Anda di halaman 1dari 105

SKRIPSI

KARAKTERISTIK PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


YANG MENJALANI RESEKSI PROSTAT TRANS-URETRAL (TURP) DI
RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA
PERIODE JANUARI – DESEMBER 2017

PenelitianDeskriptif

SILVIANNY FELITA WIYASIH


20150410180

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2019
SKRIPSI

KARAKTERISTIK PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


YANG MENJALANI RESEKSI PROSTAT TRANS-URETRAL (TURP) DI
RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA
PERIODE JANUARI – DESEMBER 2017

Penelitian Deskriptif

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya

SILVIANNY FELITA WIYASIH


NIM 2015.04.1.0180

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2019
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Silvianny Felita Wiyasih
NIM : 20150410180

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Karakteristik Pasien


Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang Menjalani Reseksi Prostat
Trans-uretral (TURP) di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Periode Januari
– Desember 2017”
Adalah orisinil, bebas plagiat, semua sumber baik yang dikutip
maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiarism dalam skripsi saya,
maka saya bersedia dituntut dan diproses sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan dengan
sebenar-benarnya.

Surabaya, 12 Januari 2019


Yang menyatakan,

Silvianny Felita Wiyasih


20150410180

i
ii
SKRIPSI

KARAKTERISTIK PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


YANG MENJALANI RESEKSI PROSTAT TRANS-URETRAL (TURP) DI
RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA
PERIODE JANUARI – DESEMBER 2017

PenelitianDeskriptif

Oleh

SILVIANNY FELITA WIYASIH

NIM 2015.04.1.0180

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Sakti Hoetama, dr., Sp.U Henry Purbowo S, dr., Sp.BTKV,FIHA

NIK: 02473 NIK: 01688

iii
SKRIPSI

KARAKTERISTIK PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


YANG MENJALANI RESEKSI PROSTAT TRANS-URETRAL (TURP) DI
RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA
PERIODE JANUARI – DESEMBER 2017

Penelitian Deskriptif

Oleh

SILVIANNY FELITA WIYASIH

NIM 2015.04.1.0180

Mengesahkan:

Ketua Sidang,

Sakti Hoetama, dr., Sp.U

NIK: 02473

Penguji I, Penguji II,

Henry Purbowo S, dr., Sp.BTKV,FIHA Troef Soemarno, dr., MS., Sp.PA(K)

NIK: 01688 NIK: 01557

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat berjalan dengan
lancar. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran Universitas Hang
Tuah Surabaya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat selesai tanpa
bantuan dari pihak lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung,
oleh sebab itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah membimbing setiap langkah saya
sejak lahir hingga segala keputusan yang saya buat kini dan nanti.
2. Laksamana Muda TNI (Purn) Ir. Sudirman, S.IP., S.E., M.AP.,
selaku Rektor Universitas Hang Tuah Surabaya yang telah
memberikan kesempatan dan kemudahan kepada penulis untuk
mengikuti pendidikan di Universitas Hang Tuah Surabaya.
3. Sakti Hoetama, dr., Sp.U, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Umum Universitas Hang Tuah Surabaya yang telah memberikan
kemudahan dan membantu penulis selama mengikuti pendidikan di
Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah Surabaya.
4. Dian Ardiana, dr., Sp.KK, selaku Wakil Dekan I Fakultas
Kedokteran
Umum Universitas Hang Tuah Surabaya yang telah memberi
kesempatan dan membantu penulis dalam menyelesaikan
pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya.
5. Suwarno, dr., Sp.PD., FINASIM, selaku Wakil Dekan II Fakultas
Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah Surabaya yang telah
memberi kesempatan dan membantu penulis dalam menyelesaikan
pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya.

v
6. Prajogo Wibowo, dr., M.Kes, selaku Wakil Dekan III Fakultas
Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah Surabaya yang telah
memberi kesempatan dan kemudahan kepada penulis dalam
menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas
Hang Tuah Surabaya.
7. Ariyo Sakso Bintoro, dr., Sp.U dan Sakti Hoetama, dr., Sp.U selaku
dosen pembimbing I yang memberikan ide, saran, dan bimbingan
kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
8. Henry Purbowo Sintoro, dr., Sp.BTKV,FIHA, selaku dosen
pembimbing II yang memberikan masukan, arahan, dan bimbingan
kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
9. dr. Wienta Diarsvitri, M.Sc, Ph.D yang telah membantu dalam
proses analisis data hasil penelitian serta masukan lain yang
berharga.
10. Ibu Anita, M.kes, yang telah membantu untuk proses uji etik
11. Dr. Hj. Sri Hartiningsih, dr., M.Kes, sebagai dosen wali yang
membantu dalam memberikan saran dan motivasi belajar kepada
penulis dalam menempuh perkuliahan.
12. Para dosen Fakultas Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah
Surabaya yang telah berkenan memberi ilmu, pengalaman, dan
pelajaran yang berharga kepada penulis.
13. Para staf Fakultas Kedokteran Umum Universitas Hang Tuah
Surabaya yang telah membantu dan memberikan kemudahan
kepada penulis dalam menyelesaikan kegiatan perkuliahan.
14. Orang tua tercinta dan tersayang, Singgih Gunawan dan Sri Lestari,
yang telah mendidik dengan penuh kasih sayang, memotivasi untuk
selalu belajar, mendoakan kesuksesan dan keberhasilan, serta
selalu memberikan dukungan penuh baik secara moril maupun
materil dalam pendidikan kepada penulis.
15. Teman-teman seperjuangan di Fakultas Kedokteran Universitas
Hang Tuah Surabaya, Aileen Gabrielle, Adela Marina Angel, Elisa
Kresnasaputra, Monique Wongsodihardjo, Nabila Anisa

vi
Novembri,Nurrochmah Ihayani, Aji Wibowo, Bagah Restu Pambudi,
Edwin Timotius, Gianfranco Amos, Kenny Yulian, Paulus Erick
Djuanda, Richard Harris, Richard Edwin Nerchan, Juliyanti, dan
Alexander Wignyo Setiadi sebagai teman senasib dan
seperjuangan yang selalu memberikan motivasi dan dukungan
dalam segala hal.
16. Teman- teman tutor semester 7, Erika Putri, Clara, Desy Petronella,
Dwi Kurniawan, IGA Pradnya Gisca, Karin Windatama, Mochamad
Reza, Nurrochmah Ihayani, Stanislaus Rino, dan Thalia, Sebagai
teman yang menemani dan selalu memberi bantuan dalam
pengerjaan skripsi dan perkuliahan.
17. Teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah
Surabaya angkatan 2015, SAPHIR, ketua angkatan Sabriantoro
Pratama Dwiprawira dan wakil ketua angkatan I Made
KrisnaDwipayana yang selalu membantu, memberikan motivasi dan
semangat agar skripsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Semoga lulus bersama menjadi dokter.
18. Kepada semua pihak yang sudah berperan dalam penelitian ini dan
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Tuhan Yang
Maha Esa selalu memberikan berkat-Nya kepada semua pihak yang telah
ikut berkontribusi dalam penelitian ini.

Surabaya, 12 Januari 2019

Penulis

Silvianny Felita Wiyasih

vii
DAFTAR SINGKATAN

AUA : American Urological Association

BMI : Body Mass Index

BNI : Bladder Neck Incision

BOO : Bladder Outlet Obstruction

BPH : Benign Prostatic Hyperplasia

B-TURP : Bipolar Transurethral Resection of the Prostate

BTX : Botulinum Toxin

BTX-A : Botulinum Toxin-A

CKD : Chronic Kidney Disease

DHT : Dehidrotestosterone

DRE : Digital Rectal Examination

HE : Hematoxyline Eosin

HIFU : High Intensity Focused Ultrasound

HoLAP : Holmium Laser Ablation of the Prostate

HoLEP : Holmium Laser Enucleation of the Prostate

HoLRP : Holmium Laser Resection of the Prostate

IGF : Insuline-like Growth Factor

IMT : Indeks Massa Tubuh

IPP : Intra Prostatic Protrusion

viii
IPSS : International Prostate Symptom Score

ISK : Infeksi Saluran Kemih

IVP : Intravenous Pyelogram

ix
KCHS : Korean Community Health Survey

KTP : Kalium Titanyl Phosphate

LUTS : Lower Urinary Tract Symptoms

M-TURP : Monopolar Transurethral Resection of the Prostate

PSA : Prostate Specific Antigen

PSAD : Prostate Specific Antigen Density

QoL : Quality of Life

RALP : Robotic-assisted Laparoscopy Radical


Prostatectomy

ThuVARP : Transurethral Vaporesection of the Prostate

TUIP : Transurethral Incision of the Prostate

TUMT : Transurethral Microwave Thermotherapy

TUNA : Transurethral Needle Ablation

TURP : Transurethral Resection of the Prostate

USG : Ultrasonography

WHO : World Health Organization

WHR : Waist to Hip Ratio

x
DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME i

LEMBAR PERSETUJUAN iii

LEMBAR PENGESAHAN iv

KATA PENGANTAR v

DAFTAR SINGKATAN viii

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xviii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xx

ABSTRAK xxi

ABSTRACT xxii

BAB 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................ 2
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................... 3
1.3.1................................................................................................... Tujuan umum
............................................................................................................ 3

1.3.2................................................................................................. Tujuan khusus


............................................................................................................ 3

1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................ 4


1.4.1 .............................................................................................. Bagi Universitas
............................................................................................................ 4

xi
1.4.2 ..................................................................................................... Bagi Peneliti
............................................................................................................ 4

1.4.3 ............................................................................................. Bagi Masyarakat


............................................................................................................ 4

1.4.4 ............................................................................................ Bagi Peneliti Lain


............................................................................................................ 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5

2.1 Anatomi Prostat ............................................................................ 5


2.1.1 ............................................................................................ Deskripsi Prostat
............................................................................................................ 5

2.1.2 ...................................... Vaskularisasi, Aliran Limfatik, dan Persarafan


............................................................................................................ 6

2.2 Histologi Kelenjar Prostat.............................................................. 8


2.3 Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) ........................................... 11
2.3.1 ..................................................................................................... Definisi BPH
.......................................................................................................... 11

2.3.2 ............................................................................................................... Etiologi


.......................................................................................................... 12

2.3.3 .................................................................................................. Faktor Resiko


.......................................................................................................... 13

2.3.4 ...................................................................................................... Patofisiologi


.......................................................................................................... 17

2.3.5 ............................................................................................ Manifestasi Klinis


.......................................................................................................... 17

2.3.6 ............................................................................................... Gradasi Prostat


.......................................................................................................... 19

2.3.7 ................................................................................................ Diagnosis BPH


.......................................................................................................... 19

xii
2.3.8 ............................................................................................ Manajemen BPH
.......................................................................................................... 25

2.4 Reseksi Prostat Trans-urethral (TURP) ...................................... 35


2.4.1 ......................................................................... Indikasi dan Kontraindikasi
.......................................................................................................... 35

2.4.2 .................................................................................................... Pelaksanaan


.......................................................................................................... 36

2.4.3 .............................................................................................. Hasil dari TURP


.......................................................................................................... 37

2.4.4 ........................................................................................................ Komplikasi


.......................................................................................................... 37

BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL 39

3.1 Kerangka Konseptual.................................................................. 39


3.2 Keterangan Kerangka Konseptual .............................................. 40
BAB 4 METODE PENELITIAN 41

4.1 Rancangan Penelitian ................................................................. 41


4.2.1 ........................................................................................... Desain Penelitian
.......................................................................................................... 41

4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan


Sampel ................................................................................................. 41
4.2.1 .......................................................................................... Populasi penelitian
.......................................................................................................... 41

4.2.2 ........................................................................................... Sampel penelitian


.......................................................................................................... 41

4.2.3 .................................................................................................. Besar Sampel


.......................................................................................................... 42

4.2.4 ...................................................................... Teknik Pengambilan Sampel


.......................................................................................................... 42

4.3 Variabel Penelitian ...................................................................... 42

xiii
4.3.1 ........................................................................................................ Pengertian
.......................................................................................................... 42

4.3.2 ....................................................................................... Definisi operasional


.......................................................................................................... 43

4.4 Alat dan Bahan Penelitian........................................................... 46


4.5 Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... 46
4.6 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data ........................ 46
4.7 Cara Analisis Data ...................................................................... 46
4.8 Alur Penelitian............................................................................. 47
BAB 5 HASIL PENELITIAN 48

5.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 48


5.1.1 ... Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan Usia
.......................................................................................................... 49

5.1.2 ............. Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Pekerjaan .......................................................................................... 50

5.1.3Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan Indeks


Massa Tubuh (IMT) ........................................................................... 51

5.1.4 ............. Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Diabetes .............................................................................. 52

5.1.5 ............. Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Hipertensi ............................................................................ 53

5.1.6 ............. Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Penyakit Jantung ................................................................. 54

5.1.7 ............. Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Gradasi Prostat ................................................................................. 55

5.1.8 ............................................. Distribusi Pasien BPH dengan Komplikasi


.......................................................................................................... 56

5.1.9 ............. Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Indikasi Absolut Bedah ...................................................................... 57

xiv
5.1.10 .......... Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan
Keluhan Pasca Operasi ..................................................................... 59

5.1.11 .......... Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Lama Rawat Inap .............................................................................. 61

BAB 6 PEMBAHASAN 62

6.1 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan Usia


.......................................................................................................... 62

6.2 .......... Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Pekerjaan .......................................................................................... 63

6.3 .......... Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Indeks Massa Tubuh (IMT)................................................................ 64

6.4 .......... Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Diabetes .............................................................................. 64

6.5 .......... Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Hipertensi ............................................................................ 65

6.6 .......... Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Penyakit Jantung ................................................................. 65

6.7 .......... Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Gradasi Prostat ................................................................................. 66

6.8 .......... Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Komplikasi Penyakit BPH .................................................................. 67

6.9 .......... Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Indikasi Absolut Bedah ...................................................................... 68

6.10 ........ Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Keluhan Pasca Operasi ..................................................................... 68

6.11 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Lama Rawat Inap .............................................................................. 69

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN 70

xv
7.1 ......................................................................................................... Kesimpulan
.......................................................................................................... 70

7.2 .....................................................................................................................Saran
.......................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA 72

LAMPIRAN 77

xvi
xvii
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi pasien BPH yang menjalani TURP berdasarkan usia
................................................................................................. 49
Tabel 5.2 Distribusi pasien BPH yang menjalani TURP berdasarkan
pekerjaan ................................................................................. 50
Tabel 5.3 Distribusi pasien BPH berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)
................................................................................................. 51
Tabel 5.4 Distribusi pasien BPH berdasarkan riwayat diabetes ............... 52
Tabel 5.5 Distribusi pasien BPH berdasarkan riwayat hipertensi ............. 53
Tabel 5.6 Distribusi pasien BPH berdasarkan riwayat penyakit jantung .. 54
Tabel 5.7 Distribusi pasien BPH berdasarkan derajat penyakit ............... 55
Tabel 5.8 Distribusi pasien BPH dengan komplikasi ................................ 56
Tabel 5.9 Distribusi pasien BPH berdasarkan indikasi absolut bedah ..... 57
Tabel 5.10 Distribusi pasien BPH berdasarkan keluhan pasca operasi ... 60
Tabel 5.11 Distribusi pasien BPH berdasarkan lama rawat inap ............. 61

xviii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Topografi Prostat.................................................................... 7


Gambar 2.2 Anatomi Prostat…………………………………………………...8
Gambar 2.3 Histologi Prostat ................................................................... 10
Gambar 2.4 Histologi Susunan Prostat .................................................... 11
Gambar 2.5Skor IPSS dan kualitas hidup ................................................ 21
Gambar 2.6 Pengelolaan pasien BPH ..................................................... 25
Gambar 2.7 Algoritma tata laksana pilihan terapi medikamentosa/
konservatif ........................................................................... 26
Gambar 2.8 Algoritma tata laksana pilihan terapi intervensi .................... 31
Gambar 2.9 Resectoscope ...................................................................... 37
Gambar 5.1 Diagram usia pasien BPH yang menjalani TURP ................ 50
Gambar 5.2 Diagram pekerjaan pasien BPH yang menjalani TURP ....... 51
Gambar 5.3 Diagram pekerjaan pasien BPH yang menjalani TURP ....... 52
Gambar 5.4 Diagram riwayat diabetes pasien BPH yang menjalani TURP
............................................................................................. 53
Gambar 5.5 Diagram riwayat hipertensi pasien BPH yang menjalani TURP
............................................................................................. 54
Gambar 5.6 Diagram riwayat penyakit jantung pasien BPH yang menjalani
TURP ................................................................................... 55

xix
Gambar 5.7 Diagram derajat penyakit pasien BPH ................................. 56
Gambar 5.8 Diagram pasien BPH dengan komplikasi ............................. 57
Gambar 5.9 Diagram indikasi absolut bedah pasien BPH yang menjalani
TURP ................................................................................... 59
Gambar 5.10 Diagram keluhan pasca operasi pasien BPH yang menjalani
TURP ................................................................................... 60
Gambar 5.11 Diagram lama rawat inap pasien BPH yang menjalani TURP
........................................................................................... 62

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan ............................................................. 78


Lampiran 2 Nota Dinas Penelitian............................................................ 79
Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian ................................................. 80

xx
ABSTRAK

KARAKTERISTIK PASIEN BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


YANG MENJALANI RESEKSI PROSTAT TRANS-URETRAL (TURP) DI
RUMKITAL DR. RAMELAN SURABAYA PERIODE JANUARI –
DESEMBER 2017

xxi
Silvianny Felita Wiyasih

Latar Belakang:Hiperplasia prostat benigna(BPH) adalah hiperplasidari


komponen kelenjar dan stroma prostat yang menyebabkan penyumbatan
uretra pars prostatika dan gejala urinaria. BPH adalah penyakit yang tidak
hanya berkembang seiring bertambahnya usia saja, namun bersifat
multifaktorial. Terapi BPH yang menjadi gold standard selama beberapa
dekade terakhir ini adalah Reseksi Prostat Trans-uretral (TURP).

Tujuan: Mengetahui gambaran karakteristik pasien Benign Prostatic


Hyperplasia (BPH) yang menjalani Reseksi Prostat Trans-uretral (TURP)
di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya pada periode Januari-Desember 2017.

Metode: Penelitian deskriptif dilakukan di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya


menggunakan data rekam medis pasien BPH yang menjalani reseksi
prostat trans-uretral dari bulan Januari sampai Desember 2017. Dengan
menggunakan teknik total purposive sampling, didapatkan 68 sampel
yang memenuhi kriteria inklusi. Pengolahan data dalam grafik dan tabel
menggunakan Microsoft Word dan Excel 2013.

Hasil: Usia terbanyak pada rentang 61 - 70 tahun sebanyak 31 pasien


(45%), 43 pasien (63,2%) adalah pensiunan, BMI (Body Mass Index)
terbanyak adalah kategori normal yaitu 43 pasien (63,2%), 46 pasien
(67,6%) tidak mempunyai riwayat diabetes, 37 pasien (54,4%) mempunyai
riwayat hipertensi, dan 51 pasien (75%) tidak mempunyai riwayat penyakit
jantung. Gradasi prostat terbanyak adalah grade II yang berjumlah 42
orang (61,8%), 68 orang (100%) mempunyai komplikasi retensi urin
berulang dari penyakit BPH yang dideritanya. Retensi urin akut adalah
indikasi absolut bedah terbanyak dengan jumlah 47 orang
(69,1%),keluhan pasca operasi terbanyak adalah nyeri dan hematuria
sebanyak 64 orang (94%), dan lama rawat inap pasien terbanyak adalah 4
hari sebanyak 28 orang (41,2%).

Kesimpulan: Pasien BPH yang menjalani TURP di Rumkital Dr. Ramelan


Surabaya sebagian besar berusia 61 – 70 tahun, pensiunan, memiliki
indeks massa tubuh normal, tidak mempunyai riwayat diabetes,
mempunyai riwayat hipertensi, dantidak mempunyai riwayat penyakit
jantung. Pembesaran prostat grade II danmempunyai komplikasi retensi
urin berulang. Keluhan retensi urin akutmerupakanindikasi absolut bedah,
memiliki keluhan nyeri dan hematuriapasca operasi, dan lama rawat inap
terbanyak adalah 4 hari.
Kata kunci: Karakteristik, BPH, TURP

ABSTRACT

CHARACTERISTICS OF BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH)


PATIENTS WHO UNDERGONE TRANS-URETHRAL RESECTION OF

xxii
THE PROSTATE (TURP) AT DR. RAMELAN NAVAL HOSPITAL
SURABAYA, JANUARY – DECEMBER 2017
Silvianny Felita Wiyasih

Background: Benign prostatic hyperplasia (BPH) is an enlargement of the


prostate gland which causes blockage of the prostatic urethra and cause
urinary symptoms. BPH is a disease that not only develops with increasing
age, but also multifactorial. BPH therapy which has become the gold
standard for the past few decades is Trans-urethral Resection of the
Prostate (TURP).
Objective: To determine the characteristics of Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) patients who undergone Transurethral Resection of the
Prostate (TURP) at Dr. Ramelan Naval Hospital, Surabaya from January
to December 2017.
Method: Descriptive research was conducted at Dr. Ramelan Naval
Hospital, Surabaya using medical record of BPH patients who undergone
trans-uretral resection of prostate from January to December 2017. The
total purposive sampling technique produced 68 samples that met the
inclusion criterias. Processing data in charts and tables was done using
Microsoft Word and Excel 2013.
Result: Most age was in the range of 61-70 years (45%), 43 patients
(63.2%) were retirees, the most BMI (Body Mass Index) were in normal
categories(63.2%), 46 patients ( 67.6%) did not have a history of diabetes,
37 patients (54.4%) had a history of hypertension, 51 patients (75%) did
not have a history of heart disease, most prostate gradations were at
grade II(61.8%), 68 patients (100%) had reccurent urine retention as the
complication of BPH, acute urinary retention was the most absolute
indication (69.1%), the most postoperative complaints were pain and
haematuria (94%), and the longest patient hospitalization was 4 days
(41.2%).
Conclusion:Most BPH patients who undergone TURP at Dr. Ramelan
Naval Hospital, Surabaya were 61 - 70 years old and retired, having
normal body mass index, having no history of diabetes, having a history of
hypertension, having no history of heart disease, grade II prostate
enlargement and reccurent urine retention as the complication, having
acute urine retention as the absolute surgical indication, having complains
of pain and hematuria after the surgery, and the longest hospitalization
was 4 days.
Keywords: Characteristics, Benign Prostatic Hyperplasia (BPH), TURP

xxiii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Hiperplasia prostat benigna atau Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH) adalah hiperplasidari komponen kelenjar dan stroma prostat
yang mengakibatkan penyumbatan uretra pars prostatika (Muttaqin
and Kumala, 2011). Penyumbatan uretra ini dapat menyebabkan
berbagai gejala urinaria (Nursalam and Fransisca, 2009).

Insidensi terjadinya BPH di negara maju sebanyak 19%,


sedangkan di negara berkembang sebanyak 5.35% kasus (Filzha,
2016). Beberapa penelitian yang dilakukan pada pasien BPH di
berbagai negara menunjukkan tidak terlalu banyak perbedaan dari
segi usia dan ukuran prostat. Penelitian yang dilakukan di Indonesia
menunjukkan usia rata-rata pasien BPH adalah 66 tahun dan ukuran
prostat rata-rata adalah 43,93 cc (Putra et al., 2016). Pasien BPH di
India memiliki usia rata-rata 64 tahun dan ukuran prostat rata-rata 43
cc, sedangkan di Eropa usia rata-rata pasien BPH 64 tahun dan
ukuran prostat rata-rata 43,7 cc (Deori, Das and Rahman, 2017).

BPH terjadi sekitar 70% pada pria di atas usia 60 tahun.


Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80
tahun (Mochtar et al., 2015). Sebuah penelitian yang dilakukan
Parsons menunjukkan, pria dengan peningkatan gula darah puasa
memiliki resiko 3 kali lipat dan pria dengan diabetes memiliki resiko 2
kali lipat untuk menderita BPH dibandingkan dengan pria dengan
gula darah normal (Parsons, 2007). Penelitian lain yang dilakukan di
Korea mendapatkan hasil bahwa obesitas abdominal dan komposisi
lemak visceral berkaitan dengan volume prostat yang membesar
pada pasien BPH (Jung et al., 2016). Berdasarkan penelitian-
penelitian diatas, dapat diketahui bahwa BPH adalah penyakit yang

1
tidak hanya ditentukan oleh usia saja, tetapi bersifat multifaktorial (Xu
et al., 2016).

Terapi BPH yang menjadi gold standard selama beberapa


dekade terakhir ini adalah Reseksi Prostat Trans-uretral (TURP).
Pembedahan ini banyak dilakukan di Indonesia sebagai penanganan
utama masalah BPH. Selain itu, TURP masih dianggap sebagai
patokan untuk terapi bedah oleh American Urological Association
dan pilihan terapi untuk prostat ukuran 30-80 ml oleh European
Urological Association(Smeltzer and Bare, 2004; El-Hakim, 2010).

TURP dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut


resectoscope, yaitu tabung logam tipis yang mengandung lampu,
kamera, dan kawat. Alat ini dilewatkan sepanjang uretra sampai
mencapai prostat, tanpa ada luka (sayatan) yang harus dilakukan
pada kulit. Kawat dialiri arus listrik dan digunakan untuk memotong
bagian prostat. Kateter kemudian dimasukkan ke dalam uretra untuk
mengalirkan cairan ke dalam kandung kemih yang membantu
membersihkan potongan-potongan prostat (NHS, 2015).

Oleh karena banyaknya faktor-faktor yang mempengaruhi


BPH dan reseksi prostat trans-uretral yang menjadi pilihan utama
terapi, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
karakteristik pasien BPH yang menjalani Transurethral Resection of
the Prostate (TURP) di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode
Januari-Desember 2017.

1.2 RumusanMasalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka
rumusan masalah yang dapat diuraikan yaitu:

1. Bagaimana distribusi pasien BPH yang menjalani TURP


berdasarkan usia?

2
2. Bagaimana distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan pekerjaan?
3. Bagaimana distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan indeks massa tubuh?
4. Bagaimana distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan riwayat diabetes?
5. Bagaimana distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan riwayat hipertensi?
6. Bagaimana distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan riwayat penyakit jantung?
7. Bagaimana distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan gradasi prostat?
8. Bagaimana distribusi pasien BPH dengan komplikasi?
9. Bagaimana distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan indikasi absolut bedah?
10. Bagaimana distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan keluhan pasca operasi?
11. Bagaimana distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan lama rawat inap?

1.3 TujuanPenelitian
1.3.1. Tujuanumum
Mengetahui karakteristik pasien Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) yang menjalani Transurethral Resection of the
Prostate (TURP) di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya pada periode
Januari-Desember 2017.

1.3.2. Tujuankhusus
1. Untuk mengetahui distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan usia.
2. Untuk mengetahui distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan pekerjaan.

3
3. Untuk mengetahui distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan indeks massa tubuh.
4. Untuk mengetahui distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan riwayat diabetes.
5. Untuk mengetahui distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan riwayat hipertensi.
6. Untuk mengetahui distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan riwayat penyakit jantung.
7. Untuk mengetahui distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan gradasi prostat.
8. Untuk mengetahui distribusi pasien BPH dengan komplikasi.
9. Untuk mengetahui distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan indikasi absolut bedah.
10. Untuk mengetahui distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan keluhan pasca operasi.
11. Untuk mengetahui distribusi pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan lama rawat inap.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Universitas
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber
pengetahuan dan pembelajaran untuk mahasiswa Universitas Hang
Tuah Surabaya.

1.4.2 Bagi Peneliti


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan teori
untuk penelitian selanjutnya.

1.4.3 Bagi Masyarakat


Sebagai tambahan informasi berbagai faktor–faktor yang
mempengaruhi terjadinya BPH, sehingga dapat dilakukan upaya
pencegahan terjadinya BPH.

4
1.4.4 Bagi Peneliti Lain
Diharapkan penelitian ini dapat berguna sebagai sumber
informasi dan dapat disempurnakan lagi di penelitian selanjutnya.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Prostat

2.1.1 Deskripsi Prostat

Prostat berbentuk seperti buah kenari dengan jarak dasar ke


puncak 3 cm, lebar 4 cm, tebal 2,5 cm dengan berat 20 gram.
Letaknya adalah subperitoneal, di bawah buli-buli, dan mengelilingi
uretra pars prostatika. (Purnomo, 2011). Organ ini tersusun
sebagian besar oleh stuktur kelenjar dan sebagian kecil oleh
struktur fibromuskular. Kapsula fibrosa yang padat membungkus
prostat secara langsung serta mengandung pleksus-pleksus saraf
dan vena. Di luar dari kapsula fibrosa, prostat dikelilingi oleh lapisan
yang disebut dengan prostatic sheath (Moore, Agur and Dalley,
2011).

Topografi prostat adalah sebagai berikut:

• Dasar prostat (aspek superior) berhubungan dengan leher dari


kandung kemih
• Puncak prostat (aspek inferior) berhubungan dengan fasia pada
aspeksuperior dari sfingter uretra dan M. perinei profundus
• Permukaan anterior terpisah dari simfisis pubis oleh lemak
retroperitoneal di dalam spatium retropubicum
• Permukaan posterior berhubungan dengan ampula recti
• Permukaan inferolateral berhubungan dengan M. levator
ani(Moore, Agur and Dalley, 2011).
Lobusprostat dijelaskan sebagai berikut:

5
• Isthmus dari prostat berada di anterior dari uretra dan sebagian
besar terdiri dari komponen otot
• Lobus kanan dan kiri (zona perifer) dibagi menjadi empat, yaitu:
- Lobus inferoposterior (superfisial) berada di posterior dari
uretra dan inferior dari duktus ejakulatorius, yang bisa
dijangkau pada saat pemeriksaan colok dubur atau digital
rectal examination(DRE)
- Lobus inferolateral (superfisial) berada di lateral dari uretra
dan merupakan bagian utama dari prostat
- Lobus superomedialmengelilingi duktus ejakulatorius,
profundus dari lobus inferoposterior
- Lobus anteromedial berada di profundus dari lobus
inferolateral dan di lateral dari uretra pars prostatika yang
proksimal (Moore, Agur and Dalley, 2011).
2.1.2 Vaskularisasi, Aliran Limfatik, dan Persarafan

Arteri-arteri untuk prostat berasal dari arteri vesicalis inferior,


arteri rectalis media, dan cabang dari arteri iliaca interna. Vena-
vena akan bergabung membentuk plexus venosus prostaticus yang
berhubungan dengan plexus venosus vesicalis dan plexus venosus
vertebralis. Pembuluh limfe terutama berakhir di lnn. Iliaca interna
dan lnn. Sacralis. Sabut parasimpatis dari nervi splanchnici (S2-S4)
dan sabut simpatis dari plexus hypogastricus inferior yang akan
mensarafi prostat (Moore, Agur and Dalley, 2011).

6
Gambar 2.1Topografi Prostat (dikutip dari
https://www.webmd.com/urinary-incontinence-oab/picture-of-the-
prostate#1)

7
Gambar 2.2 Anatomi Prostat (dikutip dari Netter)

2.2 Histologi Kelenjar Prostat

Prostat terdiri dari kelenjar tubulo-acinar yang bercabang-


cabang dan stroma fibromuskular. Kapsul dari prostat hanya
menutupi bagian posterior dan lateral, sedangkan anterior dan
permukaan apikal dilapisi oleh stroma fibromuskular
anterior(Young, O’Dowd and Woodford, 2014).

8
Zona-zona dari prostat antara lain:

• Zona transisional mengelilingi bagian proksimal dari uretra pars


prostatika dan mengandung 5% dari total jaringan kelenjar
• Zona sentral (25%) mengelilingi duktus ejakulatorius
• Zona perifer mengandung 70% dari total jaringan kelenjar
• Stroma fibromuskular anterior tidak mengandung jaringan kelenjar
dan berada di anterior dari prostat
Zona-zona ini penting secara klinis, karena merupakan suatu asal
terjadinya suatu proses penyakit. Karsinoma prostat banyak berasal dari
zona perifer, sedangkan nodular hyperplasia banyak berasal dari zona
transisional (Young, O’Dowd and Woodford, 2014).

Jika kelenjar prostat dibuat dalam sediaan HE dan dilihat dalam


lapangan pandang kecil, akan terlihat kelenjar-kelenjar yang dipisahkan
oleh stroma. Kelenjar ini berfungsi untuk menghasilkan cairan yang
menyusun 30-50% dari cairan seminal. Bila terjadi akumulasi dari cairan
yang kental ini, akan terbentuk corpora amylacea, yang meningkat seiring
usia dan dapat terkalsifikasi. Orang-orang berusia lebih dari 50 tahun
sering mengalami pembesaran dari kelenjar prostat, dimana kelenjar di
sekitar uretra (zona transisional) dan stromanya akan meningkat lalu
mendesak uretra sehingga mengganggu pengeluaran urin (Young,
O’Dowd and Woodford, 2014).

Epitel silindris dari kelenjar dengan inti prominen dan juga epitel
basal yang pipih dapat dilihat dalam lapangan pandang besar. Sel basal
ini akan menjadi prominen pada nodular hyperplasia(Young, O’Dowd and
Woodford, 2014).

9
Gambar 2.3Histologi Prostat; uretra berada di sentral dikelilingi oleh
stroma fibrous dan septa fibrous membagi kelenjar menjadi
beberapa lobus (dikutip dari Wheater’s)

10
Gambar 2.4Histologi Susunan Prostat; kelenjar prostat terdiri dari
kelenjar dan stroma. Stroma ini adalah campuran dari jaringan
fibrokolagen dan sabut otot polos (dikutip dari Wheater’s)

2.3 Benign Prostatic Hyperplasia(BPH)

2.3.1 Definisi BPH

BPH adalah hiperplasi dari stroma dan epitel dari kelenjar


prostat yang dapat menyebabkan gejala-gejala gangguan
pembuangan urin (Brunicardi et al., 2005). Gejala dari BPH adalah
frekuensi, urgensi, kesulitan untuk mengawali (hesitancy), pancaran
lemah, dan nokturia. Di samping gejala obstruktif, terkadang pasien
juga mengeluh hematuria, infeksi karena berkemih yang tidak
tuntas, batu saluran kemih, dan retensi urin akut (Brunicardi et al.,
2010).

Prostat akan mengalami 2 kali fase pertumbuhan seiring


pertambahan usia pada pria. Fase pertama adalah ketika awal
pubertas, yang kedua adalah pada saat usia 25 tahun dan terus

11
berlanjut seumur hidup pada sebagian besar pria. BPH sering
terjadi pada fase pertumbuhan kedua. Dalam fase pertumbuhan
dari prostat ini, akan terjadi pembesaran prostat yang akan
menjepit uretra dan memunculkan gejala-gejala terkait BPH (NIH,
2014).

2.3.2 Etiologi

Etiologi dari prostat belum diketahui secara pasti (Purnomo,


2011). Ada beberapa teori terkait yang diduga terkait dengan BPH,
bisa disebabkan oleh salah satu faktor ataupun kombinasi dari
beberapa faktor di bawah ini (Roehrborn and McConnell, 2007).

1. Teori dihidrotestosteron
Androgen yang paling penting pada pertumbuhan prostat
adalah dihidrotestosteron (DHT). DHT bisa terbentuk dari
testosteron dengan bantuan enzim 5α-reductase. Aktivitas
enzim ini akan meningkat pada pasien BPH, sama halnya
dengan jumlah reseptor androgen. DHT dan testosteron akan
berikatan dengan reseptor androgen. Selanjutnya, kompleks
DHT-reseptorandrogen akan bekerja pada inti sel untuk
menstimulasi sintesa protein (Purnomo, 2011).
2. Peran dari Estrogen
Estrogen meningkatkan sensitivitas sel prostat terhadap
androgen. Responnya bergantung dari reseptor estrogen yang
dimiliki baik sel stroma maupun sel epitel. Menurut beberapa
studi, peningkatan estrogen terkait dengan peningkatan dari
beberapa faktor pertumbuhan. Kadar estrogen akan meningkat
pada usia tua (Roehrborn and McConnell, 2007).
3. Interaksi stroma dan epitel
Salah satu protein dari stroma, misalnya matriks
ekstraselular, meregulasi diferensiasi dari sel epitel. Tetapi bila
terjadi kerusakan pada komponen ini, regulasi sel epitel yang
normalnya berupa penghambatan terhadap proliferasi sel akan

12
terganggu. CRY61 adalah salah satu protein matriks
ekstraselular yang meningkatkan proliferasi sel epitel maupun
sel stroma (Roehrborn and McConnell, 2007).
4. Faktor pertumbuhan
Selain hormonsteroid, faktor pertumbuhan juga dapat
mempengaruhi proliferasi sel dan kematian sel. Efeknya bisa
berupa stimulasi atau inhibisi. TGF-β adalah slah satu contoh
faktor pertumbuhan yang menginhibisi proliferasi sel epitel
(Roehrborn and McConnell, 2007).
5. Kematian sel prostat
Pada prostat yang normal, terjadi keseimbangan antara
pertumbuhan dan kematian. Tetapi bila kematian sel berkurang,
maka secara tidak langsung akan meningkatkan jumlah sel
prostat. Androgendiduga dapat menurunkan
apoptosis(Purnomo, 2011).
6. Teori sel stem
Sel yang mengalami apoptosis akan digantikan oleh sel-sel
baru. Aktivitas sel stem yang tidak sesuai pada waktunya bisa
mengakibatkan proliferasi sel stroma dan sel epitel yang
berlebihan (Purnomo, 2011).

2.3.3 Faktor Resiko

Faktor resiko dari BPH dibagi menjadi faktor resiko yang bisa
dihindari dan tidak bisa dihindari.
1. Faktor resiko yang tidak bisa dihindari yaitu:
a. Usia
Semakin bertambahnya usia, dengan meningkatnya jumlah
jaringan adiposa, maka jumlah testosteronsemakin menurun
danjumlah estrogensemakin meningkat. Jumlah estrogen yang
meningkat mengakibatkan terjadinya hiperplasia stroma
(Purnomo, 2011). Usia sebagai salah satu faktor resiko BPH
dapat terlihat pada penelitian yang dilakukan oleh

13
Mahendrakrisna (2016), kelompok usia terbanyak pasien BPH
adalah pada kelompok usia 61-70 tahun (43,8%) dengan usia
rata-rata 65,75 dimana usia termuda adalah 46 tahun dan usia
tertua adalah 89 tahun (Mahendrakrisna, Maulana and Erwin,
2016).
b. Ras
Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar
untuk terjadi BPH dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki
insidensi BPH paling rendah. (Roehborn and McConnell, 2002).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Fowler
(1999) dan Kaplan (1998), ukuran prostat total pada orang
berkulit hitam cenderung lebih membesar daripada orang
berkulit putih. Penelitian lain menunjukkan tidak ada perbedaan
pada orang berkulit hitam dan putih. Data yang lain
menunjukkan bahwa ada penurunan resiko BPH pada orang
Asia dibandingkan orang berkulit putih (Lim, 2017).
c. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan
risiko terjadinya kondisi yang sama pada anggota keluarga yang
lain. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka
risiko meningkat 2 kali bagi yang lain. (Roehborn and
McConnell, 2002).
2. Faktor resiko yang dapat dihindari yaitu:
a. Berat Badan
Jaringan adiposa adalah sumber aromatisasi yang
menghasilkan estrogen. Semakin banyak jaringan adiposa,
maka kadar estrogen juga akan meningkat. Menurut penelitian
yang dilakukan Parsons, orang yang tergolong obesitas (BMI
≥35 kg/m2) memiliki resiko 3,5 kali lipat untuk mengalami
pembesaran prostat dibandingkan orang yang bukan tergolong
obesitas (BMI <25 kg/m2) (Parsons, 2007).
b. Rokok

14
Nikotin yang dikandung rokok dapat meningkatkan kadar
testosteron dan estrogen sehingga dapat berefek positif
terhadap pembesaran prostat. Selain itu rokok juga terkait
dengan peningkatan resiko sindroma metabolik (Roehrborn and
McConnell, 2007). Penelitian sebelumnya telah membuktikan
bahwa pH serum yang disebabkan karena rokok dapat berperan
penting dalam penurunan kadar zink, mempengaruhi kadar
testosteron dan DHT pada prostat. Tetapi, penelitian lain
menunjukkan tidak ada korelasi antara ukuran prostat dengan
kebiasaan merokok ataupun riwayat merokok. (Xu et al., 2016).
c. Kurangnya Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik seperti berolahraga dapat menurunkan kadar
dihidrotestosteron sehingga memperkecil resiko gangguan
prostat. Selain itu, olahraga dapat membantu mengontrol berat
badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil dan
menurunkan kadar lemak dalam darah (Yatim, 2004).
d. Diabetes
Beberapa hipotesa terkait dengan diabetes sebagai salah
satu faktor resiko BPH adalah:
• Meningkatnya insulin secara sekunder pada diabetes dapat
meningkatkan aktivitas simpatis dan meningkatkan tonus
dari otot polos prostat
• Gula darah yang tinggi dapat meningkatkan kalsium dalam
sitosol yang bebas, lalu mengaktifkan sistem saraf simpatis
• Insulin memiliki struktur yang mirip dengan IGF dan bisa
berikatan dengan reseptor IGF. Insulin yang meningkat
dapat menurunkan protein pengikat IGF-1 sehingga kadar
IGF akan meningkat. IGF merupakan faktor pertumbuhan
yang meningkatkan resiko BPH
• Insulin dapat meningkatkan hormon seks secara langsung
atau tidak langsung. Hormon seks yang meningkat terkait
dengan resiko BPH

15
• Insensitivitas glukosa terkait dengan inflamasi sistemik.
Mediator inflamasi seperti sitokin dapat meningkatkan
proliferasi dan penurunan apoptosis dari sel-sel kelenjar
prostat (Sarma et al., 2009).
• Aliran abnormal karena microangiopathy dapat berkontribusi
terhadap pertumbuhan prostat terkait dengan hipoksia
melalui sekresi dari faktor pertumbuhan
e. Hipertensi
Salah satu hipotesa mengatakan hipertensi dapat
menyebabkan kerusakan vaskuler dan meningkatkan resistansi
aliran sehingga menyebabkan pertumbuhan dari prostat. (Chen,
Tsai and Tong, 2012). Penelitian yang dilakukan Hwang, dkk
menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik dan diastolik sama-
sama berhubungan dengan volume prostat secara signifikan.
(Hwang et al., 2015).
f. Penyakit Kardiovaskular
Pada suatu studi retrospektif yang melibatkan 702 pria
berumur 65-80 tahun, didapatkan sekitar 29% pria BPH
menderita penyakit arteri koronaria. Aterosklerosis diduga
menyebabkan iskemia pada pelvis, sehingga terjadi aliran yang
abnormal dan hipoksia pada jaringan prostat. Keadaan inilah
yang menstimulasi pertumbuhan prostat dengan meningkatkan
sekresi dari beberapa faktor pertumbuhan (Nandeesha, 2008).
3. Faktor Lain:
Faktor sosiodemografi yang diduga berkaitan dengan
keparahan gejala saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary
Tract Symptoms (LUTS) adalah pendidikan, status perkawinan, dan
pekerjaan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Korean
Community Health Survey (KCHS) pada tahun 2011, 86% pasien
BPH sudah menikah dan mempunyai pasangan, sementara 34%
pasien BPH pendidikan terakhirnya adalah sekolah menengah atas
(Jo et al., 2017). Penelitian lain di RSUD Dr. Soedarso Pontianak

16
menunjukkan 71% pasien BPH adalah pensiunan (Setyawan,
Saleh and Arfan, 2015). Hasil penelitian ini sesuai dengan
pernyataan bahwa BPH banyak terjadi pada pasien usia 60 tahun
ke atas (Mochtar et al., 2015; Putra et al., 2016).

2.3.4 Patofisiologi

Hiperplasi prostat dapat menyebabkan penyempitan dari


uretra sehingga terjadi perubahan kandung kemih sebagai
kompensasi. Perubahan yang disebabkan karena usia dan
obstruksi, terjadi tidak hanya pada kandung kemih, tetapi juga pada
fungsi sistem saraf. Hal ini dapat mengakibatkan gejala-gejala
seperti frekuensi, urgensi, nokturia, dan gejala LUTS lainnya.
Prostat yang membesar dapat menyebabkan obstruksi
secara statis maupun dinamis. Komponen statis terjadi karena
massa prostat yang menyumbat aliran urin dalam uretra pars
prostatika. Komponen dinamis terjadi karena adanya tonus otot
polos yang menyebabkan obstruksi dan dimediasi oleh α-1
adrenoreceptor.
Perjalanan penyakit BPH membutuhkan waktu yang lama
untuk dapat menimbulkan gejala-gejala. Bila tidak dilakukan
pengobatan pada BPH, komplikasi seperti disfungsi kandung kemih
dan hipertrofi bisa terjadi, mengakibatkan retensi urin akut. (Chan,
2011).

2.3.5 Manifestasi Klinis

Gejala hiperplasi prostat dapat menimbulkan keluhan pada


saluran kemih maupun keluhan di luar saluran kemih.
1. Gejala pada saluran kemih bagian bawah
Gejala BPH terbagi menjadi gejala obstruktif dan iritatif.
Gejala obstruktif terkait dengan penurunan kontraktilitas
detrusor sehingga gejalanya berupa hesitancy (harus menunggu
pada permulaan miksi), intermittency (miksi terputus), weak of
stream (penurunan pancaran urin), danstraining (mengejan saat

17
berkemih). Gejala iritatif terkait dengan hipersensitivitas otot
detrusor sehingga gejalanya dapat berupa urgensi (miksi sulit
ditahan), frekuensi (bertambahnya frekuensi miksi), dan
nokturia. Gejala setelah berkemih terkait dengan pengosongan
kandung kemih yang tidak tuntas, yaitu sensation of incomplete
bladder emptying (rasa tidak tuntas saat berkemih) danpost void
dribbling (urin menetes setelah berkemih). Gejala-gejala
tersebut disebut sebagai gejala saluran kemih bagian bawah
atau Lower Urinary Tract Symptoms (LUTS) (Roehrborn, 2008;
Cooperberg et al., 2013).
Tidak semua BPH menimbulkan gejala. Sebuah penelitan
pada pria berusia di atas 40 tahun, sesuai dengan usianya,
sekitar 50% mengalami hiperplasi kelenjar prostat secara
histopatologis. Dari jumlah tersebut, 30-50% mengalami LUTS,
yang juga dapat disebabkan oleh kondisi lain (Roehrborn,
2008).
Penelitian lebih lanjut menunjukkan bahwa LUTS tidak
hanya disebabkan oleh adanya kelainan pada prostat. Adanya
gangguan dari kandung kemih dapat juga menyebabkan LUTS,
misalnya peningkatan aktivitas otot detrusor, gangguan
kontraktilitas pada fase penampungan, dan penurunan aktivitas
otot detrusor pada fase pengosongan. Kondisi lain baik kondisi
urologis maupun neurologis juga dapat berkontribusi terhadap
adanya LUTS (Oelke et al., 2012).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Gejalanya berupa nyeri pinggang, benjolan di pinggang
(yang merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang
merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis (Purnomo, 2011).
3. Gejala di luar saluran kemih
Beberapa pasien dapat mengalami hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering
mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan

18
peningkatan tekanan intra abdominal (Purnomo, 2011).

2.3.6 Gradasi Prostat

Menurut Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (2005), penyakit


BPH dapat dibagi secara klinis menjadi 4 gradasi:

1. Derajat 1: Apabila ditemukan keluhan, pada colok


duburditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah teraba
dansisa volume urin kurang dari 50 ml
2. Derajat 2: Terdapat penonjolan prostat yang lebih jelas pada
colok duburdan batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa
volume urin 50-100 ml
3. Derajat 3: Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas
atasprostat tidak dapat diraba dan sisa volume urin lebih
dari100ml
4. Derajat 4: Sudahterjadi retensi urin total(Sjamsuhidajat and de
Jong, 2005).

2.3.7 Diagnosis BPH

2.3.7.1 Anamnesis
1. Riwayat Penyakit

Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan


anamnesis yang tepat agar mendapatkan informasi tentang
riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis meliputi:

• Keluhan yang dirasakan dan berapa lama keluhan itu telah


mengganggu
• Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia
(pernah mengalami cedera, infeksi, kencing berdarah
(hematuria), kencing batu, atau pembedahan pada saluran
kemih

19
• Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi
seksual
• Riwayat konsumsi obat yang dapatmenimbulkan keluhan
berkemih (Mochtar et al., 2015).
2. Skor keluhan
Salah satu penentu adanya gejala obstruksi akibat
pembesaran prostat dan tingkat keparahan gejala adalah sistem
penskoran keluhan. Sistem penskoran yang digunakan secara
luas adalah International Prostate Symptom Score (IPSS) yang
telah dikembangkan American Urological Association (AUA) dan
distandarisasi oleh World Health Organization (WHO). Skor ini
berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH.
IPSS terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki
nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. Kuesioner IPSS
dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi sendiri
setiap pertanyaan. Berat ringannya keluhan pasien BPH dapat
digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh, yaitu: ringan:
skor 0-7, sedang: skor 8-19, dan berat: skor 20-35.
Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan
IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal mengenai kualitas hidup
(quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan
jawaban (Mochtar et al., 2015).

Berikut adalah contoh kuisioner IPSS:

20
Gambar 2.5Skor IPSS dan kualitas hidup (dikutip dari IAUI 2015)

3. Catatan harian berkemih (voiding diaries)


Pencatatan harian berkemih sangat berguna pada pasien
yang mengeluh nokturia sebagai keluhan yang menonjol.

21
Dengan mencatat kapan dan berapa jumlah asupan cairan yang
dikonsumsi serta kapan dan berapa jumlah urin yang
dikemihkan, dapat diketahui seorang pasien menderita nokturia
idiopatik, instabilitas detrusor akibat obstruksi infravesika, atau
karena poliuria akibat asupan air yang berlebih. Sebaiknya
pencatatan dikerjakan 3 hari berturut-turut untuk mendapatkan
hasil yang baik (Mochtar et al., 2015).

2.3.7.2 Pemeriksaan Fisik


1. Status Urologis
a. Ginjal: pemeriksaan fisik ginjal pada kasus BPH untuk
mengevaluasi adanya obstruksi atau tanda infeksi.
b. Kandung kemih: pemeriksaan fisik kandung kemih
dilakukan dengan palpasi dan perkusi untuk menilai isi
kandung kemih, juga ada tidaknya tanda infeksi (Mochtar
et al., 2015).
2. Colok Dubur
Colok dubur atau digital rectal examination (DRE)
merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH. Dari
pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan derajat
pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul
yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat.
Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung lebih kecil
daripada ukuran yang sebenarnya.
Pada pemeriksaan colok dubur juga perlu menilai tonus
sfingter ani dan refleks bulbokavernosus yang dapat
menunjukkan adanya kelainan pada refleks di daerah
sakral(Mochtar et al., 2015).

2.3.7.3 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
penderita BPH meliputi:

22
1. Laboratorium
a. Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting
dilakukan untuk melihat adanya darah, protein, sel
leukosit. Pemeriksaan kultur urin juga berguna untuk
mengetahui jenis kuman penyebab infeksi dan
sensitivitas kuman terhadap antimikroba tertentu.
b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyulit yang mengenai saluran kemih bagian
atas. Elektrolit, kadar ureum, dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal dan status
metabolik.
c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan
sebagai dasar penentu biopsi atau sebagai deteksi dini
dari keganasan. Bila nilai PSA <4 ng/ml, maka tidak perlu
dilakukan biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml,
perlu dihitung prostate specific antigen density (PSAD)
terlebih dahulu. Jika lebih ≥ 0,15 maka sebaiknya
dilakukan biopsi prostat, demikian juga pada nilai PSA >
10 ng/ml (Baradero and Dayrit, 2007; Purnomo, 2011).
2. Radiologis
Pemeriksaan radiologis bertujuan untuk memperkirakan
volume BPH, menentukan derajat disfungsi buli-buli dan volume
residu urin serta untuk mencari kelainan patologi lain, baik yang
berhubungan maupun tidak berhubungan dengan BPH
(Purnomo, 2011).
a. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan
adanya batu opak di saluran kemih, adanya batu atau
kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang
penuh dengan urin sebagai tanda adanya retensi urin.
b. Pemeriksaan pielografi intravena (IVP), untuk
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditunjukkan dengan adanya indentasi prostat

23
(pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter di
bagian distal yang berbentuk seperti mata kail, dan
penyulit yang terjadi pada buli-buli.
c. Pemeriksaan USG trans abdominal dan trans rektal,
untuk mengetahui besar kelenjar prostat, intra prostatic
protrusion (IPP), menentukan sisa residu urin,
menentukan adanya kelainan buli-buli, kerusakan ginjal,
mencari kemungkinan adanya keganasan prostat
(Purnomo, 2011).
3. Pemeriksaan lain
a. Residual urin, yaitu jumlah sisa urin setelah miksi. Sisa
urin dapat diukur dengan cara melakukan kateterisasi
setelah miksi atau ditentukan dengan pemeriksaan USG
setelah miksi.
b. Pancaran urin (flow rate), dapat dihitung dengan cara
menghitung jumlah urin dibagi dengan lamanya miksi
berlangsung (ml/detik) atau dengan alat uroflometri yang
menyajikan gambaran grafik pancaran urin (Purnomo,
2011).

24
Gambar 2.6 Pengelolaan pasien BPH (dikutip dari IAUI 2015)

2.3.8 Manajemen BPH

Tujuan dari manajemen BPH yaitu, untuk mengurangi


gejala dan untuk mencegah atau memperlambat
perkembangan dari gejala-gejala terkait BPH.
Berbagai terapi dari BPH mulai dari watchful waiting,
medikamentosa, dan pembedahan memiliki kelebihan dan

25
resiko masing-masing. Pemilihan terapi ini bergantung dari
tingkat keparahan gejala dari BPH yang bisa ditentukan
salah satunya dengan IPSS, derajat gangguan yang
ditimbulkan, dan berdasarkan pilihan pasien. Selain itu juga
harus dipertimbangkan komorbiditas terkait usia, seperti
diabetes atau sindroma metabolik lain, dan efek negatif dari
terapi terhadap berbagai kondisi tersebut (Vuichoud and
Loughlin, 2015).

Gambar 2.7 Algoritma tata laksana pilihan terapi medikamentosa/


konservatif (dikutip dari IAUI 2015)

26
2.3.8.1 Watchful Waiting
Watchful waiting dilakukan pada pasien yang memiliki gejala
ringan (IPSS 0-7) atau gejala yang sedang sampai berat tetapi tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari. Caranya hanya dengan
pemeriksaan berkala tiap tahun tanpa perlu adanya terapi lain.
(Vuichoud and Loughlin, 2015).
Pada watchful waiting ini, pasien diberi penjelasan mengenai
segala sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya,
misalnya:
• Jangan banyak minum dan mengkonsumsi kopi atau alkohol
setelah makan malam
• Kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan
iritasi pada kandung kemih (kopi atau cokelat)
• Batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin
• Jangan menahan kencing terlalu lama
• Penanganan konstipasi (Mochtar et al., 2015).

2.3.8.2 Medikamentosa
Terapi medikamentosa diberikan pada pasien dengan skor
IPSS >7 dan gejala yang mengganggu. Jenis obat yang digunakan
adalah:
1. α-Blocker
Prostat dan kandung kemih mempunyai reseptor subtipe α-
1a, oleh karena itu bisa diberikan obat-obatan golongan α-
blocker. Obat-obatan ini dapat diklasifikasikan berdasarkan
selektivitas dan waktu paruhnya. Blokade selektif dari α1a-
receptor pada prostat dan kandung kemih memiliki efek
samping sistemik terhadap sistem kardiovaskuler sehingga
titrasi dosis perlu dilakukan (Cooperberg et al., 2013).
2. 5α-Reductase inhibitor
Contoh obat 5α-reductase inhibitor adalah finasteride dan

27
dutasteride. Cara kerjanya yaitu dengan menghambat konversi
dari testosteron menjadi DHT. Finasteride mempengaruhi
komponen epitel dari prostat, sehingga dapat menurunkan
ukuran kelenjar, memperbaiki gejala (pada pria dengan ukuran
prostat >40 cm3), dan menurunkan kadar Prostate Specific
Antigen (PSA) sampai 50%. Efek samping dari finasteride, yaitu
penurunan libido, penurunan volume ejakulat, dan impotensi.
Dutasteride memiliki cara kerja yang sama dengan finasteride
dan memiliki efek samping, yaitu disfungsi ereksi, penurunan
libido, gynecomastia, dan gejala-gejala terkait ejakulasi
(Cooperberg et al., 2013).
3. Antagonis Reseptor Muskarinik
Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan antagonis
reseptor muskarinik bertujuan untuk menghambat atau
mengurangi stimulasi reseptor muskarinik sehingga akan
mengurangi kontraksi sel otot polos kandung kemih. Beberapa
obat antagonis reseptor muskarinik yang terdapat di Indonesia
adalah fesoterodine fumarate, propiverine HCL, solifenacin
succinate, dan tolterodine l-tartrate.
Penggunaan antimuskarinik terutama untuk memperbaiki
gejala iritatif LUTS. Analisis pada kelompok pasien dengan nilai
PSA <1,3 ng/ml (≈volume prostat kecil) menunjukkan pemberian
antimuskarinik sangat bermanfaat. Sampai saat ini, penggunaan
antimuskarinik pada pasien dengan BOO masih terdapat
kontroversi, khususnya yang berhubungan dengan risiko
terjadinya retensi urin akut. Oleh karena itu, perlu dilakukan
evaluasi rutin keluhan dengan IPSS dan sisa urin pasca
berkemih. Penggunaan antimuskarinik bisa dipertimbangkan jika
penggunaan α-blocker tidak mengurangi gejala iritatif.
Penggunaan antimuskarinik dapat menimbulkan efek
samping, seperti mulut kering, konstipasi, kesulitan berkemih,
nasopharyngitis, dan pusing (Mochtar et al., 2015).

28
4. The phosphodiesterase (PDE)
Isoenzymes 4 dan 5 terdapat pada prostat dan mengatur
tonus otot polos. Inhibisi terhadap isoenzym dengan obat-
obatan, seperti sildenafil and tadalafil, telah terbukti memberikan
perbaikan tidak hanya pada gejala tetapi juga quality of life (Qol)
pada pria dengan LUTS. Sampai saat ini, hanya tadalafil
dengan dosis 5 mg per hari yang direkomendasikan untuk
pengobatan LUTS (Curtis Nickel et al., 2010; Mochtar et al.,
2015).
5. Terapi kombinasi
Terapi ini merupakan kombinasi dari α-bloker dan 5α-
reductase inhibitor. Terapi ini ditujukan untuk pasien dengan
kelenjar yang membesar dan kadar PSA yang tinggi. Hasil uji
klinis menunjukkan bahwa terapi kombinasi secara signifikan
memperbaiki gejala dan peak urinary flow dibandingkan dengan
monoterapi. Kombinasi terapi medis dapat secara efektif
menghambat perkembangan penyakit simtomatik dan dapat
menurunkan risiko retensi urin dan operasi prostat (Curtis Nickel
et al., 2010).
6. Fitofarmaka
Terapi ini menggunakan tumbuh-tumbuhan atau ekstrak
tumbuhan. Contoh dari ekstrak tumbuhan yang digunakan untuk
terapi, yaitu saw palmetto, Pygeum africanum, Echinacea
purpurea, Hypoxis rooperi, dan lain-lain. Tetapi, penelitian
terbaru menunjukkan tidak ada perbaikan gejala yang terlihat
pada penggunaan terapi ini (Cooperberg et al., 2013).

2.3.8.3 Pembedahan
Indikasi absolut tindakan pembedahan, yaitu pada BPH yang
sudah terjadi komplikasi, seperti:
• Retensi urinakut

29
• Infeksi saluran kemih berulang
• Hematuria makroskopik berulang
• Batu kandung kemih
• Penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh obstruksi akibat
BPH
• Perubahan patologis pada kandung kemih dan saluran kemih
bagian atas

Indikasi relatif lain untuk terapi pembedahan adalah keluhan


sedang hingga berat, tidak menunjukkan perbaikan setelah
pemberian terapi non bedah, dan pasien yang menolak pemberian
terapi medikamentosa (Mochtar et al., 2015).

30
Gambar 2.8 Algoritma tata laksana pilihan terapi intervensi (dikutip
dari IAUI 2015)

Beberapa teknik pembedahan yang direkomendasikan yaitu:

1. Terapi invasif minimal


Terapi ini menggunakan teknik denaturasi jaringan prostat
dengan sumber energi tertentu, agen tertentu yang diinjeksikan,
atau dengan cara mekanik untuk membuka uretra pars
prostatika dan tidak dilakukan pengambilan jaringan prostat.
Sebagian besar terapi menggunakan suhu tinggi untuk
menghasilkan nekrosis pada jaringan prostat. Terapi ini
termasuk Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

31
yang memberikan panas melalui gelombang mikro dari ujung
antena pada kateter uretral dan Transurethral Needle Ablation
(TUNA) yang menggunakan jarum untuk masuk ke prostat lalu
memberi panas melalui energi dari frekuensi radio (Yassin,
Prasad and Hashim, 2016). Selain TUMT dan TUNA, terdapat
juga stent dan High Intensity Focused Ultrasound (HIFU). Stent
berguna untuk mengatasi obstruksi pada pasien yang tidak
mungkin menjalani operasi (Purnomo, 2011).
2. Pembedahan Endourologi
• Electrosurgery
Transurethral Incision of the Prostate (TUIP) atau
Bladder Neck Incision (BNI) diindikasikan untuk volume
prostat yang kecil (≤30 ml), leher kandung kemih yang tinggi,
penyempitan leher kandung kemih, pria muda dan aktif
secara seksual. Selain TUIP, terdapat juga Monopolar
Transurethral Resection of the Prostate (M-TURP) dan
BipolarTransurethral Resection of the Prostate (B-TURP)
yang diindikasikan untuk volume prostat yang lebih besar
(≥30 ml) (Yassin, Prasad and Hashim, 2016).
• Pembedahan laser
Contoh pembedahan yang menggunakan laser, yaitu
Holmium Laser Enucleation of the Prostate (HoLEP),
Holmium Laser Resection of the Prostate (HoLRP), Holmium
Laser Ablation of the Prostate (HoLAP), dan Thulium Laser
Transurethral Vaporesection of the Prostate (ThuVARP).
Holmium, potassium titanyl phosphate (KTP), dan thulium
adalah beberapa tipe laser generasi baru. Laser yang sering
digunakan untuk HoLAP adalah holmium dan potassium
titanyl phosphate. HoLEP adalah terapi gold standard
modern selain TURP dan prostatektomi terbuka (Yassin,
Prasad and Hashim, 2016). Endoskopi dapat mencapai
prostat melalui uretra sehingga tidak menimbulkan luka pada

32
kulit. Laser holmium digunakan untuk mengupas inti
obstruktif prostat secara keseluruhan. Pembedahan ini dapat
memberikan hasil yang maksimal dan seorang pria biasanya
hanya memerlukan satu prosedur HoLEP seumur hidupnya
(Cambridge Urology Partnership, 2011).
3. Pembedahan terbuka
Tindakan ini adalah tindakan paling lama yang masih sering
dikerjakan, paling invasif, dan paling efisien sebagai terapi BPH.
Prostatektomi terbuka diindikasikan untuk ukuran prostat yang
besar (>100 gram) dan terdapat 2 metode, yaitu Millin dan
Freyer. Enukleasi kelenjar prostat melalui pendekatan retropubik
infravesika adalah metode dari Millin, sedangkan pendekatan
suprapubik transvesika adalah metode Freyer atau bisa juga
transperineal(Purnomo, 2011).
Prostatektomi suprapubik dilakukan secara transvesika dan
adalah pilihan terapi untuk kasus BPH yang disertai dengan
patologi kandung kemih. Setelah kandung kemih dibuka,
dilakukan insisi semisirkular pada mukosa kandung kemih,
tepatnya di distal trigonum. Diseksi tajam dan tumpul dilakukan
untuk mengambil jaringan prostat. Kateter uretral dan
suprapubik dipasang terakhir, setelah terjadi hemostasis.
Prostatektomi retropubik dilakukan dengan insisi transversal
pada kapsul prostat dan tidak membuka kandung kemih.
Setelah mengambil jaringan prostat, hanya kateter uretral yang
perlu dipasang pada prosedur ini. Prostatektomi perineal
dilakukan melalui insisi kecil di perineum. Setelah jaringan
prostat diambil, kateter uretral dipasang dan diambil 12 hari
pasca operasi (Cooperberg et al., 2013).
4. Prosedur laparoskopi atau dengan bantuan robotik
Robotic-assisted Laparoscopic Radical Prostatectomy
(RALP) mulai dikembangkan selama dekade terakhir. Prosedur
ini menggunakan teknologi invasif minimal dan dapat digunakan

33
sebagai alternatif dari prostatektomi terbuka atau prosedur
transurethral kompleks lainnya (Yassin, Prasad and Hashim,
2016).
5. Prosedur investigasional
• UroLift
Prosedur dilakukan dengan memasukkan alat seperti
teleskop ke dalam uretra. Perangkat ini memungkinkan ahli
bedah untuk memasang implan kecil di antara permukaan
dalam dan luar prostat. Implan ini menarik lobus prostat yang
membesar tanpa memerlukan insisi pada jaringan. Jumlah
implan yang dibutuhkan bervariasi sesuai ukuran dan bentuk
prostat, biasanya hanya memerlukan 2 sampai 4 implan.
Setelah implan selesai dipasang, kebanyakan pasien dapat
buang air kecil tanpa memerlukan kateter (Cambridge
Urology Partnership, 2011).
• Injeksi toksin Botulinum A
Toksin Botulinum (BTX) adalah merupakan
eksotoksin dari bakteri Clostridium botulinum. BTX-A
mengurangi gejala LUTS dengan induksi apoptosis sel-sel
prostat, sehingga terjadi atrofi jaringan dan ukuran prostat
akan tereduksi. Selain itu, BTX-A menghambat neuron
sensoris dari prostat dan mengurangi sinyal aferen yang
masuk ke sistem saraf pusat, sehingga akan terjadi relaksasi
otot polos parenkim prostat dan obstruksi akan berkurang
(Yassin, Prasad and Hashim, 2016).

6. Reseksi Prostat Trans-urethral (TURP)


TURP sendiri terdiri dari 2 prosedur, yaitu monopolar dan
bipolar. M-TURP dilakukan dengan menggunakan
electrocautery loop dan glisin atau sorbitol sebagai cairan irigan
(pembilas). B-TURP menggunakan alat yang disebut
resectoscope loop. B-TURP memiliki kelebihan dibandingkan M-

34
TURP dari segi waktu kateterisasi dan rawat inap pasca
operasi. Selain itu, perdarahan juga lebih sedikit ditemui pada B-
TURP dan gejala iritatif seperti dysuria juga lebih jarang terjadi
(Yassin, Prasad and Hashim, 2016).
Larutan normal salin adalah cairan irigan yang dipakai untuk
B-TURP. Cairan ini dapat menurunkan resiko terjadinya
sindroma TURP (Yassin, Prasad and Hashim, 2016). Sindroma
TURP menyebabkan gejala-gejala yang berubah dari keadaan
hiponatremi yang asimtomatik hingga kejang, koma, dan
kematian karena terjadi absorpsi cairan irigan selama prosedur
TURP. Gejala ini terkait dengan jumlah cairan yang masuk ke
sirkulasi melalui pembuluh darah pada daerah reseksi. Oleh
karena itu, pemilihan cairan yang tepat sangat diperlukan
sebelum memulai prosedur TURP (Demirel et al., 2012).

2.4 Reseksi Prostat Trans-urethral (TURP)

2.4.1Indikasi dan Kontraindikasi


Indikasi untuk TURP selain indikasi absolut dan relatif
pembedahan, adalah jika volume prostat >30 ml atau 30-80 ml dan
terjadi penggabungan dari lobus lateral atau lobus medius
prostatyang membesar. Sedangkan kontraindikasi dari tindakan
TURP adalah sebagai berikut:

• Prostat sangat besar dengan perkiraan berat lebih dari 100


gram. Transurethral resection pada pasien ini dapat
meningkatkan risiko penyerapan cairan berlebihan karena
peningkatan waktu reseksi mengarah ke hiponatremia dan
kelebihan cairan.
• Ketika ada risiko kelebihan cairan karena kondisi jantung seperti
gagal jantung kongestif atau kardiomiopati.
• Pasien dengan patologi sendi panggul yang menghambat

35
dilakukannya posisi litotomi, seperti pasien yang telah menjalani
penggantian panggul atau mengalami ankilosis berat pada
sendi panggul.
• Adanyadivertikulum kandung kemih bersama dengan
pembesaran prostat. Dalam kasus ini, jika prostatektomi
dilakukan tanpa pengobatan pada divertikulum, pasien dapat
mengalami infeksi saluran kemih berulang karena pengosongan
kandung kemih yang tidak tuntas.
• Adanya batu kandung kemih besar yang tidak bisa diatasi
dengan endoskopi.
• Pasien yang memiliki striktur uretra yang berat atau pasien yang
telah menjalani perbaikan hipospadia sebelumnya, lebih baik
digunakan metode open prostatectomy untuk menghindari
trauma pada uretra.
• Seorang pasien yang membutuhkan reimplantasi ureter
simultan membutuhkan open prostatectomy.
• Jika ada hernia inguinalis bersamaan dengan pembesaran
prostat, dilakukan operasi terbuka, sehingga hernia dapat
diperbaiki pada saat yang bersamaan.
• Pasien dengan koagulopati yang diketahui harus dikelola
dengan metode terbuka karena hemostasis lebih baik terjadi
pada operasi terbuka dibandingkan dengan operasi endoskopi
(Jain, Stoker and Tanwar, 2013).

2.4.2Pelaksanaan
TURP dilaksanakan dengan menggunakan anestesi spinal
atau general dan alat yang disebut dengan resectoscope 26F.
Cairan irigan juga diberikan agar daerah yang direseksi tetap
terang dan tidak tertutup oleh darah. Tujuan dari pembedahan ini
adalah agar leher kandung kemih terbuka dan membuat bentukan
barrel-shaped dalam uretra prostat antara leher kandung kemih dan
verumontanum. Jaringan prostat yang menyebabkan obstruksi

36
dihilangkan perlahan menggunakan electrocautery loop. Kepingan
yang terbentuk akan berada di bagian dalam kandung kemih dan
nantinya dilakukan evakuasi (pengambilan). Irigasi (3 arah) kateter
uretra akan dimasukkan setelah hemostasis terjadi. Kateter dilepas
setelah hematuria berhenti (kira-kira 36-48 jam setelah prosedur).
Rata-rata rawat inap di rumah sakit sekitar 4 hari (Bullock et al.,
2008)

Gambar 2.9Resectoscope (dikutip dari


https://siteman.wustl.edu/glossary/cdr0000045932/)
2.4.3Hasil dari TURP
85% pasien mendapatkan hasil yang memuaskan dalam 1
tahun pasca operasi. Sekitar 75% pasien merasa puas setelah 3
tahun pasca operasi (Bullock et al., 2008).

2.4.4Komplikasi
Penyulit dini yang dapat terjadi pada saat TURP bisa berupa
perdarahan yang memerlukan transfusi (0-9%), retensi urin akut (0-
13,3%), retensi bekuan darah (0-39%), infeksi saluran kemih (0-
22%), dan yang paling parah sindroma TUR (0-5%). Sindroma TUR

37
disebabkan karena keadaan hiponatremi yang terjadi setelah
absorpsi cairan irigan pada saat prosedur TURP. Manifestasi klinis
dari sindroma TUR adalah mual, muntah, hipertensi, bradikardi, dan
gangguan visual. Selain itu, komplikasi jangka panjang yang dapat
terjadi meliputi inkontinensia urin (2,2%), stenosis leher kandung
kemih (4,7%), striktur uretra (3,8%),ejakulasi retrograde (65,4%),
disfungsi ereksi (6,5-14%), retensi urin, dan infeksi saluran kemih
(Cooperberg et al., 2013; Gravas et al., 2015).

38
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Data Rekam Medik

Pasien BPH

Pembedahan Medikamentosa/Kon
servatif

Reseksi prostat
trans-uretral

• Usia
• Pekerjaan
• Indeks massa tubuh
• Riwayat diabetes
• Riwayat hipertensi
• Riwayat penyakit
jantung
• Gradasi prostat
• Komplikasi penyakit
BPH
• Indikasi absolut
bedah
• Keluhan pasca
operasi
• Lama rawat inap

39
: variabel yang tidak diteliti

: variabel yang diteliti

3.2 Keterangan Kerangka Konseptual


Penelitian ini membutuhkan data rekam medis yang lengkap.
Pada pasien BPH dapat dilakukan manajemen seperti medika
mentosa atau konservatif dan pembedahan. Salah satu
pembedahan yang sering dilakukan adalah reseksi prostat trans-
urethral. Pembedahan ini dijalani oleh pasien dengan latar
belakang dan faktor resiko yang berbeda. Variabel yang diteliti
antara lain usia, pekerjaan, indeks massa tubuh, riwayat diabetes,
riwayat hipertensi, riwayat penyakit jantung, gradasi prostat,
komplikasi penyakit BPH, indikasi absolut bedah, keluhan pasca
operasi, dan lama rawat inap. Beberapa faktor lain dalam kejadian
BPH tidak digunakan karena sulit didata dan tidak lengkapnya data
pencatatan pada rekam medis.

40
BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian


4.2.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan adalah desain deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk
menjelaskan atau mendeskripsikan suatu peristiwa, keadaan, objek
apakah orang, atau segala sesuatu yang terkait dengan variabel-
variabel yang bisa dijelaskan baik menggunakan angka-angka
maupun kata-kata(Setyosari, 2010). Pada penelitian ini, peneliti
mengamati, mencatat, serta mendeskripsikan karakteristik dari
pasien Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) yang menjalani Reseksi
Prostat Trans-uretral (TURP) di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.
Ramelan Surabaya periode Januari-Desember 2017.

4.2 Populasi, Sampel, Besar Sampel, dan Teknik Pengambilan


Sampel
4.2.1 Populasi penelitian
Keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti adalah
populasi (Notoatmodjo, 2012). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pasien BPH yang menjalani tindakan reseksi prostat trans-
uretral dan tercatat di Rekam Medis Bagian Urologi Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya Periode Januari-Desember 2017.

4.2.2 Sampel penelitian


Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan cara
tertentu sehingga dianggap mewakili populasinya (Sastroasmoro,
1995). Sampel penelitian ini diambil dari rekam medis pasien yang
menjalani tindakan reseksi prostat trans-uretral di Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya pada periode Januari-Desember 2017.

41
1. Kriteria inklusi
• Pasien BPH yang menjalani tindakan Reseksi Prostat Trans-
uretral (TURP) di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.
• Pasien BPH yang memiliki rekam medis anamnesa dan
keterangan yang lengkap, meliputi usia, pekerjaan, indeks
massa tubuh, riwayat diabetes, riwayat hipertensi, riwayat
penyakit jantung, gradasi prostat, komplikasi, indikasi absolut
bedah, keluhan pasca operasi, dan lama rawat inap.
2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah:
• Pasien BPH yang memiliki data rekam medis yang tidak
lengkap.
Jadi, sampel penelitian ini adalah pasien BPH yang
menjalani tindakan Reseksi Prostat Trans-uretral (TURP) di
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode Januari-Desember
2017 yang memiliki rekam medis yang lengkap.

4.2.3 Besar Sampel


Besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
semua data rekam medik pasien BPH yang melakukan tindakan
Reseksi Prostat Trans-uretral (TURP) di Poli Urologi Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya pada periode Januari-Desember 2017 yang
memenuhi kriteria inklusi.

4.2.4 Teknik Pengambilan Sampel


Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode Purposive Sampling yang diambil dari
data rekam medis.

4.3 Variabel Penelitian


4.3.1 Pengertian
Variabel dalam penelitian ini adalah karakteristik pasien BPH
yang menjalani tindakan Reseksi Prostat Trans-uretral (TURP) di
Rumkital Dr. Ramelan Surabaya.

42
4.3.2 Definisi operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel
yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).

Variabel Definisi Instrumen Hasil Skala data


operasional pengukuran

1: 41 – 50 th

Lamanya hidup 2: 51 – 60 th
pasien BPH yang
Umur Data rekam 3: 61 – 70 th
dihitung
medis Ordinal
berdasarkan tahun 4: 71 – 80 th
sejak pasien itu
lahir 5: >80 th

1:PNS/TNI/POLRI

Kegiatan utama 2:Pegawai


Data rekam
yang dilakukan swasta
Pekerjaan medis
oleh pasien BPH (karyawan)
Nominal

3:Wiraswasta
(usaha sendiri)

4:Pensiunan

IMT adalah berat 1: <18,5 (BB


badan dalam kurang)
kilogram (kg)
2: 18,5 – 24,9
Indeks dibagi tinggi dalam
(Normal)
Massa meter kuadrat (m2) Data rekam

Tubuh yang medis 3: 25 – 29,9 (BB Ordinal

(IMT) diklasifikasikan lebih)


berdasarkan
kategori WHO 4: ≥30 (Obesitas)

43
Riwayat Ada / pernah Data rekam 0: Tidak Ada
Diabetes menderita penyakit medis Nominal
1: Ada
DM

Riwayat Ada / pernah Data rekam 0: Tidak Ada


Hipertensi menderita medis Nominal
1: Ada
hipertensi

Riwayat Ada / pernah 0: Tidak ada


Data rekam
Penyakit menderita penyakit riwayat
medis Nominal
Jantung jantung
1: Ada riwayat

Besarnya volume
prostat yang diukur
1: Grade I
berdasarkan

Gradasi pemeriksaan colok Data rekam 2: Grade II


Prostat dubur, sisa volume medis Ordinal
urin, atau USG 3: Grade III

4: Grade IV

0: Tidak ada
komplikasi

1: Retensi urin
Penyakit yang baru
berulang
timbul kemudian
sebagai tambahan 2: Nefrolitiasis
pada penyakit Data rekam
Komplikasi
medis 3: Hidronefrosis Nominal
yang sudah ada

4: Batu Buli

5: CKD

6: Blood Clot Buli

44
1: Retensi urin
akut

Indikasi Indikasi absolut


Absolut pasien BPH Data rekam 2:Retensi dan
Bedah sehingga harus medis Infeksi saluran Nominal
dilakukan kemih rekuren
intervensi bedah akibat
pembesaran
prostat

3:Retensi dan
Gross hematuria
berulang

4: Retensi dan
Insufisiensi ginjal
akibat obstruksi
saluran kemih
pada buli

5:Retensi dan
Calculi bladder

Keluhan utama 1: Nyeri dan


yang dirasakan Data rekam Hematuria
Keluhan
pasien pasca medis
Pasca 2: Mual
pembedahan Nominal
Operasi
TURP 3: Perut Panas

1: 1 hari

Lamanya (hari) 2: 2 hari


pasien dirawat di
Lama 3: 3 hari
rumah sakit pasca

45
Rawat pembedahan Data rekam 4: 4 hari
Inap TURP medis Nominal
5: 5 hari

6: 6 hari

4.4 Alat dan Bahan Penelitian


Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Rekam
Medik (data sekunder) pasien dengan diagnosa Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH) yang menjalani operasi Reseksi Prostat Trans-
uretral (TURP) di Poli Urologi Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode
Januari-Desember 2017.

4.5 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya, dengan
waktu pengambilan data dimulai dari bulan Juli 2018 – September
2018.

4.6 Prosedur Pengambilan atau Pengumpulan Data


1. Mencari rekam medis pasien BPH yang menjalani Reseksi Prostat
Trans-uretral (TURP) di Bagian Urologi Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya.
2. Mencatat data pasien: umur, pekerjaan, indeks massa tubuh,
riwayat diabetes, riwayat hipertensi, riwayat penyakit jantung,
gradasi prostat, komplikasi, indikasi absolut bedah, keluhan pasca
operasi, dan lama rawat inap.

4.7 Cara Analisis Data


Data sekunder yang telah diperoleh dari rekam medik pasien
dicatat selengkap-lengkapnya. Data hasil penelitian kemudian
dianalisis dengan metode deskriptif dalam bentuk tabel dan grafik.

46
4.8 Alur Penelitian

Pembuatan proposal penelitian

Pengurusan izin penelitian

Kaji etik penelitian di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya

Membuka rekam medis pasien BPH yang menjalani Reseksi


Prostat Trans-uretral di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya periode
Januari-Desember 2017

47
Mencatat data pasien sesuai kriteria yang diperlukan

Analisis data dalam bentuk tabel dan grafik

Kesimpulan

BAB 5
HASIL PENELITIAN

5.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Angkatan Laut Dr.
Ramelan Surabaya berdasarkan data rekam medik pasien Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH) yang menjalani Reseksi Prostat Transurethral
(TURP) periode Januari – Desember 2017. Jumlah sampel yang
memenuhi kriteria inklusi adalah 68 pasien. Adapun hasil yang diperoleh
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

48
5.1.1 Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan Usia

Tabel 5.1Distribusi pasien BPH yang menjalani TURP berdasarkan usia

Usia Pasien BPH Jumlah Persentase (%)

41 - 50 tahun 2 3%

51 - 60 tahun 8 12%

61 - 70 tahun 31 45%

71 - 80 tahun 23 34%

> 80 tahun 4 6%

68 100%

Berdasarkan Tabel 5.1, jumlah terbesar pasien BPH yang


menjalani TURP adalah pasien usia 61 – 70 tahun yaitu 31 orang atau
45%; pasien usia 71 – 80 tahun sebanyak 23 orang atau 34%; pasien usia
51 – 60 tahun sebanyak 8 orang atau 12%; pasien usia > 80 tahun
sebanyak 4 orang atau 6%; dan pasien usia 41 – 50 tahun sebanyak 2
orang atau 3%.

49
Usia
3%

6%
12%
[PERCENTAGE]

[PERCENTAGE]

41 - 50 tahun 51 - 60 tahun 61 - 70 tahun 71 - 80 tahun > 80 tahun

Gambar 5.1Diagram usia pasien BPH yang menjalani TURP

5.1.2 Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Pekerjaan

Tabel 5.2Distribusi pasien BPH yang menjalani TURP berdasarkan


pekerjaan

Pekerjaan Jumlah Persentase (%)

PNS / TNI / POLRI 4 5,9%

Pegawai Swasta 14 20,6%

Wiraswasta 7 10,3%

Pensiunan 43 63,2%

68 100%

50
Berdasarkan Tabel 5.2,
5.2, jumlah pasien BPH yang menjalani TURP
berdasarkan pekerjaan terbanyak adalah pensiunan sebanyak 43 orang
atau 63,2%; pegawai swasta sebanyak 14 orang atau 20,6%; wiraswasta
sebanyak 7 orang atau 10,3%; dan PNS / TNI / POLRI sebanyak 4 orang
atau 5,9%.

Pekerjaan

[VALUE]
50
J
40
u
30 [VALUE]
m
la
20
4 7
10

PNS/TNI/POLRI Pegawai Swasta Wiraswasta Pensiunan

Gambar 5.2Diagram
Diagram pekerjaan pasien BPH yang menjalani TURP

5.1.3 Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Berdasarkan
Indeks Massa Tubuh (IMT)

Distribusi pasien BPH berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT)


Tabel 5.3Distribusi

Indeks Massa Tubuh Jumlah Persentase (%)

<18,5
18,5 (BB Kurang) 0 0%

18,5 – 24,9 (Normal) 43 63,2%

25 – 29,9 (BB
BB Lebih)
Lebih 24 35,3%

51
>30 (Obesitas) 1 1,5%

68 100%

Berdasarkan Tabel 5.3,


5.3 pasien BPH yang mempunyai berat badan
normal berjumlah 43 orang atau 63,2%; berat badan lebih sebanyak 24
orang atau 35,3%; obesitas sebanyak 1 orang atau 1,5%; dan berat badan
kurang sebanyak 0 orang.

Indeks Massa Tubuh


43
45
40
J
35
u 30
24
m 25
20
la
15
10
0 1
5
0

BB Kurang Normal BB Lebih Obesitas

Gambar 5.3Diagram
Diagram pekerjaan pasien BPH yang menjalani TURP

5.1.4 Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Diabetes
iabetes

Tabel 5.4Distribusi
Distribusi pasien BPH berdasarkan riwayat diabetes

Riwayat Diabetes Jumlah Persentase (%)

Ya 22 32,4%

Tidak 46 67,6%

52
68 100%

Berdasarkan Tabel 5.4,


5.4, jumlah pasien BPH yang menderita
diabetes sebanyak 22 orang atau 32,4% dan pasien yang tidak menderita
diabetes sebanyak 46 orang atau 67,6%.

Riwayat Diabetes

32,4%

67,6%

Diabetes Tidak diabetes

Gambar 5.4Diagram
Diagram riwayat diabetes pasien BPH yang menjalani TURP

5.1.5 Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Hipertensi
ipertensi

Distribusi pasien BPH berdasarkan riwayat hipertensi


Tabel 5.5Distribusi

Riwayat Hipertensi Jumlah Persentase (%)

Ya 37 54,4%

Tidak 31 45,6%

68 100%

53
Berdasarkan Tabel 5.5,
5.5, jumlah pasien BPH yang menderita
hipertensi sebanyak 37 orang atau 54,4% dan pasien yang tidak
menderita hipertensi sebanyak 31 orang atau 45,6%.

Riwayat hipertensi

45,6%
54,4%
Hipertensi

Tidak hipertensi

Gambar 5.5Diagram
Diagram riwayat hipertensi pasien BPH yang menjalani TURP

5.1.6 Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Penyakit Jantung
J

Tabel 5.6Distribusi
Distribusi pasien BPH berdasarkan riwayat penyakit jantung

Riwayat penyakit Jumlah Persentase (%)


jantung

Ada riwayat 17 25
25%

Tidak ada riwayat 51 75%

68 100%

Berdasarkan Tabel 5.6,


5.6, jumlah pasien BPH yang menjalani TURP
dengan riwayat penyakit
penyakit jantung adalah sebanyak 17 orang atau 25%dan
25

54
yang tidak mempunyai riwayat
riwa penyakit jantung sebanyak 51 orang atau
75%.

Riwayat penyakit
0 jantung
0%

25%

75%

Ada riwayat Tidak ada riwayat

Gambar 5.6Diagram
Diagram riwayat penyakit jantung pasien BPH yang menjalani
TURP

5.1.7 Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Berdasarkan
Gradasi Prostat

Tabel 5.7Distribusi
Distribusi pasien BPH berdasarkan gradasi prostat

Derajat penyakit Jumlah Persentase (%)

Grade I 12 17,6%

Grade II 42 61,8%

Grade III 9 13,2%

Grade IV 5 7,4%

68 100%

55
Berdasarkan Tabel 5.7, pasien BPH grade II memiliki jumlah paling
banyak yaitu 42 orang atau 61,8%; grade I sebanyak 12 orang atau
17,6%; grade III sebanyak 9 orang atau 13,2%; dan grade IV sebanyak 5
orang atau 7,4%.

Gradasi Prostat
7,4%

17,6%
13,2

61,8%

Grade I Grade II Grade III Grade IV

Gambar 5.7Diagram gradasi prostat pasien BPH

5.1.8 Distribusi Pasien BPH dengan Komplikasi

Tabel 5.8Distribusi pasien BPH dengan komplikasi

Komplikasi Jumlah Persentase (%)

Retensi urin berulang 68 100%

Nefrolitiasis 9 13,2%

Hidronefrosis 4 5,9%

Batu buli 6 8,8%

CKD 3 4,4%

Blood clot buli 3 4,4%

56
Tidak ada komplikasi 0 0%

Berdasarkan Tabel 5.8, komplikasi retensi urin berulang terjadi


pada 68 orang atau 100%; nefrolitiasis terjadi 9 orang atau 13,2%; batu
buli terjadi pada 6 orang atau 8,8%; hidronefrosisterjadi pada 4 orang atau
5,9%; CKDterjadi pada 3 orang atau 4,4%; blood clot buli terjadi pada 3
orang atau 4,4%; dan tidak ada pasien yang tidak memiliki komplikasi
penyakit BPH.

Komplikasi BPH
80 68
70

60

50

40

30

20
9
10 4 6 3
3 0
0
Retensi urin Nefrolitiasis Hidronefrosis Batu buli CKD Blood clot Tidak ada
berulang buli komplikasi

Gambar 5.8Diagram pasien BPH dengan komplikasi

5.1.9 Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Indikasi Absolut Bedah

Tabel 5.9Distribusi pasien BPH berdasarkan indikasi absolut bedah

Indikasi absolut bedah Jumlah Persentase

57
Retensi urin akut 47 69,1%

Retensi dan ISK 2 2,9%


berulang

Retensi dan gross 11 16,2%


hematuria berulang

Retensi dan 5 7,4%


insufisiensi ginjal
akibat obstruksi BPH

Retensi urin dan 3 4,4%


calculi bladder

68 100%

Berdasarkan Tabel 5.9, indikasi absolut pembedahan pasien BPH


yang paling banyak adalah retensi urin akut sebanyak 47 orang atau
69,1%; retensi urin disertai gross hematuria berulang sebanyak 11 orang
atau 16,2%; retensi urin disertai insufisiensi ginjal akibat obstruksi BPH
sebanyak 5 orang atau 7,4%; retensi urin disertai calculi bladder sebanyak
3 orang atau 4,4%; dan retensi urin disertai ISK berulang sebanyak 2
orang atau 2,9%.

58
Indikasi absolut bedah pasien
4,4%

7,4%
16,2%

69,1%

2,9%

Retensi urin akut


Retensi dan ISK berulang
Retensi dan gross hematuria berulang
Retensi dan insufisiensi ginjal akibat obstruksi BPH
Retensi urin dan calculi bladder

Diagram indikasi absolut bedah pasien BPH yang menjalani


Gambar 5.9Diagram
TURP

5.1.10 Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Keluhan Pasca Operasi

59
Tabel 5.10Distribusi
Distribusi pasien BPH berdasarkan keluhan pasca operasi

Keluhan pasca Jumlah Persentase (%)


operasi

Nyeri & hematuria 64 94%

Mual 2 3%

Perut panas 2 3%

68 100%

Berdasarkan Tabel 5.10,


5.10, pasien BPH yang memiliki keluhan nyeri
dan hematuria pasca TURP sebanyak 64 orang atau 94%; keluhan mual
sebanyak 2 orang atau 3%; dan perut panas sebanyak 2 orang atau 3%.

Keluhan pasca operasi


[PERCENTA
GE] 3%

94%

Nyeri dan hematuria Mual Perut panas

Gambar 5.10Diagram
Diagram keluhan pasca operasi pasien BPH yang menjalani
TURP

60
5.1.11 Distribusi Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan
Lama Rawat Inap

Tabel 5.11Distribusi pasien BPH berdasarkan lama rawat inap

Lama rawat inap Jumlah Persentase (%)

1 hari 0 0%

2 hari 0 0%

3 hari 23 33,8%

4 hari 28 41,2%

5 hari 15 22,1%

6 hari 2 2,9%

68 100%

Lama rawat inap pasien BPH di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya


terbanyak adalah 4 hari sebanyak 28 orang atau 41,2%; disusul rawat
inap selama 3 hari sebanyak 23 orang atau 33,8%; 5 hari sebanyak 15
orang atau 22,1%; 6 hari sebanyak 2 orang atau 2,9%; 1 hari dan 2 hari
masing-masing sebanyak 0 orang.

61
L AM A R AWAT I N AP
30 28

25 23
J
20
u 15
15
m
la 10

5
2
0 0
0
1 hari 2 hari 3 hari 4 hari 5 hari 6 hari

Diagram lama rawat inap pasien BPH yang menjalani TURP


Gambar 5.11Diagram

BAB 6
PEMBAHASAN

Penelitian deskriptif terhadap pasien Benign Prostatic Hyperplasia


(BPH) yang menjalani Reseksi
Rese Trans-uretral
uretral (TURP) di Rumkital Dr.
Ramelan Surabaya Januari – Desember 2017 ini menggunakan data
rekam medis. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi berjumlah 68 orang.
Dari
ari 68 orang ini, peneliti mencatat karakteristik masing-masing
masing dan
menjelaskan keterkaitan dengan BPH maupun dengan tindakan TURP.

6.1 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan Usia


U
Dari hasil penelitian 68 pasien, usia terbanyak adalah
ada 61 – 70
tahun yaitu sekitar 45%. Usia terendah adalah 41 – 50 tahun, yaitu
sekitar 3%.Hasil
Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian di RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou, Manado. Dari 39 pasien yang diteliti, usia
terbanyak adalah 61 – 70 tahun, yaitu berjumlah
umlah 18 orang atau
46,15%. Usia terendah pada kelompok 41 – 50 yaitu berjumlah 2
orang atau 5,13% (Filzha, 2016). Penelitian lain yang dilakukan di RS

62
Bhayangkara, Mataram memberi hasil yang serupa. Usia terbanyak
ada pada kelompok usia 61-70 tahun (38,2%) dan usia termuda adalah
46 tahun (Mahendrakrisna, Maulana and Erwin, 2016).

Semakin bertambahnya usia, risiko untuk menderita BPH juga


semakin meningkat. Hal ini disebabkan karena kadar estrogen yang
relatif tetap pada usia tua. Estrogen dapat meningkatkan sensitivitas
prostat terhadap hormonandrogen, meningkatkan jumlah reseptor
hormon tersebut, dan menurunkan apoptosis(Purnomo, 2011).

BPH yang terjadi pada usia muda (41-50 tahun) disebabkan


karena proses penuaan yang lebih cepat atau ada faktor-faktor lain
yang mempengaruhi, seperti riwayat penyakit diabetes atau hipertensi.

6.2 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Pekerjaan
Jumlah pasien BPH yang menjalani TURP berdasarkan
pekerjaan terbanyak adalah pensiunan yaitu 43 orang atau 63,2%.
Hasil penelitian yang sama didapatkan di suatu penelitian di RSU dr.
Soedarso, pekerjaan terbanyak adalah pensiunan, yang berjumlah 26
orang atau 40%(Setyawan, Saleh and Arfan, 2015).

Menurut peneliti, angka kejadian BPH pada pensiunan yang


tinggi ini bisa dikaitkan dengan usia. Sebagian besar pensiunan adalah
orang berusia lanjut. Semakin bertambah usia, risiko untuk menderita
BPH juga semakin besar.

63
6.3 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks massa tubuh pasien BPH yang menjalani TURP
terbanyak adalah pada kelompok 18,5 – 24,9 atau normal, yaitu
berjumlah 43 orang atau 63,2%.Penelitian di RSU dr. Soedarso,
Pontianak menunjukkan hasil serupa, yaitu dari 44 orang yang diteliti,
27 orang mempunyai indeks massa tubuh yang normal (61,36%)
(Setyawan, Saleh and Arfan, 2015).

Kedua penelitian ini bertentangan dengan teori bahwa orang


yang tergolong obesitas memiliki resiko 3,5 kali lipat untuk mengalami
pembesaran prostat karena jaringan adiposa adalah sumber
aromatisasi yang menghasilkan estrogen(Parsons, 2007).

Penelitian lain yang dilakukan pada 465 pria BPH di Korea


menunjukkan bahwa volume prostat berkorelasi positif terhadap
obesitas sentral, yang direpresentasikan dengan perbandingan antara
lingkar pinggang dan lingkar panggul (WHR), tetapi tidak dengan
indeks massa tubuh.Pengukuran WHR menentukan lemak yang
tersimpan di pinggang, panggul, dan pantat(Lim, 2017).

6.4 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Diabetes
Jumlah orang yang menderita diabetes yaitu 22 orang atau
32,4% dan yang tidak menderita diabetes yaitu 46 orang atau
67,6%.Penelitian di RS Kariadi Semarang juga memberikan hasil yang
sama, yaitu sebagian besar responden penelitian (67,3%) tidak
memiliki riwayat penyakit DM (Roemani, 2007).

Hal ini tidak sesuai dengan teori diabetes yang merupakan


salah satu faktor resiko dari BPH. Patofisiologinya berkaitan dengan
aktivitas simpatis, Insuline-like Growth Factor (IGF), perubahan
metabolism hormone seks, dan aliran abnormal karena
microangiopathy dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan prostat

64
terkait dengan hipoksiamelalui sekresi dari faktor pertumbuhan
(Berger, 2005; Sarma et al., 2009)

Menurut peneliti, ketidaksamaan ini dikarenakan data riwayat


pasien yang kurang lengkap. Selain itu, sifat BPH yang multifaktorial,
tidak hanya disebabkan oleh adanya penyakit diabetes saja, tetapi
faktor risiko lain juga bisa menyebabkan BPH.

6.5 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Hipertensi
Hasil penelitian menunjukkan 37 orang atau 54,4% menderita
hipertensi dan 31 orang atau 45,6% tidak menderita hipertensi.Suatu
penelitian di Universitas Chonnam, Korea melibatkan 205 orang BPH
yang memiliki faktor resiko kardiovaskular, seperti hipertensi, diabetes
mellitus, kebiasaan merokok, dyslipidemia, dan tanpa faktor resiko.
Diantara 5 kelompok tersebut, hanya kelompok hipertensi yang
menunjukkan perbedaan yang signifikan mulai dari volume prostat,
skor IPSS, dan gejala obstruktif(Hwang et al., 2015).

Hal ini sesuai dengan teori adanya hubungan antara hipertensi


dan BPH, yaitu aktivitas sistem saraf simpatis dankatekolamin yang
dapat menghambat proses apoptosis dari sel-sel prostat(Nandeesha,
2008). Teori lain mengatakan kemungkinan tidak adanya hubungan
antara hipertensi dengan BPH mengingat risiko keduanya yang
meningkat seiring bertambahnya usia (Roehrborn and McConnell,
2007).

6.6 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Riwayat Penyakit Jantung
Dari 68 pasien BPH yang menjalani TURP, didapatkan 17 orang
atau 25% mempunyai riwayat penyakit jantung. Hasil ini tidak sesuai

65
dengan studi yang menyebutkan faktor vaskular menjadi hubungan
antara penyakit jantung iskemik dengan BPH. Atherosklerosis diduga
menyebabkan iskemia pada pelvis, sehingga terjadi aliran abnormal
dan hipoksia pada jaringan prostat. Keadaan inilah yang menstimulasi
pertumbuhan prostat dengan meningkatkan sekresi dari faktor
pertumbuhan (Nandeesha, 2008).

Rendahnya jumlah pasien BPH yang memiliki riwayat penyakit


jantung dikarenakan penyakit jantung dan BPH saling berhubungan
tetapi secara tidak langsung. Selain itu, BPH adalah penyakit
multifaktorial, tidak hanya disebabkan oleh adanya riwayat penyakit
jantung saja, tetapi faktor lain juga dapat menyebabkan BPH.

6.7 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Gradasi Prostat
Pasien BPH grade 2 adalah pasien yang paling banyak
menjalani TURP, yaitu berjumlah 42 orang atau 61,8%. Penelitian lain
di RSU dr.Soedarso, Pontianak juga menunjukkan grade 2 adalah
jumlah pasien BPH terbanyak, yaitu sekitar 50%(Setyawan, Saleh and
Arfan, 2015).

Pasien BPH dikategorikan derajat 1 apabila ditemukan keluhan,


pada colok dubur ditemukan penonjolan prostat, batas atas mudah
teraba dan sisa volume urin kurang dari 50 ml, derajat 2 apabila
terdapat penonjolan prostat yang lebih jelas pada colok dubur dan
batas atas dapat dicapai, sedangkan sisa volume urin 50-100 ml,
derajat 3 apabila pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas
atas prostat tidak dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100 ml,
derajat 4 apabila sudah terjadi retensi urin total. Derajat inilah yang
menentukan terapi yang akan dijalani pada pasien BPH. Penderita
derajat 1 biasanya tidak memerlukan tindakan bedah, hanya
pengobatan konservatif. Derajat 2 merupakan indikasi untuk

66
melakukan pembedahan TURP atau juga bisa dicoba dengan
pengobatan konservatif. Derajat 3 dapat dilakukan reseksi endoskopik
oleh pembedah yang berpengalaman. Derajat 4 ditindaklanjuti dengan
pemasangan kateter, lalu terapi definitif TUR atau pembedahan
terbuka (Sjamsuhidajat and de Jong, 2005).

Menurut peneliti, berdasarkan kategori grading yang ada, pasien


derajat 2 sudah mengeluhkan gejala-gejala dari BPH, seperti straining,
incomplete urination, atau gejala LUTS lainnya yang mendorong
pasien datang ke rumah sakit untuk berobat.

6.8 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Komplikasi Penyakit BPH
Pasien BPH yang datang mengalami komplikasi retensi urin
berulang sebanyak 68 orang atau 100%. Komplikasi yang didapatkan
dari pasien BPH lainnya, yaitu batu ginjal, hidronefrosis, batu buli,
CKD, dan blood clot buli. Dari penelitian terhadap 255 pasien BPH di
RSUP dr.Kariadi, Semarang, didapatkan 25 orang yang menderita batu
saluran kemih (Di and Kariadi, 2016).

Komplikasi seperti retensi urin, insufisiensi ginjal, infeksi


saluran kemih berulang, gross hematuria, batu buli, dan gagal ginjal
atau uremia merupakan komplikasi BPH terkait dengan obstruksi
saluran kemih (Deters, 2017). Pasien BPH dengan hematuria, faal
ginjal abnormal, riwayat operasi urologi, dan urolitiasis harus segera
dirujuk untuk ke spesialis urologi untuk penatalaksanaan lanjut, seperti
pemeriksaan tambahan dan terapi intervensi (Mochtar et al., 2015).

Menurut peneliti, insufiensi ginjal, batu saluran kemih,


hidronefrosis, batu buli, CKD, dan lain-lain bisa juga menjadi penyakit
penyerta dan bukan komplikasi dari BPH yang diderita pasien tersebut.
Selain itu, kondisi tersebut juga bisa memperberat gejala LUTS.

67
6.9 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan
Indikasi Absolut Bedah
Pasien BPH yang datang dengan keluhan retensi urin akut
berjumlah 47 orang atau 69,1%, sedangkan pasien yang mengeluh
retensi urin disertai gross hematuria berjumlah 11 orang atau 16,2%.
Pasien BPH lainnya mengeluh infeksi saluran kemih yang berulang,
insufisiensi ginjal akibat obstruksi BPH, dan batu buli. Keluhan-keluhan
ini merupakan indikasi absolut pembedahan TURP (Mochtar et al.,
2015).

Penelitian di RSUP Haji Adam Malik, Sumatera Utara


menunjukkan penderita BPH yang menjalani reseksi prostat trans-
urethral pada umumnya mengalami indikasi bedah retensi urin yang
akut yaitu 59 orang (90,8%), kemudian disusul indikasi gross
hematuria berulang yaitu 23 orang (35,4%), dan 17 orang (26,2%)
mengalami insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada buli
(Roar, 2015). Retensi urin menjadi gejala langsungyang sering terjadi
akibat kelenjar prostat yang berada di bawah kandung kemih
membesar sehingga aliran keluar dari saluran kemih terhambat.

6.10 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Keluhan Pasca Operasi
Keluhan nyeri di saluran kemih dan hematuria adalah yang
paling banyak, yaitu berjumlah 64 orang atau 94%, sedangkan mual
dan perut panas masing-masing berjumlah 2 orang atau 3%.

Hematuria biasanya berhenti setelah 36-48 setelah prosedur,


sedangkan mual dan perut panas adalah termasuk gejala dari
sindroma TUR. Sindroma TUR adalah keadaan hiponatremi yang
terjadi setelah absorpsi cairan irigan saat prosedur TURP. Manifestasi
klinis lainnya adalah muntah, hipertensi, bradikardi, dan gangguan
visual. Komplikasi jangka panjang seperti inkontinensia urin, stenosis

68
leher kandung kemih, striktur uretra, ejakulasi retrograde, dan disfungsi
ereksi tidak bisa diobservasi lebih lanjut, karena pasien rata-rata
dirawat inap di rumah sakit sekitar 4 hari (Bullock et al., 2008).

6.11 Karakteristik Pasien BPH yang Menjalani TURP Berdasarkan


Lama Rawat Inap
Lama rawat inap 68 pasien BPH di Rumkital Dr. Ramelan
Surabaya tahun 2017 terbanyak adalah 4 hari sebanyak 28 orang atau
41,2%. Dari 89 pasien BPH di RS Bhayangkara Mataram diperoleh
rata-rata memiliki lama rawat inap sebesar 5,53 hari dan paling banyak
memiliki lama rawat inap selama 5 hari (Mahendrakrisna, Maulana and
Erwin, 2016).

TURP telah berkembang secara signifikan dengan komplikasi


perioperatif dan pasca operasi yang jauh lebih rendah daripada
sebelumnya. Meskipun keputusan memilih terapi pembedahan
berdasarkan rekomendasi dari pedoman, tetapi ada beberapa aspek
yang dapat mengubah hal-hal dalam praktek sehari-hari, misalnya ada
pilihan pribadi dari ahli urologi dan pasien untuk satu atau teknik
lainnya. TURP menjadi pertimbangan untuk terapi karena hasil yang
baik dalam jangka panjang, waktu rawat inap dan kateterisasi yang
lebih singkat.Rata-rata rawat inap pasien TURP adalah 4 hari (Bullock
et al., 2008; Persu et al., 2010).

69
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian 68 rekam medis pasien BPH yang menjalani
TURP di Rumkital Dr. ramelan Surabaya periode Januari – Desember
2017 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pasien BPH terbanyak yang menjalani TURP berumur 61 – 70


tahun.

70
2. Pekerjaan terbanyak dari pasien BPH yang menjalani TURP
adalah pensiunan.
3. Pasien BPH sebagian besar memiliki indeks massa tubuh
normal (18,5 – 24,9) yang diukur dengan berat badan dibagi
tinggi badan dalam meter yang dikuadratkan.
4. Kebanyakan pasien BPH yang diteliti tidak mempunyai riwayat
diabetes.
5. Lebih dari separuh BPH mempunyai riwayat hipertensi.
6. Sebagian besar pasien BPH tidak mempunyai riwayat penyakit
jantung lain.
7. Berdasarkan gradasi prostat, pasien BPH terbanyak adalah
grade 2.
8. Semua pasien BPH mempunyai komplikasi retensi urin berulang
dari penyakit BPH yang dideritanya.
9. Indikasi absolut bedah pasien BPH terbanyak adalah retensi
urin akut.
10. Pasien lebih banyak mengeluhkan nyeri di saluran kemih dan
hematuria pasca operasi TURP.
11. Lama rawat inap pasien BPH terbanyak adalah 4 hari, paling
cepat 3 hari, dan paling lama 6 hari.

7.2 Saran
1. Lebih baik dilakukan komputerisasi data rekam medis dan SIM-RS
(Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit) agar data yang
tersedia lebih lengkap, akurat, tidak mudah hilang, dan
memudahkan peneliti untuk mencari informasi yang dibutuhkan.
2. Untuk penelitian lebih lanjut bisa digunakan sampel yang lebih
banyak dengan rentang waktu yang lebih panjang juga, supaya
bisa didapatkan hasil yang memuaskan.
3. Untuk penelitian selanjutnya, lebih baik dicantumkan karakteristik
hasil patologi anatomi dari pasien, karena BPH adalah penyakit
yang dapat didiagnosa secara mikroskopis.

71
DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M. and Dayrit, M. W. (2007) Seri Asuhan Keperawatan Pasien


Gangguan Sistem Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC.

Berger, A. A. P. (2005) ‘Vascular damage induced by type 2 diabetes


mellitus as a risk factor for benign prostatic hyperplasia’, pp. 784–
789. doi: 10.1007/s00125-005-1678-6.

72
Brunicardi, C. F. et al. (2005) Schwartz’s Principles of Surgery. 8th edn.
USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Brunicardi, C. F. et al. (2010) Schwartz’s Principles of Surgery. 9th edn.


USA: The McGraw-Hill Companies, Inc.

Bullock, N. et al. (2008) Urology: an Illustrated Colour Text. Philadelphia:


Elsevier Ltd.

Cambridge Urology Partnership (2011) HoLEP and UroLift. Available at:


http://www.cambridgeurologypartnership.co.uk/urology-info-for-
patients/prostate/holep-urolift/ (Accessed: 13 February 2018).

Chan, S. W. (2011) ‘Pathology and medical therapy of benign prostatic


hyperplasia’, Medical Bulletin, 16(6), pp. 4–8.

Chen, I. H., Tsai, Y. S. and Tong, Y. C. (2012) ‘Correlations among


cardiovascular risk factors, prostate blood flow, and prostate volume
in patients with clinical benign prostatic hyperplasia’, Urology.
Elsevier Inc., 79(2), pp. 409–414. doi: 10.1016/j.urology.2011.09.039.

Cooperberg, M. R. et al. (2013) Smith & Tanagho’s General Urology. 18th


edn. Edited by J. W. McAnich and T. F. Lue. San Francisco: The
McGraw-Hill Companies, Inc.

Curtis Nickel, J. et al. (2010) ‘2010 Update: Guidelines for the


management of benign prostatic hyperplasia’, Can Urol Assoc J,
44(5), pp. 310–316. Available at:
http://www.cua.org/themes/web/assets/files/guidelines/en/guidelines_
for_the_management_of_benign_prostatic.pdf.

Demirel, I. et al. (2012) ‘TURP syndrome and severe hyponatremia under


general anaesthesia’, BMJ Case Reports, pp. 2–5. doi: 10.1136/bcr-
2012-006899.

Deori, R., Das, B. and Rahman, M. A. (2017) ‘A Study of Relationship of


Prostate Volume , Prostate Specific Antigen and age in Benign
Prostatic Hyperplasia’, 4(7), pp. 1582–1586.

Deters, L. A. (2017) Benign Prostatic Hyperplasia, medscape. Available at:


https://emedicine.medscape.com/article/437359-clinical#b3
(Accessed: 14 November 2018).

Di, D. and Kariadi, R. (2016) ‘KEJADIAN BATU SALURAN KEMIH PADA


PASIEN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA ( BPH ) PERIODE
JANUARI 2013 –’, 5(4), pp. 1650–1661.

El-Hakim, A. (2010) ‘TURP in the new century: An analytical reappraisal in


light of lasers’, Journal of the Canadian Urological Association, 4(5),
pp. 347–349. doi: 10.5489/cuaj.10149.

73
Filzha, A. (2016) Gambaran Benigna prostat Hiperplasia di RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou MAnado Periode Januari-Juli 2017.

Gravas, S. et al. (2015) ‘Guidelines on the management of non-


neurogenic male lower urinary tract symptoms (LUTS), incl. benign
prostatic obstruction (BPO)’, European Association guideline, pp. 1–
70. doi: 10.1016/j.eururo.2014.12.038.

Hwang, E. C. et al. (2015) ‘Men with hypertension are more likely to have
severe lower urinary tract symptoms and large prostate volume’,
LUTS: Lower Urinary Tract Symptoms, 7(1), pp. 32–36. doi:
10.1111/luts.12046.

Jain, S. K., Stoker, D. L. and Tanwar, R. (2013) Basic Surgical Skills and
Techniques. 2nd edn. New Delhi: JP Medical Ltd.

Jo, J. K. et al. (2017) ‘Sociodemographic factors related to lower urinary


tract symptoms in men: A Korean community health survey’,
International Neurourology Journal, 21(2), pp. 143–151. doi:
10.5213/inj.1732760.380.

Jung, J. H. et al. (2016) ‘Obesity As a Risk Factor for Prostatic


Enlargement: a Retrospective Cohort Study in Korea’, International
Neurourology Journal, 20(4), pp. 321–328. doi:
10.5213/inj.1632584.292.

Lim, K. Bin (2017) ‘Epidemiology of clinical benign prostatic hyperplasia’,


Asian Journal of Urology. Elsevier Ltd, 4(3), pp. 148–151. doi:
10.1016/j.ajur.2017.06.004.

Mahendrakrisna, D., Maulana, A. and Erwin, K. (2016) ‘Factors Associated


With the Duration of Hospitalization in Patients in Mataram’, Berkala
Ilmiah Kedokteran Duta Wacana, 1(2), pp. 102–108.

Mochtar, C. A. et al. (2015) ‘Pedoman Penatalaksanaan Klinis


Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia / BPH)’,
Indonesian Urological Association, pp. 1–27.

Moore, K. L., Agur, A. M. R. and Dalley, A. F. (2011) Essential Clinical


Anatomy. 4th edn. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Muttaqin, A. and Kumala, S. (2011) Asuhan Keperawatan Gangguan


Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Nandeesha, H. (2008) ‘Benign prostatic hyperplasia: Dietary and


metabolic risk factors’, International Urology and Nephrology, 40(3),
pp. 649–656. doi: 10.1007/s11255-008-9333-z.

NHS (2015) Transurethral resection of the prostate (TURP), NHS GOV


UK. Available at: https://www.nhs.uk/conditions/transurethral-

74
resection-of-the-prostate-turp/ (Accessed: 15 February 2018).

NIH (2014) Prostate Enlargement (Benign Prostatic Hyperplasia), National


Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases (NIDDK).
Available at: https://www.niddk.nih.gov/health-information/urologic-
diseases/prostate-problems/prostate-enlargement-benign-prostatic-
hyperplasia (Accessed: 8 February 2018).

Notoatmodjo (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Notoatmodjo, S. (2012) Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Nursalam and Fransisca (2009) Asuhan Keperawatan Pada Pasien


dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Oelke, M. et al. (2012) ‘Guidelines on the Management of Male Lower


Urinary Tract Symptoms Benign Prostatic Obstruction ( BPO )’,
European Association of Urology 2012, 64, pp. 118–140.

Parsons, J. K. (2007) ‘Modifiable Risk Factors for Benign Prostatic


Hyperplasia and Lower Urinary Tract Symptoms: New Approaches to
Old Problems’, Journal of Urology, 178(2), pp. 395–401. doi:
10.1016/j.juro.2007.03.103.

Persu, C. et al. (2010) ‘TURP for BPH . How Large is Too Large ?’, 3(4),
pp. 3–7.

Purnomo, B. B. (2011) Dasar-dasar Urologi. 3rd edn. Jakarta: Sagung


Seto.

Putra, I. B. O. W. et al. (2016) ‘Relationship of age, prostate-specific


antigen, and prostate volume in Indonesian men with benign prostatic
hyperplasia’, Prostate International. Elsevier Ltd, 4(2), pp. 43–48. doi:
10.1016/j.prnil.2016.03.002.

Roar, J. K. (2015) KARAKTERISTIK PASIEN BENIGN PROSTATE


HYPERPLASIA (BPH) YANG MENJALANI TRANSURETHRAL
RESECTION OF PROSTATE (TURP) DI RUMAH SAKIT UMUM
PUSAT HAJI ADAM MALIK PADA PERIODE JANUARI 2012 –
DESEMBER 2013. Universitas Sumatera Utara. doi:
10.1007/s13398-014-0173-7.2.

Roehborn, C. G. and McConnell, J. D. (2002) Campbell’s Urology. 8th


edn. Edited by P. Walsh et al. Philadelphia: W.B. Saunders.

Roehrborn, C. G. (2008) ‘Pathology of benign prostatic hyperplasia’,


International Journal of Impotence Research, 20(SUPPL. 3). doi:
10.1038/ijir.2008.55.

75
Roehrborn, C. G. and McConnell, J. D. (2007) Campbell-Walsh Urology.
9th edn. Edited by M. F. Campbell et al. Philadephia: W.B. Saunders.

Roemani, R. S. (2007) ‘Faktor-faktor risiko terjadinya pembesaran prostat


jinak’.

Sarma, A. V. et al. (2009) ‘Diabetes and Benign Prostatic


Hyperplasia/Lower Urinary Tract Symptoms-What do We Know?’,
Journal of Urology. Elsevier Inc., 182(6 SUPPL.), pp. S32–S37. doi:
10.1016/j.juro.2009.07.088.

Sastroasmoro, S. (1995) Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis.


Jakarta: Sagung Seto.

Setyawan, B., Saleh, I. and Arfan, I. (2015) HUBUNGAN GAYA HIDUP


DENGAN KEJADIAN BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA ( Studi
Di RSUD Dr . Soedarso Pontianak ) RELATIONS WITH THE
LIFESTYLE OCCURRENCE BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (
Study In The Hospital . Dr . Soedarso Pontianak ).

Setyosari, P. (2010) Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sjamsuhidajat, R. and de Jong, W. (2005) Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd edn.
Edited by R. Sjamsuhidajat and W. de Jong. Jakarta: EGC.

Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. (2004) Brunner & Suddarth’s textbook of


medical surgical nursing. 10th edn. Philadelphia: Lippincott Williams
& Wilkins.

Vuichoud, C. and Loughlin, K. R. (2015) ‘Benign prostatic hyperplasia:


Epidemiology, economics and evaluation’, Canadian Journal of
Urology, 22(October), pp. 1–6.

Xu, H. et al. (2016) ‘Smoking habits and benign prostatic hyperplasia’,


Medicine, 95(32).

Yassin, M., Prasad, S. M. and Hashim, H. (2016) Glenn’s Urologic


Surgery. 8th edn. Edited by T. E. Keane and S. D. Graham.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Yatim, F. (2004) Pengobatan terhadap Penyakit Usia Senja, Andropause


dan Kelainan Prostat. Jakarta: Yayasan Obor.

Young, B., O’Dowd, G. and Woodford, P. (2014) Wheater’s Functional


Histology. 6th edn. Philadelphia: Elsevier Ltd.

https://www.webmd.com/urinary-incontinence-oab/picture-of-the-
prostate#1

76
https://siteman.wustl.edu/glossary/cdr0000045932/

LAMPIRAN

77
Lampiran 1 Jadwal Pelaksanaan
No Pelaksanaan Agt Sep Okt Nov Des
1 Mencari referensi
kepustakaan
2 Menyusun proposal
3 Mengurus perizinan
4 Pelaksanaan penelitian
5 Analisa data
6 Penyusunan laporan
7 Presentasi

78
Lampiran 2 Nota Dinas Penelitian

79
Lampiran 3 Surat Keterangan Penelitian

80

Anda mungkin juga menyukai