang terjadi di beberapa
tempat yang terjadi di Kalimantan Tengah. Pengelolaan gambut dalam pembuatan
drainase untuk irigasi pertanian memotong kubah gambut. Sebagai akibatnya
terjadi penurunan muka air gambut yang menyebabkan gambut kering dan
mudah terbakar. Selanjutnya pembuatan saluran drainase yang dalam sampai ke
lapisan tanah akan memicu terekposenya lapisan pirit sehingga air gambut
menjadi lebih masam dan dapat mematikan tanaman. Untuk mencegah kerusakan
ekositem gambut yang berkepanjangan, langkah awal perlu dilakukan adalah
zonasi fungsi lindung dan fungsi budidaya yang merupakan hasil penetapan fungsi
ekosistem gambut. Untuk mendapatkan bahan penetapan fungsi tersebut,
sebelumnya perlu dilakukan inventarisasi karakteristik ekosistem gambut.
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
No.P.14/MENLH/SETJEN/KUM.1/2/2017 pada Pasal 14 ayat 3, bahwa
inventarisasi karakteristik Ekosistem Gambut pada areal usaha dan/atau kegiatan
diwajibkan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dengan supervisi
Direktur Jenderal.

Untuk Tahun 2019 Direktorat PKG akan melakukan kegiatan inventarisasi


karakteristik ekosistem sebanyak 10 (sepuluh) KHG, yang terbagi menjadi 2
paket, berikut disampaikan kegiatan Paket I dengan rincian sebagai berikut:

Paket I :
1. KHG Sungai Jelai - Sungai Bila, Kabupaten Ketapang dan
Sukamara, Provinsi Kalimantan Tengah; (26,088 Ha)
2. KHG Sungai Seruyan - Sungai Sembuluh, Kababupaten
Seruyan, Provinsi Kalimantan Tengah; (37,411 Ha)
3. KHG Sungai Arut, Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi
Kalimantan Tengah; (13,645 Ha)

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 3


4. KHG Sungai Rasaw - Sungai Lamandau, Kabupaten
Kotawaringin Barat Provinsi Kalimantan Tengah, (36,812 Ha)
5. KHG Sungai Mentaya - Sungai Cempaga, Kabupaten
Kotawaringin Timur, Provinsi Kalimantan Tengah; (23,729 Ha)

3. Tujuan

Kegiatan inventarisasi karakteristik ekositem gambut dilaksanakan dengan


melakukan verifikasi lapangan pada lokasi KHG yang telah ditentukan, sehingga
diperoleh basis data karakteristik ekosistem gambut yang akan digunakan sebagai
bahan penyusunan peta karakteristik ekosistem gambut dan peta fungsi
ekosistem gambut yang terdiri dari fungsi lindung dan fungsi budidaya.

4. Penerima Manfaat
Penerima manfaat dari kegiatan ini adalah Pemerintah, Pemerintah Daerah,
Swasta, Perguruan Tinggi dan Masyarakat.

B. STRATEGI PENCAPAIAN KELUARAN


1. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan kegiatan Inventarisasi karakteristik ekosistem Gambut
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 jo Peraturan
Pemerintah Nomor 57 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Ekositem Gambut, peraturan Menteri Lingungan Hidup dan Kehutanan Nomor
P.14/Menlhk/Setjen/Kum.1/2/2017 tentang Tata Cara Inventarisasi dan
Penetapan Fungsi Ekosistem Gambut, dan Pedoman Tata Cara Pelaksanaan
Inventarisasi Karakteristik Ekosistem Gambut. Kegiatan tersebut dilakukan untuk
memperoleh data dan informasi mengenai karakteristik ekosistem gambut pada
lokasi KHG yang meliputi tahapan sebagai berikut:

a. Persiapan;
b. Pelaksanaan lapangan;
c. Penyusunan data hasil lapangan; dan
d. Penyusunan laporan.

2. Tahapan Pelaksanaan
a. Persiapan
1) Konsultasi dengan KLHK;
2) Pengumpulan Data dan Peralatan.
a) Pengumpulan Data Sekunder:
• Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1: 50.000 sebagai peta
dasar yang dikeluarkan oleh BIG dalam format shapefile (.shp);
• Peta KHG Nasional skala 1: 250.000;

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 4


• Peta Fungsi Ekosistem Gambut Nasional skala 1: 250.000
• Peta jaringan sungai (drainase alami dan/atau buatan pada
minimum ordo-2/saluran sekunder);
• Peta tanah pada skala paling kecil 1:50.000;
• Peta geologi dan tata lingkungan pada skala paling kecil 1:50.000;
• Peta facet lahan (turunan dari sistem lahan) pada skala paling kecil
1:50.000;
• Peta batas DAS dan Sub DAS pada skala paling kecil 1:50.000;
• Peta tutupan/penggunaan lahan pada skala paling kecil 1:50.000;
• Peta perizinan dan moratorium gambut pada skala paling kecil
1:50.000;
• Peta kawasan hutan skala 1: 250.000;
• Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota;
• Peta lahan terbakar 2016 dan 2017
• Peta Administrasi Kecamatan/Desa
• Peta rawan konflik
• Peta Sebaran Penduduk
• Data dan Informasi tentang sosial, ekonomi, dan budaya
masyarakat
• Data dan Informasi tentang Kearifan Lokal
• Data dan Informasi tentang tentang Aspirasi Masyarakat

b) Peralatan.
Peralatan yang digunakan dalam survey inventarisasi karakteristik
ekosistem gambut adalah:
• 20 set Bor Gambut (panjang minimal 14 meter);
• 10 unit GPS Handheld (GPS Navigasi, 3D, EPE maksimal 3 meter);
• 10 unit pH meter digital
• 10 unit Electrical Conductivity (EC) meter digital
• 10 unit Camera digital
• Form survey (format disediakan oleh Dit. PKG);
• Peta Kerja (dokumen disediakan oleh Dit. PKG).

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 5


3) Penyusunan Peta Kerja.
Penyusunan Peta Kerja ini dikerjakan oleh Tim Direktorat Pengendalian
Kerusakan Gambut, Ditjen. Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan
Lingkungan (Dit. PKG-PPKL).
Tahapan penyusunan peta kerja adalah sebagai berikut :
a) Peta Dasar yang digunakan adalah peta RBI minimal skala 1:50.000;
b) Peta rencana kerja memuat KHG indikatif yang telah didetailkan
delineasinya pada peta RBI 1:50.000 (berdasarkan peta KHG
Nasional skala 1 : 250.000 yang telah dibuat oleh KLHK).
c) Pada Rencana Kerja diplotkan juga rencana titik pengamatan. Cara
penentuan lokasi titik pada pemetaan ini dilakukan secara sistematik
dan berbasis unit lahan (Marsudi et al., 1997)/LREP-II. Tahapannya
sbb:

Tahap awal adalah menentukan rencana transek pengamatan sebagai


berikut :
▪ menentukan baseline transek melintang dan transek membujur
yang kurang lebih tegak lurus dengan sungai. Perpotongan
antara baseline transek melintang dan transek membujur kira-
kira terletak ditengah (pusat) salah satu puncak kubah KHG. Arah
transek melintang dan transek membujur kurang lebih tegak
lurus satu dengan lainnya. Jarak antar transek melintang
maksimum 3 (tiga) km;
▪ menentukan transek membujur tegak lurus transek melintang/
baseline dan jarak antar transek membujur maksimum 2 (dua)
kilometer dari transek sebelumnya. Penentuan transek
membujur berikutnya dilakukan dengan langkah yang sama,
sampai seluruh wilayah yang diindikasikan sebagai lahan
bergambut tercover oleh transek membujur.

