Anda di halaman 1dari 4

Plato (423-347 SM), sebagaimana ditulis oleh Alisyahbana, mendefinisikan filsafat sebagai

A. Asal Usul Filsafat pengetahuan segala sesuatu yang ada. Aristoteles mengartikan sebagai ilmu yang menyelidiki sebab dan asas
Kata filsafat atau falsafah merupakan ucapan Arab yang ditransfer dari bahasa Yunani ”philosophia”, segala benda.5
yang terdiri dari dua suku kata ”philo dan sophia”. Philo artinya cinta, dan sophia artinya hikmah atau Abu Bakar Atjeh mengatakan, dikutip dari keterangan Marcus Tullius Cicero (106-43 SM), bahwa
kebenaran. Dengan demikian, philosophia, kemudian disebut filsafat dapat diartikan sebagai cinta hikmah definisi filsafat adalah pengetahuan tentang sesuatu yang Maha Agung dan usaha memahaminya. Sementara
atau cinta kebenaran.1 Senada dengan itu, I.R. Pudjawijatna mengemukakan, bahwa philo itu berarti cinta menurut al-Farabi, kata Aboebakar Atjeh lebih lanjut, filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam maujud
dalam arti luas, sampai kepada adanya keinginan terhadap sesuatu, sehingga berusaha untuk memperolehnya. dan menyelidiki hakekatnya.6
Sedangkan shopia berarti kebijaksanaan dalam arti pandai, mengerti secara mendalam. Dalam bentuk ini Immanuel Kant mengartikan filsafat sebagai ilmu dasar dan pangkal segala pengetahuan yang
filsafat itu bermakna ingin mengerti secara mendalam sesuatu hal atau cinta kepada kebijaksanaan. 2 mencakup persoalan-persoalan metafisika, yang menjawab pertanyaan apa yang dapat diketahui manusia.
Kata “philoshopia” ini, jika ditelisik dari asal usulnya, telah memiliki sejarah yang cukup panjang. Persoalan etika yang menjawab apa yang boleh dikerjakan manusia. Persoalan agama yang menjawab
Zaman Homerus (sekitar abad IX SM) dan zaman Hoseodos (sekitar tahun 700 SM), kata shopia digunakan sampai dimana harapan manusia. Antropolgi yang akan menjawab pertanyaan apakah yang dinamakan
dalam arti kebijaksanaan dan punya kecakapan. Demikian pula zaman Horodotus (hidup tahun 485 SM), kata manusia.7 Tentu saja persoalan-persoalan tersebut yang senantiasa dihadapi oleh manusia memerlukan
“philoshopein” digunakan untuk arti mencintai kebenaran. Kemudian dilanjutkan oleh Herakletos (540-480 jawaban yang kritis dan radix, hal tersebut dapat diatasi dengan pendekatan filsafat.
SM) dan Pytagoras (580-500 SM). Ahli filsafat dalam sebutan Herakletos adalah “philosophos” artinya Menurut W.P. Montaque, “philosophy is the attempt to give a reasoned conception of universe and of
manusia yang memiliki ilmu pengetahuan luas akibat dari kecintaannya kepada kebenaran. man‟s place in it”, artinya filsafat itu adalah usaha memberi suatu konsep akliah tentang alam semesta serta
Pada masa sophisme dan Socrates, philosophien ini diartikan begitu jelas sebagai suatu penguasaan tempat manusia di dalamnya. Sedangkan J.A. Leighton mengatakan, “a complete philosophy includes a
secara sistematis terhadap ilmu pengetahuan teoritis. “Philosophia” adalah hasil dari “Philosophien”, world view, or reasoned conception of the whole cosmos, and a life view, or doctrine of values, meaning and
sedangkan “Philosophos” adalah orang yang melaksanakan “philosophien”. Dari kata inilah kemudian purpose of human life”. Artinya, suatu filsafat yang lengkap, mencakup suatu pandangan dunia atau konsep
diambil menjadi kata-kata “Philosophia” (Latin), “Philosophie” (Perancis), “Philosophie” (Belanda), rasional tentang keseluruhan kosmos dan suatu pandangan hidup atau doktrin nilai-nilai, makna-makna dan
“Philosophie” (Jerman), “Philosophy” (Inggris), “Falsafah” (Arab), dan “Filsafat” (Indonesia), demikian pula tujuan hidup manusia.
