Anda di halaman 1dari 4

KULIAH KERJA LAPANGAN

Disusun sebagai Tugas Kuliah Kerja Lapangan yang

diampu oleh PA Dra. Siti Fathonah, M.Hum.

UMAM HUDAYA

1901040019

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2022
Menilik Perjuangan Rakyat Bali melalui ‘Braja Shandi’

Dok. Pribadi/Umam Hudaya

Berbicara mengenai Bali seolah tak ada habisnya. Tempat yang terkenal
dengan julukan Pulau Dewata itu memiliki beragam daya tarik yang semakin
meningkatkan kepopulerannya di mata dunia. Hal tersebut tak lepas dari keindahan,
kedamaian, maupun keramahan yang terdapat di dalam pulau tersebut beserta isinya.
Bali dikenal dengan masyarakat yang kental akan agama, keunikan budaya, variasi
destinasi wisata, keindahan alam, bahkan beragam sejarah di pulau itu yang tak kalah
menarik perhatian.

Berbicara mengenai sejarah, terdapat salah satu monumen sejarah di Bali yang
cukup terkenal. Sebut saja monumen Braja Sandi. Bangunan bersejarah tersebut
terletak di daerah Renon, tepatnya di Jalan Raya Puputan, No. 142, Panjer, Denpasar
Selatan. Adapun pembangunan monumen tersebut tentu bukan tanpa alasan,
melainkan sarat akan makna serta filosofi di baliknya yang perlu diketahui bahkan
dijadikan pembelajaran bagi masyarakat.
“Jika Jakarta memiliki Monas sebagai monument tugu peringatan, maka pulau
Bali memili Braja Sandhi,” ucap Ibu Dewi, bagian dari pengurus monumen Braja
Sandhi pada Rabu (27/7) saat kami melakukan kunjungan Kuliah Kerja Lapangan
(KKL).

Braja Sandhi layaknya monumen nasional atau kerap kita sebut dengan monas.
Istilah yang disematkan tersebut tentu terdapat latar belakang di baliknya. Pasalnya,
monumen Braja Sandhi ini dibangun untuk didedikasikan bagi perjuangan rakyat
Bali. Bangunan tersebut menjadi representasi beragam perjuangan kehidupan rakyat
Bali mulai dari zaman berburu, meramu, sistem kerajaan, perang maupun
pertempuran, hingga kebangkitan rakyat Bali setelah Indonesia merdeka.

Pencetus pembangunan monumen tersebut yaitu Prof. Ida Bagus Matra pada
tahun 1980. Sedangkan desain arsitektur dari bangunan tersebut diciptakan oleh Ir.
Ida Bagus Gede Yadnya yang memenangkan kompetisi arsitektur pada tahun 1981.
Jika kita menilik lebih dalam dari bangunan tersebut, maka akan didapati desain-
desain yang memiliki simbol tertentu. Antara lain, gerbang pintu masuk yang
berjumlah 17, terdapat 8 pilar utama, serta ketinggian monumen yang mencapai 45
meter. Hal demikian melambangkan hari bersejarah Republik Indonesia, yaitu
kemerdekaan Indonesia.

Memasuki lebih dalam bangunan tersebut, terdapat lantai atas atau lantai dua
yang untuk sampai ke sana kita perlu melewati tangga berpilin. Dari sana kita dapat
melihat indahnya kota Denpasar dari sudut atas. Tak hanya itu, di lantai dua kita juga
dapat meyaksikan beragam diorama yang jika dijumlahkan mencapai 33 koleksi dari
zaman sebelum kemerdekaan hingga zaman sesudah kemerdekaan. Atas dasar itu
pula, Monumen Braja Sandhi juga kerap disebut sebagai museum perjuangan.

Monumen Braja Sandhi Bali tak hanya bangunan biasa yang berdiri kokoh di
kawasan Lapangan Puputan Renon, melainkan memiliki visi yang mulia di baliknya.
Bagaimana sebuah perjuangan dari rakyat Bali yang berupa jiwa dan semangatnya
diabadikan dalam bangunan itu. Hal demikian tentunya dapat ditularkan bagi
masyarakat Bali maupun masyarakat di luar Bali (pengunjung) yang menjadi
generasi penerus bangsa. Pembangunan monumen tersebut juga mampu
mengembangkan serta memelihara budaya Bali agar dapat melanjutkan tongkat
estafet kepada generasi saat ini dalam menapaki dunia dengan tanpa meninggalkan
nilai-nilai sejarah maupun budaya sebagai modal menangkis tantangan dan hambatan
dalam kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai