Anda di halaman 1dari 18

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Remaja


2.1.1 Definisi Remaja
Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak kedewasa, bukan hanya dalam
artian psikologis, tetapi juga fisik. Bahkan, perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah
yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Sementara itu perubahan-
perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik
itu (Sarwono, 2007). Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang
sangat penting yang dialami dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga
mampu bereproduksi (Syamsu, 2006).
WHO mendefinisikan remaja sebagai fase ketika seorang anak mengalami hal-hal
sebagai berikut :
a.Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual
sekundernya sampai maencapai kematangan seksualnya.
b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak
menuju dewasa.
c.Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial – ekonomi yang penuh kepada keadan
yang relatif lebih mandiri (Al – Ghifari, 2007).
Masa remaja atau adolescence diartikan sebagai perubahan emosi dan perubahan
sosial pada masa remaja (Windy, 2008). Masa remaja dimaksudkan sebagai periode
transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa. Batasan usianya tidak ditentukan
dengan jelas, tetapi kira-kira berawal dari usia 12 sampai akhir usia belasan saat
pertumbuhan fisik hampir lengkap. Selama periode ini orang muda membentuk malunitas
seksual dan menegakkan indentitas individu yang terpisah dari keluarga (Atkitson, 2008).
Usia remaja atau masa puber adalah masa yang penting dan menentukan juga
rawan dalam perkembangan kehidupan seseorang. Masa puber mempunyai arti penting
bagi remaja karena di masa ini remaja sedang mencari identitas diri, sebagai proses
pembentukan karakter pribadi yang akan memberikan kontribusi besar terhadap
kehidupannya di masa mendatang. Tetapi masa puber juga merupakan titik rawan bagi
remaja, sebab dalam dirinya sedang terjadi gejolak karena tengah mengalami

5
6

perkembangan kejiwaan yang pesat, disertai munculnya dorongan rasa ingin tahu yang
tinggi mengenai berbagai hal, sementara dari segi emosional keadaannya masih belum
stabil. Akibatnya remaja akan mudah terpengaruh hal-hal negatif, apabila tidak mendapat
bimbingan dan pendampingan secara baik dan benar (LDUI, 2009).
2.1.2 Penggolongan Remaja
Masa remaja meliputi : Remaja awal: 12-15 tahun; Remaja madya: 16-18 tahun;
Remaja akhir: 19-22 tahun (Syamsu, 2006).
2.1.3 Pertumbuhan dan perkembangan remaja
1. Pertumbuhan pada remaja
a. Pertumbuhan fisik
Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih cepat
dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa untuk mengimbangi
pertumbuhan yang cepat remaja membutuhkan makan dan tidur yang lebih banyak.
Perkembangan fisika mereka jelas terlihat pada tungkai dan tangan, tulang kaki dan
tangan otot-otot tumbuh berkembang pesat sehingga anak kelihatan tumbuh tinggi
tetapi kepalanya masih mirip dengan anak-anak.
b. Pertumbuhan seksual
Tanda-tanda perkembangan seksual pada anak laki-laki diantaranya: alat
produksi spermanya mulai tanpa sadar mengeluarkan sperma mulai berproduksi ia
mengalami masa mimpi yang pertama yang tanpa sadar mengelurkan sperma,
selain itu pada anak laki-laki pada lehernya menonjol buah jakun yang membuat
nada suaranya jadi pecah kemudian diatas bibir dan sekitar kemaluannya mulai
tumbuh bulu-bulu (rambut). Sedangkan pada anak perempuan, karena produksi
hormon dalam tubuhnya, dipermukaan wajah tumbuh jerawat.
2. Perkembangan Remaja
a. Pengertian perkembangan remaja
Pada fase remaja mengalami perkembangan yang sangat pesat dan merupakan
perkembangan individu yang sangat penting, yang diawali dengan matangnya
organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu bereproduksi (Desmita, 2006).
7

