Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

FARMAKOTERAPI 1

MODUL 1

ASMA

DISUSUN OLEH :

NAMA ANGGOTA : Annasa Jauza P (K100200178)

Oktaviani S.N.R (K100200179)

Clarisa Shanty A (K100200180)

KELAS/KELOMPOK : M / M1

DOSEN PENGAMPU : apt. Tista Ayu Fortuna, M.Clin Pharm

LABORATORIUM FARMASI KLINIS

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2022

II. KASUS
Ny UH seorang dosen (50 tahun, BB 65 kg, TB 158 cm) diantar suaminya ke rumah sakit
untuk melakukan kontrol rutin asma yang sudah dideritanya sejak 20 tahun yang lalu. Saat
kontrol, Ny UH mengeluhkan sesak nafas, mengi, dan batuk berdahak. Biasanya gejala

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 1


asma Ny.UH terjadi kurang dari dua kali dalam setahun serta tidak mengganggu aktivitas
dan tidur, akan tetapi dalam 1 bulan terakhir pasien sudah mengalami dua kali serangan.
Riwayat terapi asma yang digunakan Ny UH yaitu Salbutamol tablet 2 mg yang digunakan
ketika sesak nafas, maksimum 3x dalam sehari. Berdasarkan informasi keluarganya, akhir-
akhir ini Ny. UH sedang banyak pekerjaan di kantor dan kadang mengkonsumsi Bodrex
extra® apabila merasa pusing. Ny UH juga diketahui memiliki alergi terhadap debu.
Riwayat keluarga: Ayah Ny UH meninggal karena PPOK.
Pemeriksaan tanda vital (12 September 2022) :
TD : 120/70 mmHg

RR : 27 kali/ menit

HR : 90 kali/ menit

T : 36,30C
Pemeriksaan Laboratorium (12 September 2022) :
Parameter Nilai pemeriksaan

PEF 90 %

FEV1 85 %

FVC 80 %
Sputum : Jernih

Diagnosis : Asma
Rencana Terapi :
R/ Seretide diskus® 50/100 2 hisap sehari
III. Patofisiologi dan etiologi penyakit
Patofisiologi
Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas yang
akan mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas,
gangguan saraf otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga diduga
berperan pada proses hipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas
terjadi karena adanya inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas,
sehingga aliran udara menjadi sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau
setelah pengobatan. Hipereaktivitas tersebut terjadi sebagai respon terhadap berbagai
macam rangsang.
Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama
didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur yang didominasi oleh IgE,
masuknya alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells),
kemudian hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong )
terutama Th2 . Sel T penolong inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin
atau sitokin agar sel-sel plasma membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti mastosit,
makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil, trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan
mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin (PG), leukotrien (LT), platelet activating
factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-lain. Sel-sel ini bekerja dengan
mempengaruhi organ sasaran yang dapat menginduksi kontraksi otot polos saluran
pernapasan sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskular, edema
saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, hipersekresi mukus, keluarnya plasma protein
FPP Praktikum Farmakoterapi I | 2
melalui mikrovaskuler bronkus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan
hipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang dapat menginduksi pelepasan mediator
adalah obat-obatan, latihan, udara dingin, dan stress.
Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf otonom pada jalur non-
alergik dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Inhalasi
alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena adanya peregangan
nervus vagus, sedangkan pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan makrofag akan
membuat epitel jalan napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam
submukosa, sehingga meningkatkan reaksi yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak
ditemukan pada beberapa keadaan seperti pada hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap,
kabut dan SO2. Reflek saraf memegang peranan pada reaksi asma yang tidak melibatkan
sel mast. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya
neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan calcitonin Gene-Related Peptide
(CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokontriksi, edema
bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi.

Etiologi
Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya rinosinusitis kronik antara lain ISPA akibat
virus (Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan Adenovirus), bakteri yang paling
umum menjadi penyebab rinosinusitis akut dan rinosinusitis kronik adalah Streptococcus
alpha hemolyitic, Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenza, dan Moraxella catarrhalis. Jamur Aspergillus dan Candida, polusi udara ( asap
rokok, asap pembakaran), faktor genetik, penyakit alergi terutama rinitis alergi, penyakit
imunologik, asma, polip hidung, sumbatan pada kompleks osteomeatal, infeksi tonsil,
infeksi gigi, kelainan anatomi hidung ( septum deviasi dan hipertrofi konka), diskinesia silia
seperti pada sindroma kartagener dan fibrosis kistik

IV. Pharmacist’s Patient Data Base (identitas pasien, subyektif, obyektif,


assesment/ analisis kasus, rekomendasi, monitoring)
I. IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : Ny UH
Jenis Kelamin : Perempuan
Ruang : Rumah Sakit
Umur : 50 tahun
BB/TB : 65 kg/158 cm (IMT= 26,04 Kg/m2)
Tanggal MRS : 12 September 2022
Diagnosa : Asma
Alergi : Debu

II. SUBYEKTIF (saat MRS)


II.1 Keluhan Utama (Chief Complaint):

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 3


Sesak nafas, mengi, dan batuk berdahak

II.2 Riwayat Penyakit Sekarang (History of Present Illness)


Asma

II.3 Riwayat Penyakit Terdahulu (Past Medical History)


Asma

II.4 Riwayat Penyakit Keluarga (Family History)


Ayah Ny UH meninggal karena PPOK.

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 4


II.5 Riwayat Sosial (Social History)

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 5


2.6 Riwayat Pengobatan (Medication History)
Lama
No Nama Obat Nama Generik Indikasi Rute Dosis Frekuensi Efek/kesulitan
Penggunaan
1. Salbutamol Albuterol Asma dan kondisi lain yang PO 2 mg 3x1 hari - -
berhubungan dengan obstruksi Ketika
saluran napas reversible; sesak
persalinan prematur (BNF 57th nafas
edition, 2007).
2. Bodrex extra® Paracetamol 350 Analgesic non-opioid dan PO Paracetamol Saat - -
mg; ibuprofen antipiretik (MIMS : 350 mg; merasa
200 mg; caffeine https://www.mims.com/indone ibuprofen pusing
50 mg sia/drug/info/bodrex%20extra) 200 mg;
caffeine 50
mg

III. OBYEKTIF
3. 1 Pemeriksaan Fisik (Physical Examination)
TANGGAL 12/09/
22
TD 120/7

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 6


0
Suhu 36,3
Nadi 90
RR 27

3. 2. Kondisi Klinis
Kondisi Klinis
Sesak nafas V
Mengi V
Batuk berdahak V

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 7


3. 3. Data Laboratorium
a. Hematologi
Tanggal Pemeriksaan
Parameter Satuan Nilai Rujukan

Eritrosit 4,0 – 5,0 (P)


Juta/µL
(Sel Darah Merah) 4,5 – 5,5 (L)
Hemoglobin (Hb) 12,0 – 14,0 (P)
g/dL
13,0 – 16,0 (L)
Hematokrit 40 – 50 (P)
%
45 – 55 (L)
Hitung Jenis
Basofil % 0,0 – 1,0
Eosinofil % 1,0 – 3,0
Batang1 % 2,0 – 6,0
Segmen1 % 50,0 – 70,0
Limfosit % 20,0 – 40,0
Monosit % 2,0 – 8,0
Retikulosist % 0,5-2
Laju Endap Darah (LED) < 15 (P)
Mm/jam
< 10 (L)
Leukosit
103/µL 5,0 – 10,0
(Sel Darah Putih)
MCH/HER Pg/sel 27 – 31
MCHC/KHER g/dL 32 – 36
MCV/VER fl 80 – 96
Trombosit 103/µL 150 – 400
Prothrombin time/PT Detik 10-15
Activated Partial Thromboplastin
Detik 21-45
Time/aPTT
Thrombin Time/TT Detik 16-24
Fibrinogen mg/dl 200-450
D-Dimer Mcg/ml Negative/<0,5
International Normalized Ratio/INR 0,8-1,2

b. Fungsi Hati
Tanggal Pemeriksaan
Parameter Satuan Nilai Rujukan

ALT (SGPT) < 23 (P)


U/L
< 30 (L)
AST (SGOT) < 21 (P)
U/L
< 25 (L)
Alkalin Fosfatase U/L 15 – 69
GGT (Gamma GT) U/L 5 – 38
Bilirubin Total mg/dL 0,25 – 1,0
Bilirubin Langsung mg/dL 0,0 – 0,25
Protein Total g/L 61 – 82
Albumin g/L 37 – 52

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 8


c. Elektrolit

Tanggal Pemeriksaan
Parameter Satuan Nilai Rujukan

Kreatinin 60 – 150 (P)


U/L
70 – 160 (L)
Natrium mmol/L 134 – 145
Klorid mmol/L 94 – 111
Kalium mmol/L 3,5 – 5,0
BUN mg/dL 8 - 25
Ca2+ mg/dl 8,8-10,4
Asam Urat 2,4 – 5,7 (P)
mg/dL
3,4 – 7,0 (L)
Mg2+ mg/dl 1,7-2,3

d. Analisa Gas Darah (AGD)


Tanggal Pemeriksaan
Parameter Satuan Nilai Rujukan

Saturasi Oksigen (SaO2) %O2 95-99


Tekanan Parsial Oksigen (PaO2) mmHg 75-100
Tekanan Parsial CO2 (PaCO2) mmHg 35-45
pH - 7,35-7,45
CO2 mEq/L 22-32
Anion Gap (AG) mEq/L 13-17
PEF % 80-100% 90% Normal
FEV1 % >80% 85% Normal
FVC % >80% 80% ↓

d. Profil lipid
Tanggal Pemeriksaan
Parameter Satuan Nilai Rujukan

Kolesterol Total mg/dL 150 – 200


HDL 45 – 65 (P)
mg/dL
35 – 55 (L)
LDL mg/dl <130
Trigliserid mg/dL 120 – 190

e. lain-lain
Tanggal Pemeriksaan
Parameter Satuan Nilai Rujukan
12/09/2022
Gula Darah Sewaktu (GDS) mg/dL <200
Gula Darah Puasa (GDP) mg/dL 70 – 100
Gula Darah 2 jam PP mg/dL <200
Amilase U/L 30 – 130

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 9


Sputum Jernih

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 10


FPP Praktikum Farmakoterapi I | 11
IV. ASSESMENT
4.1 Terapi Pasien
Tanggal
Nama Obat Rute Dosis Frekuensi 12/0
9/22
Seretide diskus® Inhalasi Salmeter 2x1 hari v
ol 50
mcg;
fluticason
e
propionat
e 100
mcg

4.2 Mekanisme Kerja Masing-Masing Obat (Obat sebelumnya, obat sekarang dan obat yang direkomendasikan)
No Nama Mekanisme (cantumkan pustaka yang diacu) Gambar Pr

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 12


Obat
1. Salbutamo Relaksasi otot polos bronkus dengan bekerja pada reseptor beta2 dengan sedikit efek pada denyut jantung (DIH
l 17th edition, 2009).

2. Bodrex Acetaminophen menghambat sintesis prostaglandin di sistem saraf pusat dan perifer blok generasi impuls
extra® nyeri;menghasilkan anti piresis dari penghambatan pusat pengatur panas hipotalamus.Kafein adalah stimulan
SSP; penggunaan dengan acetaminophen dan dihydrocodeine meningkatkan tingkat analgesia yang diberikan
oleh masing-masing agen. (DIH 17th edition, 2009)

3. Seretide Mekanisme Kerja Kombinasi flutikason (kortikosteroid) dan salmeterol (beta 2-agonist kerja lama) yang dirancang
diskus® untuk memperbaiki paru- paru fungsi dan kontrol atas apa yang dihasilkan oleh salah satu gent ketika digunakan
sendiri. Karena flutikason dan salmeterol bekerja secara lokal di paru-paru, kadar plasma tidak memprediksi efek
terapi. (DIH 17th edition, 2009)

4.3 Problem Medik dan Drug Related Problems


Problem Medik 1:

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 13


ASMA

Monitoring (6)
Subyektif, Terapi DRP Rekomendasi
Obyektif (1) (2) (4) (5) Efek samping
Efektivitas
obat
S : Peningkatan Seretide diskus Pilihan obat sudah 1. Menghentikan Tanda klinis: Tanda klinis:
gejala sesak (Salmeterol efektif dan benar penggunaan Dilakukan tiap bulan Salmeterol
nafas, mengi, (LABA) dan salbutamol karena (1-3 bulan) (LABA) dan
batuk berdahak. kolaborasi kandungan Lab : Fluticasone
Fluticasone
O: Salmeterol (LABA) Spirometri (Untuk Propionate
PEF : 90% Propionate (ICS)) dan Fluticasone (kortikosteroid
menilai faal paru)
FEV1 : 85% Propionate PEF : 90% inhalasi/ICS:
FVC : 80% (kortikosteroid FEV1 : 85% Serak atau disfonia
RR : 27 inhalasi/ICS) pada FVC : 80% Sakit kepala
kali/menit Seretide diskus RR : 27 kali/menit Palpitasi (detak
Sputum : jernih menunjukkan Sputum : jernih jantung lebih cepat
efektivitas yang lebih dari kondisi normal
tinggi (GINA, 2022). dengan frekuensi
2. Menggunakan obat dan irama tak
Seretide diskus teratur) Tremor
50/100 kandungan Kram otot
Salmeterol (LABA) kandidiasis mulut
dan Fluticasone dan tenggorokan
Propionate Artralgia (nyeri
(kortikosteroid sendi)
inhalasi/ICS) dinilai Salbutamol:
sudah efektif untuk Terjadi tremor,
terapi. (PDPI, 2019). palpitasi, kejang
otot,takikardi pada
pemakaian dosis
besar.

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 14


Lab : tidak ada
Analisis (Evaluasi DRP atau 4T yang dilengkapi dengan referensi / guideline terapi serta cropping bagian yang dirujuk) (3)
Seretide Diskus
a. Tepat Indikasi
Tepat
Seretide diskus diindikasikan untuk pasien dengan diagnosis asma. Kandungan Salmeterol-Flutikason propionat merupakan salah satu
pilihan terapi obat asma bronkodilator yang dapat diberikan kepada pasien asma sehingga pemberian Seretide diskus sudah tepat.

b. Tepat Obat
Tepat
Obat golongan B-agonis merupakan bronkodilator paling efektif digunakan dalam terapi asma. Salmeterol mempunyai DOA (Duration of
Action) lama yang disebut Long Acting B2-Agonist (LABA) (Sears et al., 2004).
Berdasarkan kondisi terkontrolnya asma yang diderita Ny UH masuk kedalam asma yang terkontrol, karena pada kuisioner control gejala
asma dalam 4 bulan terakhir menunjukkan jawaban tidak untuk semua item yang dinyatakan.
Pada tatalaksana asma menurut GINA penyakit asma Ny UH termasuk kedalam track 1 yang dapat dilihat dari jenis obatnya, yaitu
golongan LABA+ICS, dengan demikian maka terapi tersebut sudah tepat

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 15


c. Tepat Pasien
Tepat
Salmeterol-Fluticasone dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki hipersensitivitas terhadap flutikason, salmeterol, atau komponen
formulasi apa pun; status asma; episode akut asma atau COPD. (DIH edisi 17,2009). Pasien tidak dikontraindikasikan terhadap pemakaian
salmeterol.

d. Tepat Dosis
Tepat
Berdasarkan PIO Nas, Seretide diskus 50/100 digunakan 2 x 1 hari

Salbutamol
a. TepatIndikasi Indikasi
Tepat
Pemberian terapi salbutamol tepat untuk pasien penderita asma
b. Tepat obat
Tidak Tepat Obat
Penggunaan terapi salbutamol untuk penderita asma akut lebih direkomendasikan jika dikombinasikan dengan high dose inhaled
gluccorticosteroids (Gina, 2018).

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 16


c. Tepat Pasien
Tepat
Pada kasus ini pasien tergolong kasus asma intermitten yang masuk kedalam klasifikasi asma terkontrol, yang selanjutnya pasien
masuk pada track ke 2 dengan penggunaan ICS sesuai dengan literatur (Gina,2018)

d. Tepat Dosis
Tepat, untuk dewasa 2mg/4mg (Drug Pharmacology, 2019)

Problem Medik 2:
PUSING

Subyektif, Terapi DRP Rekomendasi Monitoring (6)


Obyektif (1) (2) (4) (5)
Efektivitas Efek samping

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 17


Subyektif : Bodrex extra Pemilihan obat tidak Merekomendasikan untuk Tanda klinis: Paracetamol
Pusing efektif, karena adanya menghentikan penggunaan Keluhan pasien Tanda klinis: Rash,
Obyektif : interaksi antara Bodrex extra. Cukup diganti (pusing) dapat anemia, reaksi
ibuprofen dengan teratasi hipersensitivitas
menggunakan Paracetamol
salmeterol, yaitu Lab : Tidak ada Lab : Tidak ada
berupa penurunan 500 mg 3x sehari saat merasa
kadar serum kalium; pusing. Ibuprofen
selain itu adanya Tanda klinis:
interaksi antara Reaksi
salmeterol dengan hipersensitivitas,
kafein, yaitu karena polip pada hidung,
keduanya dapat angioedema
mengurangi efek Lab : Tidak ada
sedasi.
Kafein
Tanda klinis:
Ibuprofen termasuk ke Lab : Tidak ada
golongan oains nsaid
selektif
Nsaid selektif apa
diperbolehkan pasien
asma
Apa berbedaan nsaid
selektif dan non (dicari
gambar)
Pengaruh nsaid non
selektif dg kondisi
asma
Terkontrol apa blm ?
Sudah cocok belum
laba dan ics?
Analisis (Evaluasi DRP atau 4T yang dilengkapi dengan referensi / guideline terapi serta cropping bagian yang dirujuk) (3)

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 18


a. Tepat Indikasi
Paracetamol
Tepat
Salah satu indikasi dari paracetamol adalah untuk mengatasi nyeri ringan sampai sedang (PIO Nas :
https://pionas.pom.go.id/monografi/parasetamol-asetaminofen )
Gejala nyeri dapat digambarkan dalam kondisi seperti: rasa tajam menusuk, pusing, panas seperti terbakar, menyengat, pedih, perih, nyeri
yang merambat, hilang kemudian timbul lagi dan tempatnya berubah-ubah (Dipiro et al., 2009). Sehingga pemberian paracetamol sudah
tepat.

b. Tepat Obat
Tepat
Paracetamol adalah salah satu pilihan terapi yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri yang dapat diberikan kepada pasien (BNF,
2017).

c. Tepat Pasien
Tepat
Paracetamol dikontraindikasikan untuk pasien yang mengalami reaksi hipersensitivitas (DIH 17 th edition, 2009). sehingga pasien tidak
dikontraindikasikan terhadap pemakaian paracetamol

d. Tepat Dosis
Dosis yang direkomendasikan pada pasien adalah 325-650 mg setiap 4-6 jam sehingga dosis yang diterima pasien telah tepat.

Ibuprofen
a. Tepat Indikasi

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 19


Tepat
Ibuprofen diindikasikan untuk pasien dengan nyeri ringan sampai sedang (BNF, 2019).

b. Tepat Obat
Tidak tepat obat
Terdapat interaksi pengobatan antara ibuprofen dengan salmeterol, yaitu berupa penurunan kadar serum kalium, sehingga
merekomendasikan untuk menghentikan penggunaan ibuprofen, hal tersebut dikarenakan ibuprofen masuk kedalam golongan NSAID
non selektif yang tidak dianjurkan umtuk penderita asma, karena memiliki efek samping memicu alergi dan menghambat produksi
prostaglandin yang berfungsi mengatur proses peradangan di dalam tubuh.

Medscape : https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker

c. Tepat Pasien
Tepat
Ibuprofen dikontraindikasikan untuk pasien yang mengalami reaksi hipersensitivitas. (DIH 17th edition, 2009).

d. Tepat Dosis
Tepat
Dosis yang direkomendasikan untuk pasien adalah 200-400 mg setiap 4-6 jam sehingga dosis yang diterima pada pasien sudah tepat.
(DIH 17th edition, 2009).

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 20


Kafein
a. Tepat Indikasi
kafein diindikasikan untuk pasien dengan nyeri, sering disertakan dalam dosis kecil dalam sediaan analgesik. penambahan kafein
dapat meningkatkan efek analgesik, tetapi dalam dosis berlebihan kafein sendiri dapat menyebabkan sakit kepala (BNF, 2019).

b. Tepat Obat
Tidak tepat obat

Medscape : https://reference.medscape.com/drug-interactionchecker )
c. Tepat Pasien

d. Tepat Dosis
Tidak tepat dosis
Dosis yang direkomendasikan pada pasien adalah 300 mg/hari (DIH 17th edition, 2009). sedangkan dosis maksimal yang diterima pasien
adalah 50 mg x3

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 21


FPP Praktikum Farmakoterapi I | 22
4.3.2. Drug Related Problems (DRPs)
DRUG RELATED
PERTANYAAN YES NO KOMENTAR
PROBLEMS (DRPs)
Korelasi obat dg masalah Adakah obat tanpa indikasi medis? V
medis
(Correlation between drug Adakah masalah medis yang tidak diobati V
therapy & medical problem)
Ketepatan Pengobatan Apakah obat yang digunakan efektif/ V
(Appropriate Therapy) mencapai hasil yang diinginkan (therapeutic
outcome)?
Apakah obat yang digunakan V
dikontraindikasikan untuk pasien?
Apakah obat yang digunakan merupakan V
drug of choice ?
Apakah terapi non-obat diperlukan? V

Drug Regimen Apakah besaran dosis sudah tepat untuk V


pasien?
Apakah frekuensi pemberian sudah tepat? V

Apakah lama pemberian obat sudah tepat? V

Duplikasi terapi/Polifarmasi Adakah terjadi duplikasi terapi? V

Adverse Drug Reactions Adakah gejala/ masalah medis yang V


disebabkan oleh obat?
Interaksi Obat Adakah interaksi obat-obat yg berdampak V
klinis?
Adakah interaksi obat- makanan yg V
berdampak klinis?
Adakah interaksi obat- pemeriksaan V
laboratorium yang berdampak klinis?
Alergi Obat/ Intoleransi Apakah terjadi alergi /intoleransi terhadap V
obat ?
Adherence/ Compliance Adakah masalah ketidak patuhan pasien V
terhadap penggunaan obat?
Apakah pasien mengalami hambatan/ V
kesulitan dalam penggunaan obat?

V. KESIMPULAN REKOMENDASI (Kepada Tenaga Kesehatan Lain)


Tuliskan sesuai dengan skala prioritas!

1. Merekomendasikan untuk menghentikan penggunaan Salbutamol 2 mg karena


kolaborasi kandungan Salmeterol (LABA) dan Fluticasone Propionate (kortikosteroid
inhalasi/ICS) pada Seretide diskus menunjukkan efektivitas yang lebih tinggi.

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 1


2. Merekomendasikan untuk menghentikan penggunaan Bodrex extra karena adanya
interaksi antara Salmeterol dengan Ibuprofen dan Caffein. Cukup diganti menggunakan
Paracetamol 500 mg 3xsehari saat merasa pusing.

VI. POIN –POIN KONSELING DAN EDUKASI (Farmakologi dan Non-Farmakologi)

1. Mengedukasi pasien cara penggunaan obat Seretide diskus 50/100 2 hisap sehari

2. Mengedukasi pasien cara penggunaan obat paracetamol saat merasakan gejala (pusing)

3. Cukup istirahat

4. Mengedukasi pasien untuk menghindari pemicu alergen seperti menghindari debu

5. Menggunakan masker apabila keluar rumah apalagi apabila berada dalam lingkungan
berdebu

6. Rajin berolahraga

V. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pasien.

Edukasi terhadap Pasien

Pada penderita asma dengan kasus asma intermitten dengan pasien asma terkontrol
dengan rekomendasi yang telah kami diskusikan bahwa penggunaan obat yang sudah
direkomendasikan dokter yaitu seretide diskus 50/100 sudah tepat dan diperbolehkan
kepada pasien dengan rekomendasikan memberhentikan penggunaan salbutamol
karena penggunaan seretide diskus sudah jauh lebih efektif.

Sedangkan untuk meredakan pusing yang dialami oleh pasien asma tersebut
penggunaan bodrex extra kurang tepat karena dapat menyebabkan kontraindikasi oleh
obat asma, hal ini dikarenakan ada ibuprofen golongan NSAID yang kontraindikasi
dengan obat asma.

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 2


VI. Pertanyaan

1. Oki Alfiansyah K100200188

Dalam ppt dijelaskan pada efek samping obat salbutamol adalah jika digunakan dalam
dosis besar kadang ditemukan tremor, paliptasi, kejang otot, takikardi, sakit kepala, dan
ketegangan. Bagaimana cara menangani efek samping dari obat salbutamol dalam
dosis besar dan rekomendasi apa yang harus diberikan jika dilakukan terapi non
farmakologi?

Jawab :

Clarissa Shanty Agustina K100200180

Pada pemberian salbutamol secara inhalasi jauh lebih sedikit menimbulkan efek
samping daripada oral. Dianjurkan pemberian inhalasi, kecuali pada penderita yang
tidak dapat/ mungkin menggunakan terapi inhalasi.

2. Lutfiana Deka Salsabilla K100200184

Apakah perlu ada pemantauan khusus dalam penggunaan seretide diskus? bagaiamana
cara penggunaan seredite diskus?

Jawab :

Oktaviani Syafitriana Nur Rizki K100200179

Hal yang perlu diperhatikan saat pemakaian :

1. Jangan gunakan Seretide Accuhaler bergantian dengan orang lain


2. Jauhkan dari jangkan anak-anak
3. Jangan menggunakan lebih dari sosi yang dianjurkan
4. Hindari penyebab timbulnya Asma
5. Bawalah selalu obat kemanapun anda pergi
6. Cek tanggal kadaluarsa

Langkah Penggunaan Seretide Diskus:

1. Cuci tangan hingga bersih sebelum menggunakan Accuhaler. Pegang


Discus pada satu tangan, letakan ibu jari tangan yang lain untuk
membuka klep.

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 3


2. Bukalah Accuhaler dengan menekan ibu jari ke kanan sampai bagian
mulut Accuhaler Discus terlihat keluar.
3. Dorong klep dan tahan tuas Accuhaler. Dorong tuas semaksimal
mungkin sampai berbunyi klik dan kaca penutup mouthiece terbuka
4. Keluarkan napas anda sebanyak mungkin
5. Hisap, letakan bagian mulut Accuhaler di bibir lalu tarik napas dalam-
dalam (jangan melalui hidung)
6. Lepaskan Accuhaler dari mulut anda, kemudian tahan napas selama 10
detik.
7. Keluarkan napas secara perlahan, bersihkan permukaan mulut
Accuhaler dengan tisu lalu tutup kembali Accuhaler. Jangan
mengeluarkan napas ke dalam Accuhaler
8. Setelah mengeluarkan napas, kumur mulut anda dengan air bersih lalu
buang.

3. Tamza Aulia Nerisa Firdani K100200191

Pasien masuk kedalam kategori asma apa? dan apakah penggunaan inhaler
hanya diperuntukkan untuk pasien asma saja?

Jawab :

Annasa Jauza Pramesti K100200178

Dalam kasus tersebut pasien termasuk dalam kategori asma terkontrol hal tersebut
dilihat dari level of asthma symptom control and future risk yang mana terjawab "tidak"
pada 4 pertanyaan, kemudian dilihat dari penatalaksanaan astma pasien masuk ke
dalam track 1 dengan kombinasi obat LABA+ICS.

Pertanyaan dari level of astma symptom control :

1. gejala >2x seminggu


2. Bangun malam hari karna asma
3. menggunakan pelega > 2x seminggu
4. ada keterbatasan aktivitas

Menurut literatur yang saya baca, penggunaan inhaler tidak hanya untuk penyakit asma
saja namun juga bisa digunakan pada penderita penyakit PPOK

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 4


VII. Daftar Pustaka
Aberg, J.A., Lacy, C., Amstrong, L., Goldman, M. and Lance, L.L. 2009. Drug
Information Handbook 17th Edition. American : PharmacistAssociation.
Anonim. 2018. Informasi Spesialite Obat (ISO). Volume 51. Jakarta : PT. Isfi.
MIMS. (2021). MIMS Indonesia 2021/2022.
PIO Nas. (n.d.). Pusat Informasi Obat Nasional.
Sears, M. R., & Lötvall, J. (2005). Past, present and future - β2-adrenoceptor
agonists in asthma management. Respirator
Medicine, 99(2), 152–170.
https://doi.org/10.1016/j.rmed.2004.07.003

FPP Praktikum Farmakoterapi I | 5


FPP Praktikum Farmakoterapi I | 6

Anda mungkin juga menyukai