Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH KELOMPOK 5

METABOLISME FRUKTOSA DALAM HATI


Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biokimia
Dosen Pengampu: Febrianti, S.P., M.Si.

Kelompok Penyusun:
1. Cindi Maelani Putri (11201010000039)
2. Faiz Pandhika Ichsan P. (11201010000064)
3. Kamalia Nur Aghnia (11201010000073)
4. Tika Puspa Asih (11201010000060)

KELAS 2B
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas


berkat rahmat dan karunia-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan
judul “Metabolisme Fruktosa dalam Hati.” Salawat dan salam selalu tercurahkan
kepada junjungan dan suri tauladan umat manusia, Nabi Muhammad SAW yang
selalu dinantikan syafaatnya di hari kiamat kelak.
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biokimia
terkait dengan materi metabolisme fruktosa. Penyusun mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besaranya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusun dalam
menyusun makalah ini.
Penyusun juga berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Penyusun menyadari banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh
karena itu apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini penyusun memohon maaf.
Dengan segala kerendahan hati penyusun meminta kritik, saran dan masukan dari
pembaca sebagai bahan peningkatan pengetahuan pada tugas mendatang.

Jakarta, April 2021

Tim Penyusun
Kelompok 5
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fruktosa merupakan gula sederhana yang banyak terdapat dalam buah
atau sayur. Misalnya, terdapat pada madu. Oleh karena itu, banyak masyarakat
yang menganggap konsumsi gula fruktosa itu sangat baik bagi tubuh. Namun,
konsumsi fruktosa dalam jumlah berlebih dapat mengganggu metabolisme atau
bahkan menyebabkan kondisi patologis.
Dewasa kini, gula fruktosa dimanfaatkan oleh banyak produk industri
makanan dan minuman khususnya yang berbentuk kemasan. Diketahui sudah
sejak tahun 1970, penggunaan fruktosa dimanfaatkan dalam industri makann
dan minuman sebagai pemanis dalam bentuk High Fructose Corn Syrup
(HFCS) (Prahastuti, 2011, p.175). Penggunaan gula fruktosa karena fruktosa
merupakan karbohidrat yang paling manis bahkan rasa manisnya 1,7 kali lebih
tinggi dari jenis sukrosa lainnya (Prahastuti, 2011. Fruktosa dapat dijumpai
pada minuman soda, jelly, cookies, kue, dan lainnya. Semakin marak
penggunaan fruktosa tentu mengakibatkan semakin banyak masyarakat
mengonsumsi gula fruktosa.
Sama halnya dengan jenis karbohidrat yang lain, konsumsi fruktosa
memang berperan dalam metabolisme. Akan tetapi, konsumsi dengan jumlah
yang berlebihan justru akan mengganggu kondisi homeostasis metabolisme
fruktosa. Tubuh manusia memiliki kapatisas maksimal yang aman dalam
mengonsumsi fruktosa. Konsumsi druktosa melebihi batas normal akan
mengakibatkan kondisi patologis seperti fatty liver, resistensi insulin, dan
obesitas. Oleh karena itu, penulis beranggapan perlu ada informasi mengenai
metabolisme fruktosa. Dengan makalah ini penulis berharap dapat membantu
dan mengedukasi pembaca dalam mengatur konsumsi fruktosa secara tidak
berlebihan.

B. Tujuan
1. Menjelaskan struktur molekul fruktosa.
2. Menjelaskan perbedaan metabolisme fruktosa dan metabolisme glukosa.
3. Menjabarkan mekanisme metabolisme fruktosa di dalam hati.
4. Menjelaskan indikator homeostasis metabolisme fruktosa.
5. Menjelaskan kondisi patologis akibat metabolisme fruktosa tidak dalam
kondisi homeostasis.
6. Menjelaskan upaya pencegahan kondisi patologis akibat metabolisme
fruktosa tidak dalam kondisi homeostasis.
7. Menjelaskan tafsir ayat yang mendorong upaya pencegahan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fruktosa
Fruktosa berasal dari bahasa latin “fructus” yang artinya buah-buahan
(Nelson dan Cox, 2017). Fruktosa merupakan monosakarida yang terdiri atas
enam karbon (heksosa) yang mengikat lima gugus hidroksil dan mengandung
gugus karbonil sebagai keton (Nelson and Cox, 2017). Fruktosa termasuk
monosakarida yang umum ditemukan di alam. Fruktosa dikonsumsi dalam
bentuk sukrosa dan jarang dalam bentuk bebas. Di dalam usus, sukrosa
dihidrolisis oleh enzim sukrase menjadi fruktosa dan glukosa (Prahastuti,
2011). Setelah diabsorpsi oleh usus, fruktosa diangkut melalui vena porta
menuju hepar untuk dimetabolisme menjadi lipid (Prahastuti, 2011).

Gambar 1: Struktur Fruktosa (Nelson dan Cox, 2017)


Fruktosa dikenal juga dengan nama levulosa (gula buah). Sebagian
besar buah-buahan mengandung 1-7% fruktosa, atau bahkan lebih banyak.
Selain buah-buahan, fruktosa juga terdapat dalam madu dan sayuran.
Meskipun begitu, sumber utama dari fruktosa merupakan derivat gula bit
dan gula tebu yang banyak ditemukan dalam buah-buahan dan sayuran
(Desmawati, 2017).

B. Metabolisme Fruktosa
Metabolisme fruktosa yang utama terjadi di dalam hati, dan sebagian
lagi terjadi di usus halus dan ginjal. Selain itu, metabolisme fruktosa terjadi
dalam jaringan otot dan adiposa. (Prahastuti, 2011) Metabolisme fruktosa
berlangsung dengan tujuan menjaga hati agar tidak terjadi penumpukan lemak
di hati akibat konsumsi fruktosa. Fruktosa dimetabolisme di dalam hati melalui
reaksi fosforilasi yang membentuk fruktosa 1-phosphat, yang dikatalisis oleh
enzim fruktokinase. Selanjutnya diikuti pembentukan senyawa intermedia jalur
glikolisis, sehingga produk utama metabolisme fruktosa dalam hati sama
dengan hasil metabolisme glukosa termasuk glukosa darah, laktat, dan
glikogen. (Prahastuti, 2011) Enzim fruktokinase tidak dipengaruhi oleh
hormon insulin, sehingga metabolisme fruktosa ini merupakan jalur alternatif
untuk jalur oksidasi glukosa pada penderita diabetes mellitus (Firani, 2017).
Sementara itu, metabolisme fruktosa yang terjadi di jaringan otot dan adiposa
dapat difosforilasi oleh heksokinase untuk membentuk fruktosa 6-fosfat yang
akan masuk ke glikolisis (Wahyuni, 2017).
Fruktosa mengalami reaksi glikolisis lebih cepat dibandingkan
glikolisis pada glukosa, karena fruktosa melewati (bypass) tahap reaksi yang
dikatalisis oleh enzim fosfofruktokinase. Hal ini dapat menyebabkan fruktosa
membanjiri laju metabolisme di dalam hati yang dapat mengakibatkan
terjadinya peningkatan sintesis lemak, peningkatan esterifikasi asam lemak,
dan peningkatan sekresi very low density lipoprotein (VLDL) di hati.
Peningkatan reaksi ini mengakibatkan peningkatan kadar trisilgliserol di dalam
darah dan peningkatan kadar low density lipoprotein (LDL). (Prahastuti, 2011)
Fruktosa sangat efisien menginduksi de novo lipogenesis (DNL),
dengan menyediakan atom karbon untuk gliserol dan asil-KoA untuk sintesis
trigliserida dan meningkatkan penimbunan lemak dalam hepar yang
menyebabkan penurunan sensitivitas insulin. Fruktosa tidak membutuhkan
insulin untuk masuk ke dalam sel dan hanya sebagian kecil fruktosa yang ikut
dalam metabolisme glukosa, akan tetapi bila timbul kelaparan dan diabetes
yang tidak terkontrol, pembentukan glukosa dari fruktosa akan meningkat
melalui proses gluconeogenesis. (Prahastuti, 2011)
Fruktosa dan glukosa merupakan gula utama dalam diet karbohidrat
manusia. Fruktosa diabsorpsi oleh intestinum melalui mekanisme yang berbeda
dengan glukosa. Perbedaan antara fruktosa dan glukosa sebagai berikut:
(Prahastuti, 2011)
1. Kecepatan absorpsi fruktosa lebih lambat dibandingkan dengan absorpsi
yang terjadi pada glukosa.
2. Fruktosa tidak menstimulasi pelepasan insulin, sedangkan glukosa
menstimulasi pelepasan insulin. Hal ini dikarenakan ketersediaan GLUT5
pada ß-oksidasi yang terbatas bahkan cenderung sedikit sehingga tidak bisa
menstimulasi insulin.
3. Fruktosa ditranspor ke dalam sel melalui transporter yang berbeda dengan
glukosa. Fruktosa ditranspor melalui GLUT5 sedangkan glukosa melalui
trasporter GLUT2.
4. Di dalam hati, fruktosa akan diubah menjadi gliserol, dan pembentukan
lipid, sedangkan glukosa disimpan dalam bentuk glikogen.
5. Sebagian individu tidak dapat mengabsorpsi fruktosa secara sempurna jika
diberikan dosis tinggi fruktosa sekitar 50 gram.

C. Mekanisme Metabolisme Fruktosa


1. Absorpsi Fruktosa oleh Jejunum
Saat manusia mengonsumsi makanan yang mengandung fruktosa,
maka akan dicerna terlebih dahulu melalui saluran pencernaan. Fruktosa
pada makanan dapat dijumpai dalam bentuk tunggal ataupun berikatan.
Kondisi fruktosa berikatan terdapat dalam makanan yang mengandung
disakarida seperti sukrosa. Pada kondisi ini, sukrosa akan diubah menjadi
monosakarida sederhana dengan bantuan enzim sukrase yang terikat
membran di brush-border sel-sel absorbstif. (Wahyuni, 2017)
Karbohidrat tidak langsung dicerna oleh sel-sel usus dalam bentuk
gula kompleks, melainkan harus berbentuk berbentu D-fosfat gula bebas.
Disakarida harus dihidrolisis menjadi monosakarida agar bisa diserap oleh
sel usus. Disakarida dihidrolisis oleh enzim yang melekat pada permukaan
luar sel epitel usus. (Nelson, and Cox, 2017)
Gambar 2: Hidrolisis Gula Kompleks menjadi Gula sederhana (Nelson
dan Cox, 2017)

Monosakarida fruktosa akan diabsorpsi oleh usus tepatnya pada


jejunum. Apabila konsentrasi monosakarida di usus tinggi, maka akan di
absorpsi secara pasif atau fasilitatif. Sebaliknya, apabila konsentrasi
monosakarida rendah akan diabsorpsi secara aktif melawan gradient
konsentrasi menggunakan energi dari ATP dan ion natrium. Absorpsi pasif
terjadi dengan menggunakan bantuan transporter. Pada membran apikal
epitel intestinal terdapat dua transporter yaitu sodium-glucose transporter
(SGLUT1) merupakan transporter glukosa dan galaktosa, serta glucose
transporter 5· (GLUT5) merupakan transporter fruktosa dari lumen ke
epitel intestinal. (Prahastuti, 2011)

Gambar 3 : Proses Absorpsi Fruktosa (Baharuddin, 2019)


Fruktosa masuk dan keluar sel epitel dengan difusi terfasilitasi
melalui GLUT 5. Selanjutnya GLUT2 mentranspor glukosa, galaktosa
maupun fruktosa dari sel epitel intestinal masuk ke cairan ekstraseluler
vena porta menuju hati. Absorpsi fruktosa ini terjadi lebih lambat
dibanding monosakarida lainnya. (Wahyuni, 2017)