b. Macam-macam perkembangan remaja


1) Perkembangan Fisik Remaja
Dalam perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri, yaitu ciri-
ciri seks primer dan ciri-ciri seks sekunder
a) Ciri-ciri seks primer
Pada masa remaja pria ditandai dengan sangat cepatnya pertumbuhan testis,
yaitu pada tahun pertama dan kedua, kemudian tumbuh secara lebih lambat,
dan mencapai ukuran matangnya pada usia 20 atau 21 tahun. Sebenarnya
testis ini telah ada sejak kelahiran, namun baru 10% dari ukuran matangnya.
Setelah testis mulai tumbuh, penis mulai bertambah panjang, pembuluh
mani dan kelenjar prostate semakin membesar. Matangnya organ-organ seks
tersebut, memungkinkan remaja pria (sekitar usia 14-15 tahun) mengalami
mimpi basah (mimpi berhubungan seksual).
Pada remaja wanita, kematangan organ-organ seksnya ditandai dengan
tumbuhnya rahim, vagina dan ovarium secara cepat. Pada masa inilah
sekitar usia 11-15 tahun untuk pertama kalinya remaja wanita mengalami
“menarche” (menstruasi). Peristiwa menarche diikuti oleh menstruasi yang
terjadi dalam interval yang tidak beraturan. Untuk jangka waktu 6 bulan
sampai satu tahun atau lebih, ovulasi mungkin tidak selalu terjadi.
(Samsu, 2006)
b) Ciri-ciri seks sekunder
Ciri-ciri atau karakteristik seks sekunder pada masa remaja, baik pria
maupun wanita adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Karakteristik Seks Sekunder Pada Masa Remaja

Wanita Pria
1. Tumbuh rambut pubis 1. Tumbuh rambut pubis atau bulu
atau bulu kapok disekitar kapok disekitar kemaluan dan
kemaluan dan ketiak ketiak
2. Bertambah besar buah 2. Terjadi perubahan suara
dada 3. Tumbuh kumis
3. Bertambah besarnya 4. Tumbuh gondok laki (jakun)
pinggul
Sumber : (Syamsu, 2006)
8

2) Perkembangan Emosi Remaja


Masa remaja merupakan puncak emosionalitas, yaitu perkembangan emosi
yang tinggi, tidak sedikit remaja yang bertingkah laku agresif, (melawan, keras
kepala, bertengkar, berkelahi, dan senang menggangu) dan melarikan diri dari
kenyataan (pendiam, senang menyendiri dan meminum-minuman keras dan
obat-obatan terlarang) (Syamsu, 2006).
3) Perkembangan Sosial Remaja
Pada masa remaja berkembang “social cognition” yaitu kemampuan untuk
memahami orang lain. Pemahaman ini mendorong remaja untuk menjalin
hubungan sosial yang lebih akrab dengan mereka (terutama teman sebaya) baik
melalui jalan persahabatan maupun percintaan.(Syamsu, 2006)
2.1.4 Tahap perkembangan remaja
Menurut Blos dalam proses penyesuaian diri menuju kedewasaan ada tiga tahap
perkembangan remaja :
1) Remaja Awal (early adolenscence)
Seorang remaja pada masa ini masih terheran-heran akan perubahan yang terjadi
pada tubuhnya sendiri dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu.
Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan
mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebih-lebihan ditambah dengan
berkurangnya kendali terhadap “ego” menyebabkan para remaja awal ini sulit
mengerti dan dimengerti orang dewasa.
2) Remaja madya (middle adolescence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. Ada kecenderungan
“narcistis” yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman yang punya sifat
yang sama dengan dirinya. Selain itu juga berada dalam kondisi kebingungan karena
tidak tahu harus memilih suatu hal.
3) Remaja akhir (late adolescence)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan
pencapaian lima hal yaitu :
9

a. Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek.


b. Egonya mencari kesemapatan untuk bersatu dengan orang lain dan dalam
pengalaman-pengalaman baru.
c. Terbentuknya identitas sexual yang tidak akan berubah lagi.
d. Egosentrisme (terlalu memusatkan pada diri sendiri) dengan orang lain.
e. Tumbuh dinding-dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan
masyarakat umum (Sarwono, 2008).
2.1.5 Masalah-masalah Remaja
Masalah-masalah yang dapat terjadi pada masa remaja yaitu :
a. Tidak mudah mengubah sikap anak-anak menjadi dewasa
b. Sering mengalami kesulitan dalam menerima perubahan fisiknya
c. Kebingungan menghadapi norma dan nilai yang berlaku di masyarakat
(Ali dan Asrori, 2006)
2.1.6 Ciri – Ciri Remaja
1. Cara berpikir Kausalitas
Berfikir kausalitas yaitu menyangkut hubungan sebab-akibat. Remaja sudah mulai
berfikir kritis sehingga ia akan melawan bila orang tua guru lingkungan masih
menganggap sebagai anak kecil. Bila guru dan orang tua tidak memahami cara berfikir
remaja akibatnya timbullah kenakalan remaja berupa perkelahian antar pelajar yang
sering terjadi di kota-kota besar.
2. Emosi yang meluap-luap
Keadaan emosi remaja masih labil karena hubungannya dengan hormon suatu saat ia
bisa sedih sekali di lain waktu bisa marah. Emosi remaja lebih kuat dan lebih
mengusai diri mereka daripada pikiran yang realistis.
3. Mulai tertarik pada lawan jenisnya
Dalam kehidupan sosial remaja mereka mulai tertarik pada lawan jenisnya. Secara
biologis anak perempuan lebih cepat matang daripada anak laki-laki. Gadis yang
berusia 14 tahun sampai 18 tahun cenderung untuk tidak merasa puas dengan
perhatian pemuda yang sesuai dengannya karena itu ia tertarik pada pemuda yang
usianya berbeda dan lebih tua usianya atau usia diatasnya.
10

