Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TINJAUAN TEORI

1. Remaja

a. Pengertian Remaja

Remaja dalam ilmu psikologis juga diperkenalkan dengan istilah lain,

seperti puberteit, adolescence, dan youth. Remaja atau adolescence

(Inggris), berasal dari bahasa latin “adolescere” yangh berarti tumbuh

kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan

kematangan fisik saja tetapi juga kematangan sosial dan psikologi

(Kumalasari dkk, 2013).

Remaja pada umumnya didefinisikan sebagai orang-orang yang

mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

Menurut WHO, remaja (adolescence) adalah mereka yang berusia 10-19

tahun. Sementara dalam terminology lain PBB menyebutkan anak muda

(youth) untuk mereka yang berusia 15-24 tahun.Ini kemudian disatukan

dalam sebuah terminology kaum muda (young people) yang mencakup

10-24 tahun (Marmi, 2013).

Dengan demikian dari segi program pelayanan, definisi remaja yang

digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah mereka yang berusia 10-

19 tahun dan belum kawin.Sementara itu dalam program BKKBN

(Direktorat Remaja dan Perlindungan Hak Reproduksi) disebutkan

bahwa remaja adalah mereka yang berusia 10-21 tahun (BKKBN, 2017).
Menurut Hurlock (1993), masa remaja adalah masa yang penuh

dengan kegoncangan, taraf mencari identitas diri dan merupakan

periode yang paling berat. Menurut Bisri (1995), remaja adalah mereka

yang telah meninggalkan masa kanak-kanak yang penuh dengan

ketergantungan dan menuju masa pembentukan tanggung jawab

(Marmi, 2013).

b. Karakteristik Remaja Berdasarkan Umur

Karakteristik remaja berdasarkan umur adalah sebagai berikut ini :

1) Masa remaja awal (10-12 tahun)

a) Lebih dekat dengan teman sebaya

b) Ingin bebas

c) Lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya

d) Mulai berpikir abstrak

2) Masa remaja pertengahan (13-15tahun)

a) Mencari identitas diri

b) Timbul keinginan untuk berkencan

c) Mempunyai rasa cinta yang mendalam

d) Mengembangkan kemampuan berpikir abstrak

e) Berkhayal tentang aktivitas seks

3) Remaja akhir (17-21 tahun)

a) Pengungkapan kebebasan diri

b) Lebih selektif dalam mencari teman sebaya

c) Mempunyai citra tubuh (body image) terhadap dirinya sendiri

d) Dapat mewujudkan rasa cinta


c. Tumbuh Kembang Remaja

Pengertian tumbuh kembang adalah pertumbuhan fisik atau tubuh

dan perkembangan kejiwaan/psikologis/emosi. Tumbuh kembang

remaja merupakan proses atau tahap perubahan atau transisi dari

masa kanak-kanak menjadi masa dewasa yang ditandai dengan

berbagai perubahan, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Perubahan fisik pada remaja

Masa remaja terjadi ketika seseorang mengalami perubahan

struktur tubuh dari anak-anak menjadi dewasa (pubertas).Pada

masa ini terjadi suatu perubahan fisik yang cepat disertai banyak

perubahan, termasuk di dalamnya pertumbuhan organ-organ

reproduksi (organ seksual) untuk mencapai kematangan yang

ditunjukkan dengan kemampuan melaksanakan fungsi reproduksi.

Perubahan yang terjadi pada pertumbuhan tersebut diikuti

munculnya tanda-tanda sebagai berikut :

a) Tanda-tanda seks primer

Tanda-tanda seks primer yang dimaksud adalah yang

berhubungan dengan organ seks. Dalam modul Kesehatan

Reproduksi Remaja (Depkes, 2002) disebutkan bahwa ciri-ciri

seks primer pada remaja adalah sebagai berikut :

(1) Remaja laki-laki

Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi

bila telah mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya

terjadi pada remaja laki-laki usia antara 10-15 tahun.


