Anda di halaman 1dari 27

ASAM AMINO DAN PEPTIDA

RESUM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biokimia

Dosen Pengampu:

Silvia Rahmi Ekasari, S.T., M.T.

Oleh Kelompok 4

1. Ilmi Indah Ayu Nur F. 12208183029


2. Nia Arun Aggraini 12208183036
3. Mamila Putri Hapsari 12208183165
4. Miatasari 12208183166
5. Galih Restu Wibisono 12208183173

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
OKTOBER 2019
A. ASAM AMINO
1. Pengertian dan Struktur Asam Amino
Asam amino ialah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam amino yang
terdapat sebagai komponen protein mempunyai gugus –NH 2 pada atom karbon α dari posisi gugus
–COOH.

Protein termasuk dalam kelompok senyawa yang terpenting dalam organisme


hewan.Sesuai dengan peranan ini, kata protein berasal dari bahasa Yunani proteios, yang artinya
“pertama”. Protein adalah poliamida, dan hidrolisis protein menghasilkan “asam-asam amino”.

Asam amino sering disebut blok bangunan kehidupan. Semua proses kehidupan
tergantung pada protein yang berperan penting dalam tubuh sebagai struktur, pengirim pesan,
enzim, dan hormon. Dua puluh jenis asam amino alami adalah blok bangunan protein, yang
terhubung satu sama lain dalam bangunan rantai. DNA memberitahu tubuh bagaimana membuat
rantai amino dan bagaimana mengurutkannya menjadi jenis protein tertentu.

Struktur Asam Amino


Struktur asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus
amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residu)
atau disebut juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam
amino lainnya. Atom C pusat tersebut dinamai Cα sesuai dengan penamaan senyawa bergugus
karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus
amina α-amino. Asam amino biasanya diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia rantai samping
tersebut menjadi empat kelompok. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam
lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar.

Asam amino tersederhana adalah asam aminoasetat (H 2NCH2CO2H) yang disebut glisina
(glycine). Glycine tidak memiliki rantai samping sehingga tidak mengandung satu karbon
kiral.Asam amino lain memiliki rantai samping, sehingga karbon α-nya bersifat kiral. Asam
amino yang berasal dari protein termasuk dalam deret-L, artinya gugus-gugus disekeliling karbon
α mempunyai konfigurasi yang sama seperti dalam L-gliseraldehida.

2. Sifat Asam Amino

a. Sifat amfoter (amfiprotik)


Asam amino bersifat amfoter, artinya dapat bertindak sebagai asam atau basa.
Asam amino dapat berperilaku sebagai asam dan mendonasikan proton pada basa kuat,
atau dapat juga berperilaku sebagai basa dan menerima proton dari asam kuat. Perilaku ini
dinyatakan dalam kesetimbangan berikut untuk asam amino dengan satu gugus amino dan
satu gugus karboksil:
Gambar tersebut menunjukkan kurva titrasi untuk alanin, yaitu asam amino khas
untuk jenis ini. Pada pH rendah (larutan asam), asam amino berada dalam bentuk ion
amonium tersubstitusi. Pada pH tinggi (larutan basa), asam amino hadir sebagai ion
karboksilat tersubstitusi. Pada pH pertengahan tertentu (untuk alanin, pH 6.02), asam
amino berada sebagai ion dipolar. Aturan sederhana untuk mengingat mana tapak asam
ialah bahwa jika pH larutan lebih kecil dari pK a, protonnya ada; jika pH larutan lebih
besar dari pKa, proton tidak ada (Hart, 2003).
Muatan asam amino berubah jika pH berubah. Contoh pada pH rendah
tanda pada alanina positif, pada pH tinggi negatif, dan di dekat netral ionnya
menjadi dipolar. Dengan demikian, jika ditempatkan pada medan listrik, asam
amino akan bergerak ke arah katode (electrode negatif) pada pH rendah dan
kearah anode (electrode positif) pada pH tinggi. Pada pH pertengahan, yang
disebut titik isoelektrik (isoelectricpoint, pi), asam amino akan menjadi dipolar
dan memiliki muatan bersih nol. Asam amino tidak mampu bergerak ke electrode
mana pun.
Secara umum, asam amino dengan satu gugus amino dan satu gugus
karboksil, dan tidak ada gugus asam atau basa lain di dalam strukturnya, memiliki
dua nilai pKa; satu disekitar 2 sampai 3 untuk proton yang lepas dari gugus
karboksil dan satu lagi di sekitar 9 sampai 10 untuk proton yang lepas dari ion
ammonium. Titik isoelektrik ada di sekitar pertengahan di antara kedua nilai pKa
yaitu sekitar pH 6.
Keadaan lebih rumit dengan asam amino yang mengandung dua gugus
asam atau dua gugus basa.