4. Menarik perhatian lingkungan


Pada masa perkembangan remaja mulai mencari perhatian dari lingkungan berusaha
mendapatkan status dan peran seperti kegiatan remaja dikampung-kampung yang
diberi peran.
5. Terikat dengan kelompok
Remaja dalam kehidupan social sangat tertarik pada kelompok sebaya sehingga tidak
jarang orang tua di nomor duakan sedangkan kelompoknya. Sebab dalam kelompok
itu kaum remaja dapat memenuhi kebutuhannya misalnya kebutuhan dimengerti
kebutuhan dianggap, kebutuhan diperhatikan, kebutuhan mencari pengalaman baru,
kebutuhan berprestasi, kebutuhan diterima statusnya, kebutuhan harga diri, rasa aman,
yang belum tentu dapat diperoleh di rumah maupun disekolah. (Zulkifli, 2006).
6. Masa remaja sebagai masa peralihan
7. Masa remaja sebagai periode perubahan
8. Masa remaja sebagai usia bermasalah
9. Masa remaja sebagai masa mencari identitas
10. Masa remaja sebagai usia yang meimbulkan ketakutan
11. Masa remaja yang tidak realistil
12. Masa remaja sebagai masa ambang dewasa.
2.1.7 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Remaja
1. Keberfungsian keluarga
Keluarga fungsional (normal) ditandai oleh karakteristik :
a. Saling memperhatikan dan mencintai
b. Bersikap terbuka dan jujur
c. Orang tua mau mendengarkan anak
d. Ada sharing masalah atau pendapat antara anggota keluarga
e. Mampu berjuang mengatasi masalah hidupnya
f. Saling menyesuaikan diri dan mengakomodasi
g. Orang tua mengayomi dan melindungi (mengayomi) anak
h. Komunikasi antara anggota keluarga berlangsung dengan baik
i. Keluarga memenuhi kebutuhan psikososial anak dan mewariskan nilai-nilai budaya
dan
11

j. Mampu beradaptasi dengan perubahan yang terjadi.(Syamsu, 2006).


2. Pola hubungan orang tua – Anak (sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak)
Terhadap beberapa pola sikap atau perlakuan orang tua terhadap anak yang masing-
masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap kepribadian anak (Syamsu, 2006).
3. Kelas sosial dan status ekonomi
Adapun pengaruh status ekonomi terhadap kepribadian remaja adalah bahwa orang tua
dari status ekonomi rendah cenderung lebih menekankan kepatuhan kepada figur yang
mempunyai otoritas, kelas menengah dan kelas atas cenderung lebih menekankan
kepada pengembangan inisiatif, dan kreativitas anak (Syamsu, 2006).
2.2 Konsep Seks Bebas
2.2.1 Pengertian Seks Bebas
Seks bebas adalah perilaku seksual (hubungan seksual) yang dilakukan oleh
sebagian besar remaja di luar nikah yang melanggar norma-norma agama dan hukum dan
cenderung untuk mencari kenikmatan sesaat dan seringnya bergonta-ganti pasangan
(Pekey, 2007). Seks bebas adalah hubungan seksual di luar nikah bisa atas dasar rasa
cinta maupun paksaan yang biasa terjadi pada kalangan remaja (Rendra, 2008).
2.2.2 Perkembangan peranan seks pada remaja
Hurlock berpendapat, penggolongan peran seks atau belajar melakukan peran seks
yang diakui lebih mudah bagi laki-laki daripada perempuan. Pertama, sejak awal masa
kanak-kanak laki-laki telah disadarkan akan perilaku yang patut dan didorong, didesak
atau bahkan dipermalukan untuk upaya penyesuaian diri dengan standar-standar yang
diakui. Kedua, dari tahun ke tahun laki-laki mengetahui bahwa peran pria memberi
martabat yang lebih terhormat daripada peran wanita (Pekey, 2007)
2.2.3 Faktor Penyebab Perilaku Seks Bebas
1. Perilaku remaja cenderung belum matang
2. Dorongan seks juga belum matang
3. Dorongan teman-teman atau sang pacar
4. Rasa ingin coba-coba
Hal ini disebabkan karena mendapatkan cerita dari rekan sebayanya atau mendapati
temannya melakukan seks bebas. Tanpa adanya sexual outlet, seperti pada masa
remaja, memungkinkan seseorang untuk melakukan seks bebas. Pada beberapa orang
12

tertentu, rangsangan seksual ini sangat berarti dan dapat menjadikan seseorang
menjadi habitual seks bebas
5. Pornografi (tontonan goyang ngebor, acara tv, iklan produk, rubrikasi media,
penjualan vcd porno, merebaknya berbagai jenis hiburan)
Hal yang bersifat pornografi dapat merangsang seorang remaja ke arah perbuatan
seksual. Aktivitas remaja yang selalu terpapar dengan berbagi produk kebudayaan
yang tanpa filter seperti tayangan porno, film dan buku bertema sex memberi
kontribusi berkembangnya kebiasaan seks bebas pada remaja.
Media massa dan segala hal yang bersifat pornografis akan menguasai pikiran remaja
yang kurang kuat dalam menahan pikiran emosinya, karena mereka belum boleh
melakukan hubungan seks yang sebenarnya yang disebabkan adanya norma-norma,
adat, hukum dan juga agama. Semakin sering seseorang tersebut berinteraksi atau
berhubungan dengan pornografi maka akan semakin beranggapan positif terhadap seks
bebas demikian pula sebaliknya, jika seseorang tersebut jarang berinteraksi dengan
pornografi maka akan semakin beranggapan negatif terhadap seks bebas. Apabila anak
remaja sering dihadapkan pada hal-hal yang pornografi baik berupa gambar, tulisan,
atau melihat aurat, kemungkinan besar dorongan untuk seks bebas sangat tinggi. Hal
yang merugikan dari perilaku seks bebas tidak akan terjadi, apabila individu memiliki
kesadaran bertanggung jawab yang kuat. Dan bila remaja dihadapkan pada rangsangan
sosial yang tidak baik seperti seks bebas maka remaja akan dapat menentukan sikap
yang tepat yaitu sikap yang negatif atau tidak mendukung perilaku terhadap seks
bebas, sebaliknya bila remaja memiliki sikap dengan tanggung jawab yang rendah
maka terbentuklah pribadi yang lemah sehingga mudah terjerumus pada pergaulan
yang salah.
6. Pengetahuan
Terbatasnya pengetahuan pada remaja mengenai masalah seksual, mengakibatkan
merasa ingin tahu dan coba-coba dalam bentuk tingkah laku. Dorongan rasa ingin tahu
dan mencari tahu tentang masalah seksual mendorong remaja untuk bereksperimen
sehingga timbul perilaku seksual. Terbatasnya pengetahuan pada remaja mengenai
masalah seksual, mengakibatkan merasa ingin tahu dan coba-coba dalam bentuk
tingkah laku. Dorongan rasa ingin tahu dan mencari tahu tentang masalah seksual
13

mendorong remaja untuk bereksperimen sehingga timbullah perilaku seksual. Perilaku


seksual merupakan perilaku yang didasari oleh dorongan seksual atau kegiatan untuk
mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku. Dorongan yang
datang pada masa remaja lebih kuat dan dorongan seks tersebut menyebabkan
ketegangan-ketegangan yang menuntut kepuasan dan sukar sekali untuk dikendalikan.
Maka muncullah perilaku- perilaku seksual pada remaja, yang salah satunya adalah
perilaku seks bebas
7. Pergaulan
Pergaulan adalah suatu kegiatan berinterkasi dengan orang banyak untuk
mengaplikasikan maksud dan tujuan dalam suatu kelompok berkelompok jika anak-
anak muda berkelompok-kelompok dalam pers group (teman sebaya) di pingir jalan,
memang mrupakan pemandangan yang kurang sedap, walaupn kita tahu bahwa hal itu
disebabkan oleh adanya motif untuk berkelompok. Karena itu motitersebut haruslah
mendapat penyaluran secara wajar misalnya memberikan kesempatan untuk
berorganisasi,berkarya,olahraga,seni, perkumpulan pers dan lain-lain (Roni, 2009).
8. Pengaruh lingkungan sekitar
9. Terjepit permasalahan ekonomi
Permasalahan ekonomi yang menjepit keluarga mendorong remaja untuk berusaha
memperoleh pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup dan menopang kebutuhan
keluarga.
10. Mudahnya mendapatkan prasarana untuk melakukan seks bebas seperti di motel,
cottage, vila, alat kontrasepsi
11. Kesibukan orang tua
Seks bebas pada usia remaja harus mendapat perhatian yang serius. Kurangnya
perhatian orang tua dan orang tua yang terlalu sibuk menyebabkan remaja mencari
hiburan dan perhatian dari orang lain yang mendorong perilaku seks bebas.
(Stifen, 2008)
12. Berkurangnya pemahaman nilai-nilai agama
Seks bebas adalah suatu perbuatan yang dipandang sebagai dosa besar di sisi Islam,
demikian menurut mayoritas para fuqaha. Imam Ashafie dan Imam Malik,
mengharamkan perbuatan tersebut berdasarkan firman Allah. Pandangan yang keliru,
14