(2) Remaja perempuan

Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche

(menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya

cairan darah dari alat kelamin perempuan berupa luruhnya

lapisan dinding dalam rahim yang banyak mengandung

darah.Hal ini berlangsung terus sampai menjelang masa

menopause yaitu seorang berumur sekitar 40-50 tahun.

b) Tanda-tanda seks sekunder

(1) Remaja laki-laki ditandai dengan perubahan lengan dan

tungkai kaki bertambah panjang; tangan dan kaki

bertambah besar; bahu melebar; pundak serta dada

bertambah besar dan membidang; pinggul menyempit;

pertumbuhan rambut di sekitar alat kelamin, ketiak, dada,

tangan, dan kaki; tulang wajah memanjang dan membesar

tidak nampak seperti anak kecil lagi; tumbuh jakun, suara

menjadi besar; penis dan buah zakar membesar; kulit

menjadi lebih kasar dan tebal dan berminyak; rambut

menjadi lebih berminyak; serta produksi keringat menjadi

lebih banyak.

(2) Remaja perempuan yaitu ditandai dengan lengan dan

tungkai kaki bertambah panjang, tangan, dan kaki

bertambah besar; pinggul lebar, bulat, dan membesar;

tumbuh bulu-bulu halus di sekitar ketiak dan vagina; tulang-

tulang wajah mulai memanjang dan membesar;

pertumbuhan payudara, putting susu membesar dan


menonjol, serta kelenjar susu berkembang, payudara

menjadi lebih besar dan lebih bulat; kulit menjadi kasar,

lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori betambah besar,

kelenjar lemak, dan kelenjar keringat menjadi lebih aktif;

otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada

pertengahan dan menjelang akhir masa puber, sehingga

memberikan bentuk pada bahu, lengan, dan tungkai; serta

suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.

1) Perubahan kejiwaan pada masa remaja

Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada

remaja adalah sebagai berikut :

a) Perubahan emosi

(1) Sensitif : perubahan-perubahan kebutuhan, konflik nilai

antara keluarga dengan lingkungan dan perubahan fisik

menyebabkan remaja sangat sensitif misalnya mudah

menangis, cemas, frustasi, dan sebaliknya bisa tertawa

tanpa alasan yang jelas. Utamanya sering terjadi pada

remaja putri, terlebih sebelum mentruasi.

(2) Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau

rangsangan luar yang memengaruhinya, sering bersikap

irasional, mudah tersinggung sehingga mudah terjadi

perkelahian/tawuran pada anak laki-laki, suka mencari

perhatian, dan bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.


(3) Ada kecenderungan tidak patuh pada orang tua dan lebih

senang pergi bersama dengan temannya daripada tinggal

di rumah.

b) Perkembangan inteligensi

(1) Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka

memberikan kritik.

(2) Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul

perilaku ingin mencoba-coba.

Perilaku ingin coba-coba merupakan hal penting bagi

kesehatan reproduksi remaja.Perilaku ingin mencoba hal

yang baru jika didorong oleh rangsangan seksual dapat

membawa remaja masuk pada hubungan seks pranikah

dengan segala akibatnya.

2. Kesehatan Remaja Dan Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi remaja sulit dipisahkan dari kesehatan remaja

secara keseluruhan, karena gangguan kesehatan remaja akan

menimbulkan gangguan pula pada sistem reproduksi.Berikut adalah

beberapa keadaan yang berpengaruh buruk terhadap kesehatan remaja

termasuk kesehatan reproduksi remaja (Marmi, 2013) :

a. Masalah gizi, yang meliputi antara lain :

1) Anemia dan kurang energy kronis.

2) Pertumbuhan yang terhambat pada remaja puteri, sehingga

mengakibatkan panggul sempit dan resiko untuk melahirkan bayi

berat lahir rendah di kemudian hari.


b. Masalah pendidikan, yang meliputi antara lain :

1) Buta huruf, yang mengakibatkan remaja tidak mempunyai akses

terhadap informasi yang dibutuhkannya, serta mungkin kurang

mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk kesehatan dirinya.

2) Pendidikan rendah dapat mengakibatkan remaja kurang mampu

memenuhi kebutuhan fisik dasar ketika berkeluarga, dan hal ini akan

berpengaruh buruk terhadap derajat kesehatan diri dan keluarganya.

c. Masalah lingkungan dan pekerjaan, yang meliputi antara lain :

1) Lingkungan dan suasana kerja yang kurang memperhatikan

kesehatan remaja yang bekerja akan mengganggu kesehatan

remaja.

2) Lingkungan sosial yang kurang sehat dapat menghambat bahkan

merusak kesehatan fisik, mental dan emosional remaja.

d. Masalah seks dan seksualitas, yang meliputi antara lain :

1) Pengetahuan yang tidak lengkap dan tidak tepat tentang masalah

seksualitas, misalnya mitos yang tidak benar.

2) Kurangnya bimbingan untuk bersikap positif dalam hal yang

berkaitan dengan seksualitas.

3) Penyalahgunaan dan ketergantungan napza, yang mengarah

kepada penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik dan melalui

hubungan seks bebas. Masalah ini semakin mengkhawatirkan

dewasa ini.

4) Penyalahgunaan seksual.

5) Kehamilan remaja.

6) Kehamilan pranikah atau diluar ikatan pernikahan.


e. Masalah kesehatan reproduksi remaja :

1) Ketidakmatangan secara fisik dan mental.

2) Resiko komplikasi dan kematian ibu dan bayi lebih besar.

3) Kehilangan kesempatan untuk pengembangan diri remaja.

4) Resiko bertambah untuk melakukan aborsi yang tidak aman.

3. Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja

Pembinaan Kesehatan Reproduksi Remaja bertujuan untuk

memberikan informasi dan pengetahuan yang berhubungan dengan

perilaku hidup sehat bagi remaja, di samping mengatasi masalah yang

ada.Dengan pengetahuan yang memadai dan adanya motivasi untuk

menjalani masa remaja sehat, para remaja diharapkan mampu memelihara

kesehatan dirinya agar dapat memasuki masa kehidupan berkeluarga

dengan reproduksi sehat.

4. Kesehatan Reproduksi Remaja

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah suatu keadaan fisik,

mental, sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan

dalam segala aspek yang berhubungan dengan system reproduksi, fungsi

serta prosesnya. Atau suatu keadaan dimana manusia dapat menikmati

kehidupan seksualnya serta mampu menjalankan fungsi dan proses

reproduksinya secara sehat dan aman. Pengertian lain kesehatan

reproduksi dalam Konferensi International Kependudukan dan

Pembangunan, yaitu kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik,


mental, dan sosial yang utuh dalam segala hal yang berkaitan dengan

fungsi, peran, dan sistem reproduksi (Marmi, 2013).

Remaja atau adolescence, berasal dari bahasa latinadolescere yang

berarti tumbuh ke arah kematangan. Kemetangan yang dimaksud adalah

bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan

psikologis.

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya

perubahan fisik, emosi, dan psikis.Masa remaja adalah suatu periode masa

pematangan organ reproduksi remaja, dan sering disebut masa

peralihan.Masa remaja meruapakan periode peralihan dari masa anak ke

masa dewasa (Marmi, 2013).

Kesehatan reproduksi remaja adalah suatu kondisi sehat yang

menyangkut sistem, fungsi, dan proses reproduksi yang dimiliki oleh

remaja. Pengertian sehat disini tidak semata-mata berarti bebas penyakit

atau bebas dari kecacatan namun juga sehat secara mental serta sosial

kultural (Fauzi dalam Marmi, 2013).

Kesehatan reproduksi remaja (KRR) secara umum disefinisikan

sebagai kondisi sehat dari sistem, fungsi, dan proses alat reproduksi yang

dimiliki oleh remaja, yaitu laki-laki dan perempuan usia 10-24 tahun

(BKKBN-UNICEF, 2017).

a. Kesehatan Reproduksi Remaja Sebagai Isu Penting

Kondisi Kesehatan Reproduksi Remaja sangat penting dalam

pembangunan nasional karena remaja merupakan asset dan generasi

penerus bangsa.Dalam konteks inilah masyarakat internasional

menekankan pentingnya setiap Negara menyediakan sumber atau


saluiran yang dapat diakses oleh remaja dalam memenuhi haknya

memperoleh informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi yang baik

dan memadai sehingga terhindar dari informasi yang menyesatkan.Ada

berbagai faktor yang mendasari kesehatan reproduksi remaja menjadi

isu penting yaitu :

1) Pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi masih sangat

rendah. Hanya 17,1% perempuan dan 10,4% laki-laki mengetahui

secara benar tentang masa subur dan resiko kehamilan. Remaja

perempuan dan laki-laki berusia 15-24 tahun yang mengetahui

kemungkinan hamil dengan hanya sekali berhubungan seks masing-

masing berjumlah 55,2% perempuan dan 52% laki-laki.

2) Akses informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi sangat

terbatas, baik dari orang tua, sekolah, maupun media massa. Budaya

“tabu” dalam pembahasan seksualitas menjadi suatu kendala kuat

dalam hal ini. Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi

Remaja (PIK-KRR) yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu

sumber informasi penting, baru berjumlah 682 (laporan akhir 2004)

yang kemudian meningkat menjadi 2773 buah (Juli 2007). Masih

belum memadainya jumlah PIK-KRR dan minat remaja mengetahui

KRR secara benar menyebabkan akses informasi ini rendah.

3) Informasi menyesatkan yang memicu kehidupan seksualitas remaja

yang semakin meningkat dari berbagai media, yang apabilan tidak

dibarengi oleh tingginya pengetahuan yang tepat dapat memicu

perilaku seksual bebas yang tidak bertanggungjawab.


4) Kesehatan reproduksi berdampak panjang. Keputusan-keputusan

yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi mempunyai

konsekuensi atau akibat jangka panjang dalam perkembangan dan

kehidupan sosial remaja. Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD)

berdampak pada kesinambungan pendidikan, khususnya remaja

puttri. Remaja tertular HIV karena hubungan seksual tidak aman

mengakhiri masa depan yang sehat dan berkualitas.

5) Status Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) yang rendah akan

merusak masa depan remaja.

b. Hak-hak Remaja dengan Kesehatan Reproduksi

Selain kebutuhan-kebutuhan tersebut, remaja juga memiliki hak-hak

mendasar terkait dengan kesehatan reproduksinya.Hak-hak itu juga

harus terpenuhi sebagai kebutuhan dasar mereka. Hak-hak itu adalah

sebagai berikut :

1) Hak hidup

2) Hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan

3) Hak atas kerahasiaan pribadi

4) Hak atas informasi dan pendidikan

5) Hak atas kebebasan berpikirHak berkumpul dan berpatisipasi dalam

politik

6) Hak terbebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk

7) Hak mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan terbaru

8) Hak untuk memutuskan kapan punya anak, dan punya anak atau

tidak

9) Hak atas kesetaraan dan bebas dari segala bentuk diskriminasi


10) Hak untuk memilih bentuk keluarga (hak untuk menikah atau tidak

menikah)

11) Hak atas kebebasan dan keamanan

5. Konsep Perilaku

a. Pengertian Perilaku

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku manusia

adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang

mempunyaibentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,

berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan

sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

perilaku adalah semua kegiatan atau aktvitas manusia, baik yang dapat

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak

luar.Menurut Skinner perilaku merupakan respon atau reaksi

seseorang terhadap stimulus/rangasangan dari luar (Notoatmojo,

2014).

