0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan5 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Quality cost management dan Just in Time merupakan metode pengelolaan biaya kualitas dan persediaan yang bertujuan menghilangkan pemborosan dengan memproduksi sesuai permintaan pelanggan dan mengurangi persediaan hingga mendekati nol.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Quality cost management dan Just in Time merupakan metode pengelolaan biaya kualitas dan persediaan yang bertujuan menghilangkan pemborosan dengan memproduksi sesuai permintaan pelanggan dan mengurangi persediaan hingga mendekati nol.
Ringkasan dokumen tersebut adalah:
Quality cost management dan Just in Time merupakan metode pengelolaan biaya kualitas dan persediaan yang bertujuan menghilangkan pemborosan dengan memproduksi sesuai permintaan pelanggan dan mengurangi persediaan hingga mendekati nol.
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Akuntasi Manajemen Lanjutan
Disusun Oleh :
Asep Saepudin (51621220060)
Kelas : A.2 Reguler B
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS WIDYATAMA BANDUNG 2022 1. Quality Cost Manegement Menurut Blocher (2007:220), “Biaya Kualitas adalah biaya-biaya yang berkaitan dengan pencegahan, pengidentifikasian, perbaikan dan pembetulan produk yang berkualitas rendah dan dengan opportunity cost dari hilangnya waktu produksi dan penjualan sebagai akibat rendahnya kualitas”. Berdasarkan definisi diatas di atas dapat disimpulkan bahwa biaya kualitas adalahbiaya yang dikeluarkan oleh perusahaan karena adanya barang cacat, dengan kata lain biaya tersebut dikeluarkan untuk meningkatkan kualitas produk atau mencapai standar yang telah ditetapkan. Kualitas Kualitas dapat dilihat dari dua faktor utama berikut ini (Siregar et al.,2013) : 1. Memuaskan konsumen yang berkaitan dengan atribut-atribut harapan konsumen 2. Memastikan seberapa baik produk dapat memenuhi aspek-aspek teknis dari desain produk tersebut, kesesuaian kinerja dengan standar yang diharapkan, dan kesesuaian dengan standar pembuatnya Harapan konsumen atas produk atau jasa dapat dilihat dari delapan dimensi antara lain (Siregar et al.,2013) adalah Kinerja (performance), Estetika (aesthetic), Kemampuan servis (serviceability), Fitur (features), Keandalan (reliability), Keawetan (durability), Kualitas kesesuaian (quality of conformance), Kesesuaian dalam penggunaan (fitness of use). Sedangkan pada industri jasa, kinerja diatributkan dengan ukuran daya tanggap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty). Daya tanggap adalah kemampuan dalam melayani konsumen, menyediakan petunjuk, serta memberikan layanan yang konsisten. Pendekatan Kualitas Jika ada produk berkualitas maka lawannya adalah produk tidak berkualitas atau produk cacat (defective product). Produk cacat berarti produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Pendekatan strategis yang digunakan untuk dapat memenuhi spesifikasi dapat dipilih satu dari dua pendekatan berikut : (Siregar et al.,2013) 1. Pendekatan Nilai Target Nilai target adalah semua unit yang berada dalam rentang nilai tersebut dikategorikan sebagai produk yang tidak cacat atau berkualitas. 2. Pendekatan Kualitas Optimal Spesifikasi kualitas ditentukan dalam nilai tertentu yang sudah teruji tanpa ada toleransi sedikitpun terhadap penyimpangan (tidak diperbolehkan adanya rentang nilai). Klasifikasi Biaya Kualitas 1. Biaya Pencegahan (Prevention Cost) Merupakan biaya yang terjadi untuk mencegah terjadinya produk cacat. 2. Biaya Penilaian (Appraisal Cost) Merupakan biaya yang terjadi untuk mengidentifikasi produk-produk cacat sebelum produk-produk tersebut dikirim ke konsumen. Biaya ini sering juga disebut dengan biaya inspeksi. 3. Biaya Kegagalan Internal (Internal Failure Cost) Merupakan biaya yang terjadi sebagai akibat mengidentifikasi produk-produk yang cacat sebelum produk-produk tersebut dikirim ke konsumen. Biaya kegagalan ini terjadi pada saat produk tidak dapat memenuhi spesifikasi rancangannya. 4. Biaya Kegagalan Eksternal (External Failure Cost) Merupakan biaya yang terjadi ketika produk yang cacat dikirimkan ke konsumen. 2. Manajemen Persediaan Tradisional Pada umumnya perusahaan menggunakan cara tradisional dalam mengelola persediaan, yaitu dengan cara memiliki persediaan minimal untuk mendukung kelancaran proses produksi. Di samping itu perusahaan juga memperhitungkan biaya persediaan yang paling ekonomis yang dikenal dengan istilah Economic Order Quantity (EOQ). Perusahaan manufaktur pada umumnya memperhitungkan tiga macam persediaan yaitu: persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, dasn persediaan barang jadi. Ketiga jenis persediaan itu dihitung tingkat perputarannya (turn over) sebagai berikut: 3. Persediaan Model Just In Time (JIT) Model JIT adalah model yang menempatkan pemasok sebagai mitra bisnis sejati, mereka dididik, dibina, dan diperlakukan sebagai bagian dari perusahaan yang dipasok bahan bakunya. Sebaliknya pada model tradisional adalah model yang menempatkan pemasok sebagai mitra bisnis sementara karena perhitungan untung rugi diterapkan pada mereka, sehingga perusahaan yang menggunakan model ini akan mengalami ganti-ganti pemasok, dan hal ini dapat mengganggu proses produksi. Pengertian JIT adalah persediaan dengan nilai nol atau mendekati nol, artinya perusahaan tidask menanggung biaya persediaan. Bahan baku akan tepat datang pada saat dibutuhkan. Model yang demikian tentu saja pemasoknya adalah pemasok yang setia dan professional. Dengan model ini terjadi efisiensi biaya persediaan bahan baku. Prinsip Dasar JIT Prinsip dasar JIT bahwa perusahaan tidak memiliki persediaan besi (safety stock). Dengan tidak memiliki safety stock, perusahaan dapat menghemat biaya persediaan. Dalam model ini pemasok menjadi mitra sejati yang loyal dan professional karena setiap saat bahan baku diperlukan untuk proses produksi, pada saat itu pula bahan baku harus sudah ada di tempat proses produksi. Keunggulan JIT JIT hanya bisa diterapkan oleh perusahaan modern yang professional dan berorientasi pada kepuasan pelanggan. JIT memiliki keunggulan antara lain : 1. Menghilangkan pemborosan dengan cara memproduksi suatu produk hanya dalam kuantitas yang diminta pelanggan; 2. Dampak persediaan, persediaan kecil, mungkin nol; 3. Tata letak pabrik, dikelompokkan satu macam produk atau system sel; 4. Pengelompokan karyawan dalam satu jenis produk; 5. Pemberdayaan karyawan, dilatih, dan dididik terus menerus menyesuaikan dengan perubahan alat kerja dan metode kerja; 6. Pengendalian mutu total, semua orang bertanggung jawab terhadap mutu produk. Tujuan Menggunakan Model JIT Model JIT bertujuan untuk menghilangkan pemborosan dengan cara memproduksi suatu produk hanya dalam kuantitas yang diminta pelanggan. Model ini dapat menghemat persediaan, dapat menetapkan letak pabrik yang efektif dan efisien, dapat mengelompokkan dan memberdayakan karyawan sesuai dengan bakat dan pengetahuannya, dan dapat mengadakan pengendalian mutu total, serta biaya overhead sangat mudah dilacak dan dibebankan kepada produk. System JIT hakikatnya adalah pengendalian mutu total (total quality control – TQC). Dimana pekerja bertanggung jawab mulai proses awal sampai produk jadi yang berkualitas tanpa cacat. Sistem ini berbeda dengan system tradisional yang mengizinkan tingkat mutu yang dapat diterima (acceptable quality level – AQL). Berikut ini disajikan perbedaan system JIT dan tradisional.