Kebang
saan
Dessy Amalia
199412242022032009
1
2
A. LATAR BELAKANG
3
globalisasi. Apa yang nampaknya kurang kita sadari, tetapi dapat kita rasakan, adalah
pergeseran nilai-nilai itu. Kita kurang sadar bahwa pergeseran nilai-nilai telah terjadi.
Tetapi kita merasakan dan melihat ada perubahan-perubahan mendasar dipertontonkan
oleh perilaku sosial kita.
Pancasila memegang peranan berarti dalam menyikapi perkembangan jaman,
karena nilai- nilai dasar Pancasila dapat dibesarkan melalui kehidupan warga Indonesia
(Sanusi 2019). Pancasila yakni pemikiran hidup bangsa yang pada dasarnya dapat
membawakan arahan normatif, komentar dan pedoman dalam segala bidang kehidupan
bangsa. Artinya nilai- nilai Pancasila harus diterapkan di segala bidang, sangat utama di
bidang pendidikan (Sulianti, Effendi dan Sadiah 2020).
Pancasila mempunyai sederet nilai ialah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
demokrasi serta keadilan. Kelima nilai ini ialah satu kesatuan yang utuh dengan satu
tujuan. Nilai- nilai dasar Pancasila semacam ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
demokrasi serta keadilan bertabiat umum serta obyektif, maksudnya nilai- nilai tersebut
bisa digunakan serta diakui oleh negeri lain.
B. DASAR HUKUM
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 71 Tahun
2012 Tentang Pedoman Pendidikan Wawasan Kebangsaan
Bab 1 Pasal 1 Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa
Indonesia tentang diri dan lingkungannya mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah yang dilandasi Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhinneka Tunggal
Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bab III Pasal 6 Pendidikan Wawasan Kebangsaan menggunakan
pendekatan yang mengutamakan: pembangunan karakter bangsa.
4
D. PERMASALAHAN
Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan
“Kebangsaan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) dinyatakan bahwa secara
etimologis istilah “wawasan” berarti:
(1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti
(2) konsepsi cara pandang.
Wawasan Kebangsaan sangat identik dengan Wawasan Nusantara yaitu cara
pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan
Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan
keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006). “Kebangsaan” berasal dari kata “bangsa” yang
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) berarti kelompok masyarakat yang
bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri.
Sedangkan “kebangsaan” mengandung arti:
(1) ciri-ciri yang menandai golongan bangsa,
(2) perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan) bangsa,
(3) kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.
Wawasan kebangsaan dapat juga diartikan sebagai sudut pandang atau cara
memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk
memahami keberadaan jati diri sebagai suatu bangsa dalam memandang dirinya dan
bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsa dalam lingkungan internal dan lingkungan
eksternal (Suhady dan Sinaga, 2006).
5
kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, kesatuan pertahanan
keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).
Dalam zaman Kebangkitan Nasional 1908 yang dipelopori oleh Budi Utomo
menjadi tonggak terjadinya proses Bhineka Tunggal Ika. Berdirinya Budi Utomo telah
mendorong terjadinya gerakan-gerakan atau organisasi-organisasi yang sangat
majemuk, baik di pandang dari tujuan maupun dasarnya. Dengan Sumpah Pemuda,
gerakan Kebangkitan Nasional, khususnya kaum pemuda berusaha memadukan
kebhinnekaan dengan ketunggalikaan. Kemajemukan, keanekaragaman seperti suku
bangsa, adat istiadat, kebudayaan, bahasa daerah, agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa tetap ada dan dihormati.
Wawasan kebangsaan Indonesia tidak mengenal adanya warga negara kelas
satu, kelas dua, mayoritas atau minoritas. Hal ini antara lain dibuktikan dengan tidak
dipergunakannya bahasa jawa misalnya, sebagai bahasa nasional tetapi justru bahasa
melayu yang kemudian berkembang menjadi bahasa Indonesia.
Wawasan kebangsaan Indonesia menjadikan bangsa yang tidak dapat
mengisolasi diri dari bangsa lain yang menjiwai semangat bangsa bahari yang
terimplementasikan menjadi wawasan nusantara bahwa wilayah laut Indonesia adalah
bagian dari wilayah negara kepulauan yang diakui dunia.
Wawasan kebangsaan Indonesia yang menjadi sumber perumusan kebijakan
desentralisasi pemerintahan dan pembangunan dalam rangka pengembangan otonomi
daerah harus dapat mencegah disintegrasi / pemecahan negara kesatuan, mencegah
merongrong wibawa pemerintah pusat, mencegah timbulnya pertentangan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Melalui upaya tersebut diharapkan dapat terwujud pemerintah pusat yang bersih
dan akuntabel dan pemerintah daerah yang tumbuh dan berkembang secara mandiri
dengan daya saing yang sehat antar daerah dengan terwujudnya kesatuan ekonomi,
kokohnya kesatuan politik, berkembangnya kesatuan budaya yang memerlukan warga
bangsa yang kompak dan bersatu dengan ciri kebangsaan, netralitas birokrasi
pemerintahan yang berwawasan kebangsaan, sistem pendidikan yang menghasilkan
kader pembangunan berwawasan kebangsaan.
Wawasan kebangsaan Indonesia memberi peran bagi bangsa Indonesia untuk
proaktif mengantisipasi perkembangan lingkungan stratejik dengan memberi contoh
6
bagi bangsa lain dalam membina identitas, kemandirian dan menghadapi tantangan dari
luar tanpa konfrontasi dengan meyakinkan bangsa lain bahwa eksistensi bangsa
merupakan aset yang diperlukan dalam mengembangkan nilai kemanusiaan yang
beradab (Sumitro dalam Suhady dan Sinaga, 2006).
Akhirnya, bagi bangsa Indonesia, untuk memahami bagaimana wawasan
kebangsaan perlu memahami secara mendalam falsafah Pancasila yang mengandung
nilai-nilai dasar yang akhirnya dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku
yang bermuara pada terbentuknya karakter bangsa.
7
Meskipun perpindahan dari satu zaman ke zaman lain dapat dipandang sebagai
masa penggemblengan ataupun pengujian semangat kebangsaan untuk menemukan
format nasional, nampaknya proses character and national building di Indonesia akan
tetap berlangsung terus. Zaman berubah, masyarakat berkembang, tuntutan dan
kebutuhan pun berbeda-beda dari zaman ke zaman. Tantangan kita didewasa ini jelas
adalah globalisasi.
Derasnya pengaruh globalisasi, bukan mustahil akan memporak porandakan adat
budaya yang menjadi jati diri kita sebagai suatu bangsa dan akan melemahkan paham
nasionalisme. Paham nasionalisme adalah suatu paham yang menyatakan bahwa
loyalitas tertinggi terhadap masalah duniawi dari setiap warga bangsa ditunjukan kepada
negara dan bangsa. Meskipun dalam awal pertumbuhan nasionalisme diwarnai oleh
slogan yang sangat terkenal, yaitu: liberty, equality, fraternality, yang merupakan
pangkal tolak nasionalisme yang demokratis, namun dalam perkembangannya
nasionalisme pada setiap bangsa sangat diwarnai oleh nilai nilai dasar yang berkembang
dalam masyarakatnya masing masing, sehingga memberikan ciri khas bagi masing-
masing bangsa.
Globalisasi terjadi, karena pada akhir abad XX ini, teknologi komunikasi, mass-
komunikasi, tele-komunikasi berkembang dasyat, maju sangat pesat hingga diluar
jangkauan imajinasi manusia sebelumnya. Waktu menjadi sangat singkat, dunia
menjadi menciut sehingga tidak lagi bisa diusahakan splendid isolation di bidang
apapun. Bahkan beberapa waktu yang lalu dinyatakan bahwa era globalisasi merupakan
the end of the nation-state. Manusia bebas berhubungan satu dengan yang lain. Batas-
batas teritorial negara tidak lagi mampu menghalangi komunikasi global. Bahkan
kekuasaan negara seperti kehilangan dayanya mengontrol, menguasai, dan mengawasi
warga negaranya. Dunia boleh dikatakan mengalami masa pancaroba. Perubahan besar-
besaran dan fundamental melanda dunia, meliputi bukan hanya bangunan negara tetapi
juga orang-orang yang ada di dalamnya.
Dalam masa pancaroba seperti ini, orang mulai mencari jatidirinya dan tujuan-
tujuan kehidupannya baik sebagai individu maupun kolektivitas. Seperti dipertanyakan
oleh Prof. Scalapino, mereka juga mulai bertanya “siapakah saya?” (“Who am I?”) dan
“kemana saya?” (“Where do I go?”). Mungkin juga orang mempertanyakan arti
kebersamaan dengan orang-orang lain di sekitarnya. Apakah kehidupan bersama ini
8
memang memberi manfaat bagi dirinya, ataukah justru sebaliknya menjadi beban dan
menyengsarakan dirinya. Baik secara individu maupun kolektif, era globalisasi dan
masa pancaroba ini, telah menghadirkan berbagai pertanyaan mendasar tentang
kehidupan masing-masing orang, masyarakat dan negara. Mampukah paham
kebangsaan Indonesia menjadi orientasi kita menjawab tantangan globalisasi seperti itu?
“Mendambakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila”. Jawaban-
jawaban ini sudah menjawab pula pertanyaan tentang kebersamaan dengan orang-orang
lain dalam masyarakat dan bangsa Indonesia. Jika keadilan dan kemakmuran
merupakan intisari dari wujud akhir paham kebangsaan, maka kebersamaan dalam
masyarakat dan bangsa Indonesia sekaligus menjadi kebersamaan dalam
memperjuangkan tercapainya keadilan dan kemakmuran itu. Keadilan dan kemakmuran
yang tidak membeda-bedakan warga masyarakat, warga Negara karena asal-usul, ras,
golongan dan sebagainya.
Era globalisasi pula telah mengganti tatanan dunia yang meliputi tatanan
kehidupan dunia dimanapun di dunia, orang bisa dengan cepat berinteraksi serta melihat
tatanan dunia dimanapun mereka terletak. Dari sudut pandang politik, globalisasi sudah
bawa akibat ataupun pengaruh yang positif, semacam penyelenggaraan pemerintahan
yang terbuka serta demokratis. Dari aspek ekonomi misalnya, terbukanya pasar
internasional, kenaikan peluang kerja serta kenaikan devisa negeri. Dari perspektif
sosial serta budaya, kita dapat meniru pola pikir yang baik dari negeri maju yang lain,
semacam etika serta disiplin profesi yang lebih besar, dan iptek. Pembelajaran nasional
ataupun pembelajaran kewarganegaraan serta pembelajaran pancasila merupakan
pembelajaran yang ditanamkan semenjakpendidikan dasar.
Globalisasi sendiri merupakan permasalahan nasional. Globalisasi mempunyai
aspek positif serta negatif. Tetapi dibanding dengan aspek positifnya, penyerapan hal-
hal negatif malah lebih banyak diserap oleh kanak- kanak Tanah Air. Perihal ini
berakibat pada pergantian nilai- nilai kebangsaan yang sudah di jaga oleh nenek moyang
serta pendiri semenjak lama. Semacam yang diketahui, Globalisasi membolehkan tiap
orang meningkatkan budaya. Pertukaran budaya semacam ini bisa menarik orang, serta
pada sesi lanjut, orang bisa memakai budaya ini apalagi dalam kehidupan tiap hari.
9
E. PEMECAHAN MASALAH
10
Pembangunan Karakter
Dari segi bahasa, membangun Karakter (“Character Building”) yang terdiri dari
2 kata yaitu : membangun (to build) dan karakter (Character). Adapun arti
“Membangun” bersifat memperbaiki, membina, mendirikan, mengadakan sesuatu.
Sedangkan “karakter” adalah tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, ahklak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain.
Pengertian “membangun Karaketer” (Character Building) adalah suatu proses
atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki, dan untuk membentuk tabiat,
watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga
manunjukkan parangai dan tingkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai Pancasila.
Berdasarkan pengertian tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa upaya
membangun karakter akan mengambarkan hal-hal pokok sebagai berikut:
1) Merupakan suatu proses yang terus menerus dilakukan untuk membentuk tabiat,
watak, sifat-sifat kejiwaan yang berlandaskan kepada semangat pengabdian dan
kebersamaan;
2) Menyempurnakan karakter yang ada untuk terwujudnya karakter yang diharapkan
dalam rangka penyelengaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan;
3) Membina karakter yang ada sehingga menampilkan karakter yang kondusif dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dilandasi dengan nilai-
nilai falsafah bangsa yakni Pancasila
Membangun karakter bangsa pada hakekatnya adalah agar sesuatu bangsa atau
masyarakat itu memiliki karakter sebagai berikut :
i. Adanya saling menghormati dan menghargai diantara sesama;
ii. Adanya rasa kebersamaan dan tolong menolong;
iii. Adanya rasa persatuan dan kesatuan sebagai suatu bangsa;
iv. Adanya rasa peduli dalam kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara;
v. Adanya moral, ahklak yang dilandasi oleh nilai-nilai agama;
11
vi. Adanya perilaku dan sifat-sifat kejiwaan yang saling menghormati dan saling
menguntungkan;
vii. Adanya kelakuan dan tingkah laku yang senantiasa menggambarkan nilai-nilai
agama, nilai-nilai hukum dan nilai-nilai budaya;
viii. Sikap dan perilaku yang menggambarkan nilai-nilai kebangsaan.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, maka sifat karakter suatu
bangsa/masyarakat pada dasarnya dapat dikenali pada dua sifat, yaitu;
1. Karakter yang bersifat positif, yakni suatu tabiat, watak yang menunjukkan nilai-
nilai positif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
2. Karakter yang bersifat negatif, yakni tabiat, watak yang menunjukkan nilai-nilai
negatif terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Pemahaman dan pemaknaan wawasan kebangsaan dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan bagi aparatur, pada hakikatnya terkait dengan
pembangunan kesadaran berbangsa dan bernegara yang berarti sikap dan tingkah laku
PNS harus sesuai dengan kepribadian bangsa dan selalu mengkaitkan dirinya dengan
cita-cita dan tujuan hidup bangsa Indonesia (sesuai amanah yang ada dalam Pembukaan
UUD 1945) melalui:
1. Menumbuhkan rasa kesatuan dan persatuan bangsa dan negara Indonesia yang
terdiri dari beberapa suku bangsa yang mendiami banyak pulau yang membentang
dari Sabang sampai Merauke, dengan beragam bahasa dan adat istiadat kebudayaan
yang berbeda-beda. Kemajemukan itu diikat dalam konsep wawasan nusantara
yang merupakan cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya
yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2. Menumbuhkan rasa memiliki jiwa besar dan patriotisme untuk menjaga
kelangsungan hidup bangsa dan negara. Sikap dan perilaku yang patriotik dimulai
dari hal-hal yang sederhana yaitu dengan saling tolong menolong, menciptakan
kerukunan beragama dan toleransi dalam menjalankan ibadah sesuai agama
masing-masing, saling menghormati dengan sesama dan menjaga keamanan
lingkungan.
3. Memiliki kesadaran atas tanggungjawab sebagai warga negara Indonesia yang
menghormati lambang-lambang negara dan mentaati peraturan
perundangundangan. Berbagai masalah yang berkaitan dengan kesadaran berbangsa
12
dan bernegara perlu mendapat perhatian dan tanggung jawab bersama. Sehingga
amanat pada UUD 1945 untuk menjaga dan memelihara Negara Kesatuan wilayah
Republik Indonesia serta kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Hal yang dapat
mengganggu kesadaran berbangsa dan bernegara bagi PNS yang perlu di cermati
secara seksama adalah semakin tipisnya kesadaran dan kepekaan sosial, padahal
banyak persoalan-persoalan masyarakat yang membutuhkan peranan PNS dalam
setiap pelaksanaan tugas jabatannya untuk membantu memediasi masyarakat agar
keluar dari himpitan masalah, baik itu masalah sosial, ekonomi dan politik, karena
dengan terbantunya masyarakat dari semua lapisan keluar dari himpitan persoalan,
maka bangsa ini tentunya menjadi bangsa yang kuat dan tidak dapat di intervensi
oleh negara apapun, karena masyarakat itu sendiri yang harus disejahterakan dan
jangan sampai mengalami penderitaan.
Nilai- nilai Pancasila sendiri ialah nilai- nilai yang mengaitkan karakter serta
kebiasaan masyarakat lokal Indonesia. Tiap nilai Pancasila mewakili bangsa itu sendiri
secara totalitas. Kehidupan warga di masa globalisasi ini mewajibkan mereka untuk
melestarikan nilai- nilai Pancasila. Perihal tersebut dilakukan untuk melindungi serta
mengendalikan eksistensi nilai- nilai Pancasila. Di sisi lain, melestarikan nilai- nilai
Pancasila pula sangat berguna untuk melindungi implementasi serta pelaksanaan nilai-
nilai Pancasila oleh penerus Bangsa.
Pancasila didirikan dengan harapan membangun negeri yang besar. Sedangkan
itu, bagi Hariyono (2014), ekspresi Pancasila tidak lebih dari sebab karakter- karakter
tersebut menginginkan ekspresi dasar suatu negeri yang bisa mewakili seluruh
kebutuhan rakyatnya, serta jadi pandangan hidup nasional yang bisa dianut oleh segala
warga Indonesia.
Selaku pandangan hidup bangsa, Pancasila ialah landasan serta/ ataupun
landasan tiap lembaga hukum, politik, serta kemasyarakatan di Indonesia (Suparlan:
2012). Selaku pandangan hidup, Pancasila pula menampung tiap kelompok yang
mewakili bangsa dalam wadah yang diucap “Bineka Tunggal Ika” ataupun dimaksud
selaku wadah dengan pemikiran yang berbeda namun sama. Kedudukan Pancasila
13
dalam pandangan hidup bangsa sudah diperjelas dalam Pembukaan UUD 1945
(Asmaroini: 2017). Asmaroini melanjutkan, selaku teologi bangsa, Pancasila wajib terus
diterapkan dalam tiap kehidupan berbangsa serta bernegara. Konon inilah implementasi
penuh Pancasila dalam kehidupan berbangsa. Di sisi lain, untuk pandangan hidup
sesuatu negara, Pancasila wajib sanggup jadi tameng spesial untuk generasi muda.
Dengan terdapatnya Pancasila, bila diimplementasikan dengan baik hingga generasi
muda wajib sanggup membedakan yang baik dari yang kurang baik dari globalisasi.
Pancasila sendiri memiliki sebagian nilai luhur yang wajib diterapkan pada tiap
penduduk Negara Kesatuan Republik Indonesia.
14
F. SARAN
Dunia yang damai serta Martabat yang diprakarsai oleh pendiri negeri Indonesia
memerlukan fakta untuk menunjang implementasi Pancasila dalam pemerintahan
negara. Pancasila hendak tetap jadi inspirasi untuk segala aspek kehidupan berbangsa
serta bernegara, tercantum dalam formulasi bermacam peraturan perundang-undangan.
Oleh sebab itu, bangsa Indonesia mempunyai landasan moralitas serta nasionalisme
yang jelas serta berpandangan jauh ke depan, serta tujuan harapan sangat berarti untuk
pembangunan berkepanjangan serta kejayaan negeri.
Salah satunya metode untuk mengembalikan nilai- nilai Pancasila merupakan
dengan mengenalkannya kembali ke masyarakat. Triknya dengan menanamkan nilai-
nilai kebangsaan sambil menggelar hari libur nasional di tiap pertemuan. Tidak hanya
itu dapat pula lewat jalan pembelajaran. Dengan metode ini, pendidik bisa menanamkan
banyak pemikiran kebangsaan di golongan siswa. Tidak hanya jalan pembelajaran, itu
pula dapat dicapai lewat pertunjukan serta seni. Seniman dapat melaksanakan pameran
dengan nilai- nilai nasionalis. Dengan begitu, masyarakat sanggup menyerap sisi
nasionalisme. Terakhir, butuh dilakukan upaya untuk menanamkan nilai- nilai luhur
Pancasila. Tata cara di atas merupakan contoh dari apa yang dapat dicoba. Tidak hanya
contoh di atas, orang pula bisa mempraktikkan tata cara lain yang lebih dipersonalisasi.
Lewat cara- cara tersebut diharapkan warga bisa lebih menguasai, menyerap serta
mengapresiasi nilai- nilai Pancasila serta mengaplikasikannya selaku identitas bangsa
dalam kehidupannya
15
G. PENUTUP
16
mengembalikan nilai- nilai Pancasila merupakan dengan mengenalkannya kembali ke
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
17