b. Respon dalam Perilaku

Oleh karena perilaku terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap

organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori

Skinner membedakan adanya dua respon:

a. Respondent response atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan

oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam

ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon

yang relatif tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan


keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup,

dan sebagainya. Respondent response ini juga mencakup perilaku

emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau

menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan

mengadakan pesta, dan sebagainya.

b. Operant response atau instrumental response, yakni respon yang

timbul dan berkembang kemudian diikuti stimulus atau

perangsangan tertentu. Perangsangan ini disebut reinforcing

stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons. Misalnya

seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik

(respon terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian

memperoleh penghargaan dan pujian dari atasannya (stimulasi

baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi

dalammelaksanakan tugasnya (Notoatmojo, 2014).

c. Jenis Perilaku

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Perilaku tertutup (covert behaviour)

Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung

atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih

terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan atau kesadaran,

sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan

belum diamati secara jelas oleh orang lain.

b. Perilaku terbuka (overt behaviour)


Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata

atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktik, yang dengan mudah dapat diamati

atau dilihat oleh orang lain (Notoatmojo, 2014).

Seperti telah disebutkan diatas, sebagian besar perilaku manusia

adalah operant response.Oleh sebab itu, untuk membentuk jenis

respon atau perilaku perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu

yang disebut operant conditioning.

d. Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini

menurut Skinner adalah sebagai berikut:

a. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat

atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku

yang akan dibentuk.

b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen

kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian

komponen-komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat

untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud.

c. Menggunakan secara urut komponen-komponen ini sebagai

tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk

masing-masing komponen tersebut.

d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan

komponen yang telah tersusun. Apabila komponen pertama

telah dilakukan, maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan

mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut

cenderung akan sering dilakukan. Jika ini sudah terbentuk maka


dilakukan komponen (perilaku) yang kedua kemudian diberi

hadiah. Demikian berulang-ulang sampai komponen kedua

terbentuk. Setelah itu dilanjutkan sampai komponen ketiga dan

selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.

e. Determinan Perilaku

Meskipun perilaku adalah bentuk respon atau reaksi

terhadap stimulus atas rangsangan dari luar organisme (orang),

namun dalam memberikan respon sangat tergantung pada

karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi

beberapa orang, namun respon tiap orang berbeda. Faktor-

faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang

diberikan disebut determinan perilaku. Determinan perilaku

dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

1) Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang

yang bersangkutan, yang bersifat given atau bawaan,

misalnya: tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis

kelamin, dan sebagainya.

2) Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan baik

lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik, dan

sebagainya. Faktor lingkungan sering merupakan faktor yang

dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Menurut Bloom, perilaku manusia dibagi menjadi tiga domain

yakni; kognitif, afektif, dan psikomotor (Notoatmojo, 2014).

f. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku


Menurut teori Lawrence Green dkk (1980) menyatakan bahwa

perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor

perilaku (behaviour causes) dan faktor diluar perilaku (non behaviour

causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari

3 faktor, yaitu (Notoatmojo, 2014) :

1) Faktor predisposisi (presdiposing factors), yaitu faktor yang

mempermudah dan mendasari terjadinya perilaku tertentu yang

terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, kepercayaan,

keyakinan, tradisi, nilai-nilai, tingkat sosial ekonomi, serta

karakteristik individu yaitu: pengetahuan tentang kesehatan

reproduksi, sikap, pendidikan akademik, karakteristik responden,

norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

2) Faktor pemungkin (enabiling factor), yaitu faktor yang

memungkinkan untuk terjadinya perilaku tertentu tersebut yang

berwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-

fasilitas, atau sarana-sarana yaitu media cetak dan elektronik,

petugas kesehatan (penyuluh).

3) Faktor pendorong (reinforcement factor), yaitu faktor yang

memperkuat terjadinya perilaku tersebut yaitu undang-undang,

peraturan, pengawasan, dll.

g. Pengukuran Perilaku

Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui

dua cara, secara langsung yakni dengan pengamatan (observasi),

yaitu mengamati tindakan dari sebjek, dan secara tidak langsung

yakni dengan metode mengingat (recall). Metode ini dilakukan melalui


wawancara terhadap subjek tentang apa yang telah dilakukan dengan

objek tertentu (Notoatmojo, 2014).

6. Perilaku Seksual Remaja

a. Pengertian Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat

seksual dengan lawan jenis. Bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-

macam dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu,

dan bersenggama atau melakukan hubungan seks, lebih lanjut

menjelaskan bahwa perilaku seksual merupakan akibat langsung dari

pertumbuhan hormon dan kelenjar seks yang menimbulkan dorongan

seksual pada seseorang yang mencapai kematangan pada masa remaja

awal yang ditandai adanya perubahan fisik (Bulahari dkk, 2015).

Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tidak

mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk

melakukan hubungan seks pranikah. Seksual pranikah merupakan perilaku

yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan. Perilaku seksual sering

ditanggapi sebagai hal yang berkonotasi negatif, padahal perilaku seksual

ini sangat luas sifatnya. Perilaku seksual merupakan perilaku yang

bertujuan

untuk menarik perhatian lawan jenis. Perilaku seksual termasuk

didalamnya adalah aktivitas dan hubungan seksual. Aktivitas seksual

adalah kegiatan yang dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan seksual

atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin atau seksual

melalui berbagai perilaku.Hubungan seksual adalah kontak seksual yang

dilakukan berpasangan dengan lawan jenis (Soetjiningsih, 2012).


b. Tahap- Tahap Perilaku Seksual

Menurut Masland P Robert dan David Estridge tahapan perilaku

seksual meliputi (Khodijatul, 2011):

a. French kiss (cium bibir)

b. Hickey adalah merasakan kenikmatan untuk menghisap atau

menggigit dengan gemas pasangan

c. Necking (mencium wajah dan leher)

d. Petting termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan,

termasuk lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang daerah

kemaluan (di luar atau di dalam pakaian)

e. Hubungan intim adalah bersatunya dua orang secara seksual, yang

dilakukan setelah pasangan pria dan wanita menikah.

Sedangkan menurut Nuss dan Luckey dalam Sarlito Wirawan Sarwono

dan Duvall, E.M & Miller, B.C ada beberapa perilaku seksual di

antaranya (Bulahari dkk, 2015):

1) Pelukan dan pegangan tangan (Touching)

2) Berciuman (Kissing)

3) Meraba payudara (Petting)

4) Menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan

biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin

5) Meraba alat kelamin (Petiing)

6) Hubungan seks (Sexual Intercourse)


Bentuk perilaku seksual adalah segala bentuk perilaku yang

mengarah pada hubungan yang menimbulkan gairah seksual yaitu

berfantasi seks, berpegangan tangan, cium kening, cium basah, meraba

tubuh pasangan, pelukan, masturbasi, oral, petting, intercourse. Jadi

dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk atau tahap-tahap perilaku

seksual dari tingkatan rendah ke tingkatan yang lebih tinggi, yakni (1)

Masturbasi dan onani; (2) Berpegangan tangan dan berpelukan; (3)

Kissing (cium pipi atau bibir); (4) Necking (mencium wajah dan leher); (5)

Petting (merasakan dan mengusap- usap tubuh pasangan, termasuk

lengan, dada, buah dada, kaki, dan kadang daerah kemaluan di dalam

atau di luar pakaian; (7) Intercourse (bersenggaman/ berhubungan intim)

(Irawati dalam Sri, 2018).