dalam bahasa-bahasa yang lain. Namun demikian, dalam bahasa Arab sering digunakan sebutan “al-„Ulûm Sedangkan menurut Harold Titus sendiri tentang filsafat yang ia kemukakan adalah “philosophy is an
al-Hikmah”(ilmu hikmah) dan yang mengamalkannya “hakiem”. Pengertian hakim dalam filsafat berbeda attitude toward life and the universe” artinya, filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta.
dengan “hakim” dalam pengertian biasa (sarjana hukum), pengabdi hukum. Hakim dalam filsafat lebih “philosophy is a methode of reflective thinking and reasoned inquiry”, filsafat merupakan suatu mertode
bersifat teoritis, sedangkan hakim dalam kehidupan biasa lebih bersifat praktis. berpikir reflektif dan penyelidikan rasional. “philosophy is a group of the problems”, filsafat ialah
B. Definisi Filsafat seperangkat masalah, “philosophy is a group of system of thought”, filsafat adalah suatu perangkat teori atau
system pemikiran. Dari definisi yang disampaikan Titus ini terlihat bahwa kajian filsafat itu cukup rumit,
Memasuki pusaran perbincangan filsafat bagaikan memasuki lautan yang kacau balau dilanda badai sehingga dia memberikan definisi yang variatif, sesuai dengan persoalan yang tengah ia hadapi.
dan topan. Bermula dengan keheranan dan berakhir dengan kebingunan. Dalam satu pokok permasalahan Sadruddin Sirazi, sebagaimana dikuti oleh Ali Mahdi Khan, menyatakan bahwa filsafat adalah usaha
saja terdapat ragam pendapat yang saling berlawanan antara satu persatunya, secara samar maupun secara menafsirkan berdasarkan akal pikiran dan seluruh alam semesta secara sistematis dan bertujuan ke arah
tajam. Hal itu terjadi, berawal dari ketidaksepakatan para ahli tentang definisi filsafat itu sendiri. Filsafat, pemikiran filosofis, seperti membahas tentang Tuhan, tentang berbagai macam hal serta segala sesuatu yang
secara harfiah, berarti cinta akan kebijaksanaan. Inggris : philosophy; Yunani: Philoshophia (cinta akan mungkin terjadi. 8
kebijaksanaan); philos (cinta) atau philia (persahabatan, tertarik kepada) dan shopos (kebijaksanaan, Fuad Hasan mengartikan filsafat sebagai suatu ikhtiar manusia untuk memahami berbagai manifestasi
pengetahuan, ketrampilan, pengalaman praktis, intelegensi). 3 Nama itu sendiri menunjukkan bahwa manusia kenyataan melalui upaya berpikir sistematis, kritis dan radikal yang dimulai dari sesuatu akar persoalan,
tidak pernah secara sempurna memiliki pengertian menyeluruh tentang segala sesuatu yang dimaksudkan
kebijaksanaan, namun terus menerus harus mengejarnya. 4

5
1
Oemar Amin Hoesin, Filsafat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1961), h. 14. Sutan Takdir Alisyahbana, Pembimbing ke Filsafat I: Metafisika, (Jakarta: Dian Rakyat, 1957), h. 16.
2 6
I.R. Pudjawijatna, Pembimbing Kearah Alam Filsafat, (Jakarta : PT Pembangunan, 1965), h. 1. Aboebakar Atjeh, Sejarah Filsafat Islam, (Semarang, Solo : Ramadhani, 1970), h. 10.
7
3
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 242. Abu Hanifah, Rintisan Filsafat, (Jakarta : 1950), h. 16.
8
4
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 242. bandingkan Ali Mahdi Khan, The Elements of Islamic Philosophy, (Kasmir Bazar Lahore Pakistan : S.H. Ashraf, Second
dengan Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat, (Yogyakarta: Kanisius, 1993), h. 7 Impression, 1971), h. 1.
sehingga mencapai kesimpulankesimpulan yang universal. 9 Sejalan dengan definisi ini, Mulder mengatakan Poedjawiatna (1982) yang mngemukakan filsafat adalah ilmu yang mencari sebab yang
bahwa filsafat itu adalah pemikiran teoritis tentang sesuatu kenyataan sebagai keseluruhan. 10 sedalamdalamnya bagi segala sesuatu yang ada dan mungkin ada.