bahwa seks bebas adalah cara aman untuk melepaskan diri dari perzinahan atau juga
masturbasi membuat seorang dapat hidup lebih tenang dan dewasa. Individu yang
mempunyai iman yang kurang kuat akan mendorong remaja mudah melakukan
masturbasi.
2.2.4 Akibat Penyimpangan Perilaku Seksual dan Hubungan Seks Bebas
1. Penyakit menular seksual
Hubungan seksual pranikah akan memicu terjadinya multipartner. Dan karena
belum ada pasangan tetap maka akan cenderung berganti-ganti pasangan. Keadaan ini
akan memperparah terjadinya penyakit menular seksual seperti gonorhoe siphilis
maupun AIDS. PMS sering berakhir dengan penyakit komplikasi seperti kemandulan
atau infertilitas.
2. AIDS
Merupakan kumpulan gejala akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh.
Diakibatkan oleh serangan virus HIV. Penyakit ini timbul karena seringnya berganti
pasangan seksual. Juga dapat melalui transfusi darah, jarum suntik, luka maupun
penularan dari ibu ke bayi.
3. Kanker leher rahim
Pada masa remaja maturitas sel-sel epitel mulut rahim belum cukup sehingga
adanya rangsangan seksual akan memacu keganasan leher rahim. Beberapa faktor
risiko terjadinya kanker leher rahim adalah kawin usia muda, gonta-ganti pasangan
seksual dan kebersihan seksual yang kurang.
4. Kehamilan yang tidak dikehendaki dan abortus provokatus kriminalis
Dampak langsung akibat hubungan seksual pranikah adalah timbulnya
kehamilan yang tidak dikehendaki dan upaya melakukan abortus ilegal yang dapat
berakhir dengan perdarahan, infeksi dan kematian.
5. Perceraian pasangan keluarga muda
6. Hilangnya kesuburan baik pria maupun wanita
7. Rendahnya mental remaja
Kualitas mentalitas remaja perempuan dan laki-laki yang terlibat penyimpangan
perilaku seksual akan rendah, bahkan cenderung memburuk. Mereka tidak memiliki
etos kerja dan disiplin yang tinggi, karena dibayangi
15

masa lalunya. Cepat menyerah kepada nasib (subnisif), tidak sanggup


menghadapi tantangan dan ancaman hidup, rendah diri, tidak sanggup berkompetisi.
8. Kualitas kesehatan reproduksi.
Hal ini erat kaitannya dengan dampak medis karena kondisi fisik perempuan
khususnya. Sedangkan laki-laki akan memiliki kualitas kesehatan yang rendah.
9. Kualitas keberfungsian keluarga.
Seandainya mereka menikah dengan cara terpaksa, akan mengakibatkan kurang
difahaminya peran-peran baru yang disandangnya dalam membentuk keluarga yang
sakinah.
10. Kualitas ekonomi keluarga.
Kualitas ekonomi yang dibangun oleh keluarga yang menikah karena terpaksa,
tidak akan memiliki kesiapan dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga.
11. Kualitas pendidikan.
Remaja yang terlibat penyimpangan perilaku seksual, kemudian menikah,
tentunya akan memiliki keterbatasan akses terhadap pendidikan formal.
12. Kualitas partisipasi dalam pembangunan.
Karena kondisi fisik, mental dan sosial yang kurang baik, remaja yang terlibat
penyimpangan perilaku seksual, tidak dapat berpartisipasi dalam
pembangunan. (Endif, 2007)
2.2.5 Upaya Penanggulangan Seks Bebas
Peran keluarga dan masyarakat terhadap pembinaan perilaku remaja dapat
dilakukan dengan cara preventif (pencegahan), preservatif, rehabilitatif (penyembuhan
atau pemulihan) dan korektif.
1. Tindakan preventif dapat dilakukan dengan cara internal dan eksternal.
Secara internal, artinya mengupayakan melakukan pencegahan oleh diri remaja
itu sendiri, antara lain dengan cara:
a. Meningkatkan keimanan dan ketakawaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
b. Mengupayakan mengenal diri
c. Menanamkan kepercayaan pada diri dengan cara mengidentifikasi minat, bakat,
potensi, dan menyalurkannya pada aktivitas positif dalam mengisi waktu luang
d. Mengidentifikasikan diri dengan lingkungan pergaulan yang positif dan produktif
16

e. Menyaring berbagai informasi yang masuk dan belajar disiplin.


Pencegahan eksternal adalah pencegahan yang dilakukan oleh pihak di luar diri
remaja, antara lain oleh :
a. Orang tua
Dalam hal ini orang tua atau orang tua pengganti hendaknya mempelajari
perkembangan psikis remaja dan memahami konsep diri remaja, melalui
komunikasi dua arah. Orang tua pun harus berupaya memberikan perhatian dan
kasih-sayang yang tercurah melalui komunikasi dua arah dengan cara persuasif,
memperlakukan remaja sebagai "sahabat" di rumah. Orang tua menanamkan
disiplin yang terkendali dan melaksanakan fungsi keluarga semaksimal
mungkin. Orang tua dan masyarakat memperhatikan prasarana dan sarana
rekreasi yang tepat dan sehat bagi remaja, mendorong remaja terhadap latihan
penyaluran kreativitas dan melaksanakan pembinaan psikososial edukatif.
b. Lingkungan permainan (masyarakat)
c. Lembaga pendidikan/sekolah dan lembaga-lembaga lainnya.
Survei oleh WHO tentang pendidikan seks membuktikan, pendidikan seks
bisa mengurangi atau mencegah perilaku hubungan seks sembarangan, yang
berarti pula mengurangi tertularnya penyakit-penyakit akibat hubungan seks
bebas.
Disebutkan pula, pendidikan seks yang benar harus memasukkan unsur-
unsur hak azasi manusia. Juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan di
dalamnya sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga. Dengan
itu diharapkan angka perceraian yang berdampak kurang baik terhadap anak-
anak pun dapat dikurangi.
Hanya yang jadi soal hingga kini, "Pendidikan seks di Indonesia masih
mengundang kontroversi. Masih banyak anggota masyarakat yang belum
menyetujui pendidikan seks di rumah maupun di sekolah. Sekalipun untuk
tujuan pendidikan, anggapan tabu untuk berbicara soal seks masih menancap
dalam benak sebagian masyarakat. Akibatnya, anak-anak yang berangkat remaja
jarang yang mendapat bekal pengetahuan seks yang cukup dari ortu (orang tua).
17

Padahal tidak jarang para remaja sendiri yang berinisiatif bertanya, tapi justru
sering disambut dengan "kemarahan" ortu.
Dalam pendidikan seks anak tidak cukup hanya melihat dan mendengar
sekali-dua kali, tapi harus dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan,"
katanya. Sebab itu, pendidikan seks hendaknya menjadi bagian penting dalam
pendidikan di sekolah. Orang tua dan pendidik wajib meluruskan informasi yang
tidak benar disertai penjelasan risiko perilaku seks yang salah. (Tedy, 2007)
2. Tindakan preservatif
Dalam langkah ini, orang-tua dan masyarakat berupaya memotivasi anak remaja
dengan cara mempertahankan dan mengembangkan kondisi-kondisi yang positif yang
telah dimiliki remaja atau yang telah dilakukan remaja. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan prasarana dan sarana yang dibutuhkan remaja.
3. Tindakan rehabilitatif
Di sini, orang tua, keluarga dan masyarakat secara proaktif mengidentifikasi
kondisi remaja di lingkungannya, dengan cara:
a. Menyelidiki apakah remaja itu tergolong berperilaku sehat secara sosial-psikologis.
b. Latar belakang apa yang menyebabkan remaja berperilaku menyimpang, apakah
faktor lingkungan keluarga, sekolah, teman, atau lainnya.
c. Tumbuhkan motivasi bahwa remaja memiliki psikis yang sehat serta
memotivasinya untuk menghadapi kehidupan masa mendatang.
d. Salurkan remaja terhadap pelatihan keterampilan dan kembangkan pengetahuan
serta tanamkan mental untuk dapat mandiri, bertanggung jawab, dan aktif kreatif.
4. Tindakan korektif
Dalam hal ini, orang tua memberikan penanganan yang efektif dan tepat atas
gangguan yang dialami remaja. Misalnya dengan memberikan terapi, baik psikologis,
spiritual dan medis, maupun secara sosial-psikologis (Iriany, 2007).
2.3 Faktor lain yang mempengaruhi seks bebas
Faktor penyebab seks bebas menurut Fadillah (2008) meliputi:
1) Perilaku remaja cenderung belum matang
2) Dorongan seks juga belum matang
3) Dorongan teman-teman atau sang pacar
18