Para ahli dan beberapa penenelitian sebelumnya membagi perilaku

seksual dengan 2 kategori perilaku seksual tidak berisiko dan perilaku

seksual beresiko. Perilaku seksual tidak berisiko mulai dari mengobrol,

nonton film, pegangan tangan, jalan-jalan, pelukan, sampai cium pipi.

Sedangkan perilaku seksual berisiko mulai dari ciuman bibir, ciuman

mulut, ciuman leher, meraba daerah erogen, petting, dan intercourse

(Miron AG dan Linda, 2017).

7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Remaja

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku hubungan seksual yang

pertama dialami oleh remaja menurut Soetjiningsih (2012) yaitu:

a. Waktu/saat mengalami pubertas.


b. Kontrol sosial yang kurang tepat (terlalu ketat atau terlalu

longgar),kurangnya kontrol dari orang tua, remaja tidak tahu batas-

batas mana yang boleh dan yang tidak boleh.

c. Frekuensi pertemuan dengan pacarnya, hubungan antar mereka

semakin romantis, adanya keinginan untuk menunjukkan cinta pada

pacarnya, penerimaan aktivitas seksual pacarnya.

d. Status ekonomi, kondisi keluarga yang tidak memungkinkan untuk

mendidik anak-anak untuk memasuki masa remaja dengan baik.

e. Korban pelecehan seksual.

f. Tekanan dari teman sebaya, penggunaan obat-obat terlarang dan

alkohol, merasa saatnya untuk melakukan aktivitas seksual sebab

sudah merasa matang secara fisik.

g. Sekedar menunjukkan kegagahan dan kemampuan fisiknya.

h. Terjadi peningkatan rangsangan seksual akibat peningkatan kadar

hormon reproduksi dan seksual.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Suryoputro et.al (2006)

tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual remaja di

adalah sebagi berikut :

a. Faktor internal (pengetahuan, aspek-aspek kesehatan reproduksi,

sikap terhadap layanan kesehatan seksual dan reproduksi, perilaku,

kerentanan yang dirasakan terhadap resiko, kesehatan reproduksi,

gaya hidup, pengendalian/kontrol diri, aktifitas sosial, rasa percaya

diri, usia, agama, dan status perkawinan)


b. Faktor eksternal (kontak dengan sumber-sumber informasi, keluarga,

sosial-budaya, nilai dan norma sebagai pendukung sosial untuk

perilaku tertentu),

Seringkali remaja merasa bahwa orang tuanya menolak

membicarakan masalah seks pranikah sehingga mereka kemudian

mencari alternatif sumber informasi lain seperti teman atau media massa

(Syafrudin, 2008). Beberapa kajian menunjukkan bahwa remaja sangat

membutuhkan informasi mengenai persoalan seksual dan reproduksi.

Remaja seringkali memperoleh informasi yang tidak akurat mengenai seks

dari teman-teman mereka, bukan dari petugas kesehatan, guru atau orang

tua (Saifuddin dan Hidayana, 1999).

Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perilaku

reproduksi remaja diantaranya adalah faktor keluarga. Remaja yang

melakukan hubungan seksual sebelum menikah banyak diantara berasal

dari keluarga yang bercerai atau pernah cerai, keluarga dengan banyak

konflik dan perpecahan (Kinnaird, 2003). Hubungan orang-tua yang

harmonis akan menumbuhkan kehidupan emosional yang optimal

terhadap perkembangan kepribadian anak sebaliknya. Orang tua yang

sering bertengkar akan menghambat komunikasi dalam keluarga, dan

anak akan “melarikan diri“ dari keluarga. Keluarga yang tidak lengkap

misalnya karena perceraian, kematian, dan keluarga dengan keadaan

ekonomi yang kurang, dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak

(Rohmahwati, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual

pranikah pada remaja paling tinggi hubungan antara orang tua dengan
remaja, diikuti karena tekanan teman sebaya, religiusitas, dan eksposur

media pornografi (Soetjiningsih, 2006).

