Anda di halaman 1dari 10

Filsafat Penelitian

( Selayang Pandang )

Indra Ratna Kusuma Wardani


Fakultas Psikologi, UNWAMA
Yogyakarta, 2008.
Apa yang saya dengar, saya lupa
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit
Apa yang saya dengar,lihat, diskusikan, dan saya lakukan,
menjadikan saya memperoleh pengetahuan dan ketrampilan
Apa yang saya ajarkan pada orang lain, menjadikan saya seorang ahli
( Silberman, 1996 )

 Filsafat penelitian akan mendidik kita agar bersifat rasio-


nal-kritis-terbuka-rendah hati-skeptis yg positif & tidak
fanatik. Dalam hal ini dipilih materi yg ada refleksinya pa-
da kehidupan ilmiah sesuai dg tujuan pendidikan di pro-
gram S1/S2/S3.
 Definisi: sistem pemikiran yg mengarahkan penelitian
menuju perolehan makna ttg soal yang dikaji. Artinya,
memahami hakikat kemaujudan (eksistensi) fakta & ke-
jadian yg terkandung dlm persoalan tsb sbg kausalitas.
Sesuatu tdk dpt eksis (maujud) tanpa sebab (asas kausali-
tas) & sebab selalu mendahului akibat (hukum kausalitas).
 Metodologi Penelitian (MP) adlh ilmu ttg
kerangka kerja melaksanakan penelitian yg
bersistem (= penelitian dikerjakan scr kon-
tekstual).
 Konteks penelitian tersusun atas : filsafat, yg
jadi pangkal pemikiran; berpikir, yg membu-
at ide dasar/konsep; nalar, yg menjalankan
proses pemahaman problematika yg menjadi
buah telaah, & selanjutnya menjalankan pro-
ses penyimpulan; takrif, yg membuat batasan
pengertian ttg lambang sbg abstraksi obyek,
atau ttg konsep sbg abstraksi ujud; & asum-
si, yg menjadi latar belakang hipotesis &
mengisinya dg suatu implikasi tertentu.
Jadi, filsafat + berpikir + nalar + takrif +
asumsi = 5 unsur penelitian.

Dari ke 5 unsur tsb, filsafat menduduki urutan no


1 (dlm konteks MP Sosial, ditekankan pada
Filsafat Penelitian), karena akan memper-
tajam daya analisis (berpikir kritis) peneliti &
meningkatkan pengertian terhadap penelitian
serta aktivitas ilmiah lainnya.
 Akal-pikiran→ingin tahu→sesuatu yg baru ..
 Akal pikiran → khalifah Nya di bumi …
 Melalui akalnya, manusia dapat menemukan ilmu,
namun tidak otomatis; krn pikiran manusia seperti ruang
kosong yg harus diisi dgn pengetahuan.
 Manusia memperoleh pengetahuan melalui 2 fase, yakni
fase pemberitahuan & pengalaman.
 Rasa ingin tahu adalah penentu arah bagi pengem-
bangan ilmu selanjutnya.
 Rasa ingin tahu terus merasuk jiwa manu-
sia, hingga berkembang beragam jenis ilmu.

 Ilmu bukan jawaban tunggal terhadap do-


rongan rasa ingin tahu manusia, artinya
kebenaran diraih tidak harus melalui ilmu.

 Einstein (1879-1917): ilmu tanpa agama


akan buta, agama tanpa ilmu akan lumpuh;
artinya, ilmuwan = berilmu + beriman.
pertama-tama belajar tentang dirinya, kemudian berusaha belajar menjadi dirinya
sendiri, dengan cara belajar mengekspresikan potensinya ke dunia luar
(inside out). Jadi tiap manusia harus mencari jawaban bagi dirinya sendiri …!
(sang guru sejati).

Ditegaskan oleh Harefa (2000) bahwa syarat belajar (dalam pendidikan) adalah mem-
buka diri, hati bersih dari prasangka (ikhlas), dan bebas dari penghakiman
dini; ditambahkan oleh penulis bahwa ilmu itu ibarat cahaya, maksiat ibarat
penghalang, dan cahaya Tuhan enggan menyinari/menembus pada jiwa yang penuh
penghalang; sehingga jiwa tetap gelap. Menurut penulis, akhlak (moral) tidak dapat
dipisahkan dari ilmu, karena manusia berilmu ialah orang yang memiliki
akhlak/moral yang baik, dan ilmuwan bertanggungjawab secara moral untuk
berbagi ilmu dengan orang yang kurang berilmu, memberi ilmu kepada orang lain
dengan ikhlas bukan menjadi beban tetapi lebih merupakan kebutuhan (karena
ilmu memang seyogyanya diamalkan).
Psikologi pendidikan dimaknai sebagai subdisiplin psikologi yang menelaah masalah-
masalah psikologis yang terjadi dalam dunia pendidikan (terkait dengan proses
belajar, mengajar, dan proses belajar-mengajar), dapat digunakan sebagai
pedoman praktis, di samping sebaga kajian teoretik (Syah, 2001). Menyikapi defi-
nisi tersebut maka sudah selayaknya bahwa bagi setiap guru/pendidik (apapun bi-
dang keilmuannya) diharapkan memiliki ( lebih baik menguasai) pengetahuan psi-
kologi pendidikan yang memadai agar dapat mendidik para siswa melalui proses
belajar-mengajar yang berdaya guna dan berhasil guna; meskipun demikian psi-
kologi pendidikan jangan dipandang sebagai satu-satunga gudang penyimpan se-
gala jawaban yang benar dan pasti atas problematika kependidikan yang dihadapi.
Sebaliknya, guru tetap perlu tahu bahwa dalam psikologi pendidikan terdapat
serangkaian stok informasi mengenai teori-teori dan praktek belajar, mengajar,
dan belajar-mengajar yang bisa dipilih. Dalam hal ini tentu pilihannya akan
diselaraskan dengan kebutuhan kontekstual sesuai tuntutan ruang dan zaman
(sesuai dengan kekinian dan kedisinian, baik ditinjau dari kepentingan siswa
maupun dari sudut jenis dan sifat materi yang disajikan).
Epilog (επιλογ)
H a k i k a t dan M a n f a a t I l m u
….. Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu,
maka Allah memudahkan jalannya ke surga…
(Hadis Nabi)
….. Ilmu itu laksana cahaya atau lentera kehidupan, dan
agama adalah petunjuknya…
( Ghulsyani, 1995)
….. Bicaralah dengan pena, bacalah dengan tinta
dan tulislah dengan doa, agar kelak dilebihkan Nya
timbangan tinta kita dari darah para syuhada…(anonim)
Menurut Syah (2001), hal yang bisa dipetik dari psikologi pendidikan yakni: perkem-
bangan siswa, cara belajar siswa, cara menghubungkan mengajar dengan belajar,
dan pengambilan keputusan untuk pengelolaan PBM. Berlanjut ditandaskan bah-
wa cakupan psikologi pendidikan meliputi : pokok bahasan tentang “belajar”,
“proses belajar”, dan “situasi belajar”. Ikhwal pendidikan, bila dianggap jauh ber-
beda dengan pengajaran adalah keliru. Pengajaran memang tidak sama dengan
pendidikan, tetapi tidak berarti keduanya berbeda tajam. Pendidikan bisa dipan-
dang lebih utama daripada pengajaran dalam arti sebagai konsep ideal (landasan
filosofis-hukum); tetapi sulit dipercaya bila ada sebuah sistem pendidikan berjalan
tanpa pengajaran. Berlandaskan hal itu, pengajaran dengan segala bentuk perwu-
judannya sebaiknya dipandang sebagai konsep operasional yang berposisi kurang
lebih setara dengan pendidikan sebagai konsep ideal. Disimpulkan bahwa hakikat
hubungan antara pendidikan dengan pengajaran ibarat dua sisi mata uang logam.

Anda mungkin juga menyukai