Anda di halaman 1dari 54

Laporan Praktikum

FISIKA DASAR - 2

INDEKS BIAS

Nama : HELMALIA TRIANA


NIM : 1302619055
Prodi : PENDIDIKAN FISIKA
Nama Percobaan : INDEKS BIAS
Tanggal Percobaan : 29 APRIL 2020
Tanggal Pengumpulan : 1 MEI 2020
Nama Dosen : LARI A SANJAYA, M.Pd

Laporan Awal Laporan Akhir

LABORATORIUM FISIKA DASAR


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2020
A. Tujuan Percobaan
1. Menentukan indeks bias berbagai larutan dengan berbagai konsentrasi.
2. Menentukan sudut kritis larutan.
3. Mempelajari cara penggunaan refraktometer
4. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi indeks bias.
5. mengetahui hubungan antara indeks bias relatif dengan indeks bias mutlak.

B. Alat dan Bahan


1. Bejana pengukur indeks bias,
2. Refraktometer,
3. Berbagai larutan dengan konsentrasi yang berbeda.

C. Teori
Apabila seberkas cahaya mengenai bidang batas antara dua medium yang berbeda,
maka berkas cahaya itu akan dipantulkan (refleksi) dan biaskan (refraksi). Pada gejala
refleksi maupun refraksi tersebut berlaku hukum Snellius:
a) Apabila seberkas cahaya datang pada bidang batas antara dua medium dengan
indeks bias masing-masing n dan n’ maka cahaya tersebut akan dipantulkan dan
biaskan.
b) Berkas cahaya pantul sebidang dengan berkas cahaya datang dan memiliki sudut
pantul sama dengan sudut datang atau dapat dituliskan (< 𝑖) = (< 𝑝), dimana (< 𝑖)
adalah sudut datang dan (< 𝑝) adalah sudut pantul.
c) Sedangkan bila cahaya tersebut dibiaskan, maka berlaku :

sin 𝑖 𝑛′
= (1)
sin 𝑟 𝑛

𝑛′
disebut indeks bias relatif dari medium kedua terhadap medium pertama.
𝑛

Jika sudut bias r = 90°, sehingga sin r = 1, maka sudut dtang i disebut sudut kritis (ic).
Sehingga, bila seluruh berkas cahaya yang datang pada bidang batas antara medium
tersebut akan dipantulkan semuanya/sempurna.

Gambar 1. Visualisasi fenomena pemantulan dan pembiasan


Menghitung koefisien indeks bias relatif
Berdasarkan persamaan (1) maka diperoleh: n sin i = n’ sin r. Selanjutnya perhatikan
𝑥 𝑥′
gambar 1. Berdasarkan gambar 1, maka kita akan dapatkan hubungan 𝑛 = 𝑛′ sehingga
𝑎 𝑎
𝑛′ 𝑥 𝑛′
nx = 𝑛′𝑥′ atau 𝑛
= ( disebut
𝑥′ 𝑛
indeks bias relatif).

Refractometer
Jika berkas cahaya datang dari zat antara indeks bias n dan mengenai sisi prisma ( indeks
bias n ) dengan sudut hampir 90°maka diperoleh persamaan berikut :
1. Pada saat cahaya masuk prisma, berdasarkan persamaan (1) berlaku :

𝑛 = 𝑛′ sin r1 (2)
2. Pada saat cahaya masuk prisma, berdasarkan persamaan (1) berlaku :

𝑛 sin r2 = 𝑛′ sin i2 (3)

3. Sedangkan
𝛽 = r1 + i2 (4)

Gambar 2. Pembiasan pada prisma

Substitusi persamaan (2), (3), dan (4) diperoleh :


𝑛′
sin r2 = sin (𝛽 − r1) (5)
𝑛

Pada prisma, besaran-besaran seperti 𝑛′ , 𝛽 dan sudut kritis prisma ( r1 ) merupakan besaran
tertentu yang besarnya tergantung pada bahan dan jenis prisma, dan 𝑛′ sin (𝛽 − r1)
merupakan suatu ketetapan ( sebut saja k ). Maka

𝑘
sin r2 = (6)
𝑛
𝑘
dengan k = 𝑛′ sin (𝛽 − r1) atau n = . indeks bias n dapat dihitung jika r2 diketahui.
sin 𝑟2
1

Teori Tambahan
Laju perambatan gelombang elektromagnetik terbesar tercapai ketika merambat
dalam ruang hampa. Jika gelombang elktromagnetik masuk ke dalam material, maka laju
dan panjang gelombangnya berkurang, namun frekuensinya tidak berubah. Umumya, laju
cahaya berbeda jika memasuki material yang berbeda. Contoh, laju cahaya dalam es
sebesar 2,3 × 108 m/s, sedangkan laju cahaya dalam intan sebesar 1,24 × 108 m/s.
Sehingga, perlu didefinisikan suatu besaran yang menentukan laju cahaya dalam material.
Besaran itulah yang disebut dengan indeks bias.

Indeks bias zat cair


Indeks bias suatu zat dihasilkan oleh momen dipol atom atau molekul penyusun zat
tersebut. Indeks bias bergantung pada nilai momen dipol dan kerapatannya. Semakin besar
momen dipol dan semaki besar kerapatan, maka indeks bias akan semakin besar.
Selain itu, indeks bias dapat bergantung pada suhu. Karena, volume zat cair atau gais lebih
sensitif terhadap perubahan suhu yang mangakibatkan indeks bias menjadi sensitif
terhadap perubahan suhu. Pada tekanan tetap, laju perubahan indeks bias zat cair
terhadap perubahan suhu ditunjukan oleh persamaan berikut.

𝑑𝑛 3𝑛 (𝑛2 −1)
=− 𝛽
𝑑𝑇 2 2𝑛2 +1

Dengan,
n = indeks bias
2
𝛽 = koefisien muai panas volume

Indeks bias merupakan perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa (c) terhadap
laju tersebut dalam medium (v), maka besarnya indeks bias dalam medium apapun selain
udara, besarnya selalu lebih besar dari satu. Secara matematis, indeks bias dapat
dirumuskan sebagai berikut:
𝑐
𝑛=
𝑣

Peristiwa pembiasan cahaya pada batang antara dua medium memenuhi hukum Snellius

n1 sin 𝜃1 = n2 sin 𝜃2

dengan, n1 = indeks bias medium tempat cahaya datang, 𝜃 1= sudut datang, n2 = indeks
medium tempat cahaya bias, dan 𝜃2 = sudut bias. 3

Pembiasan atau pembelokan terjadi ketika suatu benda terdapat pada medium
dengan kerapatan yang berbeda, misalnya medium air dan udara. Istilah pembiasan tentu
tidak lepas dari sudut datang, sudut bias, dan garis normal. Sudut datang adalah sudut
yang dibentuk suatu cahaya yang datang terhadap garis normal suatu medium. Sedangkan,

1
Tim Dosen Fisika Dasar, Panduan Praktikum Fisika Dasar II,( Jakarta: Jurusan Fisika-FMIPA
Universitas Negeri Jakarta 2014) hlm.13-15
2
Mikrajuddin Abdullah, Fisika Dasar II, (Bandung : Institut Teknologi Bandung 2017) hlm.730-734
3
Tiffanya Rahma Novestiana dan Eko Hidayanto, Penentuan Indeks Bias dari Konsentrasi Sukrosa (
C12H22O12) Pada Beberapa Sari Buah Menggunakan Portable Brixmeter, (Semarang : Jurusan Fisika,
FMIPA, Universitas Diponegoro 2015) Vol 4 hlm 173-174
sudut bias adalah sudut yang dibentuk dari pembiasan cahaya datang (cahaya pantul)
terhadap garis normal. 4

Besar nilai kerapatan optik suatu medium dapat dinyatakan dalam indeks bias. Itu
artinya, semakin besar indeks bias suatu medium berarti kerapatan optik medium juga
semakin besar. Jika kerapatan optik semakin besar, maka akan semakin besar pula arah
pembelokan cahaya yang melewati medium tersebut.

Setiap medium mempunyai indeks bias tertentu, yang merupakan suatu ukuran
seberapa besar nilai suatu bahan dapat membiaskan cahaya, indeks bias suatu zat adalah
perbandingan kecepatan cahaya di udara dengan kecepatan cahaya di dalam zat tersebut.
Kecepatan cahaya di udara selalu lebih besar daripada zat lain. Oleh karena itu, indeks
bias zat lai selain udara selalu lebih besar dari satu.5

Konsep dasar pembiasan cahaya banyak didasari oleh hasil pemikiran ilmuwan
Belanda Willebrord Snellius yang lebih dikenal dengna hukum I Snellius dan hukum II
Snellius.
Hukum I Snellius berbunyi : sinar datang, sinar bias, dan garis normal terletak pada satu
bidang datar.
Hukum II Snellius berbunyi : jika sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih
rapat(misalnya dari udara ke air), maka sinar dibelokkan mendekati garis normal. Dan
sebliknya, sinar datang dari medium rapat ke medium kurang rapat (misalnya air ke udara),
maka sinar dibelokkan menjauhi garis normal. 6

Pengukuran indeks bias suatu zat cair penting dalam penilaian sifat dan kemurnian
cairan, konsentrasi larutan, dan perbandingan komponen dalam campuran dua zat cair
atau kadar yang diekstrakkan dalam pelarutnya. Indeks bias zat cair dapat diukur dengan
berbagai metode, diantaranya adalah metode interferometri yang meliputi interferometri
Mach-Zender, Febby-Perrot, dan Michelson. Metode lain adalah deviasi minimum atau
spectrometer serta metode Refraktometer.

