Anda di halaman 1dari 6

Hari/Tanggal : Selasa/20 September

2022
Kelompok/Paralel : 5/1
Dosen : Dr. Rini Madyastuti
Purwono, S.Si, Apt, M.Si

Sediaan Linimentum

Disusun oleh:
Kelompok 5
Ratih Anjarini B04190146
Fariz Arrachman Diaz B04190151

MK. Sediaan Farmasi dan Terapi Umum (KRP 451)

DIVISI FARMAKOLOGI DAN TOKSIKOLOGI


DEPARTEMEN ANATOMI, FISIOLOGI, DAN FARMAKOLOGI
SEKOLAH KEDOKTERAN HEWAN DAN BIOMEDIS
IPB UNIVERSITY
2022
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Kucing dan anjing dikenal manusia sebagai hewan kesayangan, manusia sudah memelihara
hewan-hewan tersebut sejak ribuan tahun yang lalu, melalui proses dometikasi sehingga
kucing dan anjing menjadi hewan peliharaan di dalam rumah. Salah satu hambatan yang
sering ditemui dalam pemeliharaan kucing dan adalah adanya penyakit, diantaranya adalah
penyakit kulit scabies. Penyakit kulit scabies yang meyerang kucing dan anjing disebabkan
oleh tungau Sarcoptes scabiei yang menimbulkan lesio luka pada kulit. Hal ini tentunya
menurunkan kualitas hidup hewan sehingga diperlukan penanganan yang baik termasuk
pemberian obat sebagai tindakan kuratif.

Obat adalah suatu sediaan yang dibuat untuk meredakan atau menyembuhkan suatu
penyakit. Obat selain dapat digunakan untuk manusia, obat juga dapat digunakan untuk
hewan khususnya hewan kesayangan. Pemberian obat dapat dilakukan dengan berbagai cara,
seperti per oral, inhalasi, intraparenteral (intravena, subcutan, intracutan, intramuskular,
rektal, dan intravaginal), serta topikal. Sediaan obat terbagi menjadi beberapa macam bentuk,
diantaranya yaitu tablet, kaplet, kapsul, sirup, salep, dan linimentum (Warnida et al. 2018).
Sediaan linimentum adalah produk sediaan farmasi untuk pemakaian secara topikal
yakni melalui kulit yang dapat berupa larutan alkohol atau berlemak atau emulsi yang terdiri
dari macam-macam bahan obat yang penggunaannya biasanya digosokkan pada kulit.
Linimentum mengandung zat lain yang memiliki khasiat sebagai analgetikum atau pereda
nyeri. Linimentum dengan pembawa alkohol atau hidroalkohol berguna dalam hal rubefasien,
menghasilkan sakit atau kerja penetrasi yang ringan, linimentum berlemak umumnya
digunakan untuk mengurut/memijit (Rahayu 2015). Linimentum banyak beredar bebas di
masyarakat, sebagian besar mengandung metil salisilat sebagai agen rubefacient yang
berpotensi menimbulkan efek samping. Untuk menghindari efek samping tersebut maka
dibutuhkan alternatif lain yang memiliki efek sama namun dengan tingkat efek samping yang
jauh lebih aman untuk tubuh. Linimentum seringkali ditambahkan pewangi agar terkesan
lebih menarik dan menyegarkan bagi pasien. Upaya pengobatan penyakit scabies dapat
dilakukan dengan memberikan sediaan linimentum yang mengandung zat anti scabies, salah
satunya akan dibuat dalam praktikum ini.

Tujuan
Praktikum ini bertujuan mengetahui pembuatan sediaan obat linimentum yang memiliki
khasiat mengobati pasien yang menderita scabies.

TINJAUAN PUSTAKA

Linimentum

Linimentum adalah sediaan cair atau kental yang mengandung zat lain sebagai analgetikum
atau pereda nyeri. Linimentum digunakan sebagai obat luar. Linimentum banyak beredar
bebas dimasyarakat, sebagian besar mengandung metil salisilat sebagai agen rubefacient
yang berpotensi menimbulkan efek samping (Indriyani et al. 2021).

Beberapa efek obat yang digunakan secara lokal (pada kulit) antara lain antipruritik,
keratoplastik, keratolitik, antieczem, antiparasit, anti bakteri dan antifungi dan antiseborrheic.
Antipruritik untuk mengurangi rasa gatal-gatal, keratoplastik untuk menambah tebalnya
lapisan tanduk (stratum corneum), keratolitik untuk menghilangkan atau melunakkan lapisan
tanduk dan antiseborrheic untuk meredakan atau mengurangi pelepasan sebum yang
berlebihan dari kelenjarnya (Anief 2010).

Sulfur Praecipitatum

Sulfur praecipitatum atau belerang endap memiliki ciri-ciri warna kuning pucat, sangat halus
tidak berbau, dan tidak berasa. Sulfur praecipitatum merupakan keratolitik agent yang bekerja
menghilangkan sisik-sisik kulit yang kasar atau melunakkan/menipiskan lapisan keratin, di
samping itu juga memiliki aktivitas antifungi dan antibakteri lemah. Sulfur sering
dikombinasikan dengan asam salisilat menghasilkan efek keratolitik yang sinergis. Pemerian
berupa serbuk amorf atau serbuk hablur renik, sangat halus, warna kuning pucat, tidak berbau
dan tidak berasa. Kelarutan praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut dalam karbon
disulfide, sukar larut dalam minyak zaitun, praktis tidak larut dalam methanol. Khasiat
sebagai antiseptic, antiscabies (Suprapti 2016)

Oleum ricini

Minyak jarak adalah miyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan dingin biji Ricinus
communis L yang telah dikupas. Di era modern ini minyak jarak ( Oleu ricini ) banyak
digunakan untuk industri otomotif, industri farmasi dan kosmetik. Kandungan asam lemak
pada minyak jarak 90% terdiri dari asam risinoleat, hanya sedikit mengandung asam
dihidroksi stearat, linoleat, oleat dan stearat (Purwatiningrum 2014). Oleum ricini tidak dapat
digunakan bersamaan dengan obat cacing (anthelmintic) yang larut lemak dan kontraindikasi
bagi kehamilan. Penggunaan oleum ricini pada bagian eksternal adalah luka bakar, ulcer,
penyakit kulit kronis, konjunctivitis dan kondisi lainnya. Minyak jarak umumnya dapat
digunakan sebagai obat antidiare karena minyak jarak dapat dihidrolisis oleh enzim lipase
menjadi gliserol dan asam risinoleat yang merupakan bahan aktif sebagai pencahar (Saranani
dan Pusmarani 2018).

Oleum cocos

Oleum cocos merupakan derivate cocos nucifera, terdiri dari 90% asam lemak jenuhdan 10%
asam lemak tidak jenuh. Asam laurat merupakan asam lemak yang paling besar dibandingkan

dengan asam lemak lainnya yaitu sekitar 44-52% (Anief 2010). Adanya kandungan asam
lemak ranati sedang tersebut, maka salah satu manfaat oleum cocos adalah menurunkan
beratbadan khususnya penderita obesitas.

Glicerinum

Glicerinum atau yang biasa disebut dengan gliserin yakni senyawa alami yang dapat berasal
dari minyak nabati maupun lemak hewani. Gliserin umumnya digunakan sebagai bahan
tambahan dalam pembuatan produk kosmetik seperti sabun cuci muka, krim wajah, hingga
lotion. Hal tersebut dikarenakan gliserin berfungsi sebagai humektan yaitu suatu senyawa
yang dapat memperbaiki stabilitas suatu bahan dalam jangka waktu yang lama dan memiliki
efek sebagai penahan lembab yang dapat meningkatkan daya sebar sediaan (Santhi et al.
2020).

Gom

Gom adalah bahan aktif alami yang berguna untuk mengemulsikan minyak dan air agar dapat
bersatu. Gom arab pula sebagai salah satu produk getah (resin) yang dihasilkan dari
pengendapan getah tumbuhan legume (polong-polongan) dengan nama (Acacia senegal).
Kebanyakan industri farmasi memakai gom arab sebagai bahan untuk pengisi dan pengikat
yang biasa disebut dengan binding agent atau binder, dalam proses pembuatan bubuk dari
suatu cairan. Gum Arabic dapat diaplikasikan sebagai binding agent bahan pangan maupun
obat. Gom Arab memiliki sifat sebagai emulsifier, sehingga bahan yang telah diproses
dengan penambahan zat tersebut bisa dilarutkan dengan air maupun minyak (Hakim et al.
2013).

METODE
Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan digital, botol kaca, mortar dan
stamper, sudip, spatula stainless steel dan tanduk, sendok tanduk, pipet, kertas perkamen ,
cawan porselin, gelas arloji dan etiket. Bahan-bahan yang diperlukan adalah sulfur
praecipitatum, oleum ricini, oleum cocos, glicerinum, gom dan aquades.

Prosedur

Cara pembuatan linimentum adalah pertama botol ditera dan diberi tanda sampai 50 ml
kemudian semua bahan ditimbang seperti sulfur praecipitatum (3 g), oleum ricini (2 g),
oleum cocos (3 g), glicerinum (1 g), gom untuk minyak (1/2 x minyak = 2.5 g), gom untuk
sulfur (1/2 g) dan aquades (50 ml). Setelah itu, oleum ricini dan oleum cocos dimasukkan dan
dihomogenkan dalam mortar, lalu ditambahkan 2.5 g gom dicampur hingga homogen.
Selanjutnya 4 ml aquades ditambahkan dan diaduk secara cepat dan searah sampai terbentuk
corpus emulsi (CE). Setelah itu gliserin ditambahkan sedikit-demi sedikit ke corpus emulsi
dan diaduk perlahan kemudian ditambahkan air sedikit-demi sedikit dan diaduk cepat dan
searah sampai terjadi perubahan fase dari emulsi A/M menjadi M/A (lebih encer). Lalu
diencerkan dengan air 10 ml, diaduk dan dimasukkan ke dalam botol yang telah ditera (tanpa
corong). Mortar dibilas dengan 5 ml air lalu dimasukkan ke dalam botol. Selanjutnya
mucilago dibuat dengan cara 0.5 g gom ditambah 1 ml air lalu diaduk cepat dan searah
sampai terbentuk mucilago dan disisihkan. Kemudian sulfur dimasukkan ke dalam mortar
dan digerus lalu dicampur dengan mucilago, ditambahkan 5 ml aquades dan diaduk hingga
homogen lalu dimasukkan ke dalam botol. Mortar dibilas lagi dengan aquades 5 ml lalu
dimasukkan ke dalam botol. Setelah itu, aquades ditambahkan sampai tanda tera 50 ml lalu
botol ditutup dan diberi etiket berwarna biru (Anjing milik Tn.Opik, jika perlu digosokkan
pelan-pelan pada bagian yang sakit) dan dilabel (KOCOK DAHULU).
HASIL

Gambar 1 Hasil Sediaan Linimentum sebagai Obat Antiscabies

PEMBAHASAN
Pembuatan sediaan linimentum antiskabies menggunakan beberapa bahan farmasetika yang
masing-masingnya memiliki fungsi. Sediaan farmasetika merupakan sediaan obat hewan
yang dihasilkan melalui proses nonbiologik dan dipakai berdasarkan daya kerja farmakologi.
Sediaan farmasetika dapat meliputi sediaan antifungi, antibakteri, ataupun antiprotozoa yang
dapat berbentuk tablet, serbuk, kapsul, sirup hingga linimentum. Sediaan obat gosok yang
dibuat mengandung sulfur precipitatum, oleum ricini, oleum cocos, gliserin, dan gom arab.
Bahan aktif yang memiliki khasiat sebagai antiskabies adalah sulfur praecipitatum sedangkan
bahan lainnya berfungsi dalam membentuk sediaan linimentum. Arahan pembuatan yang
diberikan yakni “m. f. liniment ad 50 ml” yakni kependekan dari “misce fac linimentum ad
50 ml” yang berarti campur dan buat sediaan linimentum sampai dengan 50 ml. Signa yang
diberikan adalah “s.o.s lent ter part dol” yakni kependekan dari “si opus sit leniter terendo
partes dolontes” yang berarti jika perlu, gosokkan perlahan pada bagian yang sakit. Etiket
yang diberikan berwarna biru untuk menandakan pemakaian obat luar. Selain itu, label yang
perlu diberikan pada sediaan ini yakni “kocok dahulu sebelum digunakan” karena kandungan
sulfur dapat saya mengendap dan tidak tercampur dalam sediaan linimentum.
SIMPULAN

Pembuatan sediaan linimentum yang berupa emulsi untuk antiscabies memerlukan teknik
tertentu agar bahan-bahan yang tidak dapat bercampur dengan minyak dan atau air dapat
bercampur menjadi satu dan emulsi yang terbentuk stabil. Teknik tersebut berupa teknik
pengadukan yang cepat dan searah, pembuatan mucilago dan penggunaan gom sebagai zat
pegemulsi (emulsigator). Tipe emulsi dari sediaan linimentum yang dihasilkan adalah emulsi
minyak dalam air (M/A) karena lebih mudah dicuci dengan air dan daya penetrasinya lebih
baik daripada salep

DAFTAR PUSTAKA

Anief M. 2010. Ilmu meracik obat. Yogyakarta(ID): UGM Press.

Hakim AR, Chamidah A. 2013. Aplikasi Gum Arab dan Dekstrin sebagai Bahan Pengikat
Protein Ekstrak Kepala Udang. JPB Kelautan dan Perikanan Universitas Brawijaya, Vol.
8(1): 45-54

Indriyani NR, Djamaludin A, Helmiawati Y. 2021. Pembuatan sediaan obat gosok


(linimentum) dari bahan kelapa (Cocos nucifera L) dan ekstrak daun jotang kuda (Synedrella
nodiflora). Journal of holistic and health sciences. 5(1): 57-61.

Purwatiningrum H. 2014. Formulasi dan uji sifat fisik emulsi minyak jarak (Oleum ricini)
dengan perbedaan emulgator derivat selulosa. Parapemikir: Jurnal ilmiah farmasi. 3(1).

Rahayu A, Candrarisna M. 2015. Perbandingan aktivitas linimentum ekstrak koral


kelimutu dan linimentum ekstrak daun lamtoro (Leucaena leucochepala) terhadap
penyembuhan scabies pada kelinci (Oryctolagus cuniculus). Jurnal Sain Veteriner.
33(2): 174-179.
Santhi M, Triasswari NPM, Made RFN, Wrasiati LP. 2020. Pelatihan Pembuatan Sabun Cuci
Tangan Dan Hand Sanitizer Dengan Memanfaatkan Aloe Vera Sebagai Pengganti Gliserin.
PROSIDING SEMINAR NASIONAL PERTANIAN. 1(1):16-24.
Saranani S, Pusmarani J. 2018. Aktivitas antidiare buah okra (Abelmoschus
esculentus L.) pada mencit yang diinduksi Oleum ricini. Jurnal Mandala Pharmacon
Indonesia. 4(2):102-108.

Suprapti T. 2016. Praktikum farmasetika dasar. Kementerian kesehatan republik Indonesia.

Warnida H, Sukawaty Y, Aulya MA. 2018. evaluasi mutu fisik sediaan pulveres
pada puskesmas di Kota Balikpapan. Jurnal Ilmu Kesehatan. 6(1): 36-43

Anda mungkin juga menyukai