Anda di halaman 1dari 6

Dimensi Spiritual

Keberadaan perusahaan diperlukan untuk melayani kebutuhan masyarakat bila perusahaan


dilihat dari dimensi sosial. Sepanjang masyarakat masih memerlukan produk perusahaan,
perusahaan akan tetap dapat exist. Kegiatan bisnis dalam pandangan Barat tidak pernah
dikaitkan dengan agama, Padahal kalau ditelusuri dalam ajaran agama-agama besar, ada
ketentuan yang sangat Jelas tentang kegiatan bisnis ini. Dalam agama Islam dijumpai suatu
ajaran bahwa menjalankan kegiatan bisnis itu merupakan bagian dari ibadah, asalkan
kegiatan bisnis (ekonomi) diatur berdasarkan wahyu yang tercantum dalam Al Ouran dan
Sunnah Rasul (Dawam Rahardfo, 1990). Selanjutnya Dawam Rahardjo mengatakan bahwa
ada tiga doktrin dalam Islam, yaitu: ibadah, akhirat, dan amal saleh. Interpretasi yang lebih
luas tentang ketiga doktrin ini sudah lama dikaji dan dipahami. Ibadah tidak hanya diartikan
dalam arti sempit-hanya menyangkut aspek ritual seperti sholat dan puasa tetapi juga terkait
urusan mencari rezeki dan menuntut ilmu. Dalam doktrin akhirat, kegiatan manusia tidak
semata-mata hanya memburu surga dengan mengabaikan atau menjauhi kewajiban-kewajiban
hidup di dunia. Begitu pula interpretasi luas mengenai amal saleh tidak hanya dalam bentuk
charity, seperti sumbangan untuk membangun mesjid, tetapi juga termasuk kegiatan jual-beli
dan sewa menyewa (Dawam Rahardjo, 1990).
Nyoman S, Pendit (2002) mengemukakan bahwa dalam Bhagavadgita yang merupakan salah
satu dari lima kitab suci Hindu dikemukakan empat cara untuk berhubungan dengan Tuhan,
dan keempatnya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, yaitu: bakti yoga (jalan
kebaktian, sembahyang, dan kasih sayang), karma yoga (jalan tindakan/kerja), jnana yoga
(jalan ilmu pengetahuan), dan raja yoga (jalan meditasi, zikir). Berikut ini adalah kutipan
salah satu sloka dalam Baghavad Gita yang berkaitan dengan tindakan/kerja (karma yoga)
yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih artinya sebagai berikut.
"Orang tidak akan mencapai kebebasan,
Karena diam tidak bekerja,
Juga la tidak akan mencapai kesempurnaan
Karena menghindari kegiatan kerja."
Menurut Peschke S.V.D. (2003), dalam agama Kristen dijumpai suatu pandangan bahwa
hakikat tujuan hidup tertinggi umat manusia adalah untuk memuliakan Allah di surga.
Namun panggilan umat Kristen untuk mencapai tujuan tertinggi ini sama sekali tidak
melupakan kewajiban mereka untuk berperan dalam pembangunan dunia, Selanjutnya
Peschke S.V.D. mengatakan bahwa manusia dipanggil untuk menguasai dunia dan segenap
isinya serta mengolah dan merawatnya. Pandangan in menjadi dasar pembenaran bahwa
kegiatan bisnis itu bukan saja tidak bertentangan dengan ajar agama, tetapi justru manusia
diberi wewenang untuk mengolah dunia asalkan dilakukan denga penuh tanggung jawab.
Maksud tanggung jawab di sini adalah bahwa dalam menguasai dan mengelola dunia harus
dilakukan dengan disertai kesadaran untuk memajukan, merawat, dan melestarikan dunia
beserta isinya: bukan sebaliknya justru berdampak merugikan masyarakat dan merusak alam
beserta seluruh Isinya. kegiatan bisnis yang baik seperti Ini dapat disebut kegiatan bisnis yang
religius. Kalau tidak mau menggunakan istilah religius, dapat saja memakai istilah lain yang
mempunyai makna yang sama, yaitu kegiatan bisnis yang spiritual, atau kegiatan bisnis
tercerahkan. Kegiatan bisnis yang spiritual tumbuh berdasarkan paradigma sebagai berikut:
 Pengelola dan pemangku kepentingan (stakeholders) menyadari bahwa kegiatan
bisnis adalah bagian dari ibadah (God devotion).
 Tujuan bisnis adalah untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan
atau masyarakat (prosperous society).
 Dalam menjalankan aktivitas bisnis, pengelola mampu menjamin kelestarian alam
(planet conservation).

Dewasa ini telah muncul banyak perusahaan multinasional (multinational corporation—


MNC) Yang aktivitasnya tidak lagi mengenal batas batas negara dan bahkan pendapatannya
banyak yang telah melampaui anggaran pendapatan banyak negara. Perusahaan-perusahaan
ini menjadi motor benggerak perekonomian dunia dan menghasilkan kemajuan
perekonomian dunia yang spektakuler tebagaimana bisa kita saksikan dan rasakan saat ini.
Meskipun saat ini perekonomian dunia telah hencapai tingkat yang sangat maju, namun tak
urung juga menimbulkan dampak negatif, antara kin kesenjangan antara golongan kaya
dengan golongan miskin yang makin melebar, timbulnya demanasan global: kerusakan hutan:
ancaman kemusnahan kehidupan akibat limbah beracun: bisnis yang memproduksi dan
memperdagangkan barang/jasa terlarang (narkoba, judi, pelacuran, Nan lain-lain): bisnis yang
memproduksi dan memperdagangkan berbagai jenis senjata pemusnah Inassal: dan
sebagainya. Semua ini membuktikan bahwa masih banyak pelaku bisnis dan oknury
bemangku kepentingan (stakeholders) terkait yang belum sepenuhnya mengikuti ajaran
agama dalam menjalankan praktik bisnis mereka
PENDEKATAN PEMANGKU KEPENTINGAN (STAKEHOLDERS)
Tanggung Jawab Manajemen dan Teori Pemangku Kepentingan
Dari sudut pandang pengelola perusahaan (manajemen), dijumpai beberapa paradigma
berkaitan dengan peran dan tanggung jawab manajemen dalam mengelola perusahaan. Dalam
dunia akuntansi, wujud pcran dan tanggung Jawab manajemen Ini tercermin dalam beberapa
teori yang berkaitan dengan pemangku kepentingan. Menurut Schroeder (1998), paling tidak
ada enam teori pemangku kepentingan, yaitu: teori kepemilikan (proprietary theory), teori
entitas (entity theory), teori dana (fund thcory), teori komando (command theory), teori
perusahaan (enterprise theory), dan teori ekuitas sisa (residual eguity theory).
Walaupun belum ada kesamaan mengenai istilah yang baku, namun belakangan ini muncul
pandangan baru tentang pengelolaan perusahaan yang menggunakan beberapa istilah berbeda
tetapi mempunyai makna yang sama, yaitu perusahaan tercerahkan (enlightened company),
atau perusahaan dengan modal spiritual (spiritual capital). Istilah perusahaan tercerahkan
(enlightened company) diperkenalkan oleh Hansen dan Allen dalam bukunya yang terkenal
berjudul Cracking the Millionaire Code, sedangkan istilah spiritual capital diperkenalkan oleh
Zohar dan Marshall dalam buku best sellernya yang berjudul Spiritual Capital.
Pada umumanya, dulu perusahaan didirikan oleh pemilik yang sekaligus merangkap sebagai
pengelola perusahaan: tidak ada pemisahan antara pengelola (manajemen) dengan pemilik
perusahaan. Tujuan pengelolaan perusahaan jelas adalah untuk meningkatkan laba dan
kekayaan pemilik Dengan berkembangnya perusahaan hingga mencapai skala besar dan
dengan diperkenalkannya bentuk hukum perusahaan yang berstatus Perseroan Terbatas (PT),
serta dengan makin banyaknya perusahaan yang kepemilikannya dimiliki oleh masyarakat
umum (perusahaan go public), maka mulai terdapat pemisahan antara pengelola (manajemen,
eksekutif) dengan pemilik perusahaan (pemegang saham). Walaupun sudah terdapat
pemisahaan antara pengelola dengan pemilik perusahaan, namun orientasi dan paradigma
pengelolaan ini rnasih belum berubah. Itu berarti bahwa tujuan pengelolaan perusahaan
adalah untuk meningkatkan laba dan kekayaan para pemilik perusahaan (pemegang saham),
sedangkan kepentingan para pemangku kepentingan selain pemegang saham belum mendapat
perhatian yang seimbang. Oleh karena itu, paradigma pengelolaan masih menganut teori
kepemilikan. Pada hakikatnya, pandangan pengelola perusahaan dalam teori ekuitas sisa
masih sam3 dengan pandangan pengelola dalam teori kepemilikan. Hanya saja dalam teori
ekuitas sisa, orientasi pengelola Iebih ditujukan kepada para pemegang saham biasa,
sedangkan pemegang saham prefereo tidak mendapat perhatian yang setara,
Paradigma yang sangat berbeda dijumpai dalam teori dana dan teori komando, Dalam teori
dana, manajemen dalam mengelola suatu lembaga/organisasi lebih berorientasi kepada
restriksi lega) atas penggunaan dana yang dipercayakan kepadanya. Para penyandang dana
memberikan otoritas pengelolaan dana kepada manajemen dalam batas-batas/koridor legal
yang diperkenankan untuk setiap jenis dana. Setiap jenis dana hanya diperkenankan
digunakan untuk jenis pengeluaran/program" spesifik sesuai persetujuan dari penyandang
dana. Paradigma teori dana Ini lebih banyak dianut oleh para pengelola dana publik nirlaba,
seperti pemerintah atau lembaga-lembaga sosial/keagamaan" Pemerintah atau pengelola
organisasi nirlaba ini mempertanggungjawabkan dana publik berdasarkan? Ketentuan,
restriksi, dan alokasi anggaran dana yang disetujui oleh penyandang dana
Kondisi yang berlawanan dengan hal di atas diberikan oleh teori komando, Dalam teori
komando, manajemen tidak lagi berorientasi kepada para pemangku kepentingan di luar
perusahaan, tetapi lebih melihat fungsi dirinya dalam mengendalikan perusahaan. Manajemen
mulai berorientasi ke dalam, yaitu kepada unit-unit organisasi internal perusahaan. Dalam hal
ini, manajemen mulai meminta pertanggungjawaban dari setiap unit organisasi yang ada di
bawah komando/kendalinya atas kewenangan yang didelegasikan kepada setiap unit
organisasi dalam mengelola dana/harta perusahaan yang dipercayakan kepada unit unit
organisasi tersebut. Sejalan dengan paradigma ini, peranan fungsi akuntansi adalah
memberikan bantuan untuk menyusun laporan pertanggungjawaban atas sumber daya dan
dana yang dikelola oleh setiap unit untuk dilaporkan kepada atasan secara berjenjang. Dari
situ kemudian muncul istilah “akuntansi pertanggungjawaban” (responsibility accounting).
Selanjutnya, peran dan paradigma pengelolaan perusahaan mulai berubah lagi seiring dengan
makin besar dan kompleksnya perusahaan. Sejalan dengan ini, mulai muncul teori baru yang
lebih dikenal sebagai teori perusahaan (enterprise theory). Dalam teori ini, peranan bisnis
tidak lagi hanya dilihat secara terbatas dari satu atau beberapa pemangku kepentingan saja.
Perusahaan sudah dianggap sebagai lembaga sosial, yaitu suatu lembaga yang menciptakan
manfaat dan kesejahteraan kepada semua pemangku kepentingan. Teori perusahaan kini lebih
populer dengan istilah teori pemangku kepentingan (stakeholders theory).
Pemangku kepentingan (stakeholders) adalah semua pihak (orang atau lembaga) yang
memengaruhi keberadaan perusahaan dan/atau dipengaruhi oleh tindakan perusahaan
(Lawrence, Weber, dan Post, 2005). Selanjutnya Lawrence, Weber, dan Post membagi
pemangku kepentingan ke dalam dua golongan, yaitu pemangku kepentingan pasar (market
stakeholders) dan pemangku kepentingan nonpasar (nonmarket stakeholders). Baron (2006)
menggunakan istilah yang hampir sama, yaitu lingkungan pasar (market environment) dan
lingkungan nonpasar (nonmarket environment). Sementara itu, Sonny Keraf (1998)
menggunakan istilah kelompok primer dan kelompok sekunder. Kelompok primer adalah
mereka yang mengadakan transaksi atau berinteraksi langsung dengan perusahaan. Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah: pelanggan, pemasok, pemodal (pemegang saham),
pemberi pinjaman (seperti: bank, perusahaan leasing, dan sebagainya), serta karyawan
perusahaan, Kelompok sekunder adalah semua pemangku kepentingan yang tidak termasuk
dalam kelompok primer tersebut. Mereka ini tidak secara langsung berinteraksi atau
bertransaksi dengan perusahaan, tetapi kepentingan (interest) dan kekuatan (power)
kelompok ini dapat saja memengaruhi keberadaan perusahaan, Yang termasuk dalam
kelompok ini adalah: pemerintah, media massa, para dgivis lingkungan hidup, masyarakat di
sekitar perusahaan, akademisi, dan sebagainya.
Dengan makin maraknya skandal bisnis dalam berbagai bentuk manipulasi laporan keuangan
yang melibatkan para eksekutif puncak perusahaan-perusahaan besar berskala global
menjelang akhir abad ke-20 yang merugikan banyak pihak yang berkepentingan, maka
muncul pengaturan baru dari Otoritas pernerintah yang pada intinya mempertegas
pengawasan, wewenang, dan tanggung jawab Para eksekutif puncak dalam mengelola
perusahaan. Di Amerika Serikat, wujud baru pengawasan, wewenang, dan tanggung jawab
para eksekutif ini tertuang dalam Undang-Undang yang sangat terkenal yang disebut
Sarbanes-Oxley Act (SOX).
Namun yang lebih penting adalah munculnya pandangan baru dalam mengelola suatu
Perusahaan. Pandangan baru Ini lebih menyoroti perilaku para eksekutif puncak perusahaan
karena Perilaku para eksekutif puncak Ini sangat menentukan keberlangsungan hidup suatu
perusahaan. Para eksekutif puncak dituntut untuk tidak hanya bersifat etis, tetap! diharapkan
mempunyai tingkat kesadaran transendenial atau tingkat kesadaran spiritual.
Para eksekutif yang telah mencapal tingkat kesadaran spiritual inl akan memaknai kegiatan
pengelolaan perusahaan sebagai bagian dari Ibadah kepada Tuhan yang Maha Kuasa,
menjadikan perusahaan yang dikelolanya sebagai sarana untuk melakukan pelayanan secara
tulus untuk memajukan kesejahteraan semua pemangku kepentingan, sekaligus menjaga dan
memelihara kelestarian alam, Perusahaan yang dikelolanya akan menjadi perusahaan yang
tercerahkan (enlightened company)
Hubungan tingkat Kesadaran, Teori Etika, dan Paradigma Pengelolaan Perusahaan

Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholder Analysis)


Berdasarkan pendekatan sistem, perusahaan adalah bagian atau unsur dari sistem yang lebih
besar (suprasystem). Sebagai suatu sistem terbuka, perusahaan saling berinteraksi dengan
semua pihak terkait (stakeholders) sehingga keberadaan perusahaan bersifat saling
memengaruhi dengan semua pemangku kepentingan tersebut. Menyadari bahwa keberadaan
perusahaan sangat ditentukan oleh para pemangku kepentingan ini, maka para eksekutif
perusahaan mulai menyadari pentingnya melakukan proses pengambilan keputusan
berdasarkan pendekatan dan analisis pemangku kepentingan. Hal penting yang perlu
dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan berdasarkan pendekatan pemangku
kepentingan, antara lain:
 Lakukan identifikasi semua pemangku kepentingan, baik yang nyata maupun yang
masih bersifat potensial.
 Cari tahu kepentingan (interest) dan kekuasaan (power) setiap golongan pemangku
kepentingan.
 Cari tahu apakah ada koalisi kepentingan dan kekuasaan antar golongan pemangku
kepentingan tersebut.
Keputusan diambil berdasarkan pertimbangan
 Pemangku kepentingan adalah pihak yang menerima manfaat paling besar dari
keputusan itu: atau "
 bKalaupun ada pihak yang dirugikan, dampak kerugiannya hanya menimpa sesedikit
Mungkin pemangku kepentingan, atau
 Keputusan yang diambil tidak membentur kepentingan dan kekuasaan kelompok
peman gku kepentingan yang dominan.
Pengertian kepentingan di sini adalah sesuatu yang menyebabkan kelompok pemangku
kepentingan ini tertarik atau peduli pada perusahaan, sedangkan kekuasaan di sini diartikan
sebagai seberapa kuat pengaruh/kekuatan kelompok ini dalam menentukan arah dan
keberadaan Perusahaan. Beberapa contoh kelompok kepentingan dan kekuasaan mereka
dapat di jelaskan pada tabell 4.3a dan 4.3b.

Anda mungkin juga menyukai