Anda di halaman 1dari 12

18

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran


Volume 2 Nomor 1: 18-29 (2021)

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran


https://jurnal.pgrisultra.or.id/ojs/
ISSN 2721-9739 (Online)

Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa pada Mata Pelajaran


IPA Materi Pencemaran Lingkungan di Kelas VII SMP
Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

Improve Students Problem-Solving Skills in Science Subjects on Environmental Pollution in


Class VII Junior High School Through Problem Based Learning

Runi1*
1
SMP Negeri 1 Sampara
Jalan Poros Kendari-Unaaha KOM 23 Kec.Sampara, Kab Konawe, Indonesia
*
Email: runiaswal@gmail.com
Received: 10 January, 2021; Revision 11th February, 2021; Accepted: 10th March, 2021
th

Abstrak
Penelitian ini bertujuan mengetahui kemampuan pemecahan masalah siswa pada pokok bahasan
pencemaran lingkungan yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa di kelas VII
SMP, memperoleh informasi mengenai sikap siswa selama mengikuti pembelajaran berbasis masalah,
menelaah kegiatan/aktivitas siswa pada pembelajaran berbasis masalah serta memperoleh informasi mengenai
pengelolaan kegiatan belajar mengajar guru pada pembelajaran berbasis masalah. Penelitian ini merupakan studi
eksperimen di SMP Negeri 1Sampara, dengan subyek populasinya adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Sampara
dan mengambil 2 sampel kelas VII secara acak dari 4 kelas yang ada. Untuk mendapatkan data penelitian
digunakan instrumen berupa: tes kemampuan pemecahan masalah, skala sikap siswa, lembar observasi aktifitas
belajar siswa, lembar pengamatan pengelolaan pembelajaran berbasis masalah. Untuk melihat adanya perbedaan
kemampuan pemecahan masalah antara kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dan
kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran biasa, digunakan uji-t pada  = 0,05 setelah prasyarat
pengujian terpenuhi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) kemampuan pemecahan masalah pada
kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada kelompok siswa yang
memperoleh pembelajaran konvensional; (2) sikap siswa pada kelompok eksperimen terhadap pembelajaran
berbasis masalah adalah positif; (3) pembelajaran berbasis masalah telah menciptakan kondisi siswa aktif; dan
(4) kemampuan guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran berbasis masalah adalah baik
Kata kunci: Pembelajaran berbasis masalah, pemecahan masalah, pencemaran lingkungan

Abstract
This study aims to determine: students' problem-solving abilities on environmental pollution material using
problem-based learning and regular learning in class VII Junior High School, obtaining information about
student attitudes during problem-based learning, examining student activities on problem-based learning, and
obtaining information about management of teacher teaching and learning activities on problem-based learning.
This research is an experimental study at SMP Negeri 1 Sampara, with the population as the subject being all
students of SMP Negeri 1 Sampara and taking 2 samples of class VII randomly from 4 existing classes. To
obtain research data, instruments were used in the form of problem-solving ability tests, student attitude scales,
student learning activity observation sheets, problem-based learning management observation sheets. To see the
difference in problem-solving abilities between groups of students who received problem-based learning and
groups of students who received regular learning, the t-test was used at= 0.05 after the testing prerequisites were
met. The results of this study indicate that (1) the problem-solving ability of the group of students who received
problem-based learning was better than the group of students who received conventional learning; (2) students'
attitudes in the experimental group towards problem-based learning were positive; (3) problem-based learning
has created conditions for active students; (4) the teacher's ability to manage problem-based learning activities is
good.
Keywords: Problem based learning, problem-solving, environmental pollution
19
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa …

PENDAHULUAN adalah aspek kerja ilmiah, aspek makhluk hidup


dan proses kehidupan, aspek materi dan sifatnya,
Era globalisasi memerlukan sumber daya dan aspek proses kehidupan. Pada aspek proses
manusia yang memiliki kemampuan berpikir kehidupan, salah satu kompetensi yang
dan intelektual tinggi, yaitu yang mencakup diharapkan dicapai adalah kemampuan
kemampuan penalaran logis, berpikir sistematis, mengidentifikasi komponen ekosistem dan saling
kritis, cermat, dan kreatif, mampu ketergantungan antar komponen, serta melakukan
mengkomunikasikan gagasan terutama dalam upaya pengelolaan lingkungan untuk mengatasi
memecahkan masalah. Kemampuan-kemampuan pencemaran dan kerusakan lingkungan
tersebut seyogianya dikembangkan melalui (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).
proses pembelajaran yang dirancang dan Tercapainya kompetensi pada aspek
dikembangkan secara sengaja agar hal-hal tersebut di atas, guru IPA harus mampu
tersebut dapat muncul sebagai hasil yang mengelola pembelajaran dengan baik dan tepat,
diinginkan pada diri siswa. khususnya pembelajaran pada materi
Pembelajaran inovatif yang relevan dengan pencemaran lingkungan. Materi pencemaran
keterlibatan dan peran aktif siswa dalam lingkungan merupakan materi yang erat
pembelajaran adalah pendekatan pembelajaran kaitannya dengan kehidupan kita sehari-hari dan
yang berpusat pada siswa dan keterkaitannya dalam bermasyarakat. Hampir semua aktivitas
dengan permasalahan dalam kehidupan sehari- yang kita lakukan setiap waktu apabila tidak
hari. Salah satu dari pembelajaran tersebut tepat dan
adalah pembelajaran yang menekankan agar Salah satu alternatif pembelajaran yang
siswa sendiri yang akan membangun memungkinkan dikembangkannya keterampilan
pengetahuannya, sedangkan guru harus berpikir siswa (penalaran, komunikasi, dan
merancang kegiatan pembelajaran bagi siswa koneksi) dalam memecahkan masalah yaitu
untuk meningkatkan atau mengubah pembelajaran berbasis masalah. Hal ini karena,
pengetahuan awalnya yang berkaitan dengan dalam proses belajar mengajar siswa diharapkan
aktivitas hidup sehari-hari, di mana siswa dapat memahami konsep tentang suatu materi di
dituntun untuk mengkonstruksi pengetahuannya mana siswa mengalami bekerja dan belajar pada
sendiri. Untuk hal itu diharapkan bahwa guru situasi atau masalah yang belum terdefinisi,
tidak hanya semata-mata mentransferkan dengan menggunakan pengetahuan awal yang
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus dimiliki baik formal maupun informal. Pada
membangun pengetahuan di dalam benaknya pendekatan pembelajaran berbasis masalah ini
sendiri (Nur dan Wikandari. 2002). siswa diharuskan melakukan investigasi,
Nur dan Wikandari (2000) menyatakan eksplorasi, membuat kesimpulan sementara
bahwa guru dapat membantu siswa dalam (hipotesis) sebelum melakukan pemecahan
mengkonstruksi pengetahuannya, dengan cara- masalah, mengaitkan pengetahuan baru dengan
cara mengajar yang membuat informasi yang struktur kognisi yang telah dimilikinya.
diberikan oleh guru menjadi sangat bermakna Pembelajaran berbasis masalah
dan sangat relevan bagi siswa, dengan memungkinkan para siswa untuk memanfaatkan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk pengetahuan awalnya, dalam mengembangkan
menemukan dan menetapkan ide-ide mereka dan menerapkan pengetahuan akademik serta
sendiri untuk belajar. Selanjutnya Nur dan keterampilan yang diperoleh di sekolah pada
Wikandari (2000), mengatakan bahwa guru berbagai lingkungan sekolah maupun luar
dapat memberi siswa “tangga” yang dapat sekolah. Dalam pembelajaran berbasis masalah,
membantu siswa mencapai tingkat pemahaman juga dimungkinkan siswa memperoleh
yang lebih tinggi, namun harus diupayakan agar pengalaman belajar yang mampu memberi
siswa sendiri yang memanjat “tangga” tersebut. peluang kepada siswa agar dapat menguasai
Salah satu mata pelajaran yang dapat konsep IPA melalui kerja ilmiah yang harus
mengembangkan kemampuan siswa dalam ditempuhnya.
memecahkan masalah adalah mata pelajaran Kemampuan memecahkan masalah yang
IPA. Pada mata pelajaran IPA khususnya dimaksud menurut Ibrahim, M. (2002) adalah
pembelajaran materi pencemaran lingkungan, meliputi kriteria: memahami masalah,
ada beberapa aspek dan kompetensi yang harus merencanakan strategi pemecahan masalah,
dimiliki dan dikuasai oleh siswa, antara lain melaksanakan strategi penyelesaian masalah,

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 2(1): 30-41 (2021)


20
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa …

analisis hasil dan menarik kesimpulan Subyek populasi penelitian ini adalah siswa
pemecahan masalah. Sedangkan menurut SMP kelas VII, kemudian diambil 2 kelas
Sudjana, (1991) tahap-tahap pemecahan masalah sebagai sampel yaitu satu kelas VII dijadikan
meliputi: tahap orientasi, tahap identifikasi kelas eksperimen dan satu kelas VII lainnya
masalah, tahap mencari alternatif pemecahan dijadikan kelas kontrol. Kedua kelas ini setara
masalah, tahap menilai setiap alternatif karena tidak ada kelas unggulan. Pemilihan
pemecahan masalah, dan tahap menarik kelas kontrol maupun kelas eksperimen tanpa
kesimpulan. pertimbangan lain karena kedua kelas memiliki
Uraian di atas mendorong penulis untuk kemampuan yang hampir sama, namun
melihat bagaimana penerapan model ditentukan lewat undian. Mengingat salah satu
pembelajaran berbasis masalah berperan karakteristik eksperimen ini adalah
terhadap hasil belajar siswa terutama dalam menggunakan pengacakan. Dalam penelitian ini
kemampuan memecahkan masalah pada mata digunakan empat instrumen yaitu, (1) tes hasil
pelajaran IPA khususnya masalah pencemaran belajar siswa, (2) lembar observasi aktivitas
lingkungan. Secara umum penelitian ini siswa, (3) lembar observasi pengelolaan
bertujuan untuk memberikan gambaran dan pembelajaran guru, dan (4) angket skala sikap
alternatif bagi guru dalam memilih pendekatan siswa.
yang akan digunakan dalam pembelajaran. Tes hasil belajar digunakan untuk
mengukur kemampuan siswa dalam
memecahkan masalah pada pokok bahasan
METODE PENELITIAN lingkungan. Indikator yang akan digunakan
mengacu pada tahapan-tahapan pemecahan
Metode yang digunakan dalam penelitian masalah yaitu: (a) memahami masalah, (b)
ini adalah metode eksperimen dengan dua merencanakan strategi pemecahan masalah, (c)
perlakuan. Kelompok eksperimen melakukan melaksanakan strategi penyelesaian masalah, (d)
pembelajaran berbasis masalah. Kelompok analisis hasil dan menarik kesimpulan
kontrol melakukan pembelajaran konvensional. pemecahan masalah. Pemberian tes awal untuk
Variabel dalam penelitian ini terdiri atas dua melihat kemampuan awal siswa sebelum mereka
variabel yaitu variabel bebas dan variabel mendapat perlakuan pembelajaran berbasis
terikat. Sebagai variabel bebas yaitu masalah dan pembelajaran konvensional.
pembelajaran berbasis masalah, sedangkan Pemberian tes akhir untuk melihat kemampuan
variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa, siswa dalam memecahkan masalah setelah
yaitu kemampuan pemecahan masalah. mendapat perlakuan pembelajaran berbasis
Desain penelitian yang digunakan adalah masalah dan pembelajaran konvensional pokok
desain Pretes – Postes Kelompok Kontrol bahasan pencemaran lingkungan.
(Sevilla, et. al: 1993), dengan rancangan sebagai Penyusunan tes hasil belajar, diawali
berikut: dengan penyusunan kisi-kisi soal yang
Eksperimen R O1 X O2 mencakup sub pokok bahasan, kemampuan yang
Kontrol R diukur, indikator serta jumlah butir soal. Setelah
O1 O2
membuat kisi-kisi soal, dilanjutkan dengan
menyusun soal dan aturan pemberian skor.
Keterangan: Pemberian skor dalam butir soal kemampuan
R = Pengambilan sampel secara random pemecahan masalah mengadopsi langkah-
O 1 = Pretes (Tes awal ) langkah pemecahan masalah model Polya,
O 2 = Postes (Tes akhir) karena menurut Poedjiadi, A. (2003) meskipun
penyelesaian masalah yang disarankan oleh
X = Perlakuan dengan menggunakan
Polya mula-mula dimaksudkan untuk
pembelajaran berbasis masalah.
menyelesaikan soal matematika, namun secara
umum langkah-langkah tersebut dapat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 6
digunakan sebagai acuan untuk menyelesaikan
Maret – 3 April 2017 pada SMPN 1 Sampara
masalah lainnya.
Kabupaten Konawe Propinsi Sulawesi
Sebelum digunakan dalam penelitian,
Tenggara..
dilakukan ujicoba untuk melihat validitas butir
soal, reliabilitas tes, daya pembeda butir soal,
dan tingkat kesukaran butir soal. Data hasil

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 2(1): 18-29 (2021)


21
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa …

ujicoba instrumen dianalisis dengan Dalam menghitung daya pembeda tiap butir
menggunakan program computer Microsof soal menggunakan rumus sesuai yang
Excel. dikemukakan Arikunto, (2001), yaitu:
Rumus validitas butir soal yang digunakan DP= B A  B B  P  P
A B
adalah rumus korelasi product moment seperti JA JB
berikut ini: Keterangan:
N  XY   X  Y  JA = banyaknya peserta kelompok atas
rxy 
N X 2
  X 
2
N Y 2
  Y 
2
 JB = banyaknya peserta kelompok bawah
(Suharsimi Arikunto, 2001) BA = banyaknya peserta kelompok atas yang
Keterangan: menjawab soal itu dengan benar
rxy = Koefisien korelasi antara variable BB = banyaknya peserta kelompok bawah yang
X dan Y menjawab soal itu dengan benar.
X = skor tiap butir soal B A = proporsi peserta kelompok atas
P 
Y = skor total A
JA
N = jumlah siswa yang menjawab benar
B = proporsi peserta kelopok bawah
PB  B
Kemudian untuk mengetahui signfikansi JB
korelasi diuji dengan uji-t dengan rumus berikut: yang menjawab benar.
N  2 , (Sudjana, 1996)
tr
1  rXY
XY
Sedangkan rumus yang digunakan untuk
Keterangan: menghitung tingkat kesukaran adalah:
t = Daya pembeda B , (Arikunto, 2001)
TK 
N
rXY = Koefisien korelasi
Keterangan:
N = Banyaknya siswa peserta tes TK = tingkat kesukaran
B = jumlah siswa yang menjawab soal dengan
Apabila harga t hitung lebih kecil dari harga t kritik benar
dalam tabel, maka korelasi tersebut tidak N = jumlah seluruh siswa peserta tes.
signifikan (tidak valid). Dengan menggunakan
taraf kepercayaan 95% dan N=40 diperoleh Skala sikap digunakan untuk mengungkap
harga t tabel = 1,684. secara umum sikap siswa terhadap pembelajaran
berbasis masalah dan pelajaran materi
pencemaran lingkungan. Model skala sikap yang
Menghitung reliabilitas tes bentuk uraian digunakan adalah model skala Likert. Skala
digunakan rumus Alpha sebagai berikut: sikap ini diberikan kepada siswa kelompok
r11  ﴾ n ﴿ 1   2 t ﴿
2 eksperimen setelah mereka melakukan tes akhir.
(Arikunto, 2001:
n  1 t Skala sikap dalam penelitian ini terdiri dari 23
109) pertanyaan dengan 5 pilihan jawaban, seperti
dimana, yang dikemukakan oleh Ruseffendi (2001) yaitu
SS (Sangat Setuju), S (Setuju), N (Netral), TS
r11 = reliabilitas yang dicari
(Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju).
n = jumlah butr soal Lembar pengamatan ini bertujuan untuk
  t = jumlah varians skor tiap item
2
melihat aktivitas siswa selama proses
pembelajaran berbasis masalah. Bertindak
 t2 = varians total
sebagai pengamat yaitu peneliti dan dibantu oleh
Sedangkan untuk menghitung varians tiap-tiap seorang guru IPA SMP Negeri 1 Sampara.
item digunakan rumus Lembar ini digunakan untuk mengamati
( X) 2

X  2
keterampilan dalam mengelola pembelajaran
 2
 N
N sesuai dengan skenario kegiatan pembelajaran
Keterangan: berbasis masalah yang mencakup lima tahap
N = banyaknya siswa peserta tes utama, yaitu mengorientasi siswa pada masalah,
 2 = varians tiap item mengorganisasi siswa untuk belajar, membantu
X = nilai tiap butir soal. penelitian secara mandiri dan kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya,

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 2(1): 18-29 (2021)


22
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa …

menganalisis dan mengevaluasi proses dan dk 2 = n2  1 . Sehingga nilai Ftabel =


pemecahan masalah.
Penelitian ini menggunakan tiga macam F0,05 ( n11):( n 21) , pada kondisi lain H0
cara pengumpulan data yaitu melalui tes, ditolak.
observasi, dan angket. Dalam pengumpulan data 5. Uji hipotesis dengan menggunakan uji
ini terlebih dahulu menentukan sumber data, perbedaan dua rata-rata, setelah data diuji
kemudian jenis data, teknik pengumpulan, dan berdistribusi normal dan homogen, maka
instrumen yang digunakan. menggunakan uji t. Rumus hipotesisnya
Tahap ini, penulis melaksanakan analisis adalah:
terhadap seperangkat data (data dari tes awal, tes Ho : 1 = 2
akhir, angket skala sikap dan lembar HA : 1  2
pengamatan). Data tersebut dikumpulkan selama Rumus yang digunakan :
pelaksanaan penelitian, data-data yang diperoleh XY
t hitung 
tersebut dianalisis melalui langkah-langkah 1 1
berikut: s 2X  Y (  )
nX nY
1. Menghitung rata-rata skor tes awal dan tes
(Ruseffendi, 1998,h. 315)
akhir untuk kelompok kontrol dan
eksperimen dengan menggunakan rumus, s 2X  Y 
 (X  X) 2
 (Y  Y) 2
k
nX  nY  2
x , i
Ruseffendi (1998)
X i 1