Asam aspartat dan asam glutamat memiliki dua gugus karboksil dan satu
gugus amino. Dalam asam kuat (pH rendah) ketiga gugus tersebut berada dalam
bentuk asam (terprotonasi). Jika pH dinaikkan dan larutan menjadi lebih basa,
setiap gugus secara berturut-turut melepaskan protonnya. Keadaan ini berbeda
untuk asam amino dengan gugus basa dan hanya satu gugus karboksil. Dengan
lisin, contohnya. pI untuk lisin terdapat pada daerah basa, yaitu 9,74 (Hart, 2003).
b. Mampu membentuk ion Switter
Karena asam amino memiliki gugus aktif amina dan karboksil (berupa asam
karboksilat) sekaligus, zat ini dapat dianggap sebagai asam dan basa (walaupun pH
alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang
disebut titikisolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif
(terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif
(terdeprotonasi, –COO-). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam
aminonya. Dalam keadaan demikian, asam amino tersebut dikatakan berbentuk zwitter-
ion.
Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai struktur kristal putih yang
bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Kebanyakan asam amino bebas berada dalam
bentuk zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang dekat netral.
c. Sifat optis aktif
Semua senyawa asam amino mempunyai atom C asimetris (spiral) sehingga
bersifat optis aktif, artinya dapat memutar bidang polarisasi kecuali glisin.Glisin adalah
satu-satunya asam amino yang tidak bersifat optis aktif.
d. Pada umumnya asam amino larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
organicnonpolar seperti eter, aseton, dan kloroform.Sifat asam amino ini berbeda dengan
asam karboksilat maupun asam amina. Asam karboksilatalifatik maupun aromatik yang
terdiri atas beberapa atom karbon umumnya kurang larut dalam air,tetapi telarut dalam
pelarut organic. Demikian pula amina pada umumnya tidak larut dalam iar , tetapi terlarut
dalam pelarut organik.
3. Macam-macam Asam Amino
Terdapat 20 asam amino yang lazim terdapat dalam protein
a. Asam amino esensial adalah asam amino yang diperoleh hanya dari makanan sehari-hari
karena tidak dapat disintesis di dalam tubuh. Jenis-jenis asam amino esensial adalah:
arginina, histidina, isoleusina, luesin, lisina, metionina, fenilalanina, treonina, triptofan,
valin.
b. Asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat disintesis di dalam tubuh
melalui perombakan senyawa lain. Jenis asam amino non esensial yaitu: alanina,
asparagina, asamaspartat, sisteina, asamglutamat, glisina, prolina, serina, tirosina.
4. Reaksi Kimia Asam Amino
a. Keamfoteran asam amino
Karena asam amino memiliki gugus aktif amina dan karboksil (berupa asam
karboksilat) sekaligus zat ini dapat dianggap sebagai asam dan basa (walaupun pH
alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus –R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang
disebut titik isolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif
(terprotonasi, -NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negative
(terdeprotonasi, -COO). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam
aminonya. Dalam keadaan demikian, asam amino tersebut dikatakan berbentuk zwitter
ion.
Zwitter ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai struktur Kristal putih
yang bertitik lebur tinggi arena sifat dipolarnya. Kebanyakan asam amino bebas berada
dalam bentuk zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang dekat netral.
Titik isolisktrik adalah pH dimana ion dipolar secara listrik netral dan tidak
bermigrasi ke anoda maupun katoda.Titik isolistrik bergantung pada keasaman atau
kebasaan suatu ranta isamping.
Titik isolistrik dapat ditentukan dengan elektroforesis yaitu suatu proses untuk
mengukur migrasi ion dalam suatu medan listrik. Proses ini dilakukan dengan menaruh
larutan asam amino berair pada suatu absorben antara sepasang elektroda. Dalam selini
anion bermigrasi kearah elektroda positif dan kation kearah elektroda negatif. Jika asam
amino netral dilarutkan dalam air biasa akan terjadi migrasi netto ion asam amino kearah
elektroda positif.

Asam amino asam mempunyai gugus karboksil kedua yang bereaksi dengan air
membentuk suatu ion negatif.Diperlukan konsentrasi H + yang tinggi untuk
memungkinkan asam amino asam sampai ketitik isolistrik. Titik isolistrik asam amino
asam adalah berkisar pH=3.

Asam amino basa mempunyai gugus amino kedua yang bereaksi dengan air
membentuk suatu ion positif.Diperlukan ion-ion hidroksida untuk menetralkan asam
amino basa dansamapai titik isolistrik. Untuk asam amino basa isolistriknya terletak di
atas pH 7.
b. Asilasi asam amino
Gugus amino dari suatu asam amino dapat dengan mudah di asilasi dengan suatu
halide asam ataupun dengan anhidrida asam untuk menghasilkan amida. Karena nitrogen
amida tidak bersifat basa, suatu asam amino terasilasi tidak membentuk ion
dipolar.Karena alasan ini, asam amino terasilasi menunjukkan sifat-sifat fisik yang khas
dari senyawa organik bukannya sifat fisik dari garam-garam. Dalam sintesis peptide
(protein kecil) gugus N-asil digunakan sebagai suatu gugus blockade.

c. Reaksi dengan Ninhidrin


Asam-asam amino bereaksi dengan ninhidrin untuk membentuk produk yang
disebut Ungu Ruheman. Reaksi itu biasa digunakan sebagai uji bercak untuk mendeteksi
hadirnya asam-asam amino pada kertas kromatografi. Karena reaksi itu kuantitatif, reaksi
itu digunakan sebagai penganalisis asam amino yang diotomasi, instrument-instrumen
yang menetapkan presentasi asam-asam amino yang ada dalam suatu contoh.
5. Sintesis Asam Amino
a. Aminasi Asam α-halo
Dipertimbangkan dalam berbagai modifikasi, metode ini mungkin yang paling
umum yang bermanfaat, meskipun salah satu metode tidak dapat diterapkan pada sintesis
semua asam amino.Terkadang asam a-kloro atau bromo dikenakan ammonolysis
langsung dengan kelebihan besar amonia berair pekat. Sebagai contoh:

Diperlukan asam a-halo atau ester dapat dibuat oleh Hell-Volhard-Halogenasi


Zelinsky dari asam yang tidak tersubstitusi atau dengan modifikasi sintesis estermalonat,
reaksi biasa untuk asam tersubstitusi.Contoh:

b. Sintesis Ftalimida Gabriel


Sintesis ini merupakan jalur yang lebih baik untuk menghasilkan asam
amino.Keuntungan sintesis ini terhadap aminasi langsung ialah bahwa tidak terjadi
alkilasi berlebih.Estera-halo yang digunakan sebagai penggantian sama-halo modifikasi
lebih lanjut, metode ester phthalimidomalonic, adalah gabungan malonat ester-Gabriel
sintesis.
c. Sintesis Strecker
Sintesis ini dari asam amino yang dikembangkan pada tahun 1850, merupakan
rentetan dua tahap.Tahap pertama adalah reaksi antara suatu aldehida dan suatu
campuran ammonia dan HCN untuk menghasilkan suatu amino nitril. Hidrolisis amino
nitril itu menghasilkan asam amino.
d. Aminasi Reduktif
Suatu asam α-keto merupakan suatu prosedur lain untuk memperoleh asam amino
rasetamat.

B. PEPTIDA
Suatu peptida adalah suatu amida yang dibentuk dari dua asam amino atau lebih.Ikatan amida
diantara suatu gugus α-amino dari suatu asam amino dan gugus karboksil dari asam amino lain
disebut ikatan peptida.1 Contoh peptida berikut yang dibentuk dari alanina dan glisina disebut alanil
glisina. Menggambarkan pembentukan suatu ikatan peptida.

Tiap asam amino dalam suatu molekul peptida disebut suatu satuan (unit) atau suatu residu.
Alanilglisina mempunyai dua residu: residu alanina dan residu glisina. Bergantung pada banyaknya
satuan asam amino dalam molekul, maka suatu peptide dirujuk sebagai dipeptida (dua satuan), suatu
1
Philip Kuchel dan Gregory B. Ralston, Biokimia Shaum’s Easy Outlines (Jakarta: Erlangga, 2006) hal.14
tripeptida (tiga satuan), dan seterusnya. Oligopeptida yang mengandung mengandung sejumlah
kecil residu asam amino yang tidak spesifik. 2Suatu polipeptida ialah suatu peptida dengan banyak
sekali residu asam amino.
Menurut perjanjian suatu poliamida dengan residu asam amino kurang dari 50 dikelompokkan
sebagai suatu peptida, sedangkan poliamida yang lebih besar dianggap sebagai protein.3 Alanina dan
glisina dapat digabungkan dengan cara lain untuk membentuk glisilalanina, dalam mana glisina
mempunyai gugus amino bebas dan alanina mempunyai gugus karboksil bebas.
Dua di peptida yang berlainan dari alanina dan glisina :

Makin banyak residu asam amino dalam suatu peptida, maka makin banyak kemungkinan
strukturnya. Glisina dan alanina dapat digabung dalam dua cara. Dalam suatu tripeptida, tiga asam
amino dapat digabung menurut enam cara yang berbeda. Sepuluh asam amino berlainan dapat

menghasilkan lebih dari empat trilyun (1012 ) dekaptida.


Asam amino dengan gugus amino bebas biasanya ditaruh pada ujung kiri struktur itu. Asam
amino ini disebut asam amino N-ujung. Asam amino dengan gugus karboksil bebas ditaruh di ujung
kanan disebut asam amino C-ujung. Nama peptida terdiri dari nama asam amino seperti
pemunculannya dari kiri kekanan, dimulai dari asam-amino N-ujung.

2
Ibid., hal.14
3
Ibid., hal 15
1. Ikatan dalam Peptida
Reaksi terpenting dalam asam amino adalah pembentukan ikatan peptida. 4Suatu ikatan
amida mempunyai karakter ikatan rangkap yang disebabkan oleh tumpang tindih pasial orbital p
dari gugus karbonil dengan pasangan elektrn mennyendiri dari nitrogen.
Bukti mengenai karakter ikatan rangkap suatu ikatan peptida terdapat dalam panjang ikatan.
Panjang ikatan dari ikatan peptida lebih pendek daripada panjang ikatan dari ikatan tunggal C-N
yang lazim: 1,32 Å dalam ikatan peptida dibandingkan dengan 1,47 Å untuk ikatan tunggal C-N
yang khas dalam suatu amina.
Karena karakter ikatan rangkap daari ikatan peptida, rotasi gugus mengelilingi ikatan ini
agak terhambat, dan atom-atom yang terikat pada gugus karbonil dan pada N semuanya terletak
dalam satu bidang.Analisis sinar-X menunjukkan bahwa rantai samping asam amino di sekitar
bidang ikatan peptida berada dalam hubungan tipe trans. Stereokimia ini meminimalkan halangan
sterik antar rantai samping.
2. Penetapan Struktur Peptida
Hidrolisis lengkap dalam suatu larutan asam menghasilkan asam amino individu.Asam-asam
ini dapat dipisahkan dan diidentifikasi oleh teknik seperti kromatografi atau elektroforesis.Bobot
molekul peptide sapat ditentukan dengan metode kimia fisis.Dengan informasi ini, maka dapat
menentukan banyaknya residu asam amino, identitas residu asam amino, dan banyaknya residu
masing-masing asam amino dalam peptida.Ada beberapa teknik untuk menegtahui rentetan asam
amino dalam peptida.
a. Analisis Residu Ujung
Reagensia Edman. Analisis untuk N-terminal dapat diperoleh dengan mengolah peptida
dengan Fenil Isotiosianat (reagensia Edman).Isotiosianat bereaksi dengan gugus amino bebas
yang membuat pemaksapisahan asam amino N-ujung dari peptida dan membentuk suatu
feniltiohidantion (PTH), suatu derivate asam amino yang dapat diisolasi dan ditentukan
cirinya. Reaksi pemaksapisahan dilakukan dengan memanasi zat-antara adisi dengan asam
dalam suatu pelarut bebas air seperti nitrometana.
Reagensia Sanger. Suatu reagensia yang berguna untuk menetapkan residu N-ujung., 1-
fluoro-2,4-dinitrobenzena . gugus fluoro dari reagensia sanger dapat mengalami substitusi
nukleofilik aromatik dengan amina. Substitusi mudah karena zat antara kabanion distabilkan
oleh gugus nitro. Reagensia sanger bereaksi dengan asam amino N-ujung dari suatu peptida
dan mengubah amino menjadi gugus arilamino. Kekurangan reaksi ini, suatu peptida tidak
dapat didegradasi menjadi satu asam amino tiap kali.