4) Rasa ingin coba-coba


5) Tontonan goyang ngebor, acara tv, iklan produk, rubrikasi media, penjualan vcd
porno, merebaknya berbagai jenis hiburan
6) Kurangnya informasi tentang seks
7) Pengaruh lingkungan sekitar
8) Terjepit permasalahan ekonomi
9) Mudahnya mendapatkan prasarana untuk melakukan seks bebas seperti di motel,
cottage, vila, alat kontrasepsi
10) Kesibukan orang tua
11) Berkurangnya pemahaman nilai-nilai agama
12) Belum adanya pendidikan seks disekolah
13) Pengetahuan
Hasil penelitian di Dusun Mentaos Desa Mentaos kKecamatan Gudo Kabupaten
Jombang tahun 2008 oleh Risa Fadillah di dapatkan bahwa faktor kesibukan orang tua
mempengaruhi perilaku seks bebas dengan nilai α =0,025,faktor informasi
mempengaruhi seks bebas dengan nilai α =0,069, dan faktor pengetahuan mempengaruhi
seks bebas dengan nilai α =0,01 sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor dominan yang
mempengaruhi perilaku seks bebas adalah pengetahuan.
Sedangkan menurut Rivia faktor yang mempengaruhi timbulnya seks bebas
pada remaja meliputi:
1. Umur
Umur adalah lama hidup individu terhitung saat mulai dilahirkan sampai berulang
tahun (Nursalam, 2003:124). Semakin cukup umur, tingkat kematangan seseorang
akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup
tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwa
(Nursalam, 2003:124).
2. Lingkungan (Pergaulan)
Suatu cara untuk berinteraksi dengan orang lain yang biasanya mempengaruhi
perilaku dalam tindakan sehari-hari. Kita tentunya bisa merasakan betapa pengaruh
teman sebaya dalam kehidupan kita sehari-hari. Mulai cara berbicara, berpakaian
19

sampai bertingkahlaku, kita tidak hanya mengikuti dengan apa yang di ajarkan dan
yang diarahkan orang tua di rumah, tetapi juga memperhatikan bias berupa informasi
yang sangat penting seperti masalah kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi
(Anonim, 2006)
3. Pengetahuan
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dibandingkan dengan
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2003).
4. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara (Wipres, 2007).
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan
orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka makin mudah dalam menerima informasi, sehingga semakin banyak
pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan
menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru dikenal.
Pendidikan klien dapat meningkatkan keteraturan, sepanjang bahwa pendidikan
tersebut merupakan pendidikan yang aktif (Notoatmodjo, 2003 : 128).
5. Informasi Pornografi dan Pornoksi
Informasi dapat diperoleh misalnya dirumah, sekolah, dan dimasyarakat. Dengan
adanya informasi-informasi tentang perilaku seks bebas, dampak seks bebas dan
bagaiman akan meningkatkan pengetahuan remaja tentang hal tersebut. Selanjutnyua
dengan informasi akan menyebabkan orang berprilaku sesuai dengan pengetahuan
yang dimilikinya. Suatu akibat buruk dan pengaruh informasi yang diterima panca
indra yang mempertotonkan anggota tubuh vital manusia. Tidak tersedianya informasi
yang akurat dan benar tentang kesehatan reproduksi memaksa remaja bergerilya
mencari akses dan melakukan eksploitasi sendiri. Arus informasi dan komunikasi
20

mengalir deras menawarkan petualangan yang menantang (Anonim, 2007). Majalah,


buku dan film porno grafi dan porno aksi yang memaparkan kenikmatan hubungan
seks tanpa mengajarkan tanggung jawab dan resiko yang harus dihadapi, menjadi
acuan mereka yang utama. Mereka yang juga melahap pejaran seks dari internet yang
sangat ini dengan mudah dapat di akses melalui warung internet di plosok-ploso
pedesaan bukan lagi sebatas lagi di kota itu ada (Anonim, 2008).intensitas remaja
menonton video porno,melihat gambar porno,membaca novel:
Jarang : Apabila remaja menonton video porno,melihat gambar porno,
membaca novel porno <3x perminggu
Sering : Remaja menonton video porno,melihat gambar porno, membaca
novel porno >3x perminggu
Tidak pernah : Apabila remaja tidak pernah menonton video porno, melihat
gambar porno,membaca novel porno.
6. Meningkatnya ketegangan seksual secara fisiologik menuntut kebebasan (demand
release) dan melakukan hubungan seksual adalah cara normal untuk mengurangi
ketegangan seksual ini. Pada usia remaja,kegiatan seksual selalu disertai dengan
adanya fantasi-fantasi coital. Fantasi biasanya normal bersifat heteroseksual dan
bentuknya ditentukan oleh pengalaman-pengalaman sebelumnya.
Pada beberapa kasus, kebiasaan melakukan hubungan seksual di awali oleh rasa
penasaran dan keingin tahuan yang kuat bagaimana melakukan hubungan seksual,
mungkin karena mendapatkan cerita dari teman sebayanya. Tanpa adanya seksual
outlet, seperti pada masa remaja, memungkinkan seseorang untuk melakukan
hubungan seksual. Pada beberapa orang tertentu, rangsangan seksual ini sangat berarti
dan dapat menjadikan seseorang menjadi habitual.
7. Hormonal
Pada remaja hormone seks meningkat dan berkembanglah sifat seksual sekunder maka
hormone seks tersebut mulai berfungsi secara aktif tetapi belum oktimal, sehingga
menghasilkan gairah atau nafsu seksual yang menggebu-gebu sehingga dapat
mendorong timbulnya hubungan seksual
Hasil penelitian Evy Rivia Mashita di SMA PGRI 1 Jombang tahun 2009 didapatkan
bahwa faktor sumber informsi dan pornoaksi mempengaruhi perilaku seks bebas
21

dengan nilai α = 0,009, faktor pergaulan mempengruhi perilaku seks bebas dengan
nilai α = 0,008, dan faktor pengetahuan mempengaruhi perilaku seks bebas dengan
nilai α =0,000.Sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor dominan yang
mempengaruhi seks bebas adalah pengetahuan.
2.4 Konsep faktor-faktor yang mempengaruhi seks bebas
2.4.1 Hubungan pengetahuan dengan perilaku seks bebas
Dengan mempunyai pengetahuan yang baik remaja akan mengetahui dampak dari
seks bebas dan apabila remaja diberikan informasi tentang seks bebas dengan jelas, benar
dan komprehensif tekmaksuk termaksuk akibat-akibatnya maka remaja tidak akan mudah
terpengaruh atau mencoba-coba melakukan perilaku seks bebas.hal ini sesuai yang
diungkapkan oleh pratiwi (2004) yaitu informasi yang diperoleh memberikan pengaruh
besar terhadap perilaku remaja.
2.4.2 Hubungan pergaulan dengan perilaku seks bebas
Hubungan antara pergaulan dengan perilaku seks bebas pada remaja. Semakin
seringnya remaja melakukan pergaulan seks bebas maka akan menaikkan gairah seks
yang dapat merangsang otak dan kelenjar hipotalamus sehingga hormon esterogen pada
wanita dan testoteron pada pria akan naik. Meskipus kategori pergaulan remaja sangat
bahaya tetapi tidak ingin tidak ingin melakukan hubungan seksual karena takut akan
hubungan seks.. Hal ini sesuai yang disampaikan Sarwono (2007) yaitu perilaku seks
bebas pada remaja di pengaruhi oleh teman sebaya, pacar, semain banyak mendengar,
melihat dan mengalami hubungan seksual maka semakin kuat stimulasi yang dapat
mendorong perilaku seksual misalnya rangsangan dari media massa, obrolan, teman atau
pacar tentang pengalaman seks.
2.4.3 Hubungan informasi pornografi dan pornoaksi dengan perilaku seks bebas
Sumber informasi pornografi dan pornografi mempengaruhi perilaku seks bebas
pada remaja dan juga sebaliknya. Hal ini dapat terjadi karena dengan melihat video
gairah seksual pada remaja. Meskipun banyak yang melihat pornografi dan pornoaksi
tetapi banyak yang tidak melakukan hubungan seksual ini disebabkan karena faktor
agama, nilai moral, juga status yang masih pelajar sehingga bagi remaja yang tidak
mempunyai pasangan dan ingin melakukan hubungan seksual maka lebih sulit untuk
mencari pasangan seks. Banyak juga remaja yang lebih suka melakukan hubungan fantasi
22

seks seperti masturbasi karena remaja beranggapan bahwa dengan masturbasi bisa
mendapatkan kepuasan seksual hal ini sesuai dengan yang di sampakian Isharyanto
(2009) bahwa semakin sering remaja melihat gambar dan vidio porno maka semakin
besar keinginan remaja untuk berfantasi melakukan hubungan seksual dengan melakukan
hubungan seksual atau hanya melakukan hubungan masturbasi.
2.4.4 Hubungan kesibukan orang tua dengan perilaku seks bebas
Perilaku seks bebas pada remaja juga didorong oleh kesibukan orang tua diluar
rumah yang menyebabkan orang tua kurang perhatian terhadap aktivitas anak sehari-hari.
Orang tua yang sibuk mencari uang tidak mempunyai waktu untuk bersama anak dan
menanyakan kegiatan anak seharian. Orang tua sibuk bekerja dan hanya mengandalkan
uang sebagai kebutuhan utama anak. Padahal pada masa ini, remaja memerlukan
dukungan dan perhatian orang tua, remaja menginkan orang tua memperhatikan dan
sebagai teman curhat anak mengenai teman, pergaulan, dan tempat bercerita tentang
kekasih. Kurangnya kontrol orang tua menyebabkan anak bebas untuk bergaul dengan
teman dan pacar, dan tidak sedikit remaja yang melakukan hubungan seksual di
rumahnya sendiri karena tidak ada orang tua dirumah (Pekey, 2007).

Anda mungkin juga menyukai