Tidak jauh berbeda dengan penjelasan di atas, Drijarkara mengatakan bahwa filsafat itu merupakan c. Pengertian filsafat sebagai pandangan hidup
pikiran manusia yang radikal, meninggalkan pendirian dan pandangan menerima saja, dengan Seseorang yang acap/bijaksana harus memiliki anutan atas suatu filsafat (Woodhouse, 2000). Hal ini
memperlihatkan pandangan yang berakar dan bersikap praktis. 11 Lebih luas dari itu, Hasbullah Bakry berarti bahwa dia memiliki suatu pandangan, seperangkat pedoman hidup atau nilai-nilai yang
mendefinisikan filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam tentang
ketuhanan, alam semesta dan manusia, sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana meresapinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara guna mewujudkan tujuan hidup yang
hakekatnya sejauh yang dapat dicapai oleh akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya setelah diidealkan. Pemaknaan filsafat dapat diterima berkenaan filsafat sebagai hasil olah pikir yang kritis,
mencapai pengetahuan itu.12
interogatif, dan reflektif, memang berwujud ide, gagasan atau teori dalam konteks pemaknaan akan apa
C. Pengertian Filsafat Menurut Etimologis dan Terminologis yang ada di kekinian, dikelampauan, dan sekaligus juga mimpi-mimpi masa depan. Gagasan ini dapat
Adapun pengertian dari filsafat dapat dilihat dari segi etimologis, terminologis. ditunjukkan pada Pancasila yang menurut pendapat Ismail (1999) Pancasila adalah refleksi kritis para
A. Pengertian filsafat secara etimologis
Kata Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang merupakan kata majemuk Philosophia atau pendiri republik terhadap dinamika sejarah dan kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politis masyarakat
Philosophos.Kata tersebut terdiri dari dua kata yakni philos (philein) dan Sophia. Kata Philos berarti cinta Indonesia yang terjajah yang bercorak multikultural, tanpa mengabaikan gagasan lain yang
(love), sedangkan Sophia atau sophosberarti pengetahuan, kebenaran, hikmat atau kebijaksanaan (wisdom).
berkembang pada lingkungan global, misalnya nasionalisme, kapialisme, sosialisme, marxisme, Islam,
Jadi secara etimologi filsafat berarti cinta akan pengetahuan, kebenaran atau kebijaksanaan. Makna cinta
yang seluas-luasnya mengandung arti keinginan secara mendalam, atau bahkan kehausan luar biasa untuk dan lain-lain..
mendapatkan pengetahuan atau kebijaksanaan sampai keakar-akarnya atau pada taraf yang radikal. Suhartono Contoh lain dalam filsafat adalah Upanisad dalam agama Hindu yang berartikan pada kajian reflektif
(2005:50-51) kata cinta (Philos) dan kebijaksanaan (sophia) bisa bermakna secara terus-menerus menyatu tentang ketuhanan (Brahman) yang transendal dan berimanensi di dalam makrokosmos dan mikrokosmos
dengan pengetahuan yang mengandung nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan guna mewujudkan (manusia), yakni berwujud roh kehidupan (Atman) (Tatib, 1994: Zaehner, 2004). Gagasan ini melahirkan
kebijaksanaan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Gagasan ini terkait dengan sasaran orang filsafat tat twam asipersaudaraan universal yang berlanjut pada filsafat ahimsa, yakni tidak saling menyakiti
berfilsafat yakni mencari pengetahuan, aneka gagasan/ide, atau konsep yang mendasar ke semuanya antara manusia (makhluk hidup) dalam pikiran, perkataan, dan tindakan sosial. Kemudian ajaran Syeh Siti
berfungsi teoritis praktis bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara(Budianto, 2005). Jenar tentang Tuhan, jiwa, akal, jalan kehidupan (Mulkan, 2004, Sobary, 2004). Gagasan Upanisad dan Syeh
Kata filsafat juga terdapat pada bahasa Arab yakni falsafah atau falsafat. Selain itu ada juga dari Siti Jenar yang terkait dengan filsafat manunggaling kawula dan Gusti sangat kuat pengaruhnya pada
negara India yang memakai kata dharsana yang bermakna memandang, memperhatikan, merenungkan, masyarakat Jawa hal ini membentuk filsafat Jawa atau Ilmu Kejawen.
memahami diteruskan dengan kontemplasi, kemudian membentuk persepsi untuk memberi kesimpulan, visi D. Objek Material dan Formal Filsafat
dan keyakinan (Pendit, 2005:2). Berfilsafat akan terkait dengan kegiatan merenung atau kontemplatif guna
mendapatkan kesimpulan yang benar, maka secara etimologi kata filsafat dalam bahasa Yunani, maupun Berdasarkan uraian tentang definisi filsafat yang telah dipaparkan dahulu, terlihat bahwa lapangan
Arab begitu juga dari India (dharsana) pada intinya memiliki makna yang sama yakni aktivitas berfikir yang dijelajahi filsafat ternyata cukup luas, karena sasarannya mencari hakekat sesuatu dari segala realitas
kontemplatif guna mendapatkan kebenaran yang hakiki dalam konteks menjadikan manusia sebagai makhluk yang ada. Objek material merupakan segala sesuatu yang menjadi problem filsafat atau yang
yang bijaksana. dipermasalahkan oleh dan dalam filsafat. Material filsafat yang sangat luas itu meliputi segala pengetahuan
B. Pengertian filsafat secara terminologis manusia dan apa saja yang ingin diketahuinya.13karena filsafat itu berpangkal pada pikiran manusia secara
Pemahaman pengertian filsafat secara terminologis sangat beragam tergantung pada sudut pandang radikal dan sistematik terhadap seluruh alam, maka materi filsafat juga termasuk alam dan pemikiran itu
orang ang melihatnya. Contohnya pengertian filsafat secara terminologi dari sendiri. 14
a. Objek Material
Objek material filsafat selalu berkembang sejalan dengan perkembangan pemikiran manusia, objek
9
Fuad Hasan, Berkenalan dengan Filsafat Exstensialisme, (Jakarta : 1973), h. 7. lihat pula Fuad Hasan, yang selama ini menjadi pembahasan agama, berkembang menjadi pembahasan filsafat, seperti adakah dan
Pengantar Filsafat Barat, (Jakarta : Penerbit Pustaka Jaya, 1996), h. 9.
10
D.C. Mulder, Pembimbing ke dalam Ilmu Filsafat, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1966), h. 10. 13
Bandingkan dengan pendapat Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat Sebuah Buku Pegangan untuk Mengenal Filsafat,
11
N. Drijarkara S.J., Percikan Filsafat, (Jakarta : 1962), h. 5. terj. Soejono Soemargono, (Yogyakarta : Penerbit Tiara Wacana, 1986), h. 65.
12
Hasbullah Bakry, Sistematik Filsafat, (Jakarta : Penerbit ”Widjaya”, 1981), h. 9. 14
M.J. Langeveld, Menuju ke Pemikiran Filsafat, terj. G.J. Claesson, (Jakarta : 1955, h. 18.
siapakah Tuhan itu ? apa dan siapa manusia ? apakah hakekat dari segala realitas, apakah arti dan 4. Mencari Kejelasan; Berfilsafat berarti berupaya mendapatkan kejelasan mengenai seluruh realitas.
substansinya ? juga sudah menjadi objek kajian filsafat. 15 Ewing menegaskan bahwa sasaran pokok dari Geisler dan Feinberg mengatakan bahwa ciri khas penelitian filsafat ialah adanya usaha keras demi
filsafat adalah kebenaran (truth), materi (matter), budi (mind), hubungan materi dan budi (the relation of meraih kejelasan intelektual.19Mengejar kejelasan berarti harus berjuang dengan gigih untuk
matter and mind), ruang dan waktu (space and time), sebab (cause), kemerdekaan (freedom), monisme lawan mengeliminasi segala sesuatu yang tidak jelas, yang kabur dan yang gelap, bahkan juga yang serba
pluralisme (monism versus pluralism), dan Tuhan (God).16 rahasia dan berupa teka-teki.
