1. Rumah Sakit memiliki sistem terkait pengurangan risiko infeksi di fasilitas pelayanan selama
pembongkaran, pembangunan, penghancuran dan renovasi.
2. Rumah Sakit melakukan asesmen terhadap risiko paling sedikit setahun sekali dan
didokumentasikan.
3. Sebelum melakukan konstruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis terhadap kualitas
udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran, dan prosedur emergensi.
4. Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di rumah sakit harus
mengutamakan keselamatan pasien, pengunjung, dan petugas berdasarkan prinsip-prinsip
pencegahan dan pengendalian infeksi.
5. Komite PPIRS berkolaborasi dengan Komite K3RS dalam melakukan pengkajian risiko infeksi
dan tindak lanjut terhadap pembangunan dan renovasi di rumah sakit.
ii
DAFTAR ISI
KEBIJAKAN...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................................................iii
BAB I DEFINISI.........................................................................................................................1
BAB IV DOKUMENTASI.......................................................................................................21
iii
BAB I
DEFINISI
B. Risiko adalah :
1. Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan
2. Efek dari ketidakpastian tujuan
Dalam pengelolaan risiko (manajemen risiko) infeksi maka rumah sakit melaluoi komite
pencegahan dan pengendalian infeksi melakukan pengkajian, analisa, prioritas masalah,
perencanaan tindakan dan melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
2. Asesmen risiko atau Infection Control Risk Assesment (ICRA) adalah proses untuk menetapkan
risiko, pengendalian, dan evaluasi dari tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi terhadap
kegiatan penunjang di rumah sakit yang harus mengikuti prinsip – prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi serta melaksanakan strategi untuk menurunkan resiko infeksi.
1
Infection Control Risk Assesment (ICRA) untuk kontruksi pembangunan merupakan proses
menetapkan risiko potensial dari transmisi udara yg bervariasi dan kontaminasi melalui air kotor
dalam fasilitas selama konstruksi, renovasi dan kegiatan maintenance.
Kegiatan tersebut merupakan multidisiplin, proses kolaborasi yang mengevaluasi jenis / macam
kegiatan kontruksi dan kelompok risiko untuk klasifikasi penetapan tingkat. resiko penyebaran
infeksi dari kegiatan konstruksi tersebut. Fokus dari kegiatan tersebut pada pengurangan resiko dari
infeksi, melalui tahapan perencanaan fasilitas, desain, konstruksi, renovasi, pemeliharaan fasilitas.
BAB II
RUANG LINGKUP
2
a. Asesmen risiko prosedur dan invasif sesuaikan kebutuhan tiap MIKA
1) Surveilans HAIs
2) Pencampuran obat injeksi
3) Pemberian suntikan
4) Pemberian terapi cairan
5) Lumbal punksi
b. Asesmen risiko pada proses kegiatan penunjang pelayanan.
1) Sterilisasi alat
2) Pengelolaan linen/londri
3) Pengelolaan sampah
4) Penyediaan makanan
5) Kamar jenazah
2. Proses
a. Identifikasi risiko
b. Analisa risiko infeksi
c. Pengujian hasil asesmen
d. Penetapan risiko
e. Penyusunan strategi menurunkan risiko
BAB III
TATA LAKSANA
3
Kepala Bagian dari setiap unit kerja berkaitan dengan pencegahan dan pengendalian infeksi sesuai
kondisi unit kerja masing-masing.
Proses melakukan asesmen risiko infeksi dilakukan sebagai berikut:
1. Identifikasi kategori asesmen risiko infeksi
a. Asesmen riisko prosedur dan invasif
1) Surveilans HAI’s
a) Proses untuk mengidentifikasi apa yang bisa terjadi, mengapa dan bagaimana
hal tersebut bisa terjadi.
b) Pengelompokan pengkajian risiko berdasarkan area HAIs :
(1) Infeksi daerah Operasi
(2) Infeksi saluran kemih
(3) Infeksi aliran darah primer
(4) Infeksi luka Infus
(5) Ventilator assosiated pneumonia dan HAP
(6) Infeksi decubitus grade 2
c) Strategi yang digunakan untuk menurunkan risiko infeksi pada pasien yang
terpasang alat invasive
3) Pemberian suntikan
a) Tekhnik septik dan aseptik.
b) Komposisi obat ( asmolaritas tinggi )
c) NSI ( Needle Stick Injuri )
d) Kepatuhan terhadap tekhnik pencegahan infeksi
e) Strategi yang digunakan untuk menurunkan risiko infeksi pada pemberian
suntikan.
4
c) Penyuntikan intra vena atau melalui three way connector
d) Perawatan area infus.
e) Strategi yang digunakan untuk menurunkan risiko infeksi pada pemberian terapi
cairan.
5) Lumbal punksi
a) Tekhnik septik dan aseptik
b) Kepatuhan terhadap tekhnik pencegahan
c) Strategi yang digunakan untuk menurunkan risiko infeksi pada tindakan lumbal
punksi.
2. Analisa Risiko
Setelah melakukan identiifikasi risiko, maka tahap berikutnya adalah pengukuran risiko dengan
cara melihat potensialnya / probabilitas, seberapa besarseverity (kerusakan) dan sistem yang ada
dan dijalankan.
a. Probabilitas
Probabilitas adalah untuk menilai kemungkinan terjadinya suatu infeksi yang didasarkan
pada risiko yang sudah diketahui, data-data sebelumnya atau berdasarkan kajian literatur
yang ada.
Nilai probabilitas :
5
NILAI FREKUENSI
4 Sering terjadi, frekuensi >6-12X/tahun
3 Agak sering, frekuensi 4-6X/tahun
2 Kadang-kadang, frekuensi 3-4X/tahun
1 Jarang, frekuensi 1-2X/tahun
0 Tidak pernah terjadi
b. Dampak
Analisa dampak yaitu menilai apakah risiko tersebut dapat menimbulkan :
1) Ancaman kehidupan dan atau kesehatan
2) Terganggunya pelayanan
3) Kehilangan fungsi
4) Menurunnya kepercayaan masyarakat
5) Pengaruh terhadap anggaran
6) Isu-isu legal
7) Dampak peraturan
8) Standar/kebutuhan
Penilaian dampak :
NILAI DAMPAK
5 Kehilangan nyawa / ekstremitas
4 Hilangnya fungsi
3 Masa rawat panjang
2 Klinis dan keuangan sedang
1 Klinis dan keuangan minimal
c. Sistem
Analisa terhadap sistem yaitu menilai apakah sistem telah ada atau tidak dan telah
dilaksanakan secara konsisten atau tidak.
Analisa terhadap sistem menilai adanya :
1) Kebijakan dan prosedur terkini
2) Implementasi rencana / program
3) Pelatihan
4) Pengukuran outcome atau proses
5) Ketersediaan sistem back up
6) Sumber dari masyarakat/kesehatan masyarakat
6
Penilaian sistem :
NILAI SISTEM
5 Tidak ada peraturan
4 Peraturan ada, fasilitas ada, tidak dilaksanakan
3 Peraturan ada, fasilitas ada, tidak dilaksanakan
2 Peraturan ada, fasilitas ada, tidak selalu dilaksanakan
1 Peraturan ada, fasilitas ada, konsisten dilaksanakan
sistem), dengan demikian prioritas program didasarkan pada nilai yang terbesar
SKOR RISIKO =
NILAI PROBABILITAS X NILAI DAMPAK X NILAI SISTEM YANG ADA
7
PROBABILITAS DAMPAK SISTEM
NO HAIS SKOR
4 3 2 1 0 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
1 VAP
2 IDO
3 ISK
4 IADP
5 ILI
6 HAP
Contoh :
ICU kejadian VAP 5 kali, 1 meninggal, 3 rawat ICU 1 bulan, rawat di ruang perawatan 1
bulan dan pulang, 1 rawat ICU 2 minggu, rawat di ruang perawatan 1 minggu pulang. SPO
pencegahan dan perawatan VAP ada, tidak dilaksanakan secara konsisten. Kejadian IDO 1X,
rawat ICU 1 minggu, kemudian pindah perawatan biasa 1 minggu, kemudian pulang. SPO
perawatan pasca operasi, pencegahan dan penanganan IDO, tidak dilaksanakan secara
konsisten.
Dengan demikian maka prioritas pengelolaan risiko infeksi adalah pertama VAP dan kedua
IDO
8
NO HAIS/ PROBABILITAS DAMPAK SISTEM SKOR
Potensial 4 3 2 1 0 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1
Risiko
dll
5. Audit
a. HH
b. APD
dll
b. Prioritas Masalah
Berdasarkan hasil skoring yang dilakukan pada tabel risik, maka prioritas disusun sesuai
urutan risiko yang memiliki skor tertinggi. Urutan risiko tersebut kemudian dituangkan pada
tabel prioritas masalah berikut.
9
NO KELOMPO POTENSIAL SKOR PRIORITAS TUJUAN TUJUAN STRATEGI EVALUAS
K RISIKO RISK / UMUM KHUSUS I
MASALAH
Proses asesmen risiko pada kegaitan renovasi, konstruksi dan demolisi dilakukan dengan tahapan
sebagai berikut:
1. Alur Pelaksanaan Asesmen Risiko Kegiatan Renovasi Bangunan
a. Sebelum renovasi
1) Rapat koordinasi antara bagian Tehnik, KPPI, KK3RS dan Unit Sanitasi dan vendor.
2) KPPI melakukan pengkajian risiko dan membuat izin renovasi dengan persetujuan
pimpinan Rumah Sakit (Direktur).
3) Sebelum pelaksanaan pembangunan dan renovasi bangunan KPPI, KK3RS dan Unit
Sanitasi Lingkungan memberikan edukasi kepada pihak perencana dan pelaksana
proyek.