4
Sugiyono, Kimia Pangan (Yogyakarta, Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta : 2004) hal.31
Residu asam amino C-ujung dapat ditentukan secara enzimatik.Karboksipeptidase adalah suatu
enzim dari pancreas yang mengkatalis secara spesifik hidrolisis dari asam amino C-ujung,
tetapi tidak dari ikatan peptida lain.
b. Rentetan dalam asam-asam amino
Suatu polipeptida besar harus dihidrolisis menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil untuk
penetapan rentetan dalam asam amino.Campuran hidrolisis dipisahkan dari urutan residu asam
amino dalam tipe pecahan ditentukan.Digunakan suatu enzim proteolitik (penghidrolisis
peptida) untuk memaksa pisah polipeptida pada ikatan peptide yang spesifik.
3. Sintesis Peptida
Peptida pertama kali disintesis oleh Emil Fisher pada tahun 1902.Juga mengemukakan
gagasan bahwa protein adalan poliamida.Sintesis amida dari dari klorida asam dan amina.
RCOCl + R’NH2 → RCONHR’
Namun sintesis peptida atau protein dengan jalur ini tidak langsung. Untuk menghindari
reaksi yang tidak diinginkan, setiap gugus reaktif lain termasuk gugus reaktif pada rantai samping
harus diblokade. Dengan membiarkan hanya gugus amino dan gugus karboksil yang diiinginkan
saja yang bebas. Kriteria unutuk gugus blockade yang baik adalah reaksi berjalan lambat (inert)
terhadap kondisi reaksi yang diperlukan untuk membentuk ikatan amida dan hanya mudah
dibuang setelah sintesis lengkap. Contoh gugus blockade adalah asam karbamat.

4. Sumber Protein
Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun
mutu, seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Protein hewani memiliki komposisi
protein yang lebih lengkap dibandingkan protein nabati. Namun, di Indonesia konsumsi protein
hewani tergolong tinggi akan tetapi daya beli masyarakat masih rendah (Ginting,dkk. 2013).
Menurut Badan Pusat Statistik (2013), diperoleh data bahwa konsumsi protein hewani di
Indonesia tahun 2013 yaitupada daging 2,38% dan ikan 7,56% lebih tinggi dibanding konsumsi
protein nabati yaitu 2,31%. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti
tempe dan tahu, serta kacang-kacangan lain. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati
yang mempunyai mutu atau nilai biologi tertinggi. Bahan makanan nabati yang kaya akan protein
adalah kacang-kacangan. Adapun salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
pemenuhan kebutuhan protein serta sebagai alternatif pengganti protein hewani yaitu dengan
meningkatkan konsumsi terhadap protein nabati misalnya jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus).
Jamur tiram putih merupakan sumber protein nabati yang memiliki daya cerna tinggi dan harga
yang relatif murah dibandingkan dengan harga protein hewani. Menurut Hidayah (2013) jamur
tiram putih (Pleorotus ostreatus) dapat dikembangkan sebagai diversifikasi bahan pangan dan
sumber kebutuhan protein nabati. Jamur tiram putih merupakan salah satu jenis jamur kayu yang
mempunyai prospek baik karena kandungan gizi protein nabatinya cukup tinggi.
5. Akibat Kekurangan Protein
a. Kerontokan rambut (Rambut terdiri dari 97-100% dari Protein -Keratin). Rentan terkena
infeksi, lebih sulit pulih saat sakit
b. Yang paling buruk ada yang disebut dengan Kwasiorkor, penyakit kekurangan protein.
Biasanya pada anak-anak kecil penderitanya, dapat dilihat dari yang namanya busung lapar,
yang disebabkan oleh filtrasi air di dalam pembuluh darah sehingga menimbulkan odema
terutama pada perut, kaki dan tangan. Gejalanya adalah pertumbuhan terhambat otot-otot
berkurang dan melemah, edema, muka bulat seperti bulan dan gangguan psikomotor, anak
apatis, tidak ada nafsu makan tidak gembira dan suka merengek. Kulit mengalami
depigmentasi, kering, bersisik, pecah-pecah, dan dermatosis. Luka sukar sembuh, rambut
mengalami depigmentasi menjadi lurus , kusam, halus, dan mudah rontok, hati membesar dan
berlemak dan sering disertai anemia.
c. Kekurangan yang terus menerus menyebabkan marasmus dan berakibat kematian. Meramus
pada umumnya merupakan penyakit pada bayi (dua belas bulan pertama). Meramus adalah
penyakit kelaparan, gejalanya adalah pertumbuhan terhambat, lemak dibawah kulit berkurang,
serta otot-otot berkurang dan melemah. Tidak ada edema tetapi, kadang-kadang terjadi
perubahan pada kulit, rambut dan pembesaran hati. Sering terjadi gastroenteritis yang diikuti
oleh dehidrasi, infeksi saluran pernapasan, tuberkolosis, cacingan berat dan penyakit kronis
lain. Meramus sering mengalami defisiensi vitamin D dan vitamin A.

Tubuh kita membutuhkan protein dalam jumlah yang cukup banyak. Nutrisi tersebut
diperlukan untuk membangun dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak; membuat enzim,
hormon, dan bahan kimia tubuh lainnya; serta membangun tulang, otot, tulang rawan, kulit, dan
darah. Oleh karena itu, kita disarankan untuk mengonsumsi protein setiap hari. Jumlah yang
disarankan berbeda-beda, tergantung usia dan jenis kelamin kita. Berikut ini asupan protein yang
dibutuhkan oleh tubuh per hari:
1-3 tahun = sekitar 14,5 gram

4-6 tahun = 19,7 gram

7-10 tahun = 28,3 gram

Anak laki-laki 11-14 tahun = 42,1 gram

Anak perempuan = 41,2 gram

Remaja laki-laki 15-18 tahun = 55,2 gram

Remaja perempuan 15-18 tahun = 45 gram

Pria 19-50 tahun = 55,5 gram

Wanita 19-50 tahun = 45 gram

Pria 51 tahun dan lebih = 53,3 gram

Wanita 51 tahun dan lebih = 46,5 gram

Ibu hamil = 51 gram

Ibu menyusui = 53-56 gram

Asupan protein yang dibutuhkan per hari ini bisa lebih tinggi tergantung aktivitas fisik dan
kondisi kesehatan. Pekerja berat, atlet, orang yang sedang pulih dari luka, dan lansia memerlukan
protein lebih tinggi.

6. Akibat kelebihan protein


Protein secara berlebihan tidak menguntungkan tubuh. Makanan yang tinggi protein
biasanya tinggi lemak sehingga dapat menyebabkan obesitas. Kelebihan protein dapat
menimbulkan masalah lain terutama pada bayi. Kelebihan protein akan menimbulkan asidosis,
dehidrasi, diare, kenaikan amoniak darah, kenaikan ureum darah, dan demam. Mengonsumsi
protein berlebih, apalagi jika disertai dengan pembatasan karbohidrat, dapat menyebabkan
penumpukan keton hingga membahayakan ginjal. Tubuh bisa menghasilkan produk limbah
bernama amonia ketika memecah protein. Oleh hati, amonia diubah menjadi zat kimia yang
disebut urea. Sejatinya, urea akan dibuang dari dalam tubuh melalui urine. Namun pada kondisi
kesehatan tertentu, seperti gagal ginjal atau gagal hati, tubuh tidak dapat membuat atau
menyingkirkan urea. Hal tersebut dapat menyebabkan masalah seperti kelelahan ekstrim hingga
koma, atau bahkan kematian. Terlalu banyak mengonsumsi makanan berprotein yang berasal dari
daging merah dan produk olahan susu berlemak dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.
Kelebihan protein juga diduga membuat tubuh membuang kalsium melalui urine. Ketika badan
kita kelebihan protein, tubuh memproduksi sulfat. Bahan kimia inilah yang dapat menyebabkan
kalsium terlepas dari tulang. Padahal kekurangan kalsium bisa menyebabkan osteoporosis. Efek
lepasnya kalsium dari tulang ini lebih rentan terjadi jika kita mengonsumsi protein hewani
daripada protein nabati. Namun di lain pihak, asupan protein yang cukup justru membantu
mencegah osteoporosis pada tulang.
7. Keunggulan dan kekurangan protein nabati dan hewani
kekurangan protein nabati yaitu:
Tidak memiliki kandungan asam amino yang lengkap. Protein nabati hanya mengandung
beberapa kandungan asam amino esensial, sehingga untuk memenuhi kebutuhan asam amino
esensial yang diperlukan tubuh seseorang harus mengonsumsi beragam jenis protein nabati secara
bersamaan. Tidak mengandung sejumlah nutrisi esensial, seperti zat besi, lemak baik, vitamin B12
dan omega 3 sedangkan nutrisi tersebut sangat dibutuhkan tubuh untuk sumber energi dan juga
menjaga keseimbangan hormon. Mengandung zinc/seng pada beberapa jenis sayuran berdaun
hijau tua, namun penyerapannya tidak sebaik sumber protein hewani.
Kekurangan protein hewani:
Memiliki kandungan lemak jenuh (berwujud padat pada suhu kamar), kolesterol tinggi
dan dapat bersifat karsinogenik atau penyebab kanker sehingga tidak baik jika dikonsumsi
berlebihan. Mengandung kadar sodium tinggi yang memicu tekanan darah tinggi. Harga lebih
mahal dibadingkan dengan protein nabati.
Adapun keunggulan dari protein nabati yaitu:

Mengandung nutrisi lainnya seperti karbohidrat kompleks, serat, vitamin, dan mieral
sehingga membantu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi harian tubuh. Merupakan protein
berkualitas tinggi karena dapat menurunkan resiko peyakit kanker. Contoh makanannya seperti
bayam, kacang-kacangan (hitam, cranberry, merah muda, putih, bersayap, kuning), kedelai,
kacang polong split, buncis, chestnut, biji labu, alpukat, kentang, quinoa, spirulina rumput laut,
tahu. Harga lebih terjangkau dibandingkan protein hewani. Dapat mengurangi asupan lemak
jenuh dan kolesterol.

Keunggulan protein hewani:

Merupakan protein lengkap karena mengandung 9 asam amino esensial penting yang
dibutuhkan tubuh, contohnya seperti hati (ayam, babi, sapi), angsa, bebek, kalkun, ayam, domba,
babi, kebanyakan ikan, kelinci, telur, susu, keju , dan potongan daging sapi tertentu. Namun, ada
pula makanan hewani dengan protein yang tidak lengkap contohya yogurt dan potongan daging
sapi tertentu. Memiliki kandungan vitamin B12 yang tidak ditemui dalam protein nabati yang
sangat berguna dalam pembentukan sel darah merah, memperlancar sistem metabolisme tubuh,
dan menjaga sistem saraf tetap sehat. Memiliki kandungan vitamin D (minyak ikan, telur, dan
susu.), DHA adalah jeis dari asam lemak omega 3 yang baik untuk perkembangan otak, zat
besi/heme, dan zinc/seng yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan,
serta memperbaiki jaringan (daging sapi, hati sapi, dan daging kambing).

8. Uji Protein
Uji protein metode Bradford merupakan suatu uji kolorimetri yang didasarkan pada
absorbansi pergeseran dari zat warna Coomassie Brilliant Blue G-250. Zat warna Coomassie
Brilliant Blue G-250 terdapat dalam tiga bentuk: anionik (biru), netral (hijau), dan kationik
(merah). Pada kondisi asam, pewarna akan berubah menjadi biru jika bereaksi dengan protein.
Namun jika tidak ada protein yang terikat, maka warna larutan akan tetap coklat. Zat warna
membentuk kompleks nonkovalen yang kuat dengan gugus karboksil protein denga kekuatan Van
der Waals dan gugus amino melalui interaksi elektrostatik. Selama pembentukan kompleks ini,
bentuk merah pewarna Coomassie pertama kali menyumbangkan elektron bebasnya ke gugus
terionisasi pada protein, yang menyebabkan gangguan bentuk asli protein, dan membuat kantung
hidrofobiknya terbuka. Kantung-kantung ini dalam struktur tersier protein berikatan non-kovalen
dengan daerah non-polar pewarna melalui interaksi ikatan gaya van der Waals yang
memposisikan gugus amina positif di dekatnya dengan muatan negatif pewarna. Ikatan semakin
diperkuat oleh interaksi ikatan antara keduanya yaitu interaksi ionik. Pengikatan protein
menstabilkan bentuk biru pewarna Coomassie; dengan demikian jumlah kompleks yang terjadi
dalam larutan merupakan ukuran untuk konsentrasi protein, dan dapat diperkirakan dengan
menggunakan pembacaan absorbansi.

Uji Biuret

Pereaksi yang digunakan adalah larutan NaOH 40% dan larutan CuSO4 1%. Sebanyak 3 mL
larutan sampel ditambah dengan 0,1 mL larutan NaOH dan 2 tetes CuSO 4. Suatu bahan akan
menunjukan warna ungu atau merah muda jika mengandung ikatan peptida (protein).

Uji Timbal (II) asetat

Pereaksi yang digunakan adalah larutan NaOH 40% dan kertas saring yang dibasahi larutan
Pb(CH3COO)2. Sebanyak 2 mL sampel yang mengandung protein ditambah dengan NaOH
kemudian dipanaskan pada penangas air. Uap yang terjadi diuji dengan kertas timbal (II) asetat.
Jika terbentuk warna hitam pada kertas tersebut, berarti proteinnya mengandung belerang. Warna
hitam menunjukan bahwa S organik dirubah menjadi Na 2S, yang kemudian bereaksi dengan
Pb(CH3COO)2 membentuk PbS yang berwarna hitam.

Uji Xantoproteat
Pereaksi yang digunakan adalah asam nitrat pekat atau asam asetat pekat, dan dapat juga asam
sulfat pekat. Sebanyak 3 mL larutan sampel yang mengandung protein ditambah dengan 2 mL
HNO3 pekat dan dipanaskan pada penangas air. Jika sudah dingin, ditambahkan NH 3 atau NaOH.
Jika ditambahkan NH3 akan berwarna kuning dan jika ditambahkan NaOH akan berwarna jingga.
Uji Xantoproteat digunakan untuk menunjukan adanya cincin benzen pada protein.

Adapun cara menganalisis protein dibedakan menjadi dua:

1) Analisis Kualitatif
a) Reaksi Xantoprotein
Larutan asam nitrat pekat ditambahkan dengan hati-hati ke dalam larutan protein. Setelah
dicampur terjadi endapan putih yang dapat berubah menjadi kuning apabila dipanaskan.
Reaksi yang terjadi ialah nitrasi pada inti benzene yang terdapat pada molekul protein.
Jadi reaksi ini positif untuk protein yang mengandung tirosin, fenilalanin dan triptofan.
Jika kulit terkena nitrat berwarna kuning, hal tersebut terjadi karena reaksi xantoprotein.
b) Reaksi Hopkins-Cole
Triptofan dapat berkondensasi dengan beberapa aldehid dengan bantuan asam kuat dan
membentuk senyawa yang berwarna. Larutan protein yang mengandung triptofan dapat
direaksikan dengan pereaksi Hopkins-Cole yang mengandung asam glioksilat. Pereaksi
ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air.

Gambar Reaksi Hopkins-Cole (Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti, 2005)

Setelah dicampur dengan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahan-lahan


sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Beberapa saat kemudian akan
terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut. Pada dasarnya reaksi
Hopkins-Cole memberikan hasil positif khas untuk gugus indol dalam protein.

c) Reaksi Millon
Pereaksi Millon adalah larutan merkuro dan merkuri nitrat dalam asam nitrat. Apabila
pereaksi ini ditambahkan pada larutan protein, akan menghasilkan endapan putih yang
dapat berubah menjadi merah oleh pemanasan. Pada dasarnya reaksi ini positif untuk
fenol-fenol, karena terbentuknya senyawa merkuri dengan gugus hidroksifenil yang
berwarna. Protein yang mengandung tirosin akan memberikan hasil positif.
d) Reaksi Nitroprusida
Natriumnitroprusida dalam larutan amoniak akan menghasilkan warna merah dengan
protein yang mempunyai gugus –SH bebas. Jadi protein yang mengandung sistein dapat
memberikan hasil positif. Gugus –s–s– pada sistin apabila direduksi dahulu dapat
jugamemberikan hasil positif.
e) Reaksi Sakaguchi
Pereaksi yang digunakan ialah naftol dan natriumhipobromit. Pada dasarnya reaksi ini
memberi hasil positif apabila ada gugus guanidine. Jadi arginine atau protein yang
mengandung arginine dapat menghasilkan warna merah.
2) Analisis Kuantitatif
a) Metode Kjeldahl
Penentuan jumlah protein secara empiris yang umum dilakukan adalah dengan
menentukan jumlah nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan. Metode tersebut
dikembangkan oleh Kjeldahl, seorang ahli ilmu kimia Denmark pada tahun 1883. Dalam
penentuan protein, seharusnya hanya nitrogen yang berasal dari protein saja yang
ditentukan. Akan tetapi hal tersebut sulit dilakukan karena kandungan senyawa lain
memiliki jumlah yang cenderung sedikit. Penentuan jumlah N total ini dikatakan sebagai
representasi jumlah protein yang akan dicari. Kadar protein hasil dari analisis kadar
protein metode Kjeldahl ini dengan demikian sering disebut sebagai kadar protein kasar
(crude protein). Dasar perhitungan penentuan protein menurut Kjeldahl ini adalah hasil
penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah
mengandung unsur N rata-rata 16% (dalam protein murni). Untuk senyawa-senyawa
protein tertentu yang telah diketahui kadar unsur N-nya, maka angka yang lebih tepat
dapat dipakai. Apabila jumlah unsur N dalam bahan telah diketahui (dengan berbagai
cara) maka jumlah protein dapat diperhitungkan dengan:
Jumlah N x 100/16 atau Jumlah N x 6,25
Untuk campuran senyawa-senyawa protein atau yang belum diketahui komposisi unsur-
unsur penyusunnya secara pasti, maka faktor perkalian 6,25 inilah yang dipakai.
Sedangkan beberapa jenis protein telah diketahui faktor perkaliannya.

Tabel Faktor Perkalian N Beberapa Bahan

Macam Bahan Faktor perkalian


Bir, sirup, biji-bijian, ragi 6,25
Buah-buahan, teh, anggur, malt 6,25
Makanan ternak 6,25
Beras 5,95
Roti, gandum, macaroni, mie 5,70
Kacang tanah 5,46
Kedelai 5,75
Kenari 5,18
Susu 6,38
Gelatin 5,55
Sumber: Sudarmadji, dkk., 2007

Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu tahap
destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi.

Tahap destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi
menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur C, H, O, N, dan S. Jumlah asam sulfat yang
digunakan tergantung pada kandungan protein, lemak dan karbohidrat bahan pangan yang
dianalisis. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat, untuk 1
gram lemak perlu 17,8 gram, sedangkan 1 gram karbohidrat perlu asam sulfat sebanyak
7,3 gram. Karena lemak memerlukan asam sulfat yang paling banyak dan memerlukan
waktu destruksi cukup lama, maka sebaiknya lemak dihilangkan lebih dahulu sebelum
destruksi dilakukan. Asam sulfat yang digunakan minimum 10 ml (18,4 gram). Sampel
yang dianalisis sebanyak 0,3 – 3,5 gram atau mengandung nitrogen sebanyak 0,02 – 0,04
gram. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa
campuran Na2SO4 dan HgO (20:1) dan atau K2SO4 dan CuSO 4. Dengan penambahan
katalisator tersebut titik didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan
lebih cepat. Tiap 1 gram K2SO4 dapat menaikkan titik didih 3oC. Suhu destruksi berkisar
antara 370 – 410oC. Protein yang kaya asam amino histidin dan tryptophan umumnya
memerlukan waktu yang lama dan sukar dalam destruksinya. Untuk bahan seperti ini
memerlukan katalisator yang relatif lebih banyak.

Tahap destilasi

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH 3) dengan
penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar selama destilasi tidak terjadi
superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka
dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan
ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dapat dipakai adalah asam
klorida (HCl) atau asam borat (H3BO3) 4%. Apabila penampung destilat digunakan asam
klorida maka indikator yang digunakan yaitu phenolftalein (PP). Sementara itu, apabila
penampung destilasi digunakan asam borat maka digunakan indikator (BCG + MR). Agar
kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi
tercelup sedalam mungkin dalam asam. Destilasi diakhiri bila sudah semua ammonia
terdestilasi sempurna dengan ditandai adanya perubahan warna larutan dalam erlenmeyer
menjadi hijau muda.

Tahap titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam klorida maka sisa asam klorida yang tidak
bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai
dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30
detik bila menggunakan indikator PP. Selisih jumlah titrasi blanko dan sampel merupakan
jumlah ekuivalen nitrogen.

%N = x N NaOH x 14,008 x 100%

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat makan banyaknya asam borat yang
bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N
dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari
biru menjadi merah muda. Selisih jumlah titrasi sampel dan blanko merupakan jumlah
ekuivalen nitrogen.

%N = x N HCl x 14,008 x 100%

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu
faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada presentase N yang
menyusun protein dalam suatu bahan.

b) Metode Lowry
Protein dengan asam fosfotungstat-fosfomolibdat pada suasana alkalis akan memberikan
warna biru yang intensitasnya bergantung pada konsentrasi protein yang ditera.
Konsentrasi protein diukur berdasarkan optical density (OD) pada panjang gelombang
600 nm (OD terpilih). Untuk mengetahui banyaknya protein dalam larutan, lebih dahulu
dibuat kurva standar yang melukiskan hubungan antara konsentrasi dengan OD. Biasanya
digunakn protein standar Bovine Serum Albumin (BSA) atau Albumin Serum Darah
Sapi. Larutan Lowry ada dua macam yaitu larutan A yang terdiri dari fosfotungstat-
fosfomolibdat (1:1); dan larutan Lowry B yang terdisi dari Na-karbonat 2% dalam NaOH
0,1 N, kupri sulfat dan Na-K-tartrat 2%. Cara penentuannya adalah sebagai berikut: 1 ml
larutan protein ditambah 5 ml Lowry B, digojog dan dibiarkan selama 10 menit.
Kemudian ditambah 0,5 ml Lowry A digojog dan dibiarkan 20 menit, selanjutnya
diamati OD-nya pada panjang gelombang 600 nm. Cara Lowry 10-20 kali lebih sensitif
daripada cara UV atau cara Biuret.
c) Metode Biuret
Larutan protein dibuat alkalis dengan NaOH kemudian ditambahkan larutan CuSO 4
encer. Uji ini untuk menunjukkan adanya senyawa-senyawa yang mengandung gugus
amida asam (-CONH2) yang berada bersama gugus amida asam yang lain atau gugus
yang lain seperti – CSNH 2; – C(NH)NH2; – CH2NH2; – CRHNH2; – CHOHCH2NH2 –
CHOHCH2NH2 – CHNH2CH2OH; – CHNH2CHOH. Dengan demikian uji biuret tidak
hanya untuk protein tetapi zat lain seperti biuret atau malonamida juga memberikan
reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah-violet atau biru-violet.Reaksi
yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut:

Gambar Reaksi positif adanya protein (Sumber: Sudarmadji, dkk., 2007)

Intensitas warna tergantung pada konsentrasi protein yang ditera. Penentuan protein cara
biuret adalah dengan mengukur OD pada panjang gelombang 560-580 nm. Agar dapat
dihitung banyaknya protein dalam bahan maka perlu lebih dahulu dibuat kurva standar
yang melukiskan hubungan antara konsentrasi protein dengan OD pada panjang
gelombang terpilih. Dibandingkan dengan cara Kjeldahl maka biuret lebih baik karena
hanya protein atau senyawa peptida yang bereaksi dengan biuret, kecuali urea.

d) Metode Spektrofotometer UV
Reagen yang digunakan pada metode ini yaitu reagen bradford. Kebanyakan protein
mengabsorbsi sinar ultraviolet maximum pada 280 nm. Hal ini tertutama oleh adanya
asam amino tirosin triptophan dan fenilalanin yang ada pada protein tersebut.
Pengukuran protein berdasarkan absorbsi sinar UV adalah cepat, mudah dan tidak
merusak bahan. Untuk keperluan perhitungan juga diperlukan kurva standar yang
melukiskan hubungan antara konsentrasi protein dengan OD.
e) Metode Turbudimetri atau Kekeruhan
Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang mengandung protein apabila ditambahkan
bahan pengendap protein misalnya Tri Chloro Acetic Acid (TCA), Kalium Ferri Cianida
K4Fe9(CN)6 atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat turbidimeter.
Tabel atau kurva juga harus dibuat terlebih dahulu untuk menunjukkan hubungan antara
kekeruhan dengan kadar protein (dapat ditentukan dengan cara Kjeldahl). Cara ini hanya
dapat dipakai untuk bahan protein yang berupa larutan dan hasilnya biasanya kurang
tepat.
f) Metode Pengecatan
Beberapa bahan pewarna misalnya Orange G, Orange 12 dan Amido Black dapat
membentuk senyawaan berwarna dengan protein dan menjadi tidak larut. Dengan
mengukur sisa bahan pewarna yang tidak bereaksi dalam larutan (dengan colorimeter),
maka jumlah protein dapat ditentukan dengan cepat. Tentunya tabel atau kurva standar
perlu dibuat terlebih dahulu untuk keperluan ini.
g) Metode Titrasi Formol
Larutan dinetralkan dengan basa (NaOH), kemudian ditambahkan formalin akan
membentuk dimethilol. Dengan terbentuknya dimethilol ini berarti gugus aminonya
sudah terikat dan tidak akan mempengaruhi reaksi antara asam (gugus karboksi) dengan
basa NaOH sehingga akhir titrasi dapat diakhiri dengan tepat. Indikator yang digunakan
adalah PP, akhir titrasi bila tepat terjadi perubahan warna menjadi merah muda yang
tidak hilang dalam 30 detik. Titrasi formol ini hanya tepat untuk menentukan suatu
proses terjadinya pemecahan protein dan kurang tepat untuk penetuan protein.
Reaksi titrasi formol adalah sebagai berikut:

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/8959206/BIOKIMIA_ASAM_AMINO_DAN_PROTEIN
https://www.academia.edu/23702862/Ringkasan_asam_amino

Philip Kuchel dan Gregory B. Ralston. 2006. Biokimia Shaum’s Easy Outlines. Jakarta: Erlangga.

Poedjiadi dan Supriyanti. 2005. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Sudarmadji, dkk.. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Sugiyono. 2004. Kimia Pangan. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta.

Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai