Anda di halaman 1dari 13

i

MAKALAH TEKNOLOGI
PAKAN
Pengolahan dan Pembuatan Bone Meal dan Feather
Flour Proses dan Produknya (Kandungan Nutrient)

Dosen Pengampu:
 Deny Saefulhadjar, M.Si.
 Dr. Ir. Nyimas Popi Indriani, M.Si.

Oleh :
Sakhia Mira Rosalina 200110200017
Arief Maulana 200110200
Nur Alya Oktaviani R 200110200224
Naufal Ahmad 200110200

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK


UNGGAS FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS
PADJADJARAN SUMEDANG
2022
ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang hingga saat
ini masih memberikan kita rahmat dan kesehatan, sehingga saya sebagai mahasiswa
Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran diberi kesempatan untuk menyelesaikan
tugas makalah mengenai “Pengolahan dan Pembuatan Bone Meal dan Feather Flour
Proses dan Produknya (Kandungan Nutrient)” pada mata kuliah Teknologi Pakan
pada semester 5. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas presentasi sebagai
kelompok 7, sehingga tidak lupa saya menyampaikan terima kasih kepada bapak
Deny Saefulhadjar, M.Si. dan ibu Dr. Ir. Nyimas Popi Indriani, M.Si. selaku dosen
pengampu yang telah memberikan tugas makalah ini kepada saya sehingga dengan
adanya penugasan ini akan menambah wawasan saya.
Saya juga berharap makalah mengenai “Pengolahan dan Pembuatan Bone Meal
dan Feather Flour Proses dan Produknya (Kandungan Nutrient)” ini mampu berguna
serta bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan sekaligus wawasan. Saya sangat
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi saya selaku penulis makalah maupun
pembaca di bidang terkait. Saya menyadari pembuatan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna dan apabila ada kesalahan didalamnya saya memohon maaf sebesar –
besarnya dan dimohon kepada rekan-rekan dan dosen serta asisten laboratorium
terkait memberikan kritik dan saran kepada saya selaku makalah agar lebih baik lagi
pada pembuatan karya ilmiah selanjutnya.

Sumedang, Sepetember 2022

Sakhia Mira Rosalina

[200110200017]
iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah...........................................................................................................3
1.3 Manfaat Makalah...............................................................................................................3
1.4 Maksud dan Tujuan............................................................................................................3
BAB II.........................................................................................................................................4
TINJAUAN KEPUSTAKAAN...................................................................................................4
2.1Tepung Tulang (Bone Meal)...............................................................................................4
2.2 Tepung Bulu (Feather Flour)........................................................................................4
BAB III........................................................................................................................................6
ISI DAN PEMBAHASAN..........................................................................................................6
3.1 Tepung Tulang (Bone Meal).........................................................................................6
3.2 Tepung Bulu (Feather Flour)........................................................................................8
BAB IV........................................................................................................................................9
PENUTUP...................................................................................................................................9
4.1 Kesimpulan...................................................................................................................9
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya industri pengolahan ayam, produk samping


berupa tulang ayam dihasilkan dalam produk pakan olahan seperti potongan ayam,
nugget, dan sosis ayam. Selama ini tulang ayam menjadi sampah yang tidak
terpakai. Dari segi nutrisi, tulang sebenarnya dapat berfungsi sebagai sumber
mineral, terutama kalsium dan fosfor. Rasio kalsium terhadap fosfor dalam tulang
relatif konstan pada 2:1. Garam kalsium fosfat yang terkandung dalam tulang
disimpan dalam jaringan matriks lunak dan terdiri dari bahan organik yang
mengandung serat kolagen dan gel mukopolisakarida. Itu harus diproses sebelum
digunakan sebagai sumber mineral, dan kandungan mineral yang tinggi dari tulang
ayam tidak menunjukkan nilai biologis yang tinggi. Hal ini disebabkan adanya
mineral dalam tulang berupa kristal hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH).)2) dan
kalsium karbonat (CaCO3). ) merupakan komponen pengikat dalam struktur
kolagen sehingga terdapat dalam saluran pencernaan ternak sehingga memiliki
nilai bioavailabilitas yang rendah (Aksnes, 2005). Teknik pengolahan yang biasa
digunakan untuk mengolah tepung tulang sapi menjadi tepung tulang komersial
(tepung tulang terkalsinasi atau abu) adalah melalui pengabuan bertekanan tinggi
untuk menghilangkan komponen organik yang ada dalam tulang sapi. Untuk
mengolah tulang hewan menjadi tepung tulang komersial menggunakan prinsip
umum yaitu untuk menghilangkan komponen selain mineral terutama protein dan
lemak yang melekat pada bahan tersebut. Selain menggunakan Teknik pengabuan
yaitu dengan cara menghidrolisis bahan organic terutama kolegen dengan larutan
alkali. Menghidrolisis bahan organic terutama kolegen dengan larutan alkali.
Hidrolisis bertujuan untuk melarutkan kolagen tulang, membuat konsentrasi
kalsium dan fosfor dan bioavailabilitasnya tinggi, yang disebut special bone meal
(Bagau, 2012). Jenis alkali yang dapat digunakan sebagai sumber basa adalah
NaOH dan KOH yang merupakan produk kimia alkali yang terbuat dari bahan
anorganik. Juga dapat menggunakan sumber alkali alami yang ramah lingkungan
yaitu diantaranya diantaranya bersumber dari Filtrat Abu Sekam Padi (FAS). FAS
merupakan salah satu larutan basa yang diperoleh dengan cara melarutkaan abu
sekam padi dalam air dengan perbandingan tertentu Tepung tulang memiliki
kandungan unsur hara N sebesar 10% dengan P sebesar 2,1% dan K sebesar 1%
2

(Tarigan 2010). Penelitian Pambudi dkk (2012) mengemukakan bahwa


penambahan tepung tulang dapat meningkatkan kandungan N, P dan K pada
limbah cair industri pengolahan produk susu. Tepung tulang dibuat dengan cara
mencuci tulang ayam, kemudian direbus atau direbus pada suhu 98,5 °C selama
15 menit dan kemudian direndam dalam asam klorida (asam klorida 0,8%) selama
6 jam. Tulang-tulang tersebut kemudian dikukus menggunakan “household
pressure cooker” untuk melunakkan tulang, kemudian dikeringkan dalam oven
pada suhu 80 oC selama 24 jam..

Di Indonesia masalah terkait pakan unggas akan selalu ada, selama ternak
masih berorientasi pada produktivitas. Permasalahan yang terjadi adalah
kuanntitas dan kualitas pakan yang masih kurang, harga pakan yang tidak stabil,
dan tingkat ketersediaan yang secara simultan terus berkurang. Apabila di salah
satu bagian terdapat masalah, maka hal tersebut berartii dapat menjadi masalah
dibagian yang lain juga, karena semuanya saling kait mengkait. Di Indonesia
kualitas pakan masih memprihatinkan karena umumnya pakan yang kurang
berkualitas, belum ada belum ada standarisasi kualitas pakan dan masih
beragamnya kualitas masing-masing bahan pakan. Permasalahan dalam kuantitas
pakan dapat terjadi karena laju pertambahan jumlah ternak unggas dengan laju
pertambahan pakan unggas kurang seimbang, intensifnya pertambahan lahan
untuk penanaman tanaman pakan unggas masih kurang, tidak ada kebijakan
khusus dari pemerintah untuk meningkatkan kuantitas pakan unggas, ketersediaan
pakan yang kurang dan lain-lain yang menyebabkan Indonesia masih
menggantungkan diri pada import pakan. Harga pakan cenderung selalu berubah
setiap saat tergantung situasi dankondisi politik, alam dan pasar.
3

1.2 Identifikasi Masalah

1.2.1. Apa yang dimaksud dengam Bone Meal dan Feather Flour?

1.2.2. Bagaimana cara pengolahan Bone Meal dan Feather Flour?

1.2.3. Bagaimana kandungan nutrisi Bone Meal dan Feather Flour?

1.3 Manfaat Makalah

Mahasiswa dapat mengetahui pengertian Bone Meal dan Feather Flour, cara
pengolahan Bone Meal dan Feather Flour dan kandungan nutrisi dari Bone Meal
dan Feather Flour dan dapat menjelaskan apa yang dimaksud dengan Bone Meal
dan Feather Flour serta dapat menjelaskan mengenai cara pengolahannya dan
kandungan nutrisinya.

