Anda di halaman 1dari 5

1.

Analisis situasi
Analisis situasi merupakan tahap pengumpulan data yang ditempuh
sebelum merancang dan merencanakan program. Analisis situasi bertujuan
untuk mengumpulkan informasi mencakup jenis dan bentuk kegiatan, pihak
atau publik yang terlibat, tindakan dan strategi yang akan diambil, taktik, serta
anggaran biaya yang diperlukan dalam melaksanakan kegiatan/program (1).
Analisis situasi merupakan langkah pertama dalam proses intervensi gizi
yang salah satunya adalah advokasi. Kegiatan analisis situasi dengan
sasaran masyarakat biasanya disebut community assessment.

Dalam melakukan analisis situasi diperlukan data-data penunjang,


diantaranya:

a. Data Subjektif
- Media massa: mengetahui isu/permasalahan gizi yang sedang
berkembang.
- Peta daerah: megenal lebih jauh perbedaan kebiasaan dan
karakteristik masyarakat di daerah terstentu, misalnya antara
masyarakat yang tinggal di pesisir dan pegunungan.
- Asal petugas kesehatan: petugas yang merupakan pendatang
maupun penduduk asli dapat melakukan observasi di daerahnya
serta berbincang dengan masyarakat untuk mengedukasi
ataupun mencari masalah gizi.
- Mengunjungi pasar atau area makan setempat : melihat
ketersediaan bahan pangan, tingkat konsumsi masyarakat, dan
juga daya beli.
- Mengadakan diskusi kelompok: mengetahui tanggapan
masyarakat terhadap permasalahan kesehatan yang ada.
b. Data Objektif
- Data demografi: total populasi, tingkat pertumbuhan, distribusi
tempat tinggal, morbiditas, mortalitas, dan lainnya.
- Faktor sosial ekonomi: pendidikan, suku, pendapatan penduduk,
dan lainnya.
- Faktor lingkungan: ketersediaan sanitasi yang memadai, tempat
pembuangan sampah, rumah makan, dan lainnya.
- SDM kesehatan: fasilitas kesehatan, jumlah dan kompetensi
tenaga kesehatan, kerja sama lintas sektor, dan lainnya.
- Status kesehatan: penyebab kesakita, kematian, penggunaan
fasilitas kesehatan, status gizi, dan lainnya.

Data-data tersebut dapat diperoleh dari berbagai sumber. Adapun


pembagian data menurut sumbernya dibagi menjadi:

a. Data primer: berasal dari hasil wawancara, observasi, atau survei


gizi dari kelompok sasaran.
b. Data sekunder: berasal dari dinas kesehatan, puskesmas, badan
pusat statistik, dan dinas-dinas terkait yang datanya sudah diolah.
Pada posyandu, data primer maupun sekunder didapatkan dari hasil
surveilans yang dilakukan oleh para petugas puskesmas di suatu wilayah.
Hasil surveilans tersebut akan memperlihatkan berbagai program gizi yang
sudah dan belum tercapai, sehingga dapat dilihat masalah gizi apa yang
masih belum tuntas di wilayah tetentu.
Berikut contoh data yang diperoleh dari puskesmas X :

D/S Target
NO POSYANDU S D
% %
1 NUSA INDAH I 42 35 83,3 84,0
2 NUSA INDAH II 51 45 88,2 84,0
3 NUSA INDAH III 82 67 81,7 84,0
4 DAHLIA 32 21 65,6 84,0
5 SAKURA I 21 15 71,4 84,0
6 SAKURA II 14 14 100,0 84,0
7 MAWAR I 37 35 94,6 84,0
8 MAWAR II 33 19 57,6 84,0
9 ANGGREK 30 22 73,3 84,0
10 MELATI 12 10 83,3 84,0
11 KENANGA I 66 52 78,8 84,0
12 KENANGA II 64 60 93,8 84,0
13 BOUGENVILE 14 14 100,0 84,0
14 FLAMBOYAN 7 7 100,0 84,0
15 KEMALA 21 15 71,4 84,0
16 TERATAI I 98 60 61,2 84,0
17 TERATAI II 58 42 72,4 84,0
JUMLAH 682 533 78,2 84,0

Contoh data yang bisa didapat di posyandu adalah cakupan program


partisipasi masyarakat (D/S). Jika pada wilayah kerja posyandu X masih ada
beberapa posyandu yang belum mencapai target cakupan maka TPG
puskesmas atau tenaga kesehatan yang ditugaskan harus melakukan
observasi di daerahnya serta berbincang dengan masyarakat, dalam hal ini
kader atau ibu balita untuk memberi edukasi atau mencari penyebab masalah
rendahnya partisipasi masyarakat untuk pergi ke posyandu. Setelah data
tekumpul dan sudah diketahui penyebab masalah yang terjadi, TPG
puskesmas atau tenaga kesehatan yang ditugaskan harus melakukan
perumusan masalah dan yang lainnya.
2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dilakukan untuk menentukan atau menganalisis


masalah berdasarkan data-data yang telah didapatkan. Masalah yang
diperoleh dari data subjektif dapat langsung dijadikan masalah utama.
Contohnya tenaga kesehatan memperkirakan bahwa dengan penyuluhan gizi
saja sudah cukup untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait
masalah anemia pada ibu hamil, tetapi di lapangan masyarakat membutuhkan
program lain untuk dapat meningkatkan pengetahuan sekaligus status gizinya
seperti konseling bagi ibu hamil dan pemberian makanan tambahan.
Sementara, masalah berdasarkan data objektif diperoleh melalui perbandingan
antara data yang ada dengan standar tertentu.
Contohnya Dari hasil cakupan D/S dari kegiatan posyandu di
Puskesmas X di atas dapat dilihat masih banyak posyandu yang belum
mencapai target cakupan. Setelah di selidiki oleh TPG Puskesmas X kepada
kader posyandu yang cakupannya belum mencapai target ternyata penyebab
kurangnya partisipasi masyarakat ke posyandu disebabkan ibu balita yang
jenuh dengan kegiatan posyandu dan jenis PMT yang monoton setiap
bulannya. Ditelisik lebih dalam oleh TPG Puskesmas X kepada kader
posyandu yang menyebabkan tidak beragamnya jenis PMT penyuluhan yakni
kurangnya anggran untuk belanja bahan makanan yang akan diolah menjadi
PMT penyuluhan di posyandu. Didukung dengan data penyebaran jumlah
sasaran balita disetiap posyandu yang tidak merata atau berbeda jauh satu
dengan lainnya, beberapa posyandu yang memiliki sasaran lebih sedikit lebih
mudah untuk mencapai target capaian D/S, karena jauh lebih mudah
membelanjakan anggaran PMT posyandu sehingga menunya bervariasi.
Merasakan adanya ketidak adilan jika masing-masing posyandu dibagikan
jumlah uang kegiatan PMT Penyuluhan dengan nilai yang sama. Seorang TPG
Puskesmas X berinisiatif untuk membagi dana PMT Posyandu secara lebih adil
lagi.
Berikut hasil cakupan D/S di puskesmas X
Priorita
N D/S Target
POSYANDU S D s
O
% %
1 NUSA INDAH I 42 35 83,3 84,0 10
2 NUSA INDAH II 51 45 88,2 84,0 -
3 NUSA INDAH III 82 67 81,7 84,0 9
4 DAHLIA 32 21 65,6 84,0 3
5 SAKURA I 21 15 71,4 84,0 5
6 SAKURA II 14 14 100,0 84,0 -
7 MAWAR I 37 35 94,6 84,0 -
8 MAWAR II 33 19 57,6 84,0 1
9 ANGGREK 30 22 73,3 84,0 7
10 MELATI 12 10 83,3 84,0 11
11 KENANGA I 66 52 78,8 84,0 8
12 KENANGA II 64 60 93,8 84,0 -
13 BOUGENVILE 14 14 100,0 84,0 -
14 FLAMBOYAN 7 7 100,0 84,0 -
15 KEMALA 21 15 71,4 84,0 4
16 TERATAI I 98 60 61,2 84,0 2
17 TERATAI II 58 42 72,4 84,0 6
JUMLAH 682 533 78,2 84,0

Setelah masalah-masalah gizi tersebut ditentukan, kemudian


ditentukan prioritas masalah sebagai dasar untuk menentukan masalah yang
paling rentan dan harus dilakukan intervensi lebih awal.
Adapun prioritas masalah ini dapat ditentukan berdasarkan kriteria-
kriteria berikut:
- Prevalensi cakupan, semakin rendah angkanya maka skor yang dimiliki
akan lebih tinggi.
- Tingkat kemudahan dalam memperbaiki masalah, semakin mudah maka
skor akan semakin tinggi.
- Ketersediaan program atau kebijakan yang menunjukkan adanya
dukungan sarana dan prasarana.
- Tingkatan dampak dari suatu masalah gizi terhadap masyarakat.
- Adanya dukungan pemerintah.
- Kebutuhan dana.
- Kebutuhan dan perhatian masyarakat terhadap masalah gizi tersebut.

Daftar pustaka

1. (PDF) 1._analisis_situasi_makalah.pdf | Sri Wahyuli Sitepu - Academia.edu [Internet].


[cited 2022 Oct 9]. Available from:
https://www.academia.edu/31916402/1_analisis_situasi_makalah_pdf
3. Angkasa, D. DIKTAT PERENCANAAN PROGRAM GIZI. (Universitas Esa Unggul,
2016).

Anda mungkin juga menyukai