2. Fruktolisis
Metabolisme fruktosa utamanya terjadi di hati atau hepar. Akan
tetapi ada sebagian metabolisme fruktosa difosforilasi menjadi fruktosa 6-
fosfat yang termasuk ke dalam jalur glikolisis di dalam usus atau ginjal.
(Nelson dan Cox, 2017)

Lain halnya dengan fruktosa yang dicerna di hati, fruktosa akan


mengalami fosforilasi pada atom C-1 bukan C-6. Fruktosa akan
difosforilasi menjadi fruktosa 1-fosfat dengan bantuan enzim fruktokinase
atau ketoheksokinase (KHK). (Nelson dan Cox, 2017)
Magnesium berperan sebagai kofaktor pemasukan gugus fosfat
dari ATP pada fruktolisis. Selain itu juga berperan sebagai kofaktor
pelepasan gugus fosfat dalam pembentukan piruvat pada tahap akhir
glikolisis. Kekurangan magnesium menyebabkan inflamasi ditandai
dengan adanya leukosit dan aktivasi makrofag. Makrofagus memicu
respons yang menimbulkan inflamasi atau peradangan yang
mengakibatkan memudahkan pelepasan asam lemak bebas ke dalam darah
dan memicu resistensi insulin. (Nelson dan Cox, 2017)

Fruktosa 1-fosfat dengan bantuan enzim aldose B atau fruktosa 1-


fosfat aldose akan dipecah menjadi dua perantara triosa fosfat yaitu
dihidroksiaseton fosfat dan gliseraldehide 3-fosfat. Keduanya merupakan
bahan untuk menghasilkan gliserol 3-fosfat. (Nelson dan Cox, 2017)
Dihidroxiaseton fosfat akan dikonversi oleh enzim triose fosfat
isomerase menjadi gliseraldehid 3-fosfat. Dan gliseraldehid akan
difosforilasi oleh ATP dan triokinase menjadi gliseraldehid 3-fosfat.
(Nelson dan Cox, 2017)

Triosa fosfat yang diturunkan pada fruktolisis ini kemudian dapat


digunakan untuk pembentukan asam laktat, piruvat, dan gliserol sebagai
bahan pembentukan glikogen atau energi. Atau bisa juga memasuki jalur
lipogenesis untuk pembentukan trigliserida. (Horst and Serlie, 2017)
Gliseraldehide 3-fosfat akan masuk ke jalur glikolisis atau. Pada
tahap ini dihasilkan asam piruvat, ATP, dan NADH. Jika kebutuhan
oksigen terpenuhi maka asam piruvat akan masuk ke dekarboksilasi
oksidatif yang menghasilkan asetil Ko-A. Namun, jika kebutuhan oksigen
tidak terpenuhi, maka akan melalui tahap fermentasi. Asam piruvat akan
diubah menjadi asam laktat. (Choirunnisa et al., 2019)
Pada kondisi energi terpenuhi, asetil Ko-A akan diubah menjadi
asil Ko-A yang kemudian berikatan dengan gliserol 3-fosfat untuk
menghasilkan trigliserida. Hal ini akan meningkatkan produksi Very Low-
Density Lipoprotein (VLDL). Selanjutnya VLDL akan dikeluarkan dari
hati ke pmbuluh darah dan mengalami lipolisis lebih lanjut menjadi bentuk
LDL (Low-Density Lipoprotein) (Syafitri, Arnelis and Efrida, 2015).
Sebaliknya, jika kekurangan energi maka asetil Ko-A akan masuk jalur
siklus krebs untuk menghasilkan energi.

Gambar 4 : Metabolisme Fruktosa dalam Hati (Horst and Serlie, 2017)

D. Indikator Homeostatis
Metabolisme fruktosa di hati dalam kondisi homeostasis tidak akan
terjadi penumpukan lemak di hati. Lemak atau lipid sebagai hasil metabolisme
fruktosa memiliki ambang batas kapasitas di dalam hati. Akumulasi lemak di
hati tidak boleh melebihi 5% dari berat hati itu sendiri. Akumulasi lemak di
hati lebih dari 5% berat hati maka hepatosit tidak akan mampu memetabolisme
lemak dengan baik sehingga secara kronik akan mengakibatkan penimbunan
lemak atau fatty liver. Efeknya bisa menyebabkan degenerasi lemak dan
akhirnya terjadi nekrosis atau apoptosis. (Subroto et al., 2019)

E. Kondisi Patologis
1. Fatty Liver / Perlemakan Hati
Perlemakan hati adalah kondisi patologis kronik yang ditandai
adanya penumpukan trigliserida di dalam hati. Hal ini disebabkan adanya
peningkatan pelepasan asam lemak bebas. Dalam proses metabolisme
fruktosa, trigliserida disintesis dari asam lemak yang terbentuk dari
erterifikasi gliserol dengan molekul asam lemak. (Arief et al., 2014)
Fatty liver terjadi jika lemak dalam hati melebihi 5% berat hati.
Fatty Liver atau disingkat FL ini terbagi menjadi dua jenis yaitu non-
alkoholik (Non-Alcoholic Fatty Liver, disingkat NAFLD) dan perlemakan
hati alkoholik (Alcoholic Fatty Liver, disingkat AFLD). (Subroto et al.,
2019)
Sesuai dengan jenisnya AFLD disebabkan karena konsumsi
alkohol berlebih sedangkan NAFLD dapat disebabkan oleh tingginya
konsumsi makanan sumber lemak (aterogenik) sehingga mengakumulasi
asam lemak bebas di dalam hati yang kemudian teresterifikasi menjadi
trigliserida. (Sufyan, 2019) NAFLD akan mengakibatkan steatohepatitis
non-alkoholik (non-alcoholic steatohepatitis = NASH), fibrosis hingga
sirosis hati. (Ullah, Rauf, Zhou, et al., 2019)

2. Resisitensi Insulin

Gambar 4: Mekanisme Resistensi Insulin (Prahastuti, 2011)

NAFLD berkaitan dengan terjadinya resisitensi insulin akibat


konsumsi tinggi fruktosa. Fruktosa menginduksi resistensi insulin melalui
dua mekanisme yaitu melalui induksi de novo lipogenesis dan
pembentukan asam urat. (Prahastuti, 2011)
Fruktosa menginduksi DNL dengan menyediakan atom karbon
(gliserol-3fosfat dan asil-KoA) yang diubah jadi monoasilgliserol dan
diasilgliserol. Selanjutnya diasilgliserol diubah menjadi trigliserida dan
VLDL yang mengakibatkan resistensi insulin. (Prahastuti, 2011)
Sedangkan fruktosa menstimulasi pembentukan asam urat melalui
senyawa antara purin catabolic pathway. Berbeda dengan metabolisme
glukosa yang mencegah pemakaian adenosin trifosfat (ATP) berlebihan,
fosforilasi fruktosa oleh enzim ketoheksokinase (KHC) dengan cepat
menghabiskan ATP. Penggunaan ATP yang berlebihan menyebabkan
pembentukan asam urat melalui senyawa antara adenosin monofosfat
(AMP) dan inosin monofosfat (IMP). (Prahastuti, 2011)
Fruktosa yang mengalami fosforilasi oleh enzim KHK dapat
menjadi asam urat, lalu asam urat tersebut menimbulkan efek sistemik
dengan menurunkan nitrik oksida, terjadilah penurunan serapan glukosa
oleh otot skeletal. Selain efek sistemik, asam urat juga menimbulkan efek
seluler berupa peningkatan stress oksidatif dan penurunan adinopektin.
Kedua hal tersebut menyebabkan penurunan oksidasi lipid hepatik.
Kemudian, kedua efek itu lah yang menyebabkan resistensi insulin
(Prahastuti, 2011).

3. Obesitas
Obesitas merupakan suatu keadaan dimana berat badan badan
seseorang berada diatas 120% dari berat badan relatif (BBR), atau nilai
poin berat badan berada di atas 27 dari indeks massa tubuh (IMT). Obesitas
terjadi karena ada penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, protein dan
lemak. Selain itu, ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan
kebutuhan energi, ketidakseimbangan yang dimaksud disini adalah
konsumsi makanan yang berlebihan namun kebutuhan energi sedikit
(Nurcahyo, 2011).
Peningkatan konsumsi fruktosa menyebabkan kelebihan berat
badan karena dikaitkan dengan peningkatan asupan kalori yang
berlebihan. Selain itu, fruktosa juga dapat menyebabkan resistensi leptin
yang dapat menyebabkan peningkatan nafsu makan dan obesitas akibat
hilangnya sinyal ‘kenyang’ di otak (Hannou et al., 2018).

4. Diabetes Mellitus Tipe II


Diabetes Mellitus (DM) Tipe II gangguan metabolisme yang
genetik dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa
hilangnya toleransi karbohidrat. DM Tipe II berkaitan dengan
hiperglikemia yaitu peningkatan kadar glukosa dalam darah. Penyakit
metabolik ini di tandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi insulin (resistensi
insulin). (Fatimah, 2015)
Konsumsi fruktosa di dalam hati merangsang leptin yang dapat
menghambat kerja insulin di hati dengan mengganggu pemberian sinyal
untuk reseptor insulin. Hal ini dapat mengaktifkan enzim
phosphoenolpyruvate carboxykinase yang diperlukan pada
glukoneogenesis, sehingga terjadi peningkatan glukoneogenesis di hati.
(Lestari, 2011)

F. Upaya Pencegahan
Untuk mempertahankan kondisi tubuh agar tetap sehat, penting bagi
kita untuk melakukan upaya-upaya pencegahan penyakit, terutama penyakit
yang berhubungan dengan metabolisme fruktosa. Upaya-upaya tersebut antara
lain adalah:
1. Mengonsumsi Makanan Berprotein
Nutrisi atau makanan berkontribusi besar terhadap kondisi
patologis akibat perlemakan hati. Diperlukan konsumsi nutrisi atau gizi
yang dapat mencegah kondisi tersebut. Di antaranya konsumsi makanan
berprotein, asupan protein penting untuk regenerasi hepatosit dan
memberikan asam amino penting yang mencegah deposisi lemak di hati.
Misalnya, protein kedelai telah menunjukkan efek positif terhadap NASH
dengan mengurangi kadar kolesterol plasma dan deposisi lemak dalam
tubuh. Selain itu, protein kedelai juga mengurangi deposisi TGS dalam
sensitivitas hati dan insulin dan aktivitas antioksidan pada tikus. (Ullah,
Rauf, Zhou, et al., 2019)
2. Mengonsumsi Makanan Bervitamin
Konsumsi vitamin E juga dapat membantu mengatasi stres
mitokondria penyebab NAFLD. Selain itu, vitamin C juga mengurangi
stres oksidatif dan menghambat steatosis hati berlemak. Penelitian lain
melaporkan bahwa pengobatan vitamin C mengurangi kadar kolesterol
plasma dan trigliserida. Vitamin D mengatur berbagai gen yang
didistribusikan secara luas di hati dan beberapa dari mereka terlibat dalam
metabolisme glukosa dan lemak. (Ullah, Rauf, Zhou, et al., 2019)
3. Mengurangi konsumsi makanan atau minuman dengan HFCS
Penggunaan pemanis buatan seperti HFCS di makanan atau
minuman manis yang beredar di pasaran saat ini dapat meningkatkan
resiko timbulnya penyakit apabila dikonsumsi secara berlebihan.
Konsumsi fruktosa dalam bentuk HFCS lebih dari 25% kebutuhan energi
per hari (sekitar 85g fruktosa/hari) secara reguler dan jangka panjang dapat
memicu timbulnya dislipidemia, obesitas, hiperurikemia, hipertensi,
maupun resitensi insulin. (Prahastuti, 2011)
4. Melakukan Aktivitas Fisik / Olahraga
Berolahraga juga dapat mencegah perlemakan hati dan obesitas
karena dengan berolahraga tubuh memerlukan energi sehingga fruktosa
akan masuk jalur pembentukan energi. Penelitian menunjukkan aktivitas
fisik tanpa diet mampu memberikan perbaikan pada pasien dengan
NAFLD. Aktivitas fisik olahraga dapat menurunkan berat badan,
mengurangi lemak di hati, dan memulihkan sensitivitas insulin.
(Adiwinata et al., 2017)

G. Tafsir Ayat
Kesehatan merupakan hal terpenting dalam hidup ini. Segala aktivitas
akan terasa mudah dikerjakan apabila kesehatan terjaga dengan baik. Tidak
dapat disangkal bahwa makanan mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap kesehatan manusia. Makanan dijadikan sebagai pemelihara
kehidupan semua makhluk yang diciptakan Allah SWT. Di permukaan bumi
ini, baik manusia, binatang, maupun tumbuhan. Namun, setiap makanan yang
masuk ke dalam tubuh haruslah selalu diperhatikan, karena makanan tersebut
akan berimplikasi terhadap kesehatan tubuh. Sebagaimana firman Allah SWT.
dalam Q.S ‘Abasa ayat 24, yang berbunyi:

‫ام ِۦٓه‬ َ ‫سن ِإلَى‬


ِ ‫ط َع‬ ِ ‫فَ إليَنظ ِر إ‬
َ ‫ٱْلن‬
Artinya: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.”
Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa Allah SWT memerintahkan
kita untuk selalu memperhatikan makanan yang masuk ke dalam tubuh kita.
Jika dikaitkan dengan metabolisme fruktosa, maka hendaknya kita bisa
memperhatikan makanan yang kita makan yaitu dengan membatasi konsumsi
makanan atau minuman yang mengandung fruktosa secara berlebihan agar
tidak terjadi kondisi patologis yang tidak diinginkan. Makanan ber-HFCS
dapat kita kurangi untuk mencegah fatty liver. Selain itu, sudah seharusnya kita
memilih makanan yang memiliki nutrisi yang mampu mencegah fatty liver
seperti protein dan vitamin.
Sebagaimana Allah berfirman: (Susanti, Rahmawati and Kristanti,
2019)

‫س ِرفُ ٓوا‬
ْ ُ ‫َو ُكلُوا َواش َْربُوا َو ََل ت‬
Artinya: “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.” (QS. Al-A’raf:
31)
Dari ayat tersebut, Allah memerintahkan manusia untuk makan dan
minum sucukupnya dan menghindari makan dan minum yang berlebihan.
Khususnya pada konsumsi fruktosa, hendaknya kita membatasi. Hati manusia
memiliki keterbatasan dalam menampung produk metabolisme fruktosa. Oleh
karena itu, konsumsi fruktosa harus dibatasi atau harus dibarengi konsumsi
gizi lain untuk mencegah kondisi patologis.
Dijelaskan juga Syaikh Muhammad Al-Mubarakfury:

‫واﻣﺘﻼﺅﻩ ﻳﻔﻀﻲ ﺇﻟﻰ اﻟﻔسﺎﺩ فﻲ اﻟﺪﻳﻦ واﻟﺪﻧﻴا‬


“Penuhnya perut (dengan makanan) bisa menyebabkan kerusakan agama
dan dunia (tubuhnya)”
DAFTAR PUSTAKA

Alan R, Gaby. (2005) Adverse Effects of Dietary Fructose. Jurnal Alternative


Medicine Review, 10(4), pp. 298-300.
Adiwinata, R. et al. (2017) ‘Tatalaksana Terkini Perlemakan Hati Non Alkoholik’,
Jurnal Penyakit Dalam Indonesia, 2(1), p. 53. doi: 10.7454/jpdi.v2i1.65.
Arief, M. et al. (2014) ‘Hubungan Obesitas dan Hipertrigliseridemia dengan Risiko
Perlemakan Hati pada Pasien di Makassar’, Indonesian Journal of Clinical
Pharmacy, 1(4), pp. 0–0.
Baharuddin, B. (2019) ‘Steatosis Pada Hepar dan Fruktosa Dosis Tinggi Pada
Penelitian Fruktosa’, KELUWIH: Jurnal Kesehatan dan Kedokteran, 1(1),
pp. 27–30. doi: 10.24123/kesdok.v1i1.2484.
Choirunnisa, H. et al. (2019) ‘Pengaruh Asupan Tinggi Fruktosa Terhadap
Komplikasi Nefropati Diabetik Pada Penderita Diabetes Mellitus The
Effect High Intake of Fructose On Complication Diabetic Nephropathy In
Patients Diabetes Mellitus’, Medula, 9(10), pp. 314–322. Available at:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id.
Desmawati, D. (2017) ‘Pengaruh asupan tinggi fruktosa terhadap tekanan darah’,
Majalah Kedokteran Andalas, 40(1), p. 31. doi: 10.22338/mka.v40.i1.p31-
39.2017.
Hannou, S. A. et al. (2018) ‘Fructose metabolism and metabolic disease’, Journal
of Clinical Investigation, 128(2), pp. 545–555. doi: 10.1172/JCI96702.
Ter Horst, K. W. and Serlie, M. J. (2017) ‘Fructose consumption, lipogenesis, and
non-alcoholic fatty liver disease’, Nutrients, 9(9), pp. 1–20. doi:
10.3390/nu9090981.
Lestari, A. A. W. (2011) ‘Resistensi Insulin : Definisi , Mekanisme dan
Pemeriksaan Laboratoriumnya’, Repositori Unud.Ac.Id, 1(2), pp. 2–3.
Nurcahyo, fathan (2011) ‘KAITAN ANTARA OBESITAS DAN AKTIVITAS
FISIK Oleh : Fathan Nurcahyo UnBi’, Medikora, 7(1), pp. 87–96.
Prahastuti, S. (2011) ‘Konsumsi Fruktosa Berlebihan dapat Berdampak Buruk bagi
Kesehatan Manusia Consuming Excessive Amount of Fructose may
Affect Our Health’, Jkm, 10(2), pp. 173–189.
Sufyan, D. L. (2019) ‘Pengaruh Pemberian Jus Terong Ungu terhadap Perlemakan
Hati Tikus Wistar’, Jurnal Ilmiah Kesehatan, 18(2), pp. 59–63. doi:
10.33221/jikes.v18i2.301.
Susanti, N., Rahmawati, E. and Kristanti, R. A. (2019) ‘Efek Diet Tinggi Fruktosa
terhadap Profil Lipid Tikus Rattus Rattus norvegicus Strain Wistar’,
Journal of Islamic Medicine, 3(2), pp. 26–35. doi:
10.18860/jim.v3i2.8724.
Syafitri, V., Arnelis, A. and Efrida, E. (2015) ‘Gambaran Profil Lipid Pasien
Perlemakan Hati Non-Alkoholik’, Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), pp.
274–278. doi: 10.25077/jka.v4i1.234.
Timothy Subroto, D. R. et al. (2019) ‘GAMBARAN PERLEMAKAN HATI NON-
ALKOHOLIK DI RSUP SANGLAH 1 . Program Studi Sarjana
Kedokteran dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2 . Bagian Gastroenterologi RSUP Sanglah Denpasar negara-negara barat
. Diabetes Melitus ( DM ) adalah p’, E- Jurnal Medika, 8(2), pp. 1–3.
Ullah, R. et al. (2019) ‘Jurnal Internasional Ilmu Biologi Peran nutrisi dalam
patogenesis dan pencegahan Penyakit hati berlemak non-alkohol :
pembaruan terkini’, 15.
Wahyuni, S. (2017) Biokimia Enzim dan Karbohidrat. 1st edn. Lhokseumawe:
Unimal Press. Available at: https://repository.unimal.ac.id/3575/.

Anda mungkin juga menyukai