4) Pihak pelaksana proyek menutup area kerja, Komite PPIRS akan memastikan
dengan cek list ”Renovasi Bagunan“ dan memastikan kontraktor memasang
informasi bahwa area tersebut sedang ada pembangunan / renovasi / pembongkaran
bangunan sesuai standar K3RS dan PPI.
b. Selama Renovasi
1) Selama proses pembangunan pelaksana proyek wajib mengenakan APD sesuai
K3RS.
10
2) Selama dalam proses pembangunan, tim pengawas proyek (Bagian Tehnik, KPPIRS,
KK3RS, & Unit Sanitasi Lingkungan) melakukan monitoring thd pelaksanaan
pekerjaan sesuai kesepakatan bersama.
c. Setelah renovasi
Setelah pembangunan selesai KPPIRS melakukan evaluasi kembali melalui ceklist
renovasi bangunan.
Identifikasi risiko pada renovasi bangunan untuk mengidentifikasi cara transmisi kuman
yang meliputi :
1) Jumlah dan jenis prosedur dalam pemeriksaan
2) Ruangan yang tersedia
3) Jumlah dan jenis kamar (tekanan ruangan, dan lain – lain)
4) Jumlah tempat tidur di ruangan / kamar
5) Lantai dan permukaan (cat, dll)
6) Air, listrik dan sanitasi
7) Ventilasi & kualitas udara
8) Penanganan peralatan medis bekas dan baru
9) Penanganan makanan, cucian dan limbah
b. Analisa Risiko
Pada langkah ini dilakukan identifikasi kemungkinan konsekuensi dari program renovasi
untuk pasien, petugas, pengunjung dan lingkungan. Pertanyaan kunci yang membantu
dalam analisa risiko, antara lain :
1) Mengapa infeksi terjadi.
2) Faktor risiko infeksi mana yang sering terjadi.
3) Apa kemungkinan konsekuensi jika tindakan yang tepat tidak diambil.
4) Berapa banyak biaya untuk mencegahnya.
11
1) Langkah Pertama :
Identifikasi Tipe Aktifitas Proyek Konstruksi (Tipe A – D)
TIPE AKTIVITAS
TIPE A Aktifitas inspeksi dan non – invasif.
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada):
1. Pelepasan atau pemasangan plafon untuk pemeriksaan visual
saja, maksimal 1 plafon per 50m²
2. Pengecatan (tanpa proses penggosokan)
Pemasangan wallpaper, pekerjaan trim listrik, perbaikan ledeng
ringan, dan aktifitas yang tidak menyebabkan debu atau
membutuhkan pembongkaran dinding atau akses ke langit – langit
selain untuk pemeriksaan visual
TIPE B Skala kecil, durasi aktifitas tidak lama yang
menghasilkan debu minimal.
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
1. Instalasi kabel telepone dan komputer
2. Pembongkaran dinding atau langit2 dimana perpindahan
debu dapat dikontrol
TIPE C Pekerjaan yang menyebabkan timbulnya debu dalam
jumlah sedang dan besar atau membutuhkan
pembongkaran terhadap komponen gedung yang tetap
atau telah dirakit.
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
1. Pengampelasan dinding untuk pengecatan atau pemasangan
wallpaper
2. Pembongkaran lantai, langit – langit (plafon) dan kusen
3. Pembangunan dinding baru
4. Pembuatan saluran atau instalasi listik diatas plafon
5. Pekerjaan pemasangan kabel dalam jumlah besar
6. Semua aktifitas yang tidak dapat diselesaikan dalam 1 shift
jam kerja
TIPE D Proyek pembongkaran dan konstruksi mayor.
Meliputi (tetapi tidak hanya terbatas pada) :
1. Aktifitas yang membutuhkan lebih dari 1 shift jam kerja
2. Membutuhkan pembongkaran berat atau pembuangan seluruh
12
TIPE AKTIVITAS
sistem kabel
3. Konstruksi baru
2) Langkah Kedua :
Identifikasi Kelompok Resiko Pasien yang akan terpengaruh. Apabila
lebih dari 1 kelompok resiko, pilih kelompok dengan resiko terbesar :
Risiko rendah Resiko sedang Resiko tinggi Resiko sangat tinggi
Area 1. Cardiology 1. Instalasi Gawat 1. Area dengan pasien
perkantoran 2. Echocardiogr Darurat immunocom –promise
aphy 2. Kamar bersalin 2. Perawatan luka bakar
3. Endoscopy 3. Laboratorium 3. Cath lab jantung
4. Fisioterapi 4. Kamar perawatan 4. CSSD
5. Radiologi 5. Perinatologi 5. ICU
6. Poli bedah 6. Kamar isolasi
7. Poli anak bertekanannegatif
8. Farmasi 7. Perawatanonkologi
9. Kamar pemulihan 8. Kamar operasi
(recovery room)
3) Langkah Ketiga :
Padankan antara Kelompok Resiko Pasien dengan Tipe Proyek Konstruksi pada matrix
berikut, untuk mendapatkan Kelas Pencegahan atau Level Aktifitas Pencegahan Infeksi
yang diperlukan.
Kelompok
pasien risiko TYPE A TYPE B TYPE C TYPE D
Risiko LEVEL LEVEL LEVEL