b. Objek Formal 5. Berpikir Rasional; Berpikir secara radikal, mencari asas, memburu kebenaran, dan mencari
Objek formal filsafat adalah mencari keterangan yang membahas secara mendalam tentang segala kejelasan tidak mungkin dapat berhasil dengan baik tanpa berpikir secara rasional. Berpikir secara
objek material filsafat.17 Dengan demikian jelaslah bahwa objek filsafat itu ada dua bentuk, yakni material rasional berarti berpikir logis, sistematis dan kritis. Berpikir logis itu bukan hanya sekedar mengapai
dan formal. Objek material meliputi hakekat Tuhan, alam dan manusia. Ataupun sesuatu yang ada dan yang pengertian-pengertian yang dapat diterima oleh akal sehat, melainkan agar sanggup menarik
mungkin ada. Sedangkan objek formal meliputi pencaharian keterangan secara radikal tentang objek material kesimpulan dan mengambil keputusan yang tepat dan benar dari premis-premis yang digunakan.
filsafat yang ada. Hal inilah yang membedakan antara filsafat dengan ilmu pengetahuan lainnya. Pada objek Berpikir logis juga menuntut pemikiran yang sistematis, di mana rangkaian pemikiran yang
materialnya sama sedang objek formalnya berbeda. Namun demikian, aspek materialnya sedikit berbeda. berhubungan satu sama lain atau saling berkaitan secara logis. Tanpa berpikir yang logis-sistematis
Objek ilmu hanya manusia dan alam, sedang filsafat mencakup ju dan koheren, maka satu hal yang tak mungkin dicapai kebenaran yang dapat
E. Karakteristik Filsafat dipertanggungjawabkan. Berpikir kritis ialah terus menerus mengevaluasi dan memverifikasi
argumen-argumen yang mengklaim diri benar. Berpikir logis sistematis-kritis adalah ciri utama
Karakteristik dasar filsafat oleh Jan Hendrik Rapar diungkapkan setidaknya ada lima hal, yaitu berpikir rasional, dan berpikir rasional adalah salah satu karakteristik filsafat.
berpikir radikal, mencari asas, memburu kebenaran, mencari kejelasan dan berpikir rasional. 18
1. Berpikir Radikal; Berpikir secara radikal adalah karakter utama filsafat, karena filosuf berpikir F. Ciri-ciri Filsafat
secara radikal, maka ia tidak akan pernah terpaku hanya pada fenomena suatu entitas tertentu. Ia
Adapun menurut Suprapto wirodiningrat dalam surajiyo ( 2012 : 13 ) menyebutkan ciri-ciri filsafat ada 3 (
tidak akan pernah berhenti hanya pada suatu wujud realitas tertentu. Keradikalan berpikirnya itu
akan senantiasa mengobarkan hasratnya untuk menemukan akar seluruh kenyataan, termasuk tiga ) yakni sebagai berikut :
realitas pribadinya. Berpikir rabikal yaitu berpikir secara mendalam, untuk mencapai akar persoalan 1. Menyeluruh
yang dipermasalahkan. Artinya, pemikiran yang luas karena tidak membatasi diri dan bukan hanya ditinjau dari satu sudut
2. Mencari Asas; Karakter filsafat berikutnya adalah mencari asas yang paling hakiki dari keseluruhan pandang tertentu. Pemikiran kefilsafatan ingin mengetahui hubungan antara ilmu yang satu dengan
realitas, yaitu berupaya menemukan sesuatu yang menjadi esensi realitas. Dengan menemukan ilmu-ilmu lain, hubungan ilmu dengan moral, seni dan tujuan hidup
esensi suatu realitas, maka akan diketahui dengan pasti dan menjadi jelas keadaan realitas tersebut, 2. Mendasar
oleh karena itu, mencari asas adalah salah satu sifatnya dasar atau karakteristik filsafat. Artinya pemikiran yang dalam sampai kepada hasil yang fundamental atau esensial objek yang
3. Memburu Kebenaran; Berfilsafat berarti memburu kebenaran tentang segala sesuatu. Kebenaran dipelajarinya sehingga dapat dijadikan dasar berpijak bagi segenap nilai dan keilmuan. Jadi tidak hanya
yang hendak dicapai adalah kebenaran yang tidak meragukan, oleh sebab itu ia selalu terbuka untuk berhenti pada periferis (kulitnya) saja, tetapi sampai tembus ke dalamannya.
dipersoalkan kembali dan diuji demi meraih kebenaran yang lebih hakiki. Dengan demikian dapat 3. Spekulatif
ditegaskan bahwa kebenaran filsafat tidak pernah bersifat mutlak dan final, melainkan terus Artinya, hasil pemikiran yang didapat dijadikan dasar sebagai pemikiran selanjutnya. Hasil
bergerak dari suatu kebenaran menuju kebenaran baru yang lebih pasti. Kebenaran yang baru ini pemikirannya selalu dimaksudkan sebagai dasar untuk menjelajah wilayah pengetahuan yang baru.
pun masih bersifat terbuka untuk diuji dan dikaji lagi sampai menemukan kebenaran yang lebih Meskipun demikian, tidak berarti hasil pemikiran kefilsafatan itu meragukan, karena tidak pernah
meyakinkan. Dengan demikian, terlihat bahwa salah satu karakteristik filsafat adalah senantiasa mencapai penyelesaian
memburu kebenaran. Gabungan antara akal budi, panca indra, kesangsian (keraguan), keheranan, kesadaran akan
keterbatasan, rasa kagum, ketidakpuasan, kemampuan mengambil jarak dengan objek, dan
keingintahuan (hasrat bertanya) yang tidak pernah pudar mengakibatkan manusia secara terus-menerus
ingin mengetahui, berfikir, belajar bahkan berfilsafat. Karena itu, tepat gagasan dari aristoteles bahwa
15
D.C. Mulder, Pembimbing kedalam Ilmu Filsafat, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1966), h. 12.
16
A. C. Ewing, The Fundamental Question of Philosophy, (New York : 1962), h. 11.
17 19
Lihat, Oemar Amin Hoesin, 1961), h. 63. bandingkan dengan pendapat I.R. Pudjawijatna, 1963), h. 33-34. Norman L. Geisler dan Paul D. Feinberg, Introduction to Philosophy, (Grand Rapids : Baker Book House,
18
Lihat, Jan Hendrik Rapar, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius, 1996), h. 21-24. 1982), h. 18-19.
mengetahui, berpikir, berjalan, dan berfilsafat adalah bagian integral dari kehidupan manusia (Riyanto, Memang ada orang yang mempelajari filsafat, hanya sekedar ingin tahu hasratnya tercapai27 atau
2004:11). untuk mempertajam pikiran. Sebenarnya lebih dari itu, filsafat tersebut di samping punya arti teoritis juga
G. Tujuan, Fungsi dan Kegunaan Filsafat punya arti praktis. Orang yang berfilsafat tidak hanya untuk mengetahui, tetapi juga mempraktekan dalam
hidupnya. Filsafat akan memberikan kepada manusia dasar-dasar pengetahuan untuk dapat hidup dengan
Filsafat sebagai suatu usaha untuk memahami makna dan nilai alam semesta ini, memiliki suatu baik sehingga ia akan menjadi manusia yang baik dan bahagia. 28
tujuan untuk mendapatkan pengertian dan kebijaksanaan (understanding and wisdom). Sebagaimana halnya Jan Hendrik Rapar merumuskan filsafat ke dalam tiga peranan yang dapat diakses oleh semua
dengan ilmu mempunyai tujuan deskripsi dan kontrol; seni punya tujuan kreativitas (creativity), manusia yang mencintai hikmah, yaitu sebagai pendobrak, pembebas dan pembimbing. 29 Dalam sejarah
kesempurnaan (perfection), bentuk (form), keindahan (beauty), komunikasi (communication) dan ekspresi menunjukkan betapa filsafat telah mendobrak pintu-pintu dan tembok-tembok tradisi yang begitu sakral dan
(expression)20 tidak boleh diganggu-gugat karena percaya pada tahayul dan khurafat serta kepercayaan pada animisme dan
Kalaulah ilmu dapat memberikan manusia pengetahuan, maka filsafat dapat memberikan hikmah21 dinamisme, dirobohkan dan dihancurkan dengan rasionalitas filsafat.
sehingga memberikan kepuasan kepada manusia dengan pengetahuan yang teratur rapi dan benar. Plato Filsafat bukan sekedar pintu penjara tradisi yang penuh dengan mitos dan mite, melainkan juga
sendiri merasakan berpikir itu suatu nikmat luar biasa, sehingga filsafat dinamakan dengan ”keinginan yang membebaskan manusia dari keterkungkungan penjara itu. Filsafat membebaskan manusia dari ketidaktahuan
sangat berharga”22 sebab tujuan tunggal filsafat adalah menemukan kebenaran. Disanalah terletak kebesaran. dan kebodohannya. Demikian pula, filsafat membebaskan manusia dari belenggu cara berpikir yang mistis
Kemuliaan dan ketinggian derajat filsafat. dan mitos itu. Lebih dari itu, filsafat membimbing manusia untuk berpikir secara logis dan sistematis, secara
Menurut Harold H.Titus, masalah filsafat bukan hanya sentral, tetapi juga lestari (philosophical integral dan koheren, sehingga manusia menemukan kebenaran yang hakiki yang menjadi persoalan yang
problems are not only sentral, but timeless). Malahan Robert Unich menguatkan lagi dengan katanya: “no dihadapi semua manusia.
civilization can survive without a deeper and uniting definition of truths and values … only the mediocre
person in sabisfied with mass of incoherent and isolated knowledge” artinya : tidak satu budaya/ peradaban
dapat bertahan tanpa batasan kebenaran dan nilainilai yang lebih dalam dan menyatu… hanya orang yang
bersahaja sajalah yang merasa puas dengan jumlah pengetahuan yang saling berhubungan dan terasing 23.
Di dalam filsafat eksistensi, Karl Jaspers memberi peran yang besar kepada filsafat. Karena filsafat
sejak dulu telah memberikan lebih dari pemandangan umum semata. Juga ia telah memberikan anjuran,
membuat daftar berharga, memberi arti dan tujuan hidup manusia, memberi dunia dimana manusia merasa
dirinya terlindung, bahkan filsafat memberikan manusia pemandangan dunia (weltanschauung),24 tugas
filsafat tidak hanya mencerminkan masa di mana manusia hidup, tetapi juga membimbing mereka ke arah
kemajuan, fungsinya adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntut
pada jalan baru; sehingga filsafat dapat mengilhami keyakinan kepada dunia baru dengan mendidik manusia
yang menggunakan nasional, rasial dan keyakinan agamanya untuk mengabdi kepada masyarakat. Filsafat
akan tidak ada artinya bila ia tidak lagi memiliki universal baik dalam ukuran ruang lingkup, maupun
semangatnya. 25
Filsafat dapat membantu membangun keyakinan manusia secara intelektual, asalkan saja konsepsi
agama tersebut tidak bergantung pada pra-ilmiah usang sempit dan dogmatis. Sebab masalah agama berkisar,
pada harmonis, pengaturan, ikatan, pembebasan, dan Tuhan. 26

20
Harold H.Titus, Living Issues In Philosophy, Introductory Text Book, New York: 1995), h.10-11.
21
Lihat, Oemar Amin Hoesin, Filsafat Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1961), h. 7.
22
Sutan Takdir Alihsyahbana, Pembimbing ke Filsafat I : Metafisika, (Jakarta : Dian Rakyat, 1957), h.17.
23
Harold H.Titus, Living Issues In Philosophy, Introductory Text Book, New York : 1995), h.22.
24
Sutan Takdir Alihsyahbana, Pembimbing ke Filsafat I : Metafisika, (Jakarta : Dian Rakyat, 1957), h.18. dan .D. C.
27
Mulder, Pembimbing ke dalam Ilmu Filsafat, (Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1966), h.30. C.E.M.Joad, Philosophy, (London: 1960), h.15.
25 28
Sarvepalli Radhakrisnan, (ed.), History of Philosophy Eastern and Western, Vol. II, (London, 1952), h. 442. Lihat ulasan lebih luas pada A. Epping O.F.M, dkk, Filsafat ENSIE, (Jakarta: Jemmars, 1983), h.3.
26 29
Harold H.Titus, Living Issues In Philosophy, Introductory Text Book, New York: h, 4 Jan Handrik Rapar, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 1996), h. 25.

Anda mungkin juga menyukai