1.4 Maksud dan Tujuan

1.4.1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dari Bone Meal dan Feather
Flour.

1.4.2. Mahasiswa dapat memahami bagaimana cara pengolahan Bone Meal dan
Feather Flour.

1.4.3. Mahasiswa dapat memahami bagaimana kandungan nutrisi dari Bone


Meal dan Feather Flour.
4

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Tepung Tulang (Bone Meal)

Tepung tulang merupakan hasil dari tulang yang sudah digiling dan sudah
dipisahkan dari kandungan colagennya. Tepung tulang digunakan sebagai bahan baku
pakan dengan sumber mineral (terutama kalsium) dan sedikit asam amino. Tepung
tulang ini berbentuk serpihan, berwarna coklat, dan berteskstur kasar serta beraroma
seperti daging sapi juga ada yang berbau hambar. Jika dilihat sekilas akan mirip seperti
tepung MBM tetapi perbedaannya terdapat dalam kandungan nutrisinya.
Berdasarkan asalnya, tulang dapat dibedakan menjadi dua kategori :

1. Collected bone

Collected bone memiliki ukuran bervariasi, banyak mengandung daging, kadar


lemak tinggi (sering terhidrolisia sehingga mutu gelatin yang dihasilkan rendah). Jenis
ini lebih cocok untuk pembuatan bahan perekat dan dapat diperoleh dari penjualan
daging dipasar.

2. Slaugterhouse bone

Jenis Slaugterhouse bone diperoleh dari tempat pemotongan hewan langsung


mendapat perlakuan sebelum digunakan lebih lanjut, sehingga sedikit mengalami
kontaminasi. Jenis ini cocok untuk bahan baku pembuatan gelatin (suatu hidrokoloid
yang dapat digunakan sebagai gelling, bahan pengental atau penstabil). Tepung tulang
yang baik memiliki ciri-ciri tidak berbau, kadar air maksimal 5%, berwarna keputih-
putihan, tingkat kehalusan 80 saringan, bebas bakteri serta penyakitnya. dan kadar
tepungnya mencapai 949o (Rasidi, 1999). Kandungan kalsium uing tulang yang ada di
pasaran umumnya adalah 195-265 d

2.2 Tepung Bulu (Feather Flour)

Bulu ayam merupakan limbah dari rumah pemotongan ayam (RPA) dengan
jumlah berlimpah dan terus bertambah seiring meningkatnya populasi ayam
dantingkat pemotongan sebagai akibat meningkatnya permintaan daging ayam di
pasar.Bulu ayam sampai saat ini belum banyak dimanfaatkan dan hanya sebagian kecil
5

saja yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat kemoceng, pengisi jok, pupuk
tanaman dll (Adiati et al. 2004).
Penggunaan Tepung Bulu pada Ransum1.Tepung Bulu untuk Pakan Ternak
Ruminansia keunggulan penggunaan tepung bulu ayam untuk ternak ruminansia
adalah adanya sejumlah protein yang tahan terhadap perombakan oleh
mikroorganismerumen (rumen undegradable protein RUP) namun mampu diurai
secara enzimatis pada saluran pencernaan pascarumen. Nilai RUP tersebut berkisar
antara 53 - 88% sementara nilai kecernaan dalam rumen berkisar 12 – 46%.
Tepung bulu untuk Pakan Ternak unggas semakin banyak digunakan tepung ini
justru akan menekan prestasi unggas produksi telur berkurang dan pertambahan berat
badan juga merosot (Rasyaf, 1992). Tepung bulu tidak disukai (kurang palatable) oleh
ternak sehingga penggunaannya dalam ransum harus dibatasi. Pemakaian yang
berlebihan akan mengurangi konsumsi ransum dan mengkibatkan kandungan asam
amino yang tidak berubah Pemakaian dalam ransum unggas dan babi disarankan
maksimum 5-7% untuk broiler disarankan <5% dan ayam petelur 7%. Di lapangan
pabrik pakan hanya menggunakan tepung bulu sekitar 1 – 2% saja dalam ransum
pakan komplit.
Kendala Penggunaan Tepung Bulu yaitu kendala utama penggunaan tepung bulu
ayam dalam ransum untuk ternak adalah rendahnya daya cerna protein bulu. Hal
tersebut disebabkan sebagian besar kandungan protein kasar berbentuk keratin (Sri
Indah, 1993). Dalam saluran pencernaan keratin tidak dapat dirombak menjadi protein
tercerna sehingga tidak dapat dimanfaatkan oleh ternak. Agar dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pakan bulu ayam harus beri perlakuan dengan memecah ikatan sulfur
dari sistin dalam bulu ayam tersebut.
6