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada

remaja adalah perubahan hormonal, penundaan usia perkawinan,

penyebaran informasi melalui media massa, tabu-larangan, norma-norma

di masyarakat, serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan

perempuan(Sarwono, 2012).

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi perilaku seksual pada

remaja adalah peruabahan hormonal, penundaan usia perkawinan,

penyebaran informasi melalui media massa, tabu larangan, norma-norma

di masyarakat serta pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan

perempuan (Sarwono, 2009).

8. Dampak Perilaku Seks Pranikah bagi Remaja

Kematangan organ seks dapat berpengaruh buruk bila remaja tidak

mampu mengendalikan rangsangan seksualnya, sehingga tergoda untuk

melakukan hubungan seks pranikah. Hal ini akan menimbulkan akibat

yang dapat dirasakan bukan saja oleh pasangan, khususnya remaja putri,

tetapi juga orang tua, keluarga, bahkan masyarakat (Intan dan Iwan,

2013).Berikut adalah akibat hubungan seks pranikah

1) Bagi remaja

a) Remaja laki-laki menjadi tidak perjaka, wanita menjadi tidak perawan.

b) Resiko tertular penyakit menular seksual (PMS) meningkat, seperti

gonorhoe, sifilis, herpes simpleks (raja singa), klamidia, kondiloma

akuminata, dan HIV/AIDS.


c) Remaja putri terancam kehamilan yang tidak diinginkan, pengguguran

kandungan yang tidak aman, infeksi organ reproduksi, anemia,

kemandulan, dan kematian karena perdarahan atau keracunan

kehamilan.

d) Trauma kejiwaan (depresi, rendah diri, merasa berdosa, dan hilang

harapan masa depan).

e) Kemungkinan hilang kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dan

kesempatan bekerja.

f) Melahirkan bayi yang kurang/ tidak sehat.

2) Bagi keluarga

a) Menimbulkan aib keluarga.

b) Menambah beban ekonomi.

c) Memengaruhi kejiwaan anak karna adanya tekanan (ejekan) dari

masyarakat.

3) Bagi masyarakat

a) Meningkatkan remaja putus sekolah, sehingga kualitas masyarakat

menurun.

b) Meningkatkan angka kematian ibu dan bayi.

c) Meningkatkan beban ekonomi masyarakat sehingga derajat

kesehatan masyarakat menurun.


B. KERANGKA TEORI

Remaja

Remaja Awal Remaja menengah Remaja Akhir


10-12 Tahun 13-15 Tahun 17-21 Tahun

Kesehatan Reproduksi
Remaja

PMS, Kehamilan yang


Perilaku Seksual
tidak diinginkan, Aborsi,
Pranikah Remaja
dan HIV/AIDS

Faktor Internal Perilaku Seksual Faktor Eksternal Perilaku Seksual


Pranikah Remaja Pranikah Remaja

1. Pengetahuan 1. Peran Keluarga


2. Sikap 2. Sumber Informasi (Media)
3. Kontrol Diri 3. Sosial Budaya
4. Rasa Percaya Diri
5. Usia
6. Pemahaman Tingkat Agama
(Religius)
7. Status Perkawinan
Sumber : Marmi, 2013
8. Aktivitas Sosial
9. Gaya Hidup
(Suryoputro A, et al 2006 dan Marmi 2013)

Tidak Diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Teori


Diteliti

C. KERANGKA KONSEP

Berdasarkan teori yang dikemukakan maka kerangka konsep dapat

digambarkan menurut bagan dibawah ini :

Variabel Bebas Variabel Terikat

Faktor Internal

1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Kontrol Diri
4. Rasa Percaya Diri
5. Pemahaman
Tingkat Agama
(Religius)
6. Aktivitas Sosial
7. Gaya Hidup
Perilaku Seksual
Pranikah Remaja
Faktor Eksternal

1. Peran Keluarga

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Anda mungkin juga menyukai