n
Keterangan: X  rerata skor kelompok
Keterangan: eksperimen
X = Rata-rata Y  rerata skor kelompok kontrol
n = banyaknya sampel
x i = Skor ke-i
n = Banyaknya siswa. Apabila data yang diperoleh tidak
2. Menghitung standar deviasi skor tes awal berdistribusi normal, maka pengujiannya
dan tes akhir untuk kelompok kontrol dan menggunakan non parametrik pengganti uji t
kelompok eksperimen dengan yaitu uji Mann-Whitney. Uji Mann-Whitney
mengguanakan rumus, adalah uji nonparametrik yang cukup kuat
k
(X i  X )2 , Ruseffendi (1998)
S   n
sebagai pengganti uji-t, dalam hal distribusi t
i 1 tidak terpenuhi. Yang diuji adalah keberartian
dengan, perbedaan perlakuan pada dua buah sampel
X = Rata-rata bebas yang diambil dari satu atau dua buah
x i = Skor ke-i populasi (Ruseffendi, 1998).
6. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan
n = Banyaknya siswa.
pemecahan masalah pada siswa setelah
3. Uji normalitas, pengujian ini digunakan
pembelajaran, data dianalisa dengan cara
untuk melihat apakah data tes awal dan tes
membandingkan skor tes awal dan tes akhir.
akhir baik pada kelompok eksperimen
Peningkatan yang terjadi sesudah
maupun kelompok kontrol terdistribusi
pembelajaran di hitung dengan rumus g
secara normal. Pengambilan kesimpulan
dilakukan dengan cara membandingkan nilai faktor (gain score ternormalisasi) dengan
rumus :
 hitung
2
dengan  tabel
2
. Apabila  hitung
2

S akhir  S awal (Hake dalam Guntur, 2004)
g
 2
terdistribusi secara normal.
tabel S maks  S awal
4. Uji homogenitas dengan menggunakan Keterangan :
rumus Sakhir = skor tes akhir
S 2 besar Sawal = skor tes awal
F
S 2 kecil Smaks = skor maksimum
(Ruseffendi, 1998) Kriteria tingkat gains adalah:
Menentukan kriteria pengujian dengan g > 0,7 : tinggi
aturan, menerima H 0 apabila nilai Fhitung ≤ 0,3 < g > 0,7 : sedang
Ftabel dan derajat kebebasan dk1 = n1  1 g < 0,3 : rendah

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 2(1): 18-29 (2021)


23
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa …

Rumus untuk mencari masing-masing gains item menunjukkan bahwa kedua kelompok
dihitung dengan homogeny.
persamaan : g = skor tes akhir – skor tes awal. Langkah selanjutnya yaitu menguji
kesamaan dua rata-rata antara kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN menggunakan statistik parametrik yaitu uji - t
pada taraf signifikansi  =0,05 dengan kriteria
Data yang diolah untuk dianalisis pengujian: terima H 0 , jika  t tabel < t hitung <
menyangkut hasil tes awal, hasil tes akhir, skala
sikap, pengamatan aktivitas siswa dan  t tabel , pada keadaan lain H 0 ditolak. Hasil
pengamatan terhadap pengelolaan pembelajaran perhitungan diperoleh t hitung = 0,061 dan t tabel =
berbasis masalah.
1. Hasil Tes Awal 1,99, berarti  t tabel < t hitung <  t tabel maka H 0
Setelah dilakukan pengolahan data hasil tes diterima. Dengan demikian disimpulkan bahwa
awal, diperoleh skor terendah ( X min ), skor data skor hasil tes awal antara kelompok kontrol
dan eksperimen tidak terdapat perbedaan rata-
tertinggi X maks , skor rata-rata (X) dan deviasi
rata yang signifikan.
standar (s) untuk kelompok eksperimen dan Skor siswa pada tes awal untuk kelompok
kelompok kontrol seperti ditunjukkan pada kontrol dan eksperimen dikelompokkan ke
Tabel 1. dalam kategori kurang, cukup, baik dan baik
sekali, dengan menggunakan aturan sebagai
Tabel 1. Rata-rata dan deviasi standar tes awal berikut: kategori kurang jika skor yang dicapai
Kelompok SMI X min X maks Rata- Devia siswa kurang dari 51% dari Skor Maksimal Ideal
rata si
stand (SMI), kategori cukup jika skor yang dicapai
ar siswa mulai dari 51% sampai 75%, kategori baik
Eksperim 80 10 50 25.52 93.42 jika skor yang dicapai siswa mulai dari 75%
en 9 6 sampai 85%, dan kategori baik sekali jika skor
Kontrol 80 12 50 25.39 74.05 yang dicapai siswa lebih dari atau sama dengan
4 7 85%. Hasil pengelompokkan selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 2.
Selanjutnya dilakukan Uji normalitas data,
dalam penelitian ini menggunakan uji Tabel 2. Kualifikasi skor hasil tes awal kemampuan
kecocokan Chi Kuadrat (  2 ) . Hasil pemecahan masalah kelompok kontrol dan
eksperimen
perhitungan data tes awal pada kelompok
Kelompok Kurang Cukup Baik Baik
kontrol diperoleh  hitung = 0.809 dan  2 tabel
2
sekali
= 9,488. Selanjutnya perhitungan terhadap data Kontrol 32 1 - -
tes awal kelompok eksperimen diperoleh (96,97)* (3,03)*
 2 hitung = 5.143 dan  2 tabel = 7,815, karena Eksperimen 33 1 - -
(97,06)* (2,94)*
 2 hitung ≤  tabel , sehingga disimpulkan
2

bahwa data tes awal kelompok control dan Keterangan: * persentase jumlah siswa
eksperimen berdistribusi normal.
Berikutnya, dilakukan pengujian Tabel 2 terlihat bahwa banyaknya siswa
homogenitas varians pada taraf signifikansi yang mencapai kualifikasi kurang dan cukup
pada kelompok eksperimen maupun pada
 =0,05, dimana jika kriteria pengujian Fhitung ≤ kelompok kontrol adalah sama. Ini berarti
Ftabel terpenuhi, maka disimpulkan bahwa bahwa kemampuan belajar (kemampuan awal)
varians kedua kelompok homogen, sedangkan kedua kelompok sebelum pemberian perlakuan
adalah relatif sama.
jika Fhitung > Ftabel , maka disimpulkan bahwa
varians kedua kelompok tidak homogen. 2. Hasil Tes Akhir
Hasil uji homogenitas tes awal kelompok Setelah dilakukan pengolahan data hasil tes
kontrol dan kelompok eksperimen diperoleh akhir, diperoleh skor terendah ( X min ), skor
Fhitung = 1,26 dan kelompok Ftabel = 1,80 hal ini

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 2(1): 18-29 (2021)


24
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa …

tertinggi ( X maks ), skor rata-rata (X) dan deviasi siswa yang memperoleh pembelajaran
konvensional (kelompok kontrol).
standar (s) untuk kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol seperti yang disajikan pada
Tabel 3. HA : e > k
Kemampuan pemecahan masalah siswa
Tabel 3. Rata-rata dan deviasi standar tes akhir yang memperoleh pembelajaran berbasis
Kelompok SMI Rata- Deviasi masalah lebih baik daripada kemampuan
X min X maks rata Standar
pemecahan masalah siswa yang
Kontrol 80 21 60 34.849 8.143 memperoleh pembelajaran konvensional
(43,56%)

Eksperimen 80 28 68 48,559 10,998 Berdasarkan hasil pengujian seperti yang


(60,70%)
terlihat pada Tabel 3 ternyata t hitung = 5,846 
t tabel = 1,99. Dengan demikian H 0 ditolak, atau
Pada Tabel 3 tampak bahwa pencapaian
skor rata-rata tes akhir kelompok eksperimen H A diterima sehingga disimpulkan bahwa
sebesar 60,70% lebih besar daripada kelompok kemampuan pemecahan masalah siswa yang
kontrol dengan pencapaian sebesar 43,56%. memperoleh pembelajaran berbasis masalah
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut lebih baik dari siswa yang memperoleh
selanjutnya dilakukan analisis perbedaan rata- pembelajaran konvensional.
rata terhadap kelompok siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional (kelompok kontrol) a. Kualifikasi Skor untuk Kemampuan
dan kelompok siswa yang memperoleh Pemecahan Masalah Siswa pada Tes
pembelajaran berbasis masalah (kelompok Akhir
eksperimen) dengan menekankan pada Hasil kualifikasi kemampuan pemecahan
kemampuan pemecahan masalah. masalah untuk kelompok eksperimen dan
Berdasarkan pengujian normalitas data kelompok kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.
dengan menggunakan uji Chi Kuadrat (  )
2
Tabel 4. Kuasifikasi skor hasil tes akhir kemampuan
pada taraf signifikansi  = 0,05 diperoleh pemecahan masalah kelompok kontrol dan
kesimpulan bahwa hasil tes akhir kelompok eksperimen
kontrol dan eksperimen berdistribusi normal. Kelompok Kurang Cukup Baik Baik
Karena data pada kedua kelompok sekali
berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan Eksperimen 9 17 8 -
(26,47)* (50,0)* (23,53)*
pengujian homogenitas varians terhadap
Kontrol 27 5 1 -
kelompok kontrol dan eksperimen dengan taraf (81,82)* (15,15)* (3,03)*
signifikansi  = 0,05. Hasil perhitungan Keterangan: * persentase jumlah siswa
terhadap tes akhir menunjukkan bahwa kedua
kelompok memiliki varians yang sama atau Tabel 4 menjelaskan bahwa kelompok
homogen. siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis
Selanjutnya dilakukan uji perbedaan rata- masalah pada kualifikasi kurang adalah lebih
rata antara kelompok eksperimen dan kelompok rendah sebesar 55,35%, pada kualifikasi cukup
kontrol dengan menggunakan uji – t pada taraf adalah lebih tinggi sebesar 34, 85% dan pada
signifikansi  = 0,05 dengan kriteria pengujian: kualifikasi baik juga lebih tinggi sebesar 20,5%
terima H 0 , jika t hitung ≤ t tabel , pada keadaan dibandingkan kelompok siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional.
lain tolak H 0 .
b. Rata-rata Skor Siswa
Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah, Hasil perhitungan rata-rata skor tes awal
H 0 : e  k dan skor tes akhir yang diperoleh kelompok
Tidak terdapat perbedaan kemampuan eksperimen dan kelompok kontrol terlihat
pemecahan masalah antara siswa yang bahwa kedua kelompok memperoleh
memperoleh pembelajaran berbasis peningkatan hasil belajar. Namun demikian
masalah (kelompok eksperimen) dengan peningkatan yang terjadi pada kelompok
eksperimen lebih besar daripada peningkatan

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 2(1): 18-29 (2021)


25
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa …

pada kelompok kontrol. Diagram batang berikut 3,00 hal ini menunjukkan bahwa motivasi siswa
ini, yang menunjukkan perbedaan rata-rata skor dalam pembelajaran berbasis masalah secara
tes pada kelompok eksperimen dan kelompok keseluruhan adalah positif.
control dapat dilihat pada Gambar 1
60 c. Kesukaan Siswa terhadap Pembelajaran
50
48.559 Berbasis Masalah
pada Materi Pencemaran Lingkungan
Skor Tes (Rata-rata)

40 34.841

30
tes awal Kesukaan siswa terhadap pembelajaran
25.529 25.394
tes akhir
berbasis masalah digali dari pernyataan nomor
20
8, 9, 10, 11, 12, 13. Pernyataan nomor 8 yaitu
10
3,88 > 3,00, pernyataan nomor 9 yaitu 3,97 >
0
Kel. Eksperimen Kel. Kontrol
3,00, pernyataan nomor 10 yaitu 4,29 > 3,00,
dan pernyataan nomor 11 yaitu 4,12 > 3,00,
Gambar 1. Diagram batang perbedaan rata-rata
pernyataan no 12 yaitu 4,21 > 3,00, pernyataan
skor tes pada kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol.
nomor 13 yaitu 4,18 > 3,00, hal ini
menunjukkan bahwa kesukaan siswa terhadap
3. Hasil Skala Sikap. pembelajaran berbasis masalah secara
Sikap siswa dalam penelitian ini adalah keseluruhan adalah positif.
sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis
masalah pada pelajaran materi pencemaran d. Minat Belajar Siswa dalam Mempelajari
lingkungan. Untuk mengetahui sikap siswa Materi Pencemaran Lingkungan.
tersebut diberikan skala sikap pada kelompok Sikap siswa yang menyangkut minat belajar
eksperimen yang menggunakan pembelajaran siswa dalam mempelajari materi pencemaran
berbasis masalah. Rekapitulasi skala sikap yang lingkungan digali dari pernyataan nomor 14, 15,
berisikan pernyataan tentang pandangan siswa 16, 17, 18. Pernyataan nomor 14 yaitu 4,32 >
terhadap pembelajaran berbasis masalah, 3,00, pernyataan nomor 15 yaitu 4,06 > 3,00,
motivasi siswa dalam pembelajaran berbasis pernyataan nomor 16 yaitu 4,03 > 3,00, dan
masalah, kesukaan siswa terhadap pembelajaran pernyataan nomor 17 yaitu 4,32 > 3,00, dan
berbasis masalah pada materi pencemaran pernyataan no 18 yaitu 4,53 > 3,00, hal ini
lingkungan, minat belajar siswa dalam menunjukkan bahwa minat belajar siswa dalam
mempelajari materi pencemaran lingkungan, dan mempelajari materi pencemaran lingkungan
aktivitas siswa dalam kelompok. secara keseluruhan adalah positif.

a. Persepsi Siswa terhadap Pembelajaran e. Aktivitas Siswa dalam Kelompok


Berbasis Masalah Sikap siswa terhadap aktivitas dalam
Sikap siswa terhadap pembelajaran berbasis kelompok digali dari pernyataan nomor 19, 20,
masalah ini digali dari pernyataan nomor 1, 2, 21, 22, dan 23. Pernyataan nomor 19 yaitu 4,06
dan 3. Skor pada tiap butir pernyataan tersebut > 3,00, pernyataan nomor 20 yaitu 3,91 > 3,00,
adalah sebagai berikut: Pernyataan nomor 1 pernyataan nomor 21 yaitu 4,12 > 3,00, dan
yaitu 4,44 > 3,00, pernyataan nomor 2 yaitu pernyataan nomor 22 yaitu 3,56 > 3,00, dan
4,03 > 3,00, dan pernyataan nomor 3 yaitu 4,12 pernyataan no 23 yaitu 3,79 > 3,00, hal ini
> 3,00, hal ini menunjukkan bahwa sikap siswa menunjukkan bahwa sikap siswa terhadap
terhadap pembelajaran berbasis masalah secara aktivitas siswa dalam kelompok belajar secara
keseluruhan (34 orang) adalah positif. keseluruhan adalah positif.

b. Motivasi Siswa dalam Pembelajaran 4. Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa


Berbasis Masalah. Gambaran mengenai aktivitas siswa selama
Motivasi siswa dalam pembelajaran proses belajar mengajar diperoleh melalui
berbasis masalah digali dari pernyataan nomor observasi yang dilakukan oleh pengamat.
4, 5, 6, 7. Skor pada tiap butir pernyataan Adapun aspek-aspek yang diamati adalah:
tersebut adalah sebagai berikut: Pernyataan mengemukakan masalah autentik tentang
nomor 4 yaitu 3,79 > 3,00, pernyataan nomor 5 masalah pencemaran lingkungan yang ada di
yaitu 4,21 > 3,00, pernyataan nomor 6 yaitu 4,06 sekitar siswa, mengajukan pertanyaan/
> 3,00, dan pernyataan nomor 7 yaitu 4,24 > mengemukakan pendapat, penyelesaian tugas,
keaktifan anggota dalam kelompok, menyajikan

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 2(1): 18-29 (2021)


26
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa …

hasil karya. Pengamat menandai setiap aspek diwakili oleh satu orang menyajikan hasil karya
yang muncul pada aktivitas siswa. sesuai dengan masalah yang menjadi topik
Hasil pengamatan terlihat bahwa pada pembicaraan dalam pembelajaran, untuk itu
pertemuan pertama ternyata aspek pengamat memberi nilai baik untuk ketiga kali
mengemukakan masalah autentik tentang pertemuan tersebut.
masalah pencemaran lingkungan yang ada di Berdasarkan hasil pengujian hipotesis
sekitar siswa masih digolongkan ke dalam persamaan rerata skor tes awal antara kelompok
kategori kurang, karena hanya sebagian kecil yang akan memperoleh pembelajaran berbasis
siswa yang dapat mengemukakan masalah. masalah (kelompok eksperimen) dan kelompok
Bahkan peneliti yang bertindak sebagai yang akan memperoleh pembelajaran
pengamat melihat bahwa pada pertemuan konvensional (kelompok kontrol), sebelum
pertama pada umumnya siswa masih terlihat perlakuan diperoleh hasil belajar pada kedua
bingung dalam mengikuti pembelajaran, serta kelompok, jika ditinjau dari aspek kemampuan
siswa masih malu untuk mengemukakan pemecahan masalah tidak terdapat perbedaan
pendapat/ gagasannya. Pada pertemuan kedua yang berarti pada taraf kepercayaan 95% (  =
dan ketiga telah digolongkan pada kategori 0,05). Dengan kata lain bahwa kelompok
cukup karena sebagian besar siswa sudah berani eksperimen dan kelompok kontrol memiliki
mengemukakan masalah dalam pembelajaran, kemampuan awal yang relatif sama.
tidak canggung lagi untuk mengeluarkan Hal ini sesuai dengan salah satu
pendapat satu sama lain. karakteristik penelitian eksperimen yang
Aspek mengajukan pertanyaan/ dikemukakan oleh Ruseffendi (2001: 39), bahwa
mengemukakan pendapat, pada pertemuan kesetaraan subjek dalam kelompok-kelompok
pertama pengamat melihat kedua hal tersebut yang berbeda perlu ada, agar bila ada hasil
hanya kadang-kadang terjadi sehingga pengamat berbeda yang diperoleh kelompok, itu bukan
menggolongkan ke dalam kategori cukup. Pada disebabkan karena tidak setaranya kelompok-
pertemuan kedua dan ketiga, tampak oleh kelompok itu, tetapi karena adanya perlakuan.
pengamat, kedua hal tersebut seringkali terjadi Pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa
sehingga pengamat menggolongkan ke dalam sangat penting untuk diketahui oleh guru, karena
kategori baik. sesuai dengan rekomendasi dari Departemen
Kegiatan siswa pada aspek penyelesaian Pendidikan nasional (2003) yang
tugas, terlihat oleh pengamat bahwa pada mengemukakan bahwa salah satu karakteristik
pertemuan pertama ada sebagian kelompok yang pembelajaran berbasis masalah adalah siswa
tidak selesai sesuai waktu yang disediakan mampu mengaitkan materi yang diajarkan
sehingga pengamat menggolongkan dalam dengan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
kategori cukup. Nanti pada pertemuan kedua dan Rekomendasi lain datang dari University of
ketiga semua kelompok dapat menyelesaikan Southern California (2001) bahwa situasi atau
tugas sesuai waktu yang tersedia, untuk itu masalah yang disajikan kepada siswa dalam
pengamat menggolongkan ke dalam kategori pembelajaran berbasis masalah harus
baik pada pertemuan kedua dan ketiga. berpadanan (matching) dengan pengetahuan
Keaktifan anggota dalam kelompok pada sebelumnya. Sehingga nantinya guru dapat
pertemuan pertama digolongkan dalam kategori menjadikan pengetahuan awal yang dimiliki
cukup, karena ada beberapa orang siswa yang oleh siswa sebagai dasar dalam menyajikan
melakukan kegiatan di luar tugas yang diberikan materi pelajaran. Dan selanjutnya guru bertindak
oleh guru. Pada pertemuan kedua semua anggota sebagai tangga (scaffolding) atau fasilitator yang
aktif dalam mengerjakan tugas kelompok dapat membantu siswa untuk mengaitkan antara
dengan cara berdiskusi antara siswa dengan materi yang diajarkan dengan pengetahuan yang
siswa, sehingga pengamat menggolongkan dimiliki sebelumnya.
dalam kategori baik. Tetapi pada pertemuan Hal itu sejalan dengan apa yang
ketiga terlihat lagi oleh pengamat adanya siswa dikemukakan oleh Ibrahim dan Nur (2000)
yang melakukan aktivitas di luar tugas yang bahwa peran guru pada pembelajaran berbasis
diberikan, meskipun anggota kelompok yang masalah kadang melibatkan presentasi dan
lain aktif berdiskusi. penjelasan sesuatu hal kepada siswa, namun
Pada saat menyajikan hasil karya, dari yang lazim adalah berperan sebagai pembimbing
pertemuan pertama hingga pertemuan ketiga dan fasilitator sehingga siswa belajar untuk
pengamat melihat setiap kelompok yang berpikir dan memecahkan masalah oleh mereka

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 2(1): 18-29 (2021)


27
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa …

sendiri. Hal ini sesuai dengan pandangan dapat dilihat dari rata-rata skor yang diperoleh
konstruktivisme dengan didukung oleh teori kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) dan
belajar dari Ausubel, Bruner, dan Vygotsky. dari hasil perhitungan gain kedua kelompok
Dari kualifikasi skor hasil tes awal tersebut.
kemampuan pemecahan masalah siswa, hanya Hal ini juga tergambar dari temuan yaitu
sebagian kecil (sekitar kurang dari 3%) siswa persentase kemampuan pemecahan masalah
dari kedua kelompok yang mencapai hasil kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran
belajar yang cukup, sedangkan sisanya (sekitar berbasis masalah pada kualifikasi kurang adalah
97%) mencapai hasil belajar kurang. Tidak lebih rendah sebesar 55,35%, pada kualifikasi
seorangpun mencapai hasil belajar baik dan baik cukup adalah lebih tinggi sebesar 34,85% dan
sekali (Gambar 2). pada kualifikasi baik juga adalah lebih tinggi
sebesar 20,5% dibandingkan kelompok siswa
97.06 96.07
yang memperoleh pembelajaran konvensional.
100
90 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar
Persentase Jumlah Siswa

80
70 3.
60 kurang
50 cukup
40 baik
30 baik sekali
20
10 2.03 0 3.03
0 0 0
0
Kel.Eksperimen Kel.Kontrol
90
81.82
80
Gambar 2. Diagram batang pengelompokkan skor Persentase Jumlah Siswa 70
tes awal kemampuan pemecahan 60
masalah siswa pada kelompok kontrol 50
50
K.Eksperimen
dan eksperimen. 40 K.Kontrol
30 26.47
23.53

Setelah diberikan perlakuan berbeda, untuk 20 15.15

10
kelompok eksperimen pembelajaran dilakukan 3.03
0 0
0
dengan pembelajaran berbasis masalah kurang cukup baik baik sekali

sedangkan kelompok kontrol dengan


pembelajaran konvensional, terjadi peningkatan Gambar 3. Diagram batang pengelompokkan
kemampuan pemecahan masalah
hasil belajar pada kedua kelompok. Berdasarkan
siswa yang memperoleh
hasil analisis melalui pengujian terhadap pembelajaran berbasis masalah
hipotesis statistik dengan uji- t, terhadap rata- (kelompok eksperimen) dan
rata skor tes akhir kemampuan pemecahan pembelajaran konvensional
masalah pada kelompok eksperimen dan (kelompok kontrol) berdasarkan skor
kelompok kontrol, dapat disimpulkan bahwa tes akhir
rata-rata skor tes akhir kemampuan pemecahan
masalah pada kelompok eksperimen lebih baik Berdasarkan respon siswa yang
daripada rata-rata skor tes akhir pada kelompok diungkapkan lewat skala sikap yang diberikan
kontrol pada taraf signifikansi 0,05. kepada siswa, diperoleh temuan bahwa sikap
Hal ini sesuai dengan pendapat Deslile siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah
(1997) dalam Ratnaningsih (2003) yang yang menekankan kemampuan pemecahan
mengemukakan bahwa hasil penelitian dan masalah pada materi pelajaran pencemaran
pengalaman guru-guru menunjukkan bahwa lingkungan adalah positif.
model pembelajaran aktif seperti pembelajaran Hal ini secara jelas dapat dilihat dari skor
berbasis masalah dapat memotivasi siswa yang rata-rata tiap item sikap siswa lebih besar
bosan, dan dapat meningkatkan pencapaian daripada skor sikap netral yaitu 3,00. Dari
siswa. Walaupun kedua kelompok (kelompok jawaban siswa dapat diketahui bahwa pada
eksperimen dan kelompok kontrol) pembelajaran yang dikembangkan terlihat
menunjukkan adanya peningkatan kemampuan motivasi siswa dalam belajar adalah tinggi,
pemecahan masalah dari hasil proses sehingga mereka mau bekerja keras dalam
pembelajaran, namun peningkatan yang terjadi menyelesaikan tugas walaupun belum mencapai
pada kelompok eksperimen lebih besar jika hasil maksimal. Sebagai implementasinya, siswa
dibandingkan dengan peningkatan yang terjadi dapat merasakan bahwa aktivitas pembelajaran
pada kelompok kontrol. Peningkatan tersebut berbasis masalah yang menekankan pada

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 2(1): 18-29 (2021)


28
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa …

kemampuan pemecahan masalah mempengaruhi dapat mengelola pembelajaran sesuai dengan


perilaku mereka ketika belajar materi langkah-langkah pembelajaran berbasis masalah,
pencemaran lingkungan yang disajikan melalui yaitu mengorientasi siswa pada masalah,
pembelajaran berbasis masalah. Dan hal ini mengorganisasi siswa, membantu penelitian
berarti siswa dapat memilih strategi dalam secara mandiri dan kelompok, mengembangkan
menyelesaikan masalah yang dihadapi melalui dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan
cara-cara yang dapat dimengerti. Demikian juga mengevaluasi proses pemecahan masalah.
siswa dapat merasakan kebermaknaan metode Kemampuan tersebut menunjukkan bahwa
atau strategi pemecahan suatu masalah. guru telah berhasil menjadi fasilitator/
Pembelajaran ini juga dapat memberikan pembimbing dalam membantu siswa
sumbangan dalam mengembangkan kemampuan memperoleh pengetahuannya sehingga siswa
pemecahan masalah siswa dibandingkan dapat menjadi pebelajar otonom dan mandiri.
pembelajaran konvensional. Hal ini dapat Karena pembelajaran berbasis masalah tidak
diketahui dari jawaban siswa yang menyatakan dirancang untuk membantu guru memberikan
lebih menyenangi cara belajar seperti yang informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa,
diberikan dan mereka merasa terbantu untuk tetapi siswa sendiri yang harus mengembangkan
mengemukakan masalah atau pertanyaan. kemampuan berpikirnya.
Aktivitas siswa selama pembelajaran
berbasis masalah berdasarkan dari hasil KESIMPULAN
pengamatan pada aspek yang diamati yaitu:
mengemukakan masalah autentik tentang Berdasarkan hasil analisis data dan temuan
masalah pencemaran lingkungan yang ada di dalam penelitian ini
sekitar siswa, mengajukan pertanyaan/ 1. Kemampuan pemecahan masalah siswa yang
mengemukakan pendapat, penyelesaian tugas, memperoleh pembelajaran berbasis masalah
keaktifan anggota dalam kelompok, menyajikan lebih baik daripada kemampuan pemecahan
hasil karya, secara keseluruhan memberikan masalah siswa yang memperoleh
gambaran bahwa pembelajaran berbasis masalah pembelajaran konvensional. Selain itu,
telah menciptakan kondisi siswa aktif. ditinjau dari persentase jumlah siswa yang
Aktivitas siswa membuat siswa menjadi memperoleh kategori baik dan cukup
lebih kreatif. Ruseffendi (1991) mengatakan ternyata persentasi lebih tinggi terdapat pada
belajar aktif dapat menumbuhkan sikap kreatif kelompok siswa yang menggunakan
hidupnya dikemudian hari lebih berhasil. pembelajaran berbasis masalah.
Maksudnya ialah lebih dapat mengatasi 2. Sikap siswa pada kelompok eksperimen
persoalan di masyarakat. Keadaan seperti ini secara umum siswa memperlihatkan sikap
telah sesuai dengan karakteristik pembelajaran positif terhadap pembelajaran berbasis
berbasis masalah diantaranya pengajuan masalah.
pertanyaan atau masalah merupakan hal penting 3. Aktivitas siswa yang belajar dengan
baik secara sosial maupun secara pribadi untuk pembelajaran berbasis masalah, selama
siswa, karena masalah yang diajukan merupakan pembelajaran berlangsung memperlihatkan
situasi dunia nyata yang memungkinkan adanya kondisi siswa aktif. Aktivitas mengajukan
berbagai macam solusi. pertanyaan dan pendapat juga sering terjadi
Aktivitas siswa dalam kelompok untuk dalam pembelajaran.
penyelesaian tugas, sangat sesuai dengan prinsip 4. Kemampuan guru dalam mengelola kegiatan
pembelajaran berbasis masalah melalui diskusi pembelajaran berbasis masalah adalah baik.
kelompok yaitu mengoptimalkan komunikasi Hal ini terlihat dari hasil observasi, di mana
antara siswa dengan siswa, dan guru skor menunjukkan rata-rata yang diperoleh
memberikan bantuan kepada siswa pada saat guru dalam mengelola pembelajaran berbasis
siswa memerlukan bantuan atau mengalami masalah adalah 3,6, pada skala penilaian 1-4.
kesulitan dalam diskusi kelompoknya, guru
bertindak sebagai motivator dan fasilitator.
Data hasil pengamatan pengelolaan
pembelajaran berbasis masalah menunjukkan
rata-rata skor yang diperoleh guru dalam
mengelola pembelajaran sebesar 3,6 dari skor
maksimal 4, ini memperlihatkan bahwa guru

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 2(1): 18-29 (2021)


29
Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa …

Daftar Pustaka

Anonim, (2001). Problem Based Learning.


University of Southern California. Diakses pada
Tanggal 25 Juni 2020 di
http://www.usc.edu/dept/education/scince
edu/glosarryP.html#PBL.

Anonim, (1998). Statistika Dasar untuk Penelitian


Pendidikan. Bandung: IKIP Bandung Press.

Anonim. (2002). Asesmen Autentik (Authentic


Assesment) dan Contoh-Contoh dalam Biologi.
Makalah disajikan pada pelatihan TOT
Pembelajaran kontekstual. Surabaya: Tidak
Dipublikasikan..

Arikunto, S. (2001). Dasar-Dasar Evaluasi


Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Kurikulum


Sains 2004 Sekolah Menengah Pertama. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan
Menengah

Ibrahim, M. (2000). Pembelajaran Kooperatif.


Surabaya: UNESA University Press

Ibrahim, M. dan Nur, M. (2002). Pembelajaran


Berdasarkan Masalah. Surabaya: UNESA
University Press.

Nur, M  Wikandari, P. (2000). Pengajaran


Berpusat pada Siswa dan Pendekatan
Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat
Studi MIPA Universitas Negeri Surabaya.

Poedjiadi, A. (2003). Interaksi dalam Pembelajaran


Menggunakan Model Sains Teknologi
Masyarakat. Makalah. Bandung: tidak diterbitkan.

Ratnaningsih, N. (2003). Mengembangkan


Kemampuan Berpikir Matematik Siswa SMU
melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis
pada IKIP Bandung: Tidak diterbitkan.

Ruseffendi, E. T. (1991). Pengantar kepada


Membantu Guru Mengembangkan
Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika
untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

Sevilla, G. C. et.al. (1993). Pengantar Metode


Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sudjana, N. (2002). Dasar-Dasar Proses Belajar


Mengajar. Bandung: Sinar baru Algesindo.

Amanah: Jurnal Amanah Pendidikan dan Pengajaran 2(1): 18-29 (2021)

Anda mungkin juga menyukai