Setelah seluruh KHG tercover oleh transek pengamatan, langkah


berikutnya adalah menentukan titik pengamatan sebagai berikut :
▪ menentukan rencana titik pengamatan sepanjang transek
melintang. Titik pengamatan harus mewakili tanggul sungai
alami (levee), kaki kubah, daerah transisi antara kaki kubah dan
puncak kubah, daerah puncak kubah. Jarak antar titik
pengamatan yang satu dengan yang lainnya maksimum 1000
meter dan pada koridor transek, maksimum penyimpangan 200
meter di kiri/kanan sepanjang jalur transek.
▪ menentukan rencana titik pengamatan sepanjang transek
membujur. Titik pengamatan harus mewakili tanggul sungai
alami (levee), kaki kubah, daerah transisi antara kaki kubah dan
puncak kubah, daerah puncak kubah. Jarak antar titik
pengamatan yang satu dengan yang lainnya maksimum 500

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 6


meter dan pada koridor transek, maksimum penyimpangan 200
meter di kiri/kanan sepanjang jalur transek.
4) Penyusunan Laporan Pendahuluan
Laporan pendahuluan memaparkan rencana kegiatan yang akan
dilaksanakan antara lain tim survey (nama-nama dan keahliannya),
peralatan yang akan digunakan dan metodologi pelaksanaan di lapangan.
5) Rapat pemantapan perencanaan
Rencana kerja yang telah disusun dibahas dan didiskusikan dengan Tim
KLHK. Pemantapan rencana kerja dilaksanakan bersamaan dengan
pembahasan laporan pendahuluan.

b. Pelaksanaan Lapangan
Pelaksanaan lapangan meliputi kegiatan-kegiatan : Pertemuan/rapat
koordinasi dengan Pemda dan survey lapangan.
1) Pertemuan dengan Pemda.
Sebelum survey lapangan dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan
pertemuan ini dengan Pemda Provinsi dan Pemda Kabupaten/Kota
dimana KHG berada. Pertemuannya dilaksanakan secara FGD dengan
semua stakeholders terkait termasuk wakil-wakil dari perusahan
pemegang izin dan masyarakat yang ada di lokasi KHG yang akan
disurvey.

2) Survey Lapangan.

Survey lapangan dilakukan pada Areal Penggunaan Lain (APL) non izin
sesuai rencana kerja yang telah dibuat (Format form isian inventarisasi
karakteristik eksositem gambut dan aspek social terlampir). Jenis
informasi yang diamati sebagai berikut:

JENIS DESKRIPSI
INFORMASI

Lokasi titik atau GPS Handheld (GPS Navigasi, 3D, EPE maksimal 3
koordinat + Foto meter)
Elevasi lahan GPS Handheld (GPS Navigasi, 3D, EPE maksimal 3
meter)
Air tanah, genangan, Kedalaman air tanah (dibawah permukaan
atau banjir tanah): diukur dari permukaan tanah hingga
permukaan air tanah (cm)

Dangkal (0-50 cm), Sedang (50-100 cm) atau


Dalam (>100 cm)

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 7


Genangan (diatas permukaan tanah): diukur
kedalamannya (cm).

Dangkal (0-50 cm), Sedang (50-100 cm) atau


Dalam (>100 cm)

Banjir :
Frekuensi: berapa kali dalam setahun dan berapa
lama banjir (hari)

Penetapan selain Kedalaman diatas juga


pertimbangan frekuensi dan lama genangan

Penjelasan output:
Parameter berupa karakteristik kedalaman air
tanah, genangan, genangan banjir dapat
mengindikasikan kondisi hidrotopografi lahan
dan tipologi lahan berdasarkan tipe luapan.
Tutupan lahan, Hutan primer, hutan sekunder, kebun, semak
penggunaan lahan, belukar (tidak ada pepohonan): tanaman
pemanfaatan hasil budidaya semusim, pemukiman.
hutan, dan kondisinya
Kondisi tutupan tajuk dibagi menjadi tutupan
tajuk rapat, sedang dan jarang.

Tutupan Tajuk Rapat:


Tajuk pohon yang saling menutupi karena jarak
antar pohon rapat. Areal dengan tutupan tajuk
baik mengindikasikan bahwa areal tersebut
kurang dinamis dan intensitas pemanfaatannya
rendah, sehingga kondisi lahan gambut masih
alami atau mendekati kondisi alaminya. Kondisi
tutupan tajuk ini ditafsirkan dari Citra Landsat,
seperti hutan termasuk dalam tutupan tajuk
rapat. Penutupan/penggunaan lahan yang
direklasifikasikan menjadi tutupan tajuk rapat
adalah hutan (Ht)

Tutupan Tajuk Sedang :


Tajuk pohon yang kurang saling menutupi
karena jarak antar pohon relatif lebih jauh. Areal
dengan tutupan tajuk sedang mengindikasikan
bahwa areal tersebut cukup dinamik dan
intensitas pemanfaatannya cukup tinggi. Kondisi
tutupan tajuk ini ditafsirkan dari Citra Landsat,
seperti semak belukar termasuk dalam tutupan
tajuk sedang. Penutupan/penggunaan lahan
yang direklasifikasi menjadi tutupan tajuk
sedang adalah perkebunan (Pb), kebun
campuran (Kc), semak belukar (Sb).

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 8


Tutupan Tajuk Jarang :
Areal yang tidak atau sedikit tutupan tajuknya
karena areal tersebut tidak atau sedikit memiliki
pohon. Areal dengan tutupan tajuk jarang
mengindikasikan bahwa areal tersebut sangat
dinamik dan intensitas pemanfaatannya tinggi.
Kondisi tutupan tajuk ini ditafsirkan dari Citra
Landsat, seperti lahan tanpa vegetasi bekas
penambangan termasuk dalam tutupan tajuk
jarang. Penutupan/penggunaan lahan yang
direklasifikasi menjadi tutupan tajuk jarang
adalah ladang (Ld), sawah (Sw), permukiman
(Pk), rawa (Rw), tambak (Tb) dan tubuh air (Ta).

Pemanfaatan hasil hutan:


Pemanfaatan hasil hutan yang dilakukan oleh
masyarakat berupa : hasil hutan kayu, hasil hutan
bukan kayu (HHBK), Jasa Lingkungan
(pariwisata), atau pemanfaatan lainnya.

Penjelasan
Input : disesuaikan dengan data tersedia;
Output : cek dahulu dengan SNI jika tidak sesuai
kebutuhan dilihat kembali sesuai
kebutuhan pedoman
Berikan contoh citra yang menunjukan
tingkat kerapatan
Keberadaan flora dan Ada atau Tidak (Wawancara/Data sekunder
fauna yang dilindungi atau pengamatan)

Penjelasan:
Input : mencatat keberadaan jenis flora dan
fauna yang dilindungi disekitar titik
pengamatan
Output : ada atau tidak ada
Kondisi drainase Kerapatan drainase alami; ada atau tidaknya
alami dan buatan drainase buatan, kerapatan, serta kedalaman
muka air

Penjelasan:
Input : kerapatan dihitung dari hasil
pengamatan lapangan dan/ atau citra
Output : (sesuai kategorisasi diatas)
Kualitas air pH dan EC
Pengukuran kualitas air dilakukan terhadap
parameter kemasaman (pH) dan daya hantar
listrik (EC) dengan menggunakan pH meter dan
EC meter. Pengukuran dilakukan pada Air tanah,
air sungai dan air saluran drainase buatan.

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 9


Penjelasan:
Input : kapan pengambilan contoh diambil
(catat hari, tanggal, jam dan kondisi
pasang/surut)
Ouput : sesuai dengan kelas kualitas air

Tipe luapan Tipe A


Lahan-lahan dengan elevasi rendah dan selalu
tergenangi baik oleh pasang besar maupun
pasang kecil

Tipe B
Lahan yang hanya tergenangi oleh pasang besar

Tipe C
Lahan-lahan yang tidak tergenangi oleh pasang
besar maupun pasang kecil, namun kedalaman
air tanahnya sangat sangkal (< 50 cm),

Tipe D
lahan-lahan yang tidak tergenangi luapan pasang
besar maupun pasang kecil serta mempunyai
kedalaman air tanah > 50 cm

Penjelasan:
Input dan Output sama
Ketebalan gambut Dangkal (<50 cm), Sedang (50-100 cm), Agak
dalam (100-200 cm), Dalam (200-300 cm),
Sangat Dalam (>300 cm)

Penjelasan:
Input : angka aktual
Output : seperti penjelasan isi

Pengukuran kedalaman gambut diusahakan


sampai bor menyentuh/mendapatkan tanah
mineral
Karakteristik Substratum atau bahan mineral dibawah lapisan
substratum dibawah gambut: pasir kwarsa, liat, sedimen berpirit,
lapisan gambut granit, kapur, atau lainnya

Penjelasan:
Input : selain karakteristik bahan miniral juga
diukur kedalamannya dari permukaan
tanah.
Output : sesuai kriteria di atas

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 10


Proporsi berat bahan Proporsi berat bahan gambut atau Bobot isi
gambut. gambut adalah perbandingan antara berat kering
mutlak gambut dalam volume tertentu.
Catatan: Volume dalam hal ini adalah volume bulk (20 x
tidak dilakukan 30 x 30 cm3) atau volume mata bor sayap
Adapun berat kering mutlak gambut adalah berat
kering dari sampel yang dibawa dalam plastik
sampel (sampel dari bulk atau mata bor sayap)

Penjelasan:
- Pengukuran dilakukan dengan sarana 20 x 30
x 30 cm3 (lapisan gambut 1 m teratas)
- Pengukuran bobot isi dengan sarana bor
gambut sayap dilakukan pada gambut
tergenang dan/atau lapisan gambut lebih dari
1 m pada setiap selang kedalaman 1 m hingga
lapisan tanah mineral.
- Pada setiap lapisan gambut dicatat informasi
tentang keberadaan bahan berbentuk kayu
(kenampakan batang utuh)
Perkembangan Kriteria Kerusakan Fungsi Lindung :
kondisi atau tingkat • Terdapat drainase buatan
kerusakan lahan • Tereksposnya sedimen berpirit dan/atau
gambut kwarsa
• Kondisi tutupan lahan yang tidak mendukung
fungsi lindung
Kriteria Kerusakan Fungsi Budidaya :
• Terdapat drainase buatan
• Tereksposnya sedimen berpirit dan/atau
kwarsa

Penjelasan:
Input : identifikasi terhadap singkapan
sedimen tentang kandungan pirit,
mengestimasi luas sebaran sedimen
berpirit yang terbuka.
Output : sesuai kriteria diatas
Karakteristik tanah 1. Pada lapisan gambut, karakteristik yang
dan kedalaman diamati adalah ketebalan, warna, dan tingkat
lapisan pirit dekomposisi. Pada tanah mineral dan/atau
bahan mineral di bawah gambut karakteristik
yang diamati adalah lapisan dan ketebalannya,
dan pada setiap lapisan ditetapkan tekstur,
warna, konsistensi, pH dan EC lapang. Alat
yang digunakan adalah bor mineral dan/atau
bor gambut
2. Kedalaman lapisan pirit diukur dari
permukaan tanah sampai bahan yang
mengandung pirit (gambut maupun mineral).

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 11


Potensi pirit pada bahan tanah atau sedimen
diidentifikasi dengan menggunakan larutan
hidrogen peroksida (H2O2), yaitu dengan
membandingkan pH tanah/sedimen sebelum
dioksidasikan dengan hidrogen peroksida dan
sesudah dioksidasikan dengan hidrogen
peroksida. Indikasi potensi pirit terlihat bila
selisih pH sebelum dan sesudah dioksidasi
dengan hidrogen peroksida turun 2 digit atau
setelah dioksidasikan memiliki pH < 2.5.

Penjelasan:
Input : diukur pH air dengan pH H2O2.
Output : kedalaman lapisan pirit (secara
kualitatif jika sudah terbuka akan
ditemukan bercak kuning jerami
ditanah, pada air akan terlihat jernih
dan pH sangat masam, dan jika belum
terbuka, tercium bau belerang, atau
dites dengan H2O2 terdeteksi adanya
pirit.
Kearifan Lokal Data dan Informasi tentang Kearifan Lokal dapat
diperoleh dari wawancara dengan masyarakat,
tokoh masyarakat, aparat desa, wakil perguruan
tinggi, dan dunia usaha atau lainnya yang sudah
menetap lama di areal KHG yang disurvey.
Data dan informasi tentang Kearifan Lokal yang
menunjang perlindungan dan kelestarian
ekosistem gambut.
Data dan Informasi dapat berupa diskripsi terkait
Kearifan Lokal yang sampai saat ini
keberadaanya masih ada dan berlaku di
masyarakat setempat.
Aspirasi Masyarakat Data dan Informasi tentang Aspirasi Masyarakat
dapat diperoleh dari masyarakat, tokoh
masyarakat, aparat desa, wakil perguruan tinggi,
dan dunia usaha atau lainnya.
Data dan Informasi Aspirasi Masyarakat ini dapat
berupa diskripsi tentang apa-apa yang diinginkan
dari masyarakat dari perlindungan dan
pengelolaan ekosistem gambut, termasuk
pemanfaan dan pengendalian kerusakan
ekosistem gambut.

Catatan:
Pada saat pelaksanaan di lapangan, Tim KLHK akan melakukan monitor
dan evaluasi. Apabila terdapat kesalahan atau kejanggalan pada data

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 12


hasil lapangan atau data tersebut tidak dilengkapi foto GPS yang
menunjukan titik koordinat, maka Tim pelaksana harus sanggup
melakukan pengukuran ulang atau melengkapi terhadap hasil yang
salah/meragukan tersebut.
c. Penyusunan dan pembahasan laporan akhir
1) Laporan akhir disusun berdasarkan hasil pelaksanaan survey di lapangan
dan perbaikan atas masukan pada saat pembahasan laporan
pendahuluan.
2) Laporan akhir disampaikan ke KLHK yang selanjutnya dilakukan
pembahasan yang dihadiri oleh beberapa instansi terkait.

C. HASIL PEKERJAAN
Hasil pekerjaan dalam kegiatan Inventarisasi Karakteristik Ekosistem Gambut pada 10
(sepuluh) KHG di Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut:

1. Hasil Survey Lapangan


▪ Peta Sebaran Titik Sampel (Hasil Survey Skala 1:50.000);
▪ Listing Koordinat Titik-titik Pengamatan;
▪ Tracking Log GPS Jalur Survey;
▪ Tally Sheet;
▪ Dokumentasi.
▪ Peta rawan konflik
▪ Peta kebakaran tahun 2016/2017
▪ Peta batas Administrasi Kecamatan/Desa
▪ Peta Sosial Ekonomi masyarakat

2. Output Database ( disimpan dalam external hardisck).


▪ Basis Data Karakteristik Ekosistem Gambut KHG yang disurvey (13
parameter);
▪ Semua data sekunder

3. Pelaporan (hard copy dan soft copy)


▪ Laporan Pendahuluan;
▪ Laporan Akhir;
▪ Executive Summary;
▪ Bahan presentasi.

D. Tenaga yang Dibutuhkan.

Tenaga ahli yang dibutuhkan dalam kegiatan Inventarisasi karakteristik eksosistem


gambut adalah sebagai berikut :

Pendidikan-
No. Posisi Tugas
Pengalaman
1. Ketua Tim Ilmu Tanah/ • Bertanggung jawab sebagai pemimpin tim untuk
(1 org) Geografi/Geodesi mengelola, mengkoordinasikan dan

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 13


S2 – 3 tahun mengendalikan tim pelaksana.
• Bertindak sebagai wakil tim dan perusahaan
dalam melakukan koordinasi, diskusi, asistensi,
presentasi dan pelaporan kegiatan.
• Membuat schedule dan memantau progress
pekerjaan
• Mengkoordinir anggota tim menyiapkan konsep
dan metode-metode perencanaan, menyusun
laporan, menyiapkan dan melaksanakan
diskusi/ presentasi

2. Koordinator Ilmu Tanah / • Bertanggung jawab sebagai koordinator tim


Lapangan (1 Geodesi/Geografi survey
orang) (S1 - 3 Tahun) • Mengecek kesiapan personil dan peralatan
lapangan.
• Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan
hasil survey lapangan.
• Bertanggung jawab sebagai pemimpin tim untuk
mengelola, mengkoordinasikan dan
mengendalikan tim survey lapangan.
• Membuat schedule dan memantau progress
pekerjaan
• Bertindak sebagai wakil perusahaan dalam
melakukan koordinasi, diskusi, asistensi,
presentasi dan pelaporan kegiatan.
• Berkoordinasi dengan Pemda, Kecamatan,
Desa,RW,RT maupun masyarakat untuk
kelancaran pekerjaan tim survey di lapangan
• Mengumpulkan dan mengentry data lapangan
• Melakukan survey sosial ekonomi

3. Surveyor (10 Ilmu Tanah S1 - 1 • Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan


orang) Tahun atau D3-4 hasil survey lapangan
Tahun • Melakukan entry data di lapangan
• Mengevaluasi data hasil lapangan

4. Operator SIG CAD/CAM • Membatu entry data lapangan


(1 orang) D3- 5 Tahun/ S1-1 • Membantu mengintegrasikan posisi titik sampel
Tahun dan tracking data lapangan ke dalam peta dasar
5. Administrasi Sekretaris D3-1 • Melaksanakan kegiatan surat-menyurat,
(1 orang) Tahun dokumentasi dan pengarsipan
• Melaksanakan administrasi keuangan.
• Menyiapkan berkas administrasi untuk
pertanggungjawaban keuangan.

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 14


E. Kurun Waktu Pencapaian Keluaran
Waktu pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan selama kurun waktu 2 (dua) bulan,
dengan jadwal kegiatan sebagai berikut :

Minggu ke-
No Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Persiapan
a. Konsultasi dengan KLHK
b. Pengumpulan Data Sekunder
c. Penyusunan Peta Kerja
d. Penyusunan Laporan Pendahuluan
e. Rapat pemantapan perencanaan dengan KLHK
2 Pertemuan dengan Pemda
3. Pelaksanaan survey lapangan
4. Penyusunan data hasil survey lapangan
5. Penyusunan dan pembahasan laporan akhir
6. Finalisasi Laporan dan Pencetakan Peta Titik
Pengamatan Karakteristik KHG skala 1:50.000

F. Pertanggung jawaban Hasil Pekerjaan.

Sehubungan data hasil kegiatan Inventarisasi Karakteristik Ekosistem Gambut akan


digunakan oleh Konsultan pemenang/pelaksana kegiatan Pemetaan Karakteristik
Ekosistem Gambut, maka apabila terdapat kesalahan atau kejanggalan pada basis
data tersebut dan tidak dilengkapi foto GPS yang menunjukan titik koordinat,
penanggungjawab pelaksana kegiatan inventarisasi karakteristik ekosistem gambut
harus sanggup melakukan pengukuran ulang terhadap hasil yang salah/meragukan
tersebut.

G. Biaya Yang Diperlukan

Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan Inventarisasi Karakteristik Ekosistem


Gambut paket I pada 5 (lima) KHG sebesar Rp. 1.446.767.000 (satu milyar empat
ratus empat puluh enam juta tujuh ratus enam puluh tujuh ribu rupiah) dengan
rincian sebagaimana Harga Perkiraan Sendiri (HPS) terlampir.

Jakarta, Maret 2019


Direktur ,

ttd

Ir. SPM Budisusanti, M.Si


NIP. 19630318 199303 2 001

KAK INVENTARISASI KEG PADA 10 KHG 15

Anda mungkin juga menyukai