Refraktometer adalah alat yang ditemukan oleh Dr.Ernest Abbe asal Jerman pada
sekitar tahun 2010, alat ini digunakan untuk mengukur kadar atau konsentrasi bahan/ zat
terlarut. Metode pengukurannya didasarkan pada prinsip bahwa cahaya yang masuk
melewati prismaa, sehingga chaya hanya bisa melwati bidang batas antara cairan dan
prisma kerja dengan suatu sudut batas yang terletak antara cairan dan alas.
Jenis-jenis refraktometer adalah sebagai berikut:

1. Refraktometer salt, merupakan refraktometer yang digunakan untuk mengukur


konsentrasi atau kadar dari garam pada bagian per seribu dan berat jenisnya atau
kadar garam yang bergantung pada bentuknya,
2. Refraktormeter abbe, merupakan refraktometer yang digunakan untuk mengukur
indes bias yang berwujud cair, padat dalam suatu cairan ataupun serbuk.
3. Refraktometer brix, merupakan refraktometer untuk mengukur konsentrasi dari
padatan terlarut dari gula, protein, faram atau bisa lebih spesifik untuk makanan
dan cairan yang ideal untuk mengontrol suatu kualiatas. 7

4
Kunlestiowati,dkk, Penentuan Sudut Deviasi Minimum Prisma Melalui Peristiwa Pembiasan Cahaya
Berbantuan Komputer, (Bandung: Politeknik Negeri Bandung, 2016), hlm.2
5
Suhandi dan Nanda Septia Wiranda, Kajian Indeks Bias terhadap Air Keruh Menggunakan Plan
Paralel, (Palembang : Prodi Pendidikan Fisika, FKIP, UIN Raden Fatah 2019) hlm8-10
6
Elisa Juliana, Perbedaan Indeks Bias Minyak Goreng Curah dengan Minyak Goreng Kemasan
Bermerek Sunco, (Aceh : Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Unsyiah 2015) Vol 2 hlm 77-78
7
Muammar Zul afrizal, Pengujian Indeks Bias dalam Minyak Jahe Hasil Pengelatan dengan Asam
Sitrat Menggunakan WHY Abbe Refraktometer, (Semarang: Departemen Teknologi Industri,
Univeristas Diponegoro 2017) hlm 10-13
Indeks bias biasanya cenderung menurun pada rentang temperatur 300°C sampai
500°C, dengan nilai indeks bia terbaik dicapai pada temperatur 500°C. Pada rentang
temperatur 250°C sampai 300°C indeks bias mengalami peningkatan nilai sebesar 1,4675
menjadi 1,4681. Hal ini terjadi karena jumlah molekul hidrokarbon berantai panjang masih
banyak yang adsorpsi disebabkan karena katalis hanya sedikit terjadi sehingga crackin tidak
berjalan dengan baik. 8

8
Yulian,dkk, Pengaruh Variasi Temperatur Hidrocracking Terhadap Indeks Bias Produk Hidrocracking
Minyak Jarak Pagar Dengan Katalis Mo-ZAA, Inderalaya, Departemen Kimia FMIPA Univeristas
Sriwijaya, 2016, hlm. 40-41
D. Cara Kerja

Refractometer Sederhana
1. Mengisi bejana dengan larutan dengan konsentrasi tertentu.
2. Menempatkan standar S di dinding bagian belakang bejana.
3. Mengukur A dan X sebagai sudut datang.
4. Membuat S, O, dan A terlihat jika mengamatinya melalui larutan (A akan berpindah
ke A′ jika mengamatinya melalui larutan)
5. Mengukur x dan x′ yang menunjukan kedudukan titik A dan A′.
6. Mengukur sudut bias sebagai 𝐴′ 𝑑𝑎𝑛 𝑋 ′ .
7. Mengubah letak S dan mencatat kedudukan 𝐴 𝑑𝑎𝑛 𝐴′ 𝑠𝑒𝑟𝑡𝑎 𝑋 𝑑𝑎𝑛 𝑋′ seperti langkah 6
dan 7.
8. Melakukan percobaan di atas untuk bermacam-macam konsentrasi, misalnya 50%,
40%, 30%, 20%, dan 10%.

Refractometer Abbe
1. Mencatat temperatur di ruang anda kerja.
2. Mengatur lensa refractometer sehingga garis silang dan skala tampak jelas.
3. Membersikan prisma dengan kain lunak dan bersih.
4. Meneteskan cairan yang akan diukur indeks biasnya (beberapa tetes) pada prisma
penerang, kemudian merapatkan kembali prisma penenang dan pengukur.
5. Memutar pemutar disebelah kanan sehingga batas gelap terang tepat pada garis
silang. Lalu Membaca skalanya.
E. Pertanyaan Awal
1. Jelaskan mengapa apabila seberkas cahaya sampai pada batas antara dua medium
transparan akan terjadi refleksi dan refraksi!
Karena cahaya merupakan suatu gelombang yang salah satu sifatnya adalah
dipantulkan jika melewati suatu permukaan jumlah cahaya yang dipantulkan dan
diserap bergantung jernih dan keruh serta halus dan kasarnya permukaan dan dibiaskan
(direfrasikan) karena gelombang cahaya mengalami perubahan cepat rambat yang
bergantung pada kerapatan medium kedua terhadap medium pertama, panjang
gelombang, serta arah cahaya yang berubah walaupun frekunsinya tetap.

2. Jika seberkas cahaya datang dari ruang hampa menuju zat antara, apa yang terjadi?
Jelaskan berdasarkan persamaan (1)!
Maka, berkas cahaya tersebut akan dipantulkan dan biaskan, yaitu pembelokan
gelombang cahaya menuju garis normal karena adanya perubahan cepat rambat cahaya
dari medium yang rapat massanya lebih rapat menjadi sedikit lebih lambat. Sudut bias
(r) bergantung pada sudut datang (i), keduanya diukur dari garis normal yang tegak
𝑛′
lurus permukaan antara, dan adalah indeks bias materi. Sehingga dapat dituliskan :
𝑛
sin 𝑖 𝑛′
=
sin 𝑟 𝑛
F. Data Percobaan

m = 10% gula dan 90% air


S A° X A’° X’
3 15 3 19,5 3,8
15,2 3,1 19,5 3,8
15,4 3,2 19,6 3,85
5 25 4,8 39 7,2
25 4,8 39,5 7,2
25 4,8 39,5 7,25
6 33 6 44 8,2
34 6,5 44,5 8,2
33,5 6,5 44 8,2

m = 20% gula dan 80% air


S A° X A’° X’
3 15 3 20 4
15,2 3,1 20 4,1
15,4 3,2 21 4,3
5 25 4,8 39,5 7,4
25 4,8 39 7,5
25 4,8 40 7,6
6 33 6 49 8,8
34 6,5 49,5 8,8
33,5 6,5 49,5 8,9

m = 30% gula dan 70% air


S A° X A’° X’
3 15 3 24,5 4,6
15,2 3,1 24,5 4,6
15,4 3,2 24,5 4,6
5 25 4,8 40 7,5
25 4,8 40,1 7,5
25 4,8 40,3 7,7
6 33 6 53,5 9,3
34 6,5 53,6 9,35
33,5 6,5 53,55 9,5
m = 40% gula dan 60% air
S A° X A’° X’
3 15 3 25 5
15,2 3,1 25,1 5,1
15,4 3,2 25,2 5,2
5 25 4,8 42,5 7,8
25 4,8 42,3 7,9
25 4,8 43 7,8
6 33 6 54,5 9,4
34 6,5 54, 9,45
33,5 6,5 55 9,5

Volume Air 200 mL

Nst Neraca Ohaus 0,01 gram


Nst Mistar 0,1 cm
Nst Refraktometer 0,5°
G. Pengolahan Data

DATA TUNGGAL

Volume Air ( Nst 0,5 mL)

V ( mL ) Pengolahan Data
∆𝑽 KSR ∴ (𝑽 ± ∆𝑽)
200 1 ∆𝑉
∆𝑉 = 𝑥 𝑁𝑆𝑇 𝐾𝑆𝑅 = 𝑥100%
2 𝑉
1 0.25 ∴ (200 ± 0.5)𝑚𝐿
= 𝑥0.5 𝑚𝐿 = 𝑥100%
2 200
= 0.25 𝑚𝐿 = 0.13% (4AP)

Panjang Batas (Nst Mistar 0,1 cm)

S (cm) Pengolahan Data


∆𝑺 KSR ∴ (𝑺 ± ∆𝑺)
3 1 1 ∆𝑆
∆𝑆 = 𝑥 𝑁𝑆𝑇 = 𝑥0.1𝑐𝑚 𝐾𝑆𝑅 = 𝑥100%
2 2 𝑆
= 0.05𝑐𝑚 0.05 ∴ (3 ± 0.05)𝑐𝑚
= 𝑥100%
3
= 1.67% (3AP)

5 1 1 ∆𝑆
∆𝑆 = 𝑥 𝑁𝑆𝑇 = 𝑥0.1𝑐𝑚 𝐾𝑆𝑅 = 𝑥100%
2 2 𝑆
= 0.05𝑐𝑚 0.05 ∴ (5 ± 0.05)𝑐𝑚
= 𝑥100%
5
= 1% (3𝐴𝑃)

6 1 1 ∆𝑆
∆𝑆 = 𝑥 𝑁𝑆𝑇 = 𝑥0.1𝑐𝑚 𝐾𝑆𝑅 = 𝑥100%
2 2 𝑆
= 0.05𝑐𝑚 0.05 ∴ (6 ± 0.05)𝑐𝑚
= 𝑥100%
3
= 2% (3𝐴𝑃)
Massa Gula (Nst Neraca Ohaus 0,01 gram)

Konsentrasi m (g) Pengolahan Data


Gula ∆𝒎 KSR ∴ (𝒎 ± ∆𝒎)
10% 1 ∆𝑚
∆𝑚 = 𝑥 𝑁𝑆𝑇 𝐾𝑆𝑅 = 𝑥100%
18 2 𝑚
1 0.005 ∴ (18 ± 0.005)gram
= 𝑥0.01 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 𝑥100%
2 18
= 0.005 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.027% (4AP)

20% 36 1 ∆𝑚
∆𝑚 = 𝑥 𝑁𝑆𝑇 𝐾𝑆𝑅 = 𝑥100%
2 𝑚
1 0.005 ∴ (36 ± 0.005)𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥0.01 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 𝑥100%
2 36
= 0.005 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.014% (4𝐴𝑃)

30% 54 1 ∆𝑚
∆𝑚 = 𝑥 𝑁𝑆𝑇 𝐾𝑆𝑅 = 𝑥100%
2 𝑚
1 0.005 ∴ (54 ± 0.005)𝑔𝑟𝑎𝑚
= 𝑥0.01 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 𝑥100%
2 54
= 0.005 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.009% (4𝐴𝑃)

40% 72 1 ∆𝑚
∆𝑚 = 𝑥 𝑁𝑆𝑇 𝐾𝑆𝑅 = 𝑥100%
2 𝑚
1 0.005
= 𝑥0.01 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 𝑥100%
2 72 ∴ (72 ± 0.005)𝑔𝑟𝑎𝑚
= 0.005 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 0.007% (4𝐴𝑃)

DATA MAJEMUK

▪ S = 3 cm, larutan gula 10%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 3 9 3.8 14.44 15 225 19.5 380.25
2 3.1 9.61 3.8 14.44 15.2 231.04 19.5 380.25
3 3.2 10.24 3.85 14.8225 15.4 237.16 19.6 384.16
𝜮 9.3 28.85 11.45 43.7025 45.6 693.2 58.6 1144.66
∑𝑋 9.3 ∑ 𝑋′ 11.45
𝑋= = = 𝟑. 𝟏𝒄𝒎 𝑋′ = = = 3.817 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(28.85) − (9.3)2 1 3(43.7025) − (11.45)2


= √ = 0.058cm = √ = 0.017 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.058 ∆𝑋 ′ 0.017
KSR = 𝑥100% = 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 3.817 𝑥100%
𝑋 3.1 𝑋′
= 1.87% (3AP) = 0.437% (4𝐴𝑃)
∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟑. 𝟏 ± 𝟎. 𝟎𝟓𝟖)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟑. 𝟖𝟏𝟕 ± 𝟎. 𝟎𝟏𝟕)𝒄𝒎
∑𝐴 45.6 ∑ 𝐴′ 58.6
❖ 𝑨= = = 𝟏𝟓. 𝟐° ❖ 𝑨′ = = = 𝟏𝟗. 𝟓𝟑°
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2


∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(693.2) − (45.6)2 1 3(1144.66) − (58.6)2


= √ = 0.112 ° = √ = 0.037 °
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0.112 0.037
= 19.53 𝑥100% = 0.151% (4𝐴𝑃)
= 𝑥100% = 0.721% (4𝐴𝑃)
15.2
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟏𝟓. 𝟐 ± 𝟎. 𝟏𝟏𝟐)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟏𝟗. 𝟓𝟑 ± 𝟎. 𝟎𝟑𝟕)°

▪ S = 5 cm, larutan gula 10%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 4.8 23.04 7.2 51.84 25 625 39 1521
2 4.8 23.1361 7.2 51.84 25 625 39.5 1560.25
3 4.8 23.04 7.25 52.5625 25 625 39.5 1560.25
𝜮 14.4 69.2161 21.65 156.2425 75 1875 118 4641.5

∑𝑋 14.4 ∑ 𝑋′ 21.65
𝑋= = = 𝟒. 𝟖 𝒄𝒎 𝑋′ = = = 7.217 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(69.2161) − (14.4)2 1 3(156.2425) − (21.65)2


= √ = 0.004cm = √ = 0.017 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.004 ∆𝑋 ′ 0.017
KSR = 𝑥100% = 4.083 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 7.217 𝑥100%
𝑋 𝑋′
= 0.097% 4AP) = 0235% (4𝐴𝑃)
∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟒. 𝟖 ± 𝟎. 𝟎𝟎𝟒)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟕. 𝟐𝟏𝟕 ± 𝟎. 𝟎𝟏𝟕)𝒄𝒎
∑𝐴 75 ∑ 𝐴′ 118
❖ 𝑨= = = 𝟐𝟓° ❖ 𝑨′ = = = 𝟑𝟗. 𝟑𝟑°
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2


∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(1875) − (75)2 1 3(4641.5) − (118)2


= √ =0° = √ = 0.167 °
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0 0.167
= 𝑥100% = 0% (4𝐴𝑃) = 39.33 𝑥100% = 0.423% (4𝐴𝑃)
25
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟐𝟓 ± 𝟎)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟑𝟗. 𝟑𝟑 ± 𝟎. 𝟏𝟔𝟕𝟓)°

▪ S = 6 cm, larutan gula 10%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 6 36 8.2 67.24 33 1089 44 1936
2 6.5 42.25 8.25 68.0625 34 1156 44.5 1980.25
3 6.5 42.25 8.2 67.24 33.5 112.25 44 1936
𝜮 19 120.5 24.65 202.5425 100.5 3367.25 132.5 5852.25

∑𝑋 19 ∑ 𝑋′ 24.65
𝑋= = = 𝟔. 𝟑𝟑𝒄𝒎 𝑋′ = = = 8.217 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(120.5) − (19)2 1 3(202.5425) − (24.65)2


= √ = 0.167cm = √ = 0.017 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.167 ∆𝑋 ′ 0.017
KSR = 𝑥100% = 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 3.817 𝑥100%
𝑋 6.33 𝑋′
= 0.026% (4AP) = 0.203% (4𝐴𝑃)
∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟔. 𝟑𝟑 ± 𝟎. 𝟏𝟔𝟕)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟖. 𝟐𝟏𝟕 ± 𝟎. 𝟎𝟏𝟕)𝒄𝒎
∑𝐴 100.5 ∑ 𝐴′ 132.5
❖ 𝑨= = = 𝟑𝟑. 𝟓° ❖ 𝑨′ = = = 𝟒𝟒. 𝟏𝟔𝟕°
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2


∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(3367.25) − (100. )2 1 3(5852.25) − (132.5)2


= √ = 0.28 ° = √ = 0.167 °
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0.28 0.167
= 𝑥100% = 0.83% (4𝐴𝑃) = 44.167 𝑥100% = 0.371% (4𝐴𝑃)
33.5
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟑𝟑. 𝟓 ± 𝟎. 𝟐𝟖)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟒𝟒. 𝟏𝟔𝟕 ± 𝟎. 𝟏𝟔𝟕)°

▪ S = 3 cm, larutan gula 20%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 3 9 4 16 15 225 20 400
2 3.1 9.61 4.1 16.81 15.2 231.04 20 400
3 3.2 10.24 4.3 18.49 15.4 237.16 21 441
𝜮 9.3 28.85 12.4 51.3 45.6 693.2 61 1241

∑𝑋 9.3 ∑ 𝑋′ 12.4
𝑋= = = 𝟑. 𝟏𝒄𝒎 𝑋′ = = = 4.133 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(28.85) − (9.3)2 1 35(1.3) − (12.4)2


= √ = 0.052cm = √ = 0.088 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.052 ∆𝑋 ′ 0.088
KSR = 𝑥100% = 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 4.133 𝑥100%
𝑋 3.1 𝑋′
= 1.677% (3AP) = 1.93% (3𝐴𝑃)
∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟑. 𝟏 ± 𝟎. 𝟎𝟓𝟐)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟑. 𝟑𝟐 ± 𝟎. 𝟎𝟒)𝒄𝒎
∑𝐴 45.6 ∑ 𝐴′ 61
❖ 𝑨= = = 𝟏𝟓. 𝟐° ❖ 𝑨′ = = = 𝟐𝟎. 𝟑𝟑°
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2


∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(693.2) − (45.6)2 1 3(1241) − (61)2


= √ = 0.112 ° = √ = 0.33 °
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0.112 0.33
= 20.33 𝑥100% = 1.67% (3𝐴𝑃)
= 𝑥100% = 0.721% (4𝐴𝑃)
15.2
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟏𝟓. 𝟐 ± 𝟎. 𝟏𝟏𝟐)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟐𝟎. 𝟑𝟑 ± 𝟎. 𝟑𝟑)°

▪ S = 5 cm, larutan gula 20%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 4.8 23.04 7.4 54.76 25 625 39.5 1560.25
2 4.8 23.04 7.5 56.25 25 625 39 1521
3 4.8 23.04 7.6 57.76 25 625 40 1600
𝜮 14.4 69.12 22.5 168.77 75 1875 47.4 4681.25

∑𝑋 14.4 ∑ 𝑋′ 22.5
𝑋= = = 𝟒. 𝟖𝒄𝒎 𝑋′ = = = 7.5 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(69.12) − (14.4)2 1 3(168.77) − (22.5)2


= √ = 0cm = √ = 0.05 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.004 ∆𝑋 ′ 0.05
KSR = 𝑥100% = 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 𝑥100%
𝑋 4.083 𝑋′ 7.5
= 0% 4AP) = 0.67% (4𝐴𝑃)
∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟒. 𝟖 ± 𝟎)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟕. 𝟓 ± 𝟎. 𝟎𝟓)𝒄𝒎
∑𝐴 75 ∑ 𝐴′ 118.5
❖ 𝑨= = = 𝟐𝟓° ❖ 𝑨′ = = . = 𝟑𝟗. 𝟓°
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2


∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(1875) − (75)2 1 3(4681.25) − (118.5)2


= √ =0° = √ = 0.28 °
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0 0.28
= 39.5 𝑥100% = 0.70% (4𝐴𝑃)
= 𝑥100% = 0% (4𝐴𝑃)
25
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟐𝟓 ± 𝟎)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟑𝟗. 𝟓 ± 𝟎. 𝟐𝟖)°
▪ S = 6 cm, larutan gula 20%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 6 8.8 77.44 67.24 49 2401 44 1936
2 6.5 8.8 77.44 68.0625 49.5 2450.25 44.5 1980.25
3 6.5 8.9 79.21 67.24 49.5 2450.25 44 1936
𝜮 19 26.5 234.09 202.5425 148 7301.5 132.5 5852.25

∑𝑋 19 ∑ 𝑋′ 26.5
𝑋= = = 𝟔. 𝟑𝟑𝒄𝒎 𝑋′ = = = 8.83 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(120.5) − (19)2 1 3(234.09) − (26.5)2


= √ = 0.167cm = √ = 0.034 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.167 ∆𝑋 ′ 0.034
KSR = 𝑥100% = 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 𝑥100%
𝑋 6.33 𝑋′ 8.83
= 0.026% (4AP) = 0.38% (4𝐴𝑃)
∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟔. 𝟑𝟑 ± 𝟎. 𝟏𝟔𝟕)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟖. 𝟖𝟑 ± 𝟎. 𝟎𝟑𝟒)𝒄𝒎
∑𝐴 100.5 ∑ 𝐴′ 148
❖ 𝑨= = = 𝟑𝟑. 𝟓° ❖ 𝑨′ = = = 𝟒𝟗. 𝟑𝟑°
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2


∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(3367.25) − (100. )2 1 3(7301.5) − (148)2


= √ = 0.28 ° = √ = 0.167 °
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0.28 0.167
= 49.33 𝑥100% = 0.33% (4𝐴𝑃)
= 𝑥100% = 0.83% (4𝐴𝑃)
33.5
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟑𝟑. 𝟓 ± 𝟎. 𝟐𝟖)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟒𝟗. 𝟑𝟑 ± 𝟎. 𝟏𝟔𝟕)°

▪ S = 3 cm, larutan gula 30%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 3 9 4.6 21.16 15 225 24.5 600.25
2 3.1 9.61 4.6 21.16 15.2 231.04 24.5 600.25
3 3.2 10.24 4.6 21.16 15.4 237.16 24.5 600.25
𝜮 9.3 28.85 13.8 63.48 45.6 693.2 73.5 1800.75
∑𝑋 9.3 ∑ 𝑋′ 13.8
𝑋= = = 𝟑. 𝟏𝒄𝒎 𝑋′ = = = 4.603 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(28.85) − (9.3)2 1 3(63.48) − (13.8)2


= √ = 0.058cm = √ = 0.003 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.058 ∆𝑋 ′ 0.003
KSR = 𝑥100% = 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 4.603 𝑥100%
𝑋 3.1 𝑋′
= 1.87% (3AP) = 0.072% (4𝐴𝑃)
∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟑. 𝟏 ± 𝟎. 𝟎𝟓𝟖)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟒. 𝟔𝟎𝟑 ± 𝟎. 𝟎𝟕𝟐)𝒄𝒎
∑𝐴 45.6 ∑ 𝐴′ 73.5
❖ 𝑨= = = 𝟏𝟓. 𝟐° ❖ 𝑨′ = = = 𝟐𝟒. 𝟓°
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2


∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(693.2) − (45.6)2 1 3(1800.75) − (73.5)2


= √ = 0.112 ° = √ =0°
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0.112 0
= 24.5 𝑥100% = 0% (4𝐴𝑃)
= 𝑥100% = 0.721% (4𝐴𝑃)
15.2
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟏𝟓. 𝟐 ± 𝟎. 𝟏𝟔𝟑)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟐𝟒. 𝟓 ± 𝟎)°

▪ S = 5 cm, larutan gula 30%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 4.8 23.04 7.5 56.25 25 625 40 1600
2 4.8 23.04 7.5 56.25 25 625 40.1 1608.01
3 4.8 23.04 7.7 59.29 25 625 40.3 1624.09
𝜮 14.4 69.12 22.7 171.79 75 1875 120.4 4832.1

∑𝑋 14.4 ∑ 𝑋′ 22.7
𝑋= = = 𝟒. 𝟖𝒄𝒎 𝑋′ = = = 7.567 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(69.12) − (14.4)2 1 3(171.79) − (22.7)2


= √ = 0cm = √ = 0.067 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.004 ∆𝑋 ′ 0.067
KSR = 𝑥100% = 4.083 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 7.567 𝑥100%
𝑋 𝑋′
= 0% 4AP) = 0.881% (4𝐴𝑃)
∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟒. 𝟖 ± 𝟎)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟕. 𝟓𝟔𝟕 ± 𝟎. 𝟎𝟔𝟕)𝒄𝒎
∑𝐴 75 ∑ 𝐴′ 120.4
❖ 𝑨= = = 𝟐𝟓° ❖ 𝑨′ = = . = 𝟒𝟎. 𝟏𝟑𝟑°
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2


∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(1875) − (75)2 1 3(4832.1) − (120.4)2


= √ =0° = √ = 0.088 °
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0 0.088
= 40.133 𝑥100% = 0.219% (4𝐴𝑃)
= 𝑥100% = 0% (4𝐴𝑃)
25
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟐𝟓 ± 𝟎)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟒𝟎. 𝟏𝟑𝟑 ± 𝟎. 𝟎𝟖𝟖)°

▪ S = 6 cm, larutan gula 30%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 6 36 9.3 86.49 33 1089 53.5 2826.25
2 6.5 42.25 9.35 87.4225 34 1156 53.6 2872.96
3 6.5 42.25 9.5 86.49 33.5 1122.25 53.5 2867.6025
𝜮 19 120.5 27.95 260.4025 100.5 3367.25 132.5 8602.8125

∑𝑋 19 ∑ 𝑋′ 27.95
𝑋= = = 𝟔. 𝟑𝟑𝒄𝒎 𝑋′ = = = 9.317 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(120.5) − (19)2 1 3(260.4025) − (27.95)2


= √ = 0.167cm = √ = 0.017 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.167 ∆𝑋 ′ 0.017
KSR = 𝑥100% = 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 9.317 𝑥100%
𝑋 6.33 𝑋′

= 0.026% (4AP) = 0.179% (4𝐴𝑃)


∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟔. 𝟑𝟑 ± 𝟎. 𝟏𝟔𝟕)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟗. 𝟑𝟏𝟕 ± 𝟎. 𝟎𝟏𝟕)𝒄𝒎
∑𝐴 100.5 ∑ 𝐴′ 160.65
❖ 𝑨= 𝑛
= 3
= 𝟑𝟑. 𝟓° ❖ 𝑨′ = 𝑛
= 3
= 𝟓𝟑. 𝟓𝟓°
1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2
∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(3367.25) − (100.5)2 1 3(8602.8125) − (160.65)2


= √ = 0.28 ° = √ = 0.289 °
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0.28 0.289
= 53.55 𝑥100% = 0.539% (4𝐴𝑃)
= 𝑥100% = 0.83% (4𝐴𝑃)
33.5
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟑𝟑. 𝟓 ± 𝟎. 𝟐𝟖)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟓𝟑. 𝟓𝟓 ± 𝟎. 𝟐𝟖𝟗)°

▪ S = 3 cm, larutan gula 40%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 3 9 5 25 15 225 25 625
2 3.1 9.61 5.1 26.01 15.2 231.04 25.1 630.01
3 3.2 10.24 5.2 27.04 15.4 237.16 25.2 635.04
𝜮 9.3 28.85 15.3 78.05 45.6 693.2 75.3 1890.05

∑𝑋 9.3 ∑ 𝑋′ 15.3
𝑋= = = 𝟑. 𝟏𝒄𝒎 𝑋′ = = = 5.1 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(28.85) − (9.3)2 1 3(78.05) − (15.3)2


= √ = 0.058cm = √ = 0.057 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.058 ∆𝑋 ′ 0.057
KSR = 𝑥100% = 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 𝑥100%
𝑋 3.1 𝑋′ 5.1
= 1.87% (3AP) = 1.132% (3𝐴𝑃)
∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟑. 𝟏 ± 𝟎. 𝟎𝟓𝟖)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟓. 𝟏 ± 𝟎. 𝟎𝟓𝟕)𝒄𝒎
∑𝐴 45.6 ∑ 𝐴′ 75.3
❖ 𝑨= = = 𝟏𝟓. 𝟐° ❖ 𝑨′ = = = 𝟐𝟓. 𝟏°
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2


∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(693.2) − (45.6)2 1 3(1890.05) − (75.3)2


= √ = 0.112 ° = √ = 0.057 °
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0.112 0.057
= 𝑥100% = 0.721% (4𝐴𝑃) = 𝑥100% = 0.23% (4𝐴𝑃)
25.1
15.2
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟏𝟓. 𝟐 ± 𝟎. 𝟏𝟔𝟑)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟐𝟓. 𝟏 ± 𝟎. 𝟎𝟓𝟕)°

▪ S = 5 cm, larutan gula 40%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 4.8 23.04 7.8 60.84 25 625 42.5 1806.25
2 4.8 23.04 7.9 62.41 25 625 42.3 1789.29
3 4.8 23.04 7.8 60.84 25 625 43 1849
𝜮 14.4 69.12 23.5 184.09 75 1875 127.8 5444.54

∑𝑋 14.4 ∑ 𝑋′ 23.5
𝑋= = = 𝟒. 𝟖𝒄𝒎 𝑋′ = = = 7.833 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(69.12) − (14.4)2 1 3(184.09) − (23.5)2


= √ = 0cm = √ = 0.033 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.004 ∆𝑋 ′ 0.033
KSR = 𝑥100% = 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 𝑥100%
𝑋 4.083 𝑋′ 7.833
= 0% 4AP) = 0.425% (4𝐴𝑃)
∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟒. 𝟖 ± 𝟎)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟕. 𝟖𝟑𝟑 ± 𝟎. 𝟎𝟑𝟑)𝒄𝒎
∑𝐴 75 ∑ 𝐴′ 127.8
❖ 𝑨= = = 𝟐𝟓° ❖ 𝑨′ = = . = 𝟒𝟐. 𝟔°
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2


∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(1875) − (75)2 1 3(5444.54) − (127.8)2


= √ =0° = √ = 0.208 °
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0 =
0.208
𝑥100% = 0.219% (4𝐴𝑃)
= 𝑥100% = 0% (4𝐴𝑃) 42.6
25
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟐𝟓 ± 𝟎)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟒𝟐. 𝟔 ± 𝟎. 𝟐𝟎𝟖)°
▪ S = 6 cm, larutan gula 40%

Percobaan X (cm) X2 X’ (cm) X’2 A° A°2 A’° A’°2


ke-
1 6 36 9.4 88.36 33 1089 54.5 2970.25
2 6.5 42.25 9.45 89.3025 34 1156 54.5 2970.25
3 6.5 42.25 9.5 88.36 33.5 1122.25 55 3025
𝜮 19 120.5 28.25 266.0225 100.5 3367.25 164 8965.5

∑𝑋 19 ∑ 𝑋′ 28.25
𝑋= = = 𝟔. 𝟑𝟑𝒄𝒎 𝑋′ = = = 9.417 𝒄𝒎
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ X 2 ) − (∑ X)2 1 n(∑ X ′ 2 ) − (∑ X ′ )2


∆X = √ ∆x′ = √
n n−1 n n−1

1 3(120.5) − (19)2 1 3(266.0225) − (28.25)2


= √ = 0.167cm = √ = 0.017 cm
3 3−1 3 3−1
∆𝑋 0.167 ∆𝑋 ′ 0.017
KSR = 𝑥100% = 𝑥100% KSR= 𝑥100% = 𝑥100%
𝑋 6.33 𝑋′ 9.417
= 0.026% (4AP) = 0.177% (4𝐴𝑃)
∴ (𝑿 ± ∆𝑿) = (𝟔. 𝟑𝟑 ± 𝟎. 𝟏𝟔𝟕)𝒄𝒎 ∴ (𝑿′ ± ∆𝑿′ ) = (𝟗. 𝟒𝟏𝟕 ± 𝟎. 𝟎𝟏𝟕)𝒄𝒎
∑𝐴 100.5 ∑ 𝐴′ 164
❖ 𝑨= = = 𝟑𝟑. 𝟓° ❖ 𝑨′ = = = 𝟓𝟒. 𝟔𝟕°
𝑛 3 𝑛 3

1 n(∑ A2 ) − (∑ A)2 1 n(∑ A′ 2 ) − (∑ 𝐴)2


∆A = √ ∆A′ = √
n n−1 n n−1

1 3(3367.25) − (100.5)2 1 3(8965.5) − (164)2


= √ = 0.28 ° = √ = 0.238 °
3 3−1 3 3−1
∆𝐴 ∆𝐴′
KSR = 𝑥100% KSR = 𝑥100%
𝐴 𝐴′
0.28 0.238
= 54.67 𝑥100% = 0.431% (4𝐴𝑃)
= 𝑥100% = 0.83% (4𝐴𝑃)
33.5
∴ (𝑨 ± ∆𝑨) = (𝟑𝟑. 𝟓 ± 𝟎. 𝟐𝟖)° ∴ (𝑨′ ± ∆𝑨′ ) = (𝟓𝟒. 𝟔𝟕 ± 𝟎. 𝟐𝟑𝟖)°

PERHITUNGAN

Menentukan Indeks Bias Mutlak

▪ Saat konsentrasi larutan gula 10%


S = 3 cm
𝑨 = 15.2°

𝑨 = 19.53°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 15.2° = 0,262
sin 𝑖 sin 15,2°
n' = n sin 𝑟 = 1. sin 19.53° =0.784

𝜕𝑛′ 2 2 𝜕𝑛′ 22 2 2
∆n’ = √(𝜕 sin 𝑖 ) (3 ∆ sin 𝑖) + (𝜕 sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑟)

𝑛 2 2 2
−𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √(sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑖) + ( 𝑠𝑖𝑛2 𝑟
) (3 ∆ sin 𝑟)

1 2 2 2
−1 (sin 15.2°)(cos 19.53°) 22 2
= √(sin 19.53°) (3 . 0,262) + ( 𝑠𝑖𝑛2 19.53°
) (3 . 0,334)

= √0.278 + 0.215 = 0,244


∆𝑛′ 0.244
KSR = 𝑛′
x 100% =0.784 x 100% = 31,12% (2 AP)

(n’ ± ∆𝒏′) = (𝟎. 𝟕𝟖𝟒 ± 𝟎. 𝟐𝟒𝟒)

S = 5 cm
𝑨 = 25°
𝑨‘ = 39.33°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 25° = 0.423
sin 𝑖 sin 25°
n' = n sin 𝑟 = 1. sin 39.33° = 0.664

𝜕𝑛′ 2 2 𝜕𝑛′ 22 2 2
∆n’ = √(𝜕 sin 𝑖 ) (3 ∆ sin 𝑖) + (𝜕 sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑟)

𝑛 2 2 2
−𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √(sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑖) + ( 𝑠𝑖𝑛2 𝑟
) (3 ∆ sin 𝑟)

1 2 2 2
−1 (sin 25°)(cos 39.33°) 2 2 2
= √(sin 39.33°) (3 . 0,423) + ( 𝑠𝑖𝑛2 39.33°
) (3 . 0,634)

= √0.197 + 0.117 = 0.561


∆𝑛′ 0.516
KSR = 𝑛′
x 100% =0.664 x 100% = 77.71% (2AP)

(n’ ± ∆𝒏′) = (𝟎. 𝟔𝟔𝟒 ± 𝟎. 𝟓𝟔𝟏)

S = 6 cm

𝑨 = 33.5°
𝑨’ = 44.167°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 33.5° = 0.552
sin 𝑖 sin 33.5°
n' = n sin 𝑟 = 1. sin 44.167° = 0.793

𝜕𝑛′ 2 2 𝜕𝑛′ 2 2 2 2
∆n’ = √(𝜕 sin 𝑖 ) (3 ∆ sin 𝑖) + (𝜕 sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑟)

𝑛 2 2 2
−𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √(sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑖) + ( 𝑠𝑖𝑛2 𝑟
) (3 ∆ sin 𝑟)

1 2 2 2
−1 (sin 33.5°)(cos 44.167°) 2 2 2
= √(sin 44.167°) (3 . 0,552) + ( 𝑠𝑖𝑛2 44.167°
) (3 . 0,696)

= √0.279 + 2.076 = 1.534


∆𝑛′ 1.534
KSR = 𝑛′
x 100% =0.793 x 100% = 19.34% (2AP)

(n’ ± ∆𝒏′) = (𝟎. 𝟕𝟗𝟑 ± 𝟏. 𝟓𝟑𝟒)

▪ Saat konsentrasi larutan gula 20%


S = 3 cm
𝑨 = 15.2°
𝑨’ = 20.33°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 15.2° = 0.262
sin 𝑖 sin 15.2°
n' = n sin 𝑟 = 1. sin 20.33° = 0.755

𝜕𝑛′ 2 2 𝜕𝑛′ 2 2 2 2
∆n’ = √(𝜕 sin 𝑖 ) (3 ∆ sin 𝑖) + (𝜕 sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑟)

𝑛 2 2 2
−𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √(sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑖) + ( 𝑠𝑖𝑛2 𝑟
) (3 ∆ sin 𝑟)

1 2 2 2
−1 (sin 15.2°)(cos 20.33°) 2 2 2
= √(sin 20.33°) (3 . 0,262) + ( 𝑠𝑖𝑛2 20.33°
) (3 . 0,347)

= √2.517 + 0.223= 1.655


∆𝑛′ 1.655
KSR = x 100% = x 100% = 21.92% (2 AP)
𝑛′ 0.755

(n’ ± ∆𝒏′) = (𝟎. 𝟕𝟓𝟓 ± 𝟏. 𝟔𝟓𝟓)

S = 5 cm

𝑨 = 25°
𝑨’= 39.5°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 25° = 0.423
sin 𝑖 sin 25°
n' = n sin 𝑟 = 1. sin 39.5° = 0.665

𝜕𝑛′ 2 2 𝜕𝑛′ 2 2 2 2
∆n’ = √(𝜕 sin 𝑖 ) (3 ∆ sin 𝑖) + (𝜕 sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑟)

𝑛 2 2 2
−𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √(sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑖) + ( 𝑠𝑖𝑛2 𝑟
) (3 ∆ sin 𝑟)

1 2 2 2
−1 (sin 25°)(cos 39.5°) 2 2 2
= √(sin 39.5°) (3 . 0,423) + ( 𝑠𝑖𝑛2 39.5°
) (3 . 0,636)

= √0.164 + 0.117 = 0.53


∆𝑛′ 0.53
KSR = 𝑛′
x 100% =0.665 x 100% = 79.69% (2 AP)

(n’ ± ∆𝒏′) = (𝟎. 𝟔𝟔𝟓 ± 𝟎. 𝟓𝟑)

S = 6 cm
𝑨 = 33.5°
𝑨’= 49.33°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 33.5° = 0.552
sin 𝑖 sin 33.5°
n' = n sin 𝑟 = 1. sin 49.33° = 0.728

𝜕𝑛′ 2 2 2 𝜕𝑛′ 2 2 2
∆n’ = √( ) ( ∆ sin 𝑖) + ( ) ( ∆ sin 𝑟)
𝜕 sin 𝑖 3 𝜕 sin 𝑟 3

𝑛 2 2 2
−𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √(sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑖) + ( 𝑠𝑖𝑛2 𝑟
) (3 ∆ sin 𝑟)

1 2 2 2
−1 (sin 33.5 °)(cos 49.33°) 2 2 2
= √(sin 33.5°) (3 . 0,552) + ( 𝑠𝑖𝑛2 33.5°
) (3 . 0,758)

= √0.444 + 0,101 = 0.738


∆𝑛′ 0.738
KSR = 𝑛′
x 100% =0.728 x 100% = 10,37% (2 AP)

(n’ ± ∆𝒏′) = (𝟎. 𝟕𝟐𝟖 ± 𝟎. 𝟕𝟑𝟖)

▪ Saat konsentrasi lautan gula = 30%


S = 3 cm
𝑨 = 15.2°

𝑨′ = 24.5°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 15.2° = 0.262
sin 𝑖 sin 15.2°
n' = n sin 𝑟 = 1.sin 24.5° = 0.632

𝜕𝑛′ 2 2 𝜕𝑛′ 2 2 2 2
∆n’ = √(𝜕 sin 𝑖 ) (3 ∆ sin 𝑖) + (𝜕 sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑟)

𝑛 2 2 2
−𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √(sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑖) + ( 𝑠𝑖𝑛2 𝑟
) (3 ∆ sin 𝑟)

1 2 2 2
−1 (sin 15,2°)(cos 24,5°) 2 2 2
= √(sin 24,5 °) (3 . 0,262) + ( 𝑠𝑖𝑛2 24,5°
) (3 . 0,414)

= √0.177 + 0.147= 0.569


∆𝑛′ 0.569
KSR = 𝑛′
x 100% =0.632 x 100% = 90.03% (2 AP)

(n’±∆𝒏′) = (𝟎. 𝟔𝟑𝟐 ± 𝟎. 𝟓𝟔𝟗)

S = 5 cm
𝑨 = 25°
𝑨′= 40,133°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 25° = 0.432
sin 𝑖 sin 25°
n' = n sin 𝑟 = 1. sin 20.133° = 0.671

𝜕𝑛′ 2 2 2 𝜕𝑛′ 2 2 2
∆n’ = √( ) ( ∆ sin 𝑖) + ( ) ( ∆ sin 𝑟)
𝜕 sin 𝑖 3 𝜕 sin 𝑟 3

𝑛 2 2 2
−𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √(sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑖) + ( 𝑠𝑖𝑛2 𝑟
) (3 ∆ sin 𝑟)

1 2 2 2
−1 (sin 25 °)(cos 40,133°) 2 2 2
= √(sin 40.133°) (3 . 0,432) + ( 𝑠𝑖𝑛2 40,133°
) (3 . 0,644)

= √0.199 + 0.116 = 0.561


∆𝑛′ 0.561
KSR = 𝑛′
x 100% =0.671 x 100% = 83,6% (2 AP)

(n’±∆𝒏′) = (𝟎. 𝟔𝟕𝟏 ± 𝟎. 𝟓𝟔𝟏)

S = 6 cm

𝑨 =33.5°

𝑨 =53.55°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 33.5° = 0.552
sin 𝑖 sin 33.5°
n' = n sin 𝑟 = 1. sin 53.55° = 0.686

𝜕𝑛′ 2 2 𝜕𝑛′ 2 2 2 2
∆n’ = √(𝜕 sin 𝑖 ) (3 ∆ sin 𝑖) + (𝜕 sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑟)

𝑛 2 2 2
−𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √(sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑖) + ( 𝑠𝑖𝑛2 𝑟
) (3 ∆ sin 𝑟)

1 2 2 2
−1 (sin 33.5°)(cos 53.55°) 2 2 2
= √(sin 53.55°) (3 . 0,552) + ( 𝑠𝑖𝑛2 53.55°
) (3 . 0,804)

= √0.209 + 0.073 = 0.282


∆𝑛′ 0.282
KSR = 𝑛′
x 100% =0.686 x 100% = 44.33% (2 AP)

(n’±∆𝒏′) = (𝟎. 𝟔𝟖𝟔 ± 𝟎, 𝟕𝟕𝟏)

▪ Saat konsentrasi lautan gula = 40%


S = 3 cm
𝑨 = 15.2°

𝑨′ = 25.1°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 15.2° = 0.262
sin 𝑖 sin 15.2°
n' = n = 1. = 0.617
sin 𝑟 sin 25.1°

𝜕𝑛′ 2 2 𝜕𝑛′ 2 2 2 2
∆n’ = √(𝜕 sin 𝑖 ) (3 ∆ sin 𝑖) + (𝜕 sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑟)

𝑛 2 2 2 −𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √( ) ( ∆ sin 𝑖) + ( ) ( ∆ sin 𝑟)
sin 𝑟 3 𝑠𝑖𝑛2 𝑟 3

1 2 2 2
−1 (sin 15,2°)(cos 25.1°) 2 2 2
= √(sin 25.1 °) (3 . 0,262) + ( 𝑠𝑖𝑛2 25.1°
) (3 . 0,424)

= √0.169 + 0.139= 0.554


∆𝑛′ 0.554
KSR = 𝑛′
x 100% =0.617 x 100% = 88.33% (2 AP)

(n’±∆𝒏′) = (𝟎. 𝟔𝟏𝟕 ± 𝟎. 𝟓𝟓𝟒)

S = 5 cm
𝑨 = 25°
𝑨′= 42.6°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 25° = 0.432
sin 𝑖 sin 25°
n' = n sin 𝑟 = 1. sin 42.6° = 0.639

𝜕𝑛′ 2 2 𝜕𝑛′ 2 2 2 2
∆n’ = √(𝜕 sin 𝑖 ) (3 ∆ sin 𝑖) + (𝜕 sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑟)

𝑛 2 2 2
−𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √(sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑖) + ( 𝑠𝑖𝑛2 𝑟
) (3 ∆ sin 𝑟)

1 2 2 2
−1 (sin 25 °)(cos 42.6°) 2
2 2
= √(sin 42.6°) (3 . 0,432) + ( 𝑠𝑖𝑛2 42.6°
) (3 . 0,676)

= √0.181 + 0.098 = 0.528


∆𝑛′ 0.528
KSR = 𝑛′
x 100% =0.639 x 100% = 82,62% (2 AP)

(n’±∆𝒏′) = (𝟎. 𝟔𝟑𝟗 ± 𝟎. 𝟓𝟐𝟖)

S = 6 cm
𝑨 =33.5°

𝑨 =54.67°
𝑖=𝐴
𝑟 = 𝐴′
∆ sin 𝑖 = ∆ sin 33.5° = 0.552
sin 𝑖 sin 33.5°
n' = n sin 𝑟 = 1. sin 54.67° = 0.677

𝜕𝑛′ 2 2 𝜕𝑛′ 2 2 2 2
∆n’ = √(𝜕 sin 𝑖 ) (3 ∆ sin 𝑖) + (𝜕 sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑟)

𝑛 2 2 2
−𝑛 (sin 𝑖)(cos 𝑟) 2 2 2
= √(sin 𝑟) (3 ∆ sin 𝑖) + ( 𝑠𝑖𝑛2 𝑟
) (3 ∆ sin 𝑟)

1 2 2 2
−1 (sin 33.5°)(cos 54.67°) 2 2 2
= √(sin 54.67°) (3 . 0,552) + ( 𝑠𝑖𝑛2 54.67°
) (3 . 0,815)

= √0.203 + 0.068 = 0.52


∆𝑛′ 0.52
KSR = 𝑛′
x 100% =0.677 x 100% = 35.2% (2 AP)

(n’±∆𝒏′) = (𝟎. 𝟔𝟕𝟕 ± 𝟎, 𝟕𝟕𝟏)


GRAFIK INDEKS BIAS MUTLAK TERHADAP KONSENTRASI
• S = 3 cm

Indeks Bias mutlak terhadap konsentrasi


larutan
3.0000
2.5000
2.0000
1.5000
1.0000
0.5000
0.0000
10 20 30 %

• S = 5 cm

Indeks Bias mutlak terhadap


konsentrasi larutan
1.5000

1.4000

1.3000

1.2000

1.1000

1.0000
10 20 30 %

• S = 6 cm

Indeks Bias mutlak terhadap


konsentrasi larutan
1.5000
1.3000
1.1000
0.9000
0.7000
0.5000
0.3000
0.1000
-0.1000 10 20 30 %
1. Hitung indeks dan sudut kritis masing-masing larutan pada percobaan
Refractometer sederhana !

MENGHITUNG INDEKS BIAS


• Untuk konsentrasi 10% dan S = 3 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′
=
3,81 = √( ∂x ) (∆x)2 + ( ∂x′ ) (∆x ′ )2 = √(𝑥′) (∆𝑥)2 + (− 𝑥′) (∆x ′ )2
𝑋 3,1
2 3,1 2
= 1,23 1
= √(3,81) (0,18)2 + (− 3,81) (0,019)2 = 0,0496

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0,0496
= 𝐼𝐵
× 100% = 1,23
× 100% = 4,034% (3AP) (1.23 ± 0,0496 )

• Untuk konsentrasi 10% dan S = 5 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′
=
7,21 = √( ) (∆x)2 +( ) (∆x ′ )2 = √( ) (∆𝑥)2 + (− ) (∆x ′ )2
𝑋 4,8 ∂x ∂x′ 𝑥′ 𝑥′
2 4,8 2
= 1,50 1
= √(7,21) (0)2 + (− 7,21) (0)2 = 0

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0
= × 100% = × 100% = 0% (4AP) (1,50 ± 0 )
𝐼𝐵 1,50

• Untuk konsentrasi 10% dan S = 6 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′
=
8,21 = √( ) (∆x)2 +( ) (∆x ′ )2 = √( ) (∆𝑥)2 + (− ) (∆x ′ )2
𝑋 6,33 ∂x ∂x′ 𝑥′ 𝑥′
2 6,33 2
= 1,29 1
= √(8,21) (0,16)2 + (− 8,21) (0)2 = 0,0195

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0,0195
= 𝐼𝐵
× 100% = 1,29
× 100% = 1,51% (3AP) (1,29 ± 0,0195 )
• Untuk konsentrasi 20% dan S = 3 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′
=
4,13 = √( ∂x ) (∆x)2 + ( ∂x′ ) (∆x ′ )2 = √(𝑥′) (∆𝑥)2 + (− 𝑥′) (∆x ′ )2
𝑋 3,1
2 3,1 2
= 1,33 1
= √(4,13) (0,05)2 + (− 4,13) (0,08)2 =0,0612

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0,0612
= × 100% = × 100% = 4,60 (3AP) (1,33 ± 0,0612 )
𝐼𝐵 1,33

• Untuk konsentrasi 20% dan S = 5 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′ 7,5
= 4,8 = √( ) (∆x)2 +( ) (∆x ′ )2 = √( ) (∆𝑥)2 + (− ) (∆x ′ )2
𝑋 ∂x ∂x′ 𝑥′ 𝑥′

= 1,56 1 2 4,8 2
= √( ) (0)2 + (− ) (0,05)2 = 0,032
7,5 7,5

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0,032
= × 100% = × 100% = 2,05% (3AP) (1,56 ± 0,032 )
𝐼𝐵 1,56

• Untuk konsentrasi 20% dan S = 6 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′
=
8,83 = √( ) (∆x)2 +( ) (∆x ′ )2 = √( ) (∆𝑥)2 + (− ) (∆x ′ )2
𝑋 6,3 ∂x ∂x′ 𝑥′ 𝑥′
2 6,3 2
= 1,40 1
= √(8,83) (0,16)2 + (− 8,83) (0,01)2 =0,0181

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0,0181
= 𝐼𝐵
× 100% = 1,40
× 100% = 1,29% (3AP) (1,40 ± 0,0181 )
• Untuk konsentrasi 30% dan S = 3 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′
=
6,03 = √( ) (∆x)2 +( ) (∆x ′ )2 = √( ) (∆𝑥)2 + (− ) (∆x ′ )2
𝑋 3,1 ∂x ∂x′ 𝑥′ 𝑥′

= 1,94 1 2 3,1 2
= √( ) (0,05)2 + (− ) (1,43)2 =0,7036
6,03 6,03

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0,7036
= 𝐼𝐵
× 100% = 1,94
× 100% = 36,26% (2AP) (1,94 ± 0,7036 )

• Untuk konsentrasi 30% dan S = 5 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′
=
7,56 = √( ∂x ) (∆x)2 + ( ∂x′ ) (∆x ′ )2 = √(𝑥′) (∆𝑥)2 + (− 𝑥′) (∆x ′ )2
𝑋 4,8
2 4,8 2
= 1,57 1
= √(7,56) (0)2 + (− 7,56) (0,06)2 = 0,0380

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0,0380
= 𝐼𝐵
× 100% = 1,57
× 100% = 2,42% (3AP) (1,57 ± 0,0380 )

• Untuk konsentrasi 30% dan S = 6 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′
=
9,38 = √( ∂x ) (∆x)2 + ( ∂x′ ) (∆x ′ )2 = √(𝑥′) (∆𝑥)2 + (− 𝑥′) (∆x ′ )2
𝑋 6,3
2 6,3 2
= 1,48 1
= √(9,38) (0,16)2 + (− 9,38) (0,05)2 = 0,0182

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0,0182
= 𝐼𝐵
× 100% = 1,48
× 100% = 1,23% (3AP) (1,48 ± 0,0182 )
• Untuk konsentrasi 40% dan S = 3 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′ 5,1
= 3,1 = √( ) (∆x)2 +( ) (∆x ′ )2 = √( ) (∆𝑥)2 + (− ) (∆x ′ )2
𝑋 ∂x ∂x′ 𝑥′ 𝑥′

= 1,645 1 2 3,1 2
= √( ) (0,18)2 + (− ) (0,05)2 = 0,0465
5,1 5,1

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0,0465
= 𝐼𝐵
× 100% = 1,645
× 100% = 2,82% (3AP) (1,645 ± 0,0465 )

• Untuk konsentrasi 40% dan S = 5 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′
=
7,83 = √( ∂x ) (∆x)2 + ( ∂x′ ) (∆x ′ )2 = √(𝑥′) (∆𝑥)2 + (− 𝑥′) (∆x ′ )2
𝑋 4,8
2 4,8 2
= 1,63 1
= √(7,83) (0)2 + (− 7,83) (0,03)2 = 0,0184

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0,0184
= 𝐼𝐵
× 100% = 1,63
× 100% = 1,12% (3AP) (1,63 ± 0,0184 )

• Untuk konsentrasi 40% dan S = 6 cm

𝑰𝑩 IB

∂IB 2 ∂IB 2 1 2 𝑥 2
=
𝑋′
=
9,45 = √( ∂x ) (∆x)2 + ( ∂x′ ) (∆x ′ )2 = √(𝑥′) (∆𝑥)2 + (− 𝑥′) (∆x ′ )2
𝑋 6,3
2 6,3 2
= 1,5 1
= √(9,45) (0,16)2 + (− 9,45) (0,02)2 = 0,0216

𝑲𝒔𝒓 (𝑰𝑩 ± ∆𝑰𝑩)

∆𝐼𝐵 0,0216
= 𝐼𝐵
× 100% = 1,5
× 100% = 1,44% (3AP) (1,5 ± 0,0216 )
MENGHITUNG SUDUT KRITIS

Untuk konsentrasi 10% dan S = 3 cm


S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
3 19,53 0,08 1,23 0,0496

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ) (∆ sin A′ )2 + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2

i = arcsin(sin A (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 19,53 °(1,23))
i = 24,27 (1,23 cos 19,53°)2 (sin 0,08°)2 +
∆i = arcsin√
(sin19,53 °)2 (0,0496)2

∆i = 0,95

(i ± ∆i)
KSR

∆i 0,95
= × 100% = × 100% = 3,91% ( 3AP) = (24,27 ± 0,95)
i 24,27

• Untuk konsentrasi 10% dan S = 5 cm


S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
5 39,33 0,16 1,50 0

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ) (∆ sin A′ )2 + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin A′ (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 39,33 °(1,50))
i =71,93 (1,50 cos 39,33°)2 (sin 0,16°)2 +
∆i = arcsin√
(sin39,33 °)2 (0)2

∆i = 0,058

(i ± ∆i)
KSR

∆i 0,058
= × 100% = × 100% = 0,08% ( 4AP) = (71,93 ± 0,058)
i 71,93
• Untuk konsentrasi 10% dan S = 6 cm
S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
6 44,16 0,19 1,29 0,0195

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ′ 2
) (∆ sin A ) + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2

i = arcsin(sin A (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 44,16 °(1,29))
i =63,98 (1,29 cos 44,16°)2 (sin 0,19°)2 +
∆i = arcsin√
(sin44,16 °)2 (0,0195)2

∆i = 0,96

(i ± ∆i)
KSR

∆i 0,96
= × 100% = × 100% = 1,50% ( 3AP) = (63,98 ± 0,96)
i 63,98

• Untuk konsentrasi 20% dan S = 3 cm


S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
3 20,33 0,33 1,33 0,0612

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ) (∆ sin A′ )2 + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2

i = arcsin(sin A (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 20,33 °(1,33))
i =27,52 (1,33 cos 20,33°)2 (sin 0,33°)2 +
∆i = arcsin√
(sin20,33 °)2 (0,0612)2

∆i= 1,28

(i ± ∆i)
KSR

∆i 1,28
= × 100% = × 100% = 4,65% ( 3AP) = (27,52 ± 1,28)
i 27,52
• Untuk konsentrasi 20% dan S = 5 cm
S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
5 39,5 0,3 1,56 0,032

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ) (∆ ′ )2
sin A + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2

i = arcsin(sin A (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 39,5 °(1,56))
i = 82,87 (1,56 cos 39,5°)2 (sin 0,3°)2 +
∆i = arcsin√
(sin39,5 °)2 (0,032)2

∆i =1,22

(i ± ∆i)
KSR

∆i 1,22
= × 100% = × 100% = 1,47% ( 3AP) = (82,87 ± 1,22)
i 82,87

• Untuk konsentrasi 20% dan S = 6 cm

S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
6 49,33 0,16 1,40 0,0181

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ) (∆ sin A′ )2 + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2

i = arcsin(sin A (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 49,33 °(1,40))
i =0(imajiner) (1,40 cos 49,33°)2 (sin 0,16°)2 +
∆i = arcsin√
(sin49,33 °)2 (0,0181)2

∆i = 0,80
(i ± ∆i)
KSR

∆i 0,80
= × 100% = × 100% = 0% ( 4 AP) = (0 ± 0,80)
i 0

• Untuk konsentrasi 30% dan S = 3 cm


S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
3 24,5 0,09 1,94 0,7036

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ) (∆ sin A′ )2 + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2

i = arcsin(sin A (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 24,5 °(1,94))
i =53,56 (1,94 cos 24,5°)2 (sin 0,09°)2 +
∆i = arcsin√
(sin24,5 °)2 (0,7036)2

∆i = 16,96

(i ± ∆i)
KSR

∆i 16,96
= × 100% = × 100% = 31,66% ( 2AP) = (53,56 ± 16,96)
i 53,56
• Untuk konsentrasi 30% dan S =5 cm
S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
5 40,13 0,08 1,57 0,0380

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ) (∆ ′ )2
sin A + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2

i = arcsin(sin A (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 40,13 °(1,57))
i = 0(imajiner) (1,57 cos 40,13°)2 (sin 0,08°)2 +
∆i = arcsin√
(sin40,13 °)2 (0,0380)2

∆i =1,41

(i ± ∆i)
KSR

∆i 1,41
= × 100% = × 100% = 0% ( 4 AP) = (0 ± 1,41)
i 0

• Untuk konsentrasi 30% dan S = 6 cm

S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
6 53,55 0 1,48 0,0182

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ) (∆ sin A′ )2 + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2

i = arcsin(sin A (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 53,55 °(1,48))
i = 0(imajiner) (1,48 cos 53,55°)2 (sin 0°)2 +
∆i = arcsin√
(sin53,55 °)2 (0,0182)2

∆i = 0,83
(i ± ∆i)
KSR

∆i 0,83
= × 100% = × 100% = 0% ( 1 AP) = (0 ± 0,83)
i 0

• Untuk konsentrasi 40% dan S = 3 cm


S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
3 25,1 0,09 1,645 0,0465

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ) (∆ sin A′ )2 + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2

i = arcsin(sin A (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 25,1 °(1,645))
i = 44,25 (1,645 cos 25,1°)2 (sin 0,09°)2 +
∆i = arcsin√
(sin25,1 °)2 (0,0465)2

∆i = 1,14

(i ± ∆i)
KSR

∆i 1,14
= × 100% = × 100% = 2,57% ( 3AP) = (44,25 ± 1,14)
i 44,25
• Untuk konsentrasi 40% dan S = 5 cm
S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
5 42,6 0,19 1,63 0,0184

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ) (∆ ′ )2
sin A + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2

i = arcsin(sin A (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 42,6 °(1,63))
i = 0(imajiner) (1,63 cos 42,6°)2 (sin 0,19°)2 +
∆i = arcsin√
(sin42,6 °)2 (0,0184)2

∆i = 0,75

(i ± ∆i)
KSR

∆i 0,75
= × 100% = × 100% = 0% ( 4AP) = (0 ± 0,75)
i 0

• Untuk konsentrasi 40% dan S = 6 cm

S A’ ∆𝑨′ IB ∆𝑰𝑩
6 54,6 0,16 1,5 0,0216

I ∆i

∂ sin i 2 ∂ sin i 2
sin i = √( ) (∆ sin A′ )2 + ( ) (∆IB)2
∂ sin A′ ∂IB
sin i = sin A′ (IB)
sin i = √(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin A′ (IB))
∆i = arcsin√(IB cos A′)2 (∆ sin A′)2 + (sin A′)2 (∆IB)2
i = arcsin(sin 54,6 °(1,5))
i = 0(imajiner) (1,5 cos 54,6°)2 (sin 0,16°)2 +
∆i = arcsin√
(sin54,6 °)2 (0,0216)2

∆i = 1,02
(i ± ∆i)
KSR

∆i 1,02
= × 100% = × 100% = 0% (4AP) = (0 ± 1,02)
i 0

2. Hitung indeks bias masing-masing larutan pada percobaan Refractometer Abbe !


Menurut referensi yang baca, pada percobaan ini hanya menggunakan refractometer
sederhana. Daan saya hanya mendapatkan data dari laboran untuk mengolah dan
menghitungnya. Selain itu, berdasarkan yang diberitahukan praktikan bahwa pada saat
mereka praktikum, refractometer abbe tidak ada, sehingga hanya menggunakan
refractometer sederhana.

3. Berdasarkan data hasil percobaan yang telah anda lakukan, buatlah grafik
hubungan antara indeks bias dengan konsentrasi larutan serta hubungan antara
sudut kritis dengan konsentrasi larutan!

GRAFIK INDEKS BIAS TERHADAP KONSENTRASI LARUTAN


• S = 3 cm

INDEKS BIAS TERHADAP


KONSENTRASI LARUTAN
2.5

1.5

0.5

0
10 20 30 40 %
• S = 5 cm

INDEKS BIAS TERHADAP


KONSENTRASI LARUTAN
1.65

1.6

1.55

1.5

1.45

1.4
10 20 30 40 %
%

• S = 6 cm

INDEKS BIAS TERHADAP


KONSENTRASI
LARUTAN
1.6
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
10 20 30 40 %
GRAFIK SUDUT KRITIS TERHADAP KONSENTRASI LARUTAN

• S = 3 cm

SUDUT KRITIS TERHADAP KONSENTRASI LARUTAN


60

50

40

30

20

10

0
10 20 30 40 %

• S = 5 cm

SUDUT KRITIS TERHADAP KONSENTRASI LARUTAN

90
80
70
60
50
40
30
20
10
0 %
10 20 30 40
• S = 6 cm

SUDUT KRITIS TERHADAP KONSENTRASI LARUTAN


70
60
50
40
30
20
10
0 %
10 20 30 40
LEAST SQUARE

❖ Konsentrasi Gula dengan Indeks Bias

•S = 3 cm
X (Konsentrasi
No Y (Indeks Bias) X^2 Y^2 X.Y
Gula)
1 10 1,23 100 1,5129 12,3
2 20 1,33 400 1,7689 26,6
3 30 1,94 900 3,7636 58,2
4 40 1,645 1600 2,706025 65,8
∑ 100 6,145 3000 9,751425 162,9

∑𝑌∑𝑋 2 −∑𝑋∑𝑋𝑌 𝑛∑𝑋𝑌−∑𝑋∑𝑌


a= b= 𝑛∑𝑋 2−(∑𝑋 2)2
𝑛∑𝑋 2 −(∑𝑋 2 )2
a = -0,000238652 b = -4,12773E-06

Konsentrasi Gula dengan Indeks Bias


2.5
2 Konsentrasi Gula
Axis Title

dengan Indeks
1.5
Bias
1
y = 0.0186x + 1.0725
0.5 R² = 0.5529 Linear
0 (Konsentrasi Gula
0 20 40 60 dengan Indeks
Bias)
Axis Title

• S = 5 cm

X (Konsentrasi
Y (Indeks Bias) X^2 Y^2 X.Y
Gula)
1 10 1,5 100 2,25 15
2 20 1,56 400 2,4336 31,2
3 30 1,57 900 2,4649 47,1
4 40 1,63 1600 2,6569 65,2
∑ 100 6,26 3000 9,8054 158,5
𝑛∑𝑋𝑌−∑𝑋∑𝑌
a=
∑𝑌∑𝑋 2 −∑𝑋∑𝑋𝑌 b= 𝑛∑𝑋 2−(∑𝑋 2)2
𝑛∑𝑋 2 −(∑𝑋 2 )2

a = -0,00032599 b = -8,90076E-07
Konsentrasi Gula dengan indeks bias
1.65
y = 0.004x + 1.465
1.6 R² = 0.9412 Konsentrasi
Axis Title

dengan indeks
1.55 bias

1.5 Linear
(Konsentrasi
1.45 dengan indeks
0 20 40 60 bias)
Axis Title

• S = 6 cm

X (Konsentrasi
Y (Indeks Bias) X^2 Y^2 X.Y
Gula)
1 10 1,29 100 1,6641 12,9
2 20 1,4 400 1,96 28
3 30 1,48 900 2,1904 44,4
4 40 1,5 1600 2,25 60
∑ 100 5,67 3000 8,0645 145,3

∑𝑌∑𝑋 2 −∑𝑋∑𝑋𝑌 𝑛∑𝑋𝑌−∑𝑋∑𝑌


a= b= 𝑛∑𝑋 2−(∑𝑋 2)2
𝑛∑𝑋 2 −(∑𝑋 2 )2
a = -0,000275923 b = 0,00118333

Konsentrasi Gula dengan Indeks Bias


1.55
1.5 Konsentrasi Gula
Axis Title

1.45 dengan Indeks


1.4 Bias
1.35 y = 0.0071x + 1.24
1.3 R² = 0.9241 Linear
(Konsentrasi Gula
1.25
dengan Indeks
0 20 40 60 Bias)
Axis Title
❖ Konsentrasi Gula dengan Sudut Kritis

• S = 3 cm

X (Konsentrasi Y (Sudut
X^2 Y^2 X.Y
Gula) Kritis)
1 10 24,27 100 589,0329 242,7
2 20 27,52 400 757,3504 550,4
3 30 53,56 900 2868,6736 1606,8
4 40 44,25 1600 1958,0625 1770
∑ 100 149,6 3000 6173,1194 4169,9
∑𝑌∑𝑋 2 −∑𝑋∑𝑋𝑌 𝑛∑𝑋𝑌−∑𝑋∑𝑌
a= 𝑛∑𝑋 2 −(∑𝑋 2 )2
b= 𝑛∑𝑋 2−(∑𝑋 2)2

a =-0,0035392 b = -0,000191322

Konsentrasi Gula dengan Sudut Kritis


60
50
Konsentrasi Gula
40
Axis Title

dengan Sudut
30 Kritis
20 y = 0.8598x + 15.905
R² = 0.6394 Linear
10
(Konsentrasi Gula
0 dengan Sudut
0 20 40 60 Kritis)
Axis Title

• S = 5 cm
X (Konsentrasi Y (Sudut
X^2 Y^2 X.Y
Gula) Kritis)
1 10 71,93 100 5173,9249 719,3
2 20 82,87 400 6867,4369 1657,4
3 30 0 900 0 0
4 40 44,25 1600 1958,0625 1770
∑ 100 199,05 3000 13999,4243 4146,7
𝑛∑𝑋𝑌−∑𝑋∑𝑌
a=
∑𝑌∑𝑋 2 −∑𝑋∑𝑋𝑌 b= 𝑛∑𝑋 2−(∑𝑋 2)2
𝑛∑𝑋 2 −(∑𝑋 2 )2

a = -0,0203 b = 0,000369
Konsentrasi Gula dengan Sudut Kritis
100
80 Konsentrasi
Axis Title

Gula dengan
60
Sudut Kritis
40
y = -1.6591x + 91.24
20 R² = 0.3362 Linear
(Konsentrasi
0 Gula dengan
0 20 40 60 Sudut Kritis)
Axis Title

• S = 6 cm

X (Konsentrasi Y (Sudut
X^2 Y^2 X.Y
Gula) Kritis)
1 10 63,98 100 4093,4404 639,8
2 20 0 400 0 0
3 30 0 900 0 0
4 40 0 1600 0 0
∑ 100 63,98 3000 4093,4404 639,8
∑𝑌∑𝑋 2 −∑𝑋∑𝑋𝑌 𝑛∑𝑋𝑌−∑𝑋∑𝑌
a= 𝑛∑𝑋 2 −(∑𝑋 2 )2
b= 𝑛∑𝑋 2−(∑𝑋 2)2

a = -0,01424 b =0,000427

Konsentrasi Gula dengan Sudut Kritis


80
y = -1.9194x + 63.98 Konsentrasi Gula
60
R² = 0.6 dengan Sudut
Axis Title

40 Kritis

20
Linear
0 (Konsentrasi Gula
0 20 40 60 dengan Sudut
-20 Kritis)
Axis Title
H. Analisis dan Pembahasan

Pada praktikum kali ini, tujuan utama yang dilakukan oleh pengamat adalah untuk
mengetahui indeks bias pada benda cair dengan konsentrasi berbeda baik indeks bias
di air maupun di udara, juga menentukan sudut indeks bias kritis dari setiap larutan
dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Selain itu, dapat diketahui pula dari
perhitungan dari indeks bias relatif dengan indeks bias mutlak, memahami sifat
pembiasan dan pemantulan cahaya, serta memahami prinsip kerja refraktometer.
Prinsip dari percobaan kali ini adalah apabila seberkas cahaya mengenai bidang
batas antara dua medium yang memiliki indeks bias masing-masing n dan n’ maka
cahaya tersebut akan dipantulkan dan dibiaskan. Berkas cahaya inilah yang diamati
untuk mengetahui apa yang dipengaruhi oleh konsentrasi zat cair yang berbeda-beda,
yang mana didapati pula berkas cahaya pantul sebidang dengan berkas cahaya datang
dan memiliki sudut pantul sama dengan sudut datang.
Pada percobaan ini terdapat sudut kritis yang mana sudut kritis disebut juga
sudut deviasi, yaitu sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang mula-mula
dengan sinar yang meninggalkan bidang pembias atau pemantul.
Selain itu, sebelum melakukan praktikum, pengamat harus sudah mengatahui
bahwa indeks bias adalah perbandingan antara kecepatan rambat cahaya dalam vakum
(medium luar) dengan kecepatan cahaya pada medium kedua. Indeks bias dibahas
dalam hukum Snellius atau hukum pembiasan. Dalam hukum Snellium dinyatakan
bahwa sinar datang, sinar bias dan garis normal berpotongan pada satu titik dan
terletak pada satu bidang datar. Sinat datang dari medium kurang rapat ke medium
lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal dan begitu juga sebaliknya.
Pada praktikum ini volume larutan air yang digunakan masing-masing adalah
200 ml air biasa dengan konsentrasi 10%, 20%, 30%, dan 40%. Untuk menghitung massa
gula yang dibutuhkan untuk membuat konsentrasi gula menjadi 10%,20%,30%, dan 40%
𝑚𝑜𝑙 𝑔𝑟𝑎𝑚 1000
bisa menggunakan rumus : 𝑀 = 𝑉 (𝐿)
= 𝑀𝑟 𝑔𝑙𝑢𝑘𝑜𝑠𝑎
× 𝑉 (𝑚𝑙)
, dan setelah perhitungan

didapatkan massa gula sebesar 18 gram, 36 graam, 54 gram, dan 72 gram. Jarak
kedudukan standar yang dilakukan dalam pengamatan diubah sebanyak tiga kali
dengan ukuran variatif yaitu 3 cm, 5 cm, dan 6 cm. pengamat melakukan percobaan
sesuai dengan petunjuk pada modul atau sesuai dengan cara kerja yang ditunjukkan,
sehingga menghasilkan data sebagai berikut:
Setelah dilakukan pengolahan dan perhitungan data, didapatkan tabel berkut ini.

Konsentrasi S (cm) IB±∆IB i ± ∆i


3 cm 1,23 ± 0,0496 24,27 ± 0,45
10% 5 cm 1,50 ± 0 71,93 ± 0,058
6cm 1,29 ± 0,0195 63,98 ± 0,96
3 cm 1,33 ± 0,0612 27,52 ± 1,28
20% 5 cm 1,56 ± 0,032 82,87 ± 1,22
6 cm 1,40 ± 0,0181 0(imajiner) ± 0,80
3 cm 1,94 ± 0,7036 53,56 ± 16,96
30% 5 cm 1,57 ± 0,0380 0(imajiner) ± 1,41
6 cm 1,48 ± 0,0182 0(imajiner) ± 0,83
3 cm 1,645 ± 0,0465 44,25 ± 1,14
40% 5cm 1,63 ± 0,0184 0(imajiner) ± 0,75
6 cm 1,50 ± 0,0216 0(imajiner) ± 1,02

Dari data di atas ditemukan bahwa ada perbedaan di antara indeks bias pada setiap
larutan yang menandakan bahwa ada pengaruh yang menyebabkan indeks biasnya
berbeda-beda, perlu diamati dan didapati bahwa faktor yang membuat indeks bias
berbeda-beda dari setiap larutan adalah konsentrasi larutan, kerapatan, kecepatan
cahaya serta pengamatan skala yang kurang akurat. Pada praktikum ini, faktor yang
diamati mempengaruhi besarnya indeks bias adalah konsentrasi sebuah larutan.
1
Berdasarkan literatur IB~ i dan IB ~ konsentrasi. 9 Dari hasil yang didapat saat

praktikum, menunjukkan ketidaksesuaian dengan literatur. Ada pula faktor yang


menyebabkan perbedaan literature, yang pertama adalah pengamatan yang dilakukan
oleh orang yang berbeda-beda, yang pembaca atau pengamat dari skala tersebut
memiliki mata normal, namun yang satunya tidak dengan mata normal (memakai
bantuan kacamata) kedua karena kesalahan pembacaan skala dan kurang teliti dalam
pembulatan angka saat perhitungan.

9
Darmawangsa. Penuntun Praktikum Analisa Instrumensi Dasar-Dasar Pengukuran. Grayana : Jakarta. 2004.
I. Pentanyaan Akhir
1. Bagaimana pendapat anda tentang hubungan antara indeks bias relatif dengan
indeks bias mutlak dalam percobaan ini?
Jawab: yang saya ketahui tentang hubungan tersebut adalah indeks bias relatif
adalah perbandingan indeks bias mutlak dua medium yang berbeda. Pada
percobaan ini medium yang digunakan adalah udara dan larutan gula dengan
berbagai konsentrasi berbeda.

2. Bagaimana pendapat anda pengukuran indeks bias dengan Refractometer Abbe?


Jawab: Pengukuran indeks bias dengan menggunakan refractometer abbe tentu
akan lebih mudah dibandingkan menggunakan refractometer sederhana, karena
besar indeks bias dan konsentrasi larutan akan langsung terlihat pada skala.
Selain itu kesalahan relatifnya akan jauh lebih kecil, karena refractometer abbe
memiliki ketelitian hingga 0,001-0,002, dapat mengukur indeks bias medium
antara 1,3-1,7 dan dapat mengukur indeks bias medium dengan presentase
padatan 0%-95%.
J. Kesimpulan dan Saran
▪ KESIMPULAN
1. Indeks bias suatu larutan dipengaruhi oleh beberapa hal seperti konsentrasi
larutan, kerapatan, kecepatan cahaya serta pengamatan skala yang kurang akurat.
Pada praktikum kali ini, mengamati pengaruh konsentrasi dengan indeks bias. Jika
konsentrasi semakin besar, maka indeks bias sebuah larutan akan semakin besar
pula. Hubungan indeks bias dengan sudut kritis adalah berbanding terbalik dengan
arti jika semakin besar nilai indeks bias, maka semakin kecil sudut kritisnya.
Semakin jauh jarak benda pada dinding belakang bejana maka semakin besar pula
indeks biasnya.

2. Pada percobaan ini terdapat sudut kritis yang mana sudut kritis disebut juga sudut
deviasi, yaitu sudut yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang mula-mula
dengan sinar yang meninggalkan bidang pembias atau pemantul.
3. Indeks Bias masing-masing larutan:

S (cm)
Konsentrasi
3 cm 5 cm 6 cm
10% 1,23 1,5 1,29
20% 1,33 1,56 1,4
30% 1,94 1,57 1,48
40% 1,645 1,63 1,5

4. Sudut Kritis masing-masing larutan :

S (cm)
Konsentrasi
3 cm 5 cm 6 cm
10% 24,27 71,93 63,98
20% 27,52 82,87 0(imajiner)
30% 53,56 0(imajiner) 0(imajiner)
40% 44,25 0(imajiner) 0(imajiner)

5. Prinsip kerja refraktometer didasarkan pada pengukuran sudut kritis.


6. Berkas cahaya yang merambat melewati batas antara dua medium dengan
kerapatan berbeda akan dipantulkan sebagian
7. Indeks bias larutan dapat ditentukan menggunakan refraktometer sederhana
SARAN
1. Tidak menggunakan pengamat yang berbeda.
2. Memahami prinsip kerja dari refractometer.
3. Lebih teliti dalam melakukan perhitungan.
4. Teliti dalam pembacaan skala.
5. Teliti dalam penimbangan gula untuk konsentrasi larutan
6. Memahami konsep indeks bias
Daftar Pustaka

Abdullah,Mikrajuddin, 2017, Fisika Dasar II, (Bandung : Institut Teknologi Bandung)

Elisa Juliana, 2015, Perbedaan Indeks Bias Minyak Goreng Curah dengan Minyak Goreng
Kemasan Bermerek Sunco, (Aceh : Program Studi Pendidikan Fisika, FKIP, Unsyiah)

Kunlestiowati,dkk,2016, Penentuan Sudut Deviasi Minimum Prisma Melalui Peristiwa


Pembiasan Cahaya Berbantuan Komputer hlm.2, (Bandung: Politeknik Negeri Bandung)

Muammar Zul afrizal, 2017, Pengujian Indeks Bias dalam Minyak Jahe Hasil Pengelatan dengan
Asam Sitrat Menggunakan WHY Abbe Refraktometer, (Semarang: Departemen Teknologi
Industri, Univeristas Diponegoro)

Suhandi dan Nanda Septia Wiranda, 2019, Kajian Indeks Bias terhadap Air Keruh Menggunakan
Plan Paralel, (Palembang : Prodi Pendidikan Fisika, FKIP, UIN Raden Fatah)

Tiffanya Rahma Novestiana dan Eko Hidayanto,2015, Penentuan Indeks Bias dari Konsentrasi
Sukrosa ( C12H22O12) Pada Beberapa Sari Buah Menggunakan Portable Brixmeter, (Semarang :
Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Diponegoro)

Tim Dosen Fisika Dasar,2014, Panduan Praktikum Fisika Dasar II, Jakarta, Jurusan Fisika-FMIPA
Universitas Negeri Jakarta

8 Yulian,dkk,2016, Pengaruh Variasi Temperatur Hidrocracking Terhadap Indeks Bias Produk


Hidrocracking Minyak Jarak Pagar Dengan Katalis Mo-ZAA hlm.40-41, Inderalaya, Departemen
Kimia FMIPA Univeristas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai