Anda di halaman 1dari 6

Pendekatan Struktur Fungsional Hukum Islam Bagi Masyarakat Islam

Indonesia

Mata Kuliah: Sosiologi Hukum


Pengajar: Dr. Jufrina Rizal S.H., M.A.

Oleh:
Firman Akbar Anshari
(2006495366)

Program Studi Magister Hukum Transnasional


Fakultas Hukum, Universitas Indonesia
2020
2
1. Pendahuluan

Suatu sintesis pendekatan fungsionalisme struktural dan pendekatan

konflik dapat dilakukan mengingat bahwa keduanya mengandung

kesamaan-kesamaan tertentu. Consensus dan konflik merupakan dua

gejala yang melekat bersama-sama di dalam setiap masyarakat. Struktur

masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik. Secara

horizontal ditandai oleh kenyataan adanya kesatuan-kesatuan sosial

berdasar perbedaan-perbedaan suku, agama, daerah, adat. Secara vertikal

struktur masyarakat ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan vertikal

antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup tajam. Perbedaan suku

bangsa, agama, adat dan daerah merupakan ciri dari masyarakat indonesia

yang disebut sebagai masyarakat majemuk. Menurut furnival masyarakat

Indonesia pada masa Hindia-Belanda merupakan suatu masyarakat

majemuk yakni, suatu masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih elemen

yang hidup sendiri-sendiri tanpa ada pembauran satu sama lain di dalam

suatu kesatuan politik.

Di dalam kehidupan politik, pertanda paling jelas dari masyarakat

Indonesia yang berisifat majemuk itu adalah tidak adanya kehendak

bersama (common will). Secara keseluruhan, masyarakat Hindia-Belanda

merupakan suatu masyarakat yang tumbuh di atas dasar sistem kasta tanpa

ikatan agama. Di dalam kehidupan ekonomi, tidak ada kehendak bersama

dalam menemukan pernyataan dalam permintaan sosial yang dihayati

bersama oleh seluruh elemen masyarakat (common social demand).

1
Kebutuhan-kebutuhan keagamaan, politik, dan keindahan, pendek kata

semua kebutuhan kultural yang memiliki aspek ekonomi karena pada

akhirnya menyatakan diri secara terorganisir hanya sebagai kebutuhan

ekonomi yakni permintaan atau demand sebagai keseluruhan. Akan tetapi

di dalam suatu masyarakat majemuk, permintaan masyarakat tersebut

tidaklah terorganisir, melinkan bersifat seksional (sectional) dan tidak

dihayati bersama elemen masyarakat. Tidak adanya permintaan sosial

yang dihayati bersama oleh semua elemen masyarakat mejadi sumber yang

membedakan karakter daripada ekonomi majemuk (plural economy) dari

suatu masyarakat majemuk dengan ekonomi tunggal (unitary economy)

dari suatu masyarakat yang bersifat homogeneous. Pluralitas masyarakat

yang bersifat multidimensional telah menimbulkan persoalan tentang

bagaimana masyarakat Indonesia terintegrasi secara horisontal, sementara

stratifikasi sosial sebagaimana diwujudkan oleh masyarakat Indonesia

akan memberi bentuk pada Integrasi nasional yang bersifat vertikal.

2. Struktural Fungsional Terhadap Hukum Islam Di Masyarakat Islam

Indonesia

Secara umum tujuan penciptaan hukum oleh Allah SWT adalah

untuk kepentingan kemaslahatan, dan kebahagiaan manusia seluruhnya,

baik di dunia maupun di akhirat. T.M. Hasbi Ash-Shiddieqi dalam

bukunya Falsafah Hukun Islam, menyebutkan ciriciri khas hukum Islam,

yatu (1) berwatak universal, berlaku abadi untuk umat Islam dimana pun

mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam saja; (2) menghormati

2
martabat manusia sebagai kesatuan jiwa dan raga, rohani dan jasmani,

serta memelihara kemuliaan manusia dan kemanusiaaan secara

keseluruhan; (3) pelaksanaannya dalam praktik digerakkan oleh iman dan

akhlak umat Islam.1 Antara teori struktural fungsional dalam kajian

sosiologi antropologi dengan hukum Islam memiliki kesamaan tujuan.

Pendekatan struktural fungsional bertujuan untuk melihat keteraturan

dalam masyarakat, hukum Islam juga mempunyai tujuan, yaitu

menciptakan kebahagian hidup rohani dan jasmani serta menciptakan

keteraturan hidup manusia, baik individu ataupun masyarakat. Penjelasan

selanjutnya bagaimana pendekatan struktural ini dapat berperan dalam

hukum Islam. Pendekatan sistem sosial Parsons menggangap bahwa

masyarakat pada dasarnya terintegrasi di atas kata sepakat para anggota

akan nilai, norma atau aturan kemasyarakatan tertentu. Pendekatan ini

memandang masyarakat sebagai suatu sistem yang secara fungsional

terintegrasi ke dalam suatu bentuk ekuilibrium, Karena sifat demikian,

maka aliran pemikiran ini disebut juga sebagai intergration approach,

order approach, equilibrium approach atau lebih popular disebut

structural approach. Pendekatan ini awalnya muncul dari cara melihat

masyarakat dengan dianologikan sebagai ‘organisme biologis’. August

Comte dan Herbert Spencer melihat adanya interdepedensi antara organ

tubuh kita yang kemudian dianologikan dengan masyarakat.2 Hukum

1
Zainuddin Ali, “Hukum Islam, Pengantar Hukum Islam di Indonesia”, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2013), hlm 3.
2
Peter Hamilton, “Talcot Parsons dan Pemikirannya: Sebuah Pengantar”, terj. Hartono
Hadikusumo (Yoyakarta: Tiara Wacana, 1990), hlm 67-73.

3
Islam merupakan salah satu sistem hukum yang ada di Indonesia, yang

dalam perkembangannya telah melalui fase adaptasi bagi masyarakat

Indonesia khususnya yang beragama Islam. Sistem yang hidup dalam

sebuah struktur ditandai dengan keteraturan sosial, hal sesuai ini sesuai

dengan tujuan hukum Islam, apabila hukum tersebut dipatuhi atau ditaati

berdasakan keimanan maka akan menciptakan kebahagian, keadilan jiwa

dan raga pada masyarakat dalam kehidupan. Eksistensi Hukum Islam di

Indonesia integral dengan menyebarnya agama Islam di nusantara dan

menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ajaran Islam. Apabila aturan

hukum tidak dipatuhi dengan baik oleh anggota masyarakat maka perlu

upaya untuk memberlakukan Hukum Islam di Indonesia dengan cara

penetapan hukum yang jelas dan dapat dilaksanakan baik oleh para aparat

penegak hukum maupun oleh masyarakat demi menciptakan kedamaian

dan ketertiban (peace and order).

Anda mungkin juga menyukai