Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KELOMPOK 10

REAKSI DEAMINASI ASAM AMINO UNTUK MENGHASILKAN


ENERGI
Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biokimia
Dosen Pengampu: Febrianti, S.P., M.Si.

Kelompok Penyusun:
1. Karisah Salim Al Hazami (11201010000044)
2. Nurun Nasriyati (11201010000055)
3. Revianda Meisyitah (11201010000059)

KELAS 2B
PRODI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap aktivitas yang dilakukan manusia membutuhkan energi. Energi
utama yang dibutuhkan berasal dari karbohidrat dan lemak. Apabila energi
utama sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan tubuh, maka energi
cadanganlah yang akan berperan. Energi cadangan tersebut didapat dari asam
amino, yang melewati reaksi transaminasi dan deaminasi. Jalur asam amino
sebagai sumber energi akan terjadi ketika tubuh sudah dalam kondisi patologis.
Keadaan inilah yang disebut kondisi homeostasis asam amino menghasilkan
energi. Namun, penggunaan energi cadangan yang dihasilkan asam amino
merupakan jalur yang tidak ideal. Jalur idealnya adalah ketika tubuh dapat
menggunakan karbohidrat dan lemak sebagai sumber energi.
Kondisi patologis yang menyebabkan jalur asam amino sebagai sumber
energi berjalan adalah penyakit Diabetes Melitus tipe 2. Pada Diabetes Melitus
tipe 2, penderita tidak dapat menggunakan glukosa yang berasal dari
karbohidrat dan asam lemak yang berasal dari lemak sebagai sumber energi.
Maka dari itulah, penderita menggunakan asam amino yang berasal dari
protein untuk menjadi sumber energi.
Oleh karena itu, makalah ini kami buat untuk menjelaskan tentang reaksi
deaminasi dalam katabolisme asam amino yang akan menghasilkan energi
sehingga dapat digunakan saat dibutuhkan. Selain itu, makalah ini juga
menjelaskan tentang reaksi lain yang berhubungan dengan reaksi deaminasi
serta kondisi patologis yang berkaitan dengan penggunaan asam amino sebagai
sumber energi. Kami harap para pembaca dapat memahami apa saja yang
terjadi dalam tubuh dan dapat menjaga kesehatan tubuhnya agar tidak timbul
penyakit.

1
B. Tujuan
1. Menjelaskan definisi dan struktur asam amino.
2. Menjelaskan katabolisme asam amino untuk menghasilkan energi.
3. Menjelaskan ringkasan jakur asam amino untuk menghasilkan energi.
4. Menjabarkan proses perubahan asam amino menjadi bagian-bagian di
dalam siklus krebs atau badan keton.
5. Menjelaskan indikator homeostatis jalur asam amino.
6. Menjelaskan jalur asam amino menjadi sumber energi adalah jalur darurat
bagi tubuh.
7. Menjelaskan upaya pencegahan diabetes melitus tipe 2 agar tidak sampai
masuk ke jalur darurat.
8. Menjabarkan ajaran islam dalam upaya pencegahan diabetes melitus tipe 2.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi dan Struktur Asam Amino


Asam amino merupakan unit dasar dari struktur protein (Abun, 2006).
Asam amino adalah senyawa organik yang mengandung gugus amino (NH 2),
gugus asam karboksilat (COOH) dan satu gugus lain. Rumus dasar asam amino
adalah NH2CHRCOOH. Asam amino termasuk senyawa yang paling banyak
digemari karena salah satu fungsinya yaitu sebagai penyusun protein oleh
ikatan peptida (Suprayitno dan Sulistiyati, 2017).
Seluruh asam amino yang berjumlah 20 adalah α-amino. Mereka
memiliki gugus karboksil dan gugus amino yang terikat pada atom karbon yang
sama, yaitu α-karbon. Dalam susunannya, mereka berbeda pada rantai samping
atau yang disebut gugus R.

Gambar 1 Struktur Dasar Asam Amino (Nelson dan Cox, 2017)

Struktur asam amino secara umum adalah terdapat satu atom C sentral
yang mengikat empat gugus, yaitu gugus amina (NH2), gugus karboksil
(COOH), atom hidrogen (H), dan rantai samping atau gugus R (R dari kata
residue). Karbon tambahan pada gugus R biasanya disebut β, γ, δ, ε, dan
seterusnya (Nelson dan Cox, 2017). Gugus R akan berbeda-beda pada setiap
jenis asam amino. Gugus R menentukan struktur, ukuran, muatan elektrik, dan
sifat kelarutan dalam air (Febrianti, 2019).
Berdasarkan rantai samping penyusunnya, asam amino diklasifikasikan
menjadi 5 kelas, terutama polaritasnya, atau kecenderungan untuk berinteraksi
dengan air pada pH biologis (mendekati pH 7,0). Polaritas gugus R sangat

3
bervariasi, dari nonpolar dan hidrofobik (tidak larut dalam air) hingga sangat
polar dan hidrofilik (larut dalam air) (Nelson dan Cox, 2017).
1. Gugus R Nonpolar, Alifatik
Gugus R dalam kelas asam amino ini bersifat nonpolar dan hidrofobik.
Rantai samping alanin, valin, leusin, dan isoleusin cenderung berkumpul
bersama di dalam protein, menstabilkan struktur protein melalui efek
hidrofobik.

2. Gugus R aromatik
Fenilalanin, tirosin, dan triptofan, dengan rantai samping aromatiknya,
relatif nonpolar (hidrofobik). Semua dapat berkontribusi pada efek
hidrofobik.

3. Gugus R Polar, Grup R Tidak Bermuatan


Gugus R dari asam amino ini lebih larut dalam air, atau lebih hidrofilik,
dibandingkan dengan asam amino nonpolar, karena mengandung gugus
fungsi yang membentuk ikatan hidrogen dengan air.

4
4. Gugus R Bermuatan Positif (Basa)
Gugus R yang paling hidrofilik adalah yang bermuatan positif atau negatif.
Asam amino di mana gugus R memiliki muatan positif yang signifikan pada
pH 7,0 adalah lisin, yang memiliki gugus amino primer kedua pada posisi ε
pada rantai alifatiknya; arginin, yang memiliki gugus guanidinium
bermuatan positif; dan histidin, yang memiliki gugus imidazol aromatik.

5. Gugus R Bermuatan Negatif (Asam)


Dua asam amino yang memiliki gugus R dengan muatan negatif bersih pada
pH 7,0 adalah aspartat dan glutamat, yang masing-masing memiliki gugus
karboksil kedua.

5
Berdasarkan dari mana diperolehnya, asam amino terbagi menjadi dua,
yaitu asam amino esensial dan asam amino non esensial. Asam amino esensial
merupakan asam amino yang tidak dapat diproduksi dari dalam tubuh,
melainkan hanya diperoleh dari makanan yang mengandung protein.
Sedangkan, asam amino non esensial merupakan asam amino yang dapat
diproduksi dari dalam tubuh. (Gianto, Suhanda dan Putri, 2017)

Asam Amino Esensial Asam Amino Non Esensial


Arganin Alanin
Histidin Aspargin
Isoleusin Asam Aspartat
Leusin Sistein
Metionin Glutamin
Fenilalanin Asam Glutamat
Threonin Glisin
Triptofan Hidroksilisin
Valin 4-hidroksipolin
Prolin
Serin
Tirosin
Tabel 1 Klasifikasi Asam Amino

B. Katabolisme Asam Amino Untuk Menghasilkan Energi


Manusia memperoleh sebagian kecil energi oksidatifnya melalui
katabolisme asam amino. Asam amino tidak dapat disimpan oleh tubuh. Jika
jumah asam amino berlebihan atau terjadi kekurangan sumber energi lain
(karbohidrat dan lemak), tubuh akan menggunakan asam amino sebagai
sumber energi. Tidak seperti karbohidrat dan lipid, asam amino memerlukan
pelepasan gugus amin. Gugus amin ini kemudian dibuang karena bersifat
toksik bagi tubuh. (Nelson dan Cox, 2017).

6
Gambar 2 Katabolisme Asam Amino (Nelson and Cox, 2017)

Asam amino dalam tubuh berasal dari makanan yang mengandung


protein dan protein intraseluler. Asam amino dari makanan yang mengandung
protein merupakan asam amino esensial, sedangkan asam amino dari protein
intraseluler merupakan asam amino non esensial. Pada proses katabolisme
yang terjadi di dalam hati, asam amino dipecah menjadi senyawa NH4+ atau
yang disebut ammonia (gugus amin) dan senyawa carbon. Senyawa ammonia
yang terbentuk akan masuk ke dalam siklus urea untuk menghasilkan urea yang
akan dikeluarkan dari tubuh melalui urin. Lalu untuk senyawa carbon atau
asam α-keto akan masuk ke dalam siklus asam sitrat (siklus krebs) untuk
menghasilkan energi dalam bentuk ATP.
Proses katabolisme asam amino dibagi menjadi dua tahapan, yaitu
transaminasi dan deaminasi. Transaminasi merupakan proses pemindahan
gugus amin dari satu asam amino ke asam amino lainnya. Deaminasi
merupakan proses pemecahan glutamat menjadi ammonia dan α-ketoglutarat.
Secara umum, reaksi transaminasi dan deaminasi dapat dijabarkan sebagai
berikut:

Asam Amino + Senyawa Keto Asam α-keto + L-glutamat

7
Pada proses transaminasi, gugus amin pada asam amino akan berpindah
ke senyawa keto dan akan membentuk asam amino baru. Sedangkan senyawa
carbon pada asam amino akan masuk ke dalam siklus krebs melalui dua cara,
yaitu dapat langsung masuk melalui siklus krebs dan harus diubah menjadi L-
glutamat. L-glutamat nantinya akan melepas gugus amin melalui proses
deaminasi dan lalu masuk ke dalam siklus krebs.

L-glutamat + NAD+ + H2O α-ketoglutarat2- + 3NH4+ + NADPH


+ H+

Pada proses deaminasi, L-glutamat akan dipecah menjadi ammonia dan


α-ketoglutarat. Ammonia akan masuk ke dalam siklus urea dan α-ketoglutarat
akan masuk ke dalam siklus sitrat. Untuk penjelasan lebih lanjut akan
disampaikan pada sub-bab berikutnya.

C. Ringkasan Jalur Asam Amino Untuk Menghasilkan Energi


Gugus amino dalam asam amino perlu dilepas karena bersifat toksik bagi
tubuh. Pelepasan gugus amino dapat terjadi melalui dua cara, yaitu
transaminasi dan deaminasi (Sumbono, 2016). Transaminasi adalah proses
katabolisme asam amino yang memindahkan gugus amino (NH2) dari suatu
asam amino ke asam amino yang lainnya (Amela, 2012). Reaksi transaminasi
terjadi dalam matriks mitokondria ataupun dalam cairan sitoplasma. Tujuan
utama reaksi transaminasi adalah untuk mengumpulkan semua nitrogen dari
asam amino dalam bentuk satu-satunya senyawa, yaitu glutamat. (Wahjuni,
2013)
Pada reaksi ini, α-gugus amino dipindahkan ke α-atom karbon di α-
ketoglutarat. Tidak ada deaminasi atau hilangnya gugus amino dalam reaksi ini,
karena gugus amino yang dilepaskan oleh asam amino akan diterima oleh asam
keto. Efek reaksi transaminasi adalah untuk mengumpulkan gugus amino dari
berbagai asam amino dalam bentuk L-glutamat. Kemudian glutamat akan
berfungsi sebagai donor untuk jalur biosintesis atau untuk jalur ekskresi yang
akan mengarah kepada penghapusan limbah nitrogen (Nelson dan Cox, 2017).