BAB III

ISI DAN PEMBAHASAN

3.1 Tepung Tulang (Bone Meal)


Cara Pembuatan Tepung Tulang

1. Tulang dipotong sepanjang 5-10 cm, direbus selama 2-4 jam dengan suhu 100oc,
kemudian dihancurkan hingga menjadi serpihan sepanjang 1-3 cm. (perebusan ini
berfungsi untuk mempermudah pemisahan tulang dengan daging liat yang sulit dilepas
dari tulang)
2. Serpihan tulang direndam dalam air kapur 10% selama 4-5 minggu dan dicuci dengan
air tawar. Perendaman dalam air kapur dapat berfungsi untuk memperbaiki tekstur dari
tulang supaya menjadi renyah. Dimana kerenyahan ini diperoleh karena kalsium dari
larutan kapur berpenetrasi ke dalam jaringan tulang yang telah di giling menjadi lebih
kompak dengan terbentuknya ikatan baru antara kalsium dengan senyawa- senyawa
yang terdapat pada tulang.
3. Pemisahan gelatin dengan pemanasan 3 tahap yaitu perebusan pada suhu 60C 4 jam,
suhu 70'C selama 4 jam. dan 100'C selama 5 jam
4. Tulang dikeringkan pada suhu 100 C sampai kadar air 5oo dan digiling hingga menjadi
tepung
5. Pengemasan dan penyimpanan Tepung tulang dapat disimpan dalam karung / kantong
plastic Penggunaan Tepung Tulang untuk Ransum Ternak dan Kendalanya Tepung
tulang merupakan bahan pakan sumber mineral yang kaya akan kalsium dan fosfor.
Penggunaannya dalam ransum unggas adalah sekitar 1-2%. Penggunaan tepung tulang
yang berlebihan pada ransum unggas akan menyebabkan kejang pada ternak akibat
kelebihan fosfor dan ternak mengalami hiperkalsemia akibat kelebihan kalsium.

Melarutkan bahan organic, yakni kolagen yang ada pada tulang dengan alkali untuk
meningkatkan kandungan C dan P tulang

Alat dan bahan

- Tulang ayam bagian dada dan paha yang diperoleh dari industri Filleting daging ayam.

- NaOH.
7

- Aquadest

- Gelas Ukur

- Timbangan Analitik

- pH Meter

Prosedur

- Pembuatan larutan alkali NaOH 0, 2%, 4% dan 6% dengan cara melarutkan NaOH padatan
dalam aquadest

- Ukur pH Larutan

- Tulang ayam bagian dada dan paha dikumpulkan, selanjutnya daging yang masih menempel
pada tulang ayam dibersihkan.

- Tulang ayam direbus pada suhu 800C selama 30 menit untuk menghilangkan lemak
(degreasing) pada tulang.

- Memperkecil ukuran tulang menjadi 2 – 5 cm. Mengelompokan tulang menjadi 8 bagian


masing - masing sebanyak 125 g untuk memudahkan proses selanjutnya.

- Lakukan Perendaman tulang ayam dengan larutan) NaOH 0% , 2%, 4%, dan 6%) selama 24
jam dan 48 jam.

- Perbandingan antara tulang dengan larutan adalah 1 : 8 b/v maka untuk 125 g tulang
dibutuhkan 1000 ml larutan alkali.

- Cuci tulang hasil perendaman hingga pH netral.

- Gunakan kertas lakmus untuk memastikan pH telah netral.

- Rebus tulang yang telah dinetralisasi pada suhu 100 ° C selama 30 menit, Kemudian hasil
rebusan selanjutnya dikeringkan dalam oven.

- Timbang tulang yang telah kering untuk mengetahui berat kolagen yang terlarut
(dekolagenasi).

Dekolagenasi (%) diperoleh dengan menggunakan rumus:


8

Berat tulang ayamawal (g)−Berat setelah dihidrolisis(% )


Dekolagenasi( %) = x 100 %
Berat tulang ayam awal( g)

3.2 Tepung Bulu (Feather Flour)


1. Pengolahan secara fisik

Limbah bulu ayam yang diproses mengunakan teknik fisik dapat dilakukan dengan tekanan
dan suhu tinggi, yaitu pada suhu 105*C dengan tekanan 3atm dan kadar air 40% selama 8
jam. Sampel yang sudah bersih akan di autoklaf, kemudian dikeringkan dan siap untuk
digiling (Adiati et.al., 2004).

2. Pengolahan secara kimiawi

Proses kimiawi dilakukan dengan penambahan HC1 12%, dengan ratio 2:1 pada bulu ayam
yang sudah bersih, lalu disimpan dalam wadah tertutup selama empat hari. Sampel yang telah
direndam oleh HC1 12% kemudian dikeringkan dan siap untuk digiling menjadi tepung.
Pengolahan secara enzimatis Bulu ayam yang diproses dengan teknik enzimatis dilakukan
dengan menambahkan enzim proteolitik 0.4% dan disimpan selama dua jam pada suhu
52'C.Bulu ayam kemudian dipanaskan pada suhu 8TC hingga kering Bulu ayam yang
diproses dengan teknik enzimatis dilakukan dengan menambahkan enzim proteolitik 0,4%
dan disimpan selama dua jam pada suhu 52C. Bulu ayam kemudian dipanaskan pada suhu
87C hingga kering dan digiling hingga menjadi tepung. Pengolahan secara kimia dengan basa
Pengolahan secara kimia menggunakan basa, dapat dilakukan dengan menambahkan NaOH
6%, disertai pemanasan dan tekanan menggunakan autoklaf. Bulu ayam yang sudah siap
kemudian dikeringkan dan digiling (Puastuti 2007).
9

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

 Tepung tulang digunakan untuk bahan baku pakan yang merupakan sumber
mineral (terutama kalsium) dan sedikit asam amino. Berbentuk serpihan,
berwarna coklat, bertekstur kasar dan berbau khas seperti daging sapi. Cara
pengolahan tepung tulang yaitu dengan cara pengabuan
 Tepung Bulu digunakan untuk pakan ternak ruminansia yang memiliki
keunggulan adanya sejumlah protein yang tahan terhadap perombakan oleh
mikroorganismerumen namun mampu diurai secara enzimatis pada saluran
pencernaan pascarumen. Cara pengolahan tepung bulu terbagi menjadi 2 yaitu
pengolahan secara kimiawi dan secara fisik.
10

DAFTAR PUSTAKA

Adiati. U.W. Puastuti dan I-W. Mathius. 2004. Peluang pemanfaatan tepung bulu avam
sebagai bahan pakan ternak ruminansia. Wartazoa. 14(1): 39 - 44.

Puastuti W. 2007. Teknologi pemrosesan bulu aram dan pemanfaatannva sebagai sumber
protein pakan ruminansia Wartazo17(2)

Sri Indah Z. 1993. Pengaruh lama pengolahan dan tingkat pemberian tepung bulu terhadap
performans avam jantan broiler. Skripsi. Fakultas Peternakan.IPB

Alhamidi, M. B. Energi Metabolis Tepung Ulat Hongkong (Tenebrio Molitor L.), Tepung
Ikan dan Meat Bone Meal Pada Broiler.

Yanuartono, A. N., Soedarmanto, I., Purnamaningsih, H., & Ramandani, D. (2020). Meat
bone meal sebagai pakan hewan alternatif: sebuah ulasan singkat Meat bone meal as
an alternative animal feed: a brief review. Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol, 9(1),
35-54.

HAMRI, H. (2021). EVALUASI KOMBINASI METODE PROSES PADA PENGOLAHAN


LIMBAH BULU BROILER (Doctoral dissertation, Universitas Hasanuddin).

Jumini, S. (2017, August). Alternative fish feed production from waste chicken feathers.
In Int. J. Sci. Appl. Sci.: Conf. Ser. Vol (Vol. 1, No. 2, pp. 144-152).

Anda mungkin juga menyukai