8
Reaksi transaminasi membutuhkan senyawa keto dan asam amino.
Gugus amino yang terdapat pada asam amino akan dipindahkan ke senyawa
keto untuk diubah menjadi asam amino baru, yaitu alanin, glutamat, dan
aspartat. Enzim yang berperan penting dalam proses transaminasi adalah alanin
transaminase, glutamat transaminase, dan aspartat transaminase yang mana
bekerja sebagai katalis. Dalam pemindahan gugus amino ke senyawa keto,
enzim tersebut dibantu piridoksal fosfat (PLP) sebagai akseptor gugus amino
yang membentuk piridoksamin fosfat yang berfungsi merubah asam keto
menjadi asam amino baru (Ferrier, 2014).

Alanin
Transaminase
Asam Amino + Asam Piruvat Asam α Keto + Alanin

Glutamat
Transaminase
Asam Amino + Asam α ketoglutarat Asam α Keto +
Asam Glutamat

Aspartat
Transaminase
Asam Amino + Asam Oksaloasetat Asam α Keto +
Asam Aspartat

9
Apabila alanin yang dihasilkan pada proses transaminasi berjumlah
banyak, maka alanin akan diubah menjadi glutamat. Enzim yang bekerja pada
reaksi ini adalah Alanin-glutamat transaminase.

Alanin-glutamat
Transaminase
Alanin + Asam α Ketoglutarat Asam Piruvat +
Asam Glutamat

Dari reaksi diatas, dapat dilihat bahwa reaksi transaminasi dapat terjadi
melalui beberapa jalur, namun yang merupakan akseptor gugus amino terakhir
adalah asam ketoglutarat. Maka hasil akhir dari reaksi transaminasi adalah
asam glutamat. Glutamat kemudian akan berlanjut ke proses deaminasi.
Deaminasi adalah reaksi pemecahan glutamat menjadi amonia dan 𝛼-
ketoglutarat (Sumbono, 2016). Beberapa sel dalam bakteri misalnya, asam
glutamat mengalami proses deaminasi oksidatif. Enzim yang mengkatalis
reaksi ini adalah glutamat dehidrogenase yang ada di matriks mitokondia, dan
dibantu oleh NAD+ atau NADP+. Asam glutamat akan melepaskan gugus
amino dalam bentuk NH4+.

Hasil dari proses deaminasi oksidatif adalah amonia (NH4+), 𝛼 -


ketoglutarat, NADH, dan H+. Hasil amonia akan masuk ke siklus urea,

10
sedangkan 𝛼-ketoglutarat dapat digunakan dalam siklus asam sitrat dan untuk
sintesis glukosa atau sintesis badan keton.

Gambar 2 Siklus Deaminasi Oksidatif (Nelson dan Cox, 2017)

D. Proses Perubahan Asam Amino Menjadi Bagian Siklus Asam Sitrat atau
Badan Keton
Setelah transaminasi dan deaminasi, asam α-ketoglutarat yang tersisa
dikatabolisme dengan jalur yang unik untuk asam tersebut dan terdiri dari satu
atau lebih reaksi. Mereka dapat diubah menjadi piruvat, asetil-KoA, atau salah
satu perantara dari siklus asam sitrat (Biava, 2020).

Gambar 7 nasib kerangka karbon asam amino (Nelson dan Cox, 2017)
Kerangka karbon asam amino yang masuk ke zat-zat perantara siklus
asam sitrat seperti membentuk piruvat, α-ketoglutarat, suksinil Ko-A, fumarat,
atau oksaloasetat dikenal sebagai asam amino glukogenik. Adapun asam
amino glukogenik dapat menjadi glukosa melalui glukoneogenesis dengan

11
melewati jalur piruvat yang nantinya dapat membentuk oksaloasetat yang
dapat memproduksi glukosa.
Sedangkan asam amino yang diubah menjadi zat perantara asetoasetil-
KoA atau asetil-KoA dapat digunakan untuk membentuk badan keton disebut
asam amino ketogenik. Leusin dan lisin adalah satu-satunya asam amino yang
secara eksklusif bersifat ketogenik. Selain itu, ada beberapa asam amino yang
dapat bertindak sebagai bentuk glukogenik atau ketogenik yaitu Fenilalanin,
Isoleusin, Threonine, Triptofan, Tirosin.
Selanjutnya, zat atau senyawa perantara yang telah terbentuk kemudian
akan mengalami delapan tahap reaksi dalam siklus asam sitrat untuk
mengasilkan energi.

Gambar 8 Reaksi dalam siklus asam sitrat (Nelson dan Cox, 2017)
Tahap pertama siklus asam sitrat diawali dengan kondensasi asetil Ko-
A dengan oksaloasetat untuk membentuk sitrat. Pada reaksi ini, asetil Ko-a
menyumbangkan 2 karbon yang dimiliki ke oksaloasetat yang merupakan
senyawa 4 karbon dan akan membentuk 6 karbon sitrat. Tahap kedua adalah
pengubahan sitrat menjadi isositrat dengan reaksi isomerisasi. Isomerisasi
adalah pengubahan dari suatu senyawa ke senyawa lain yang masih memiliki
rumus senyawa yang sama tetapi strukturnya berbeda. Isomerisasi melewati dua

12
tahap yaitu dehidrasi (penghilangan air) dan hidrasi (penambahan air) untuk
membentuk isositrat. Dehidrasi akan membentuk cis-Aconitat dengan melepas
hidrogen pada sitrat. Lalu cis-Aconitat mengalami hidrasi dan membentuk
isositrat.
Tahap ketiga adalah pengubahan isositrat menjadi α-ketoglutarat. Pada
tahap ini akan membentuk NADH dan melepas karbondiokasida melalui
dekarboksilasi. Tahap keempat adalah pengubahan α-ketoglutarat menjadi
suksinil Ko-A. Pada tahap ini senyawa Ko-A masuk dan berikatan dengan
senyawa suksinil. Terjadi pengurangan 1 atom karbon dari α-ketoglutarat yang
memiliki 5 karbon dan diubah menjadi suksinil Ko-A yang memiliki 4 karbon
dengan melepaskan 1 atom karbon dalam bentuk karbondioksida. Tahap ini
juga membentuk NADH yang merupakan hasil oksidasi dengan NAD+ sebagai
akseptor elektron.
Tahap kelima adalah pengubahan suksinil Ko-A menjadi suksinat.
Terdapat inorganic phosphate (Pi) yang berfungsi untuk melepaskan ikatan Ko-
A dari struktur suksinil Ko-A sehingga terbentuk suksinat. Phospat akan
ditransfer ke GDP (ADP) dan menghasilkan GTP (ATP). Tahap keenam
adalah pengubahan suksinat menjadi fumarat. Pada tahap ini terjadi oksidasi
FAD dan menghasilkan FADH2. Suksinat melepas 2 atom hidrogen dan akan
diterima oleh FAD untuk menghasilkan FADH2.
Tahap ketujuh adalah pengubahan fumarat menjadi malat. Terjadi
hidrasi yaitu penambahan H2O untuk menghasilkan malat. Tahap kedelapan
adalah pengubahan malat menjadi oksaloasetat. Satu atom hidrogen pada
struktur malat dilepaskan dan akan ditangkap oleh NAD+ untuk membentuk
NADH.
Dari kedelapan tahapan dalam satu putaran reaksi siklus asam sitrat
diatas, akan menghasilkan 3 molekul NADH, 1 molekul FADH2, 1 ATP, dan 2
CO2. Tubuh membutuhkan dua kali putaran siklus asam sitrat, maka akan
menghasilkan 6 molekul NADH, 2 molekul FADH2, 2 ATP, dan 4 CO2.
Nantinya energi yang dihasilkan dari siklus asam sitrat ini akan digunakan
tubuh untuk menjaga kondisi homeostasis tubuh.

13
E. Indikator Homeostatis
Homeostasis adalah kemampuan mekanisme fisiologi tubuh dalam
mempertahankan kondisi tubuh agar tetap stabil atau dalam keadaan seimbang
(Chalik, 2016). Dengan kata lain, homeostasis merupakan proses untuk
mempertahankan fungsi normal tubuh. Indikator kondisi homeostatis adalah
ketika mekanisme tubuh dapat berjalan dengan normal.
Glukosa atau energi yang dihasilkan dari berbagai reaksi asam amino
dapat digunakan sebagai sumber energi apabila energi yang dihasilkan oleh
karbohidrat dan lemak tidak lagi cukup (Sudargo et al., 2012). Kondisi asam
amino yang digunakan sebagai sumber energi merupakan kondisi homeostatis
karena dapat menghasilkan energi, tetapi jalur tersebut bukan jalur ideal.
Dikatakan sebagai jalur ideal yaitu ketika tubuh menggunakan jalur karbohidrat
atau jalur asam lemak.
Oleh karena itu, kondisi homeostasis yang ideal adalah ketika jalur asam
amino yang menghasilkan energi bisa dicegah. Jalur asam amino sebagai
sumber energi akan dijalankan atau dialami tubuh ketika tubuh sudah dalam
kondisi patologis.

F. Jalur Asam Amino Menjadi Energi Adalah Jalur Darurat Bagi Tubuh
Jalur asam amino menjadi energi adalah jalur yang tidak ideal. Jalur tidak
ideal terjadi saat kondisi tubuh sudah dalam kondisi patologis, salah satunya
adalah diabetes melitus tipe 2. DM tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik
yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh
sel beta pankreas dan/atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin).
Penyakit ini merupakan tipe diabetes yang umum karena penderitanya
mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes.
Faktor risiko dari DM tipe 2 adalah usia, jenis kelamin, obesitas,
hipertensi, genetik, makanan, merokok, alkohol, kurang aktivitas, dan lingkar
perut. Gejala penyakit ini berupa polidipsia (rasa haus berlebihan), poliuria
(jumlah urin meningkat), polifagia (nafsu makan berlebih), penurunan berat
badan, dan kesemutan (Fatimah, 2015). Diabetes Melitus tipe 2 ditandai

14
dengan cacat progresif dari fungsi sel-𝛽 pankreas yang menyebabkan tubuh
kita tidak dapat memproduksi insulin dengan baik (Antari dan Esmond, 2017).
Pada diabetes, glukosa tidak dapat dikelola atau masuk kedalam sel untuk
dimanfaatkan sebagai energi, sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat
atau disebut hiperglikema. Kadar glukosa pada orang normal adalah <120
mg/dL pada kondisi puasa, dan <140 mg/dL saat 2 jam setelah makan.
Sedangkan kadar glukosa pada penderita diabetes adalah >120 mg/dL pada
kondisi puasa, dan >200 mg/dL saat 2 jam setelah makan (Fatimah, 2015).
Kita sebagai makhluk hidup tersusun dari satuan unit terkecil yang hidup
yaitu sel. Kebutuhan aktivitas kita sehari-hari berasal dari sel tubuh yang
kompleks. Untuk kelangsungan hidup dan aktivitas sel, sel membutuhkan
makanan untuk membuat atau energi yang bisa diperoleh dari makanan.
Makanan yang menjadi sumber utama penghasil energi adalah gula. Gula
bukan hanya berasal dari makanan yang manis seperti permen atau keik, tetapi
sebagian besar gula berasal dari makanan pokok yang kita konsumsi seperti
nasi yang mengandung kalori tinggi.
Ketika sel-sel dalam tubuh membutuhkan sebuah energi untuk
beraktivitas, maka dengan bantuan insulin, gula dalam darah akan masuk ke
dalam sel untuk kemudian diolah menjadi energi oleh setiap sel yang ada dalam
tubuh. Insulin adalah sebuah hormon yang dihasilkan oleh salah satu kelenjar
endokrin yang disebut pankreas, dan kadar insulin akan selalu disesuaikan
dengan kadar gula dan tingkat energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Dengan kata
lain, insulin merupakan sebuah syarat agar gula bisa masuk ke dalam sel yang
kemudian diolah menjadi energi.
Keadaan normal kadar gula dalam darah pada pasien Diabetes Melitus
adalah >120 mg/dL. Kadar glukosa akan meningkat menjadi >200 mg/dL
setelah makan. Kelebihan glukosa dalam darah tersebut akan disimpan sebagai
glikogen dalam hati dan sel-sel otot (glikogenesis) yang diatur oleh insulin.
Pada pasien Diabetes Melitus tipe 2, kadar glukosa meningkat akibat resistensi
hormon insulin. Pankreas bisa saja tetap menghasilkan insulin, namun insulin
namun sel tidak cukup sensitif untuk menggunakan insulin yang ada, sehingga

15
kadar insulin yang dibutuhkan harus lebih banyak atau malah tidak dapat
digunakan sama sekali.(Fatimah, 2015).
Pada awal perkembangannya, sel-𝛽 pankreas menunjukkan gangguan
pada sekresi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik, sel- sel 𝛽 pankreas
akan terjadi kerusakan. Kerusakan tersebut akan menyebabkan defisiensi
(kekurangan) insulin sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel
(Fatimah, 2015). Apabila insulin tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya,
maka gula dalam darah meningkat seiring dengan makanan yang kita konsumsi.
Hal tersebut menyebabkan menurunnya pengambilan glukosa oleh jaringan
otot dan adiposa serta peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati, akibatnya
otot tidak mendapatkan energi dari glukosa maupun lemak karena insulin darah
meningkat (tinggi) sehingga menyebabkan proses lipolisis tidak terjadi. Maka
dari itu, pada kondisi Diabetes Melitus tipe 2, tubuh akan membuat jalur
alternatif dengan menggunakan asam amino (Ningtyas, 2018).

G. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Agar Tidak Masuk Ke Jalur


Darurat
Pencegahan DM tipe 2 pada orang-orang yang berisiko pada prinsipnya
adalah dengan mengubah gaya hidup yang meliputi olah raga, penurunan berat
badan, dan pengaturan pola makan (Kemenkes RI, 2013). Berikut penjelasan
lebih lanjut.
1. Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit), merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar,
menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. Latihan jasmani
selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani
yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan
berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan

16
jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM
dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau
bermalas-malasan (Qanita, 2013).
2. Diet
Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada
penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang
menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin. Standar yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal
karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% dan protein 10-15%. Untuk
menentukan status gizi, dihitung dengan BMI
3. Pola Makan Sehat
Penderita penyakit DM tipe 2 dianjurkan untuk menerapkan pola makan
sehat dengan cara membatasi konsumsi makanan dan minuman yang tinggi
gula, kalori, serta lemak seperti makanan olahan, kue, es krim, dan makanan
cepat saji. Asupan gula yang dianjurkan adalah 40 gr atau 9 sendok teh
perhari. Sebagai gantinya, sebaiknya perbanyak konsumsi buah-buahan,
sayuran, kacang, dan biji-bijian yang mengandung serat dan karbohidrat
kompleks, susu, yogurt, minum air putih, mengurangi porsi makan, dan
selalu makan sarapan pagi karena sangat penting. (Harmawati dan Yanti,
2020)

H. Pandangan Islam Dalam Upaya Pencegahan Diabetes


Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an Surat ‘Abasa (80) : 24-32 :

17
Artinya: “Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya.
Sesungguhnya Kami benar-benar telah mencurahkan air (dari langit),
kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami
tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran, zaitun dan
kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan serta rumput-
rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu.”
Ayat diatas berhubungan dengan upaya pencegahan penyakit
diabetes melitus terkait pola makan sehat. Dari ayat diatas bisa kita
simpulkan, bahwa Allah SWT telah menyediakan segala macam bentuk
makanan dan minuman untuk manusia konsumsi. Maka kita sebagai
manusia yang sudah diberi kenikmatan yang begitu banyak oleh Allah
SWT sebaiknya menjaga tubuh dengan baik. Makan makanan yang sehat
dan selalu mengonsumsi air putih untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

18
DAFTAR PUSTAKA

Abun (2006) “Protein dan asam amino pada unggas,” Bahan Ajar Mata Kuliah
Nutrisi Ternak Unggas dan Monogastrik Universitas Padjadjaran
Jatinangor.
Amela, H. L. (2012) Lama Penyinaran (Fotoperiode) dan Kandungan Asam Amino
Esensial Nannochloropsis sp. Universitas Lampung. Tersedia pada:
http://digilib.unila.ac.id/id/eprint/12561.
Antari, N. K. N. dan Esmond, H. A. (2017) “Diabetes Melitus Tipe 2,” Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana.
Biava, H. D. (2020) Che 301: Biochemistry. Tersedia pada:
https://batch.libretexts.org/print/Finished/chem-233968/Full.pdf.
Chalik, R. (2016) Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta: Pusat Pendidikan Sumber
Daya Manusia Kesehatan.
Fatimah, R. N. (2015) “Diabetes melitus tipe 2,” Jurnal Majority. Medical Faculty,
Lampung University, 4(5), h. 93–101. Tersedia pada:
http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/viewFile/615/6
19.
Febrianti, A. (2019) Prediksi Aktivitas Senyawa Metabolit Sekunder Rimpang
Homalomena occulta Sebagai Alpha-1 Adrenoceptor Antagonist Secara In
Silico. Universitas Muhammadiyah Malang. Tersedia pada:
http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/47471.
Ferrier, D. R. (2014) Lippincott’s Illustrated Reviews. 6 ed. Diedit oleh H. Eti
Yerizel, Yahwardiah Siregar. Tangerang Selatan: BINARUPA AKSARA
Publisher.
Gianto, Suhanda, M. dan Putri, M. (2017) “Komposisi Kandungan Asam Amino
Pada Teripang Emas ( Stichoupus horens) di Perairan Pulau Bintan,
Kepulauan Riau,” Jurnal Teknologi Hasil Perikanan, 6(2), h. 186–192.
Harmawati, H. dan Yanti, E. (2020) “Upaya Pencegahan Dini Terhadap Diabetes
Melitus Tipe 2,” Jurnal Abdimas Saintika, 2(2), h. 43-46. Tersedia pada:
https://jurnal.syedzasaintika.ac.id/index.php/abdimas/article/view/815/pdf
Kemenkes RI (2013) Pencegahan Diabetes Melitus.

19
Nelson, D. dan Cox, M. M. (2017) Lehninger Principles of Biochemistry. New
York: W. H. Freeman and Company.
Ningtyas, L. A. (2018) Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Ketepatan
Penggunaan Anti Diabetik Oral Dengan Pendekatan Teori Health Belief
Model Di Puskesmas Janti, Kota Malang. Universitas Muhammadiyyah
Malang.
Qanita, E. (2013) Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
2 di Indonesia 2011 Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. Tersedia pada:
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/kegiatan-p2ptm/subdit-penyakit-diabetes-
melitus-dan-gangguan-metabolik/pencegahan-diabetes-melitus.
Sudargo, T. et al. (2012) “Pengaruh Suplementasi Karbohidrat, Lemak, Dan Protein
Terhadap Kadar Glukosa Darah Dan Asam Laktat Pada Atlet Pencak Silat,”
Gizi Indonesia, 35(1), hal. 10–21. doi: 10.36457/gizindo.v35i1.119.
Sumbono, A. (2016) Biokimia Pangan Dasar. Sleman: Deepublish.
Suprayitno, E. dan Sulistiyati, T. D. (2017) Metabolisme Protein. Malang: UB
Press.
Wahjuni, S. (2013) Metabolisme Biokimia. 1st ed, Journal of Chemical Information
and Modeling. 1st ed. Diedit oleh J. Atmaja. Denpasar, Bali: Udayana
University Press.

20

Anda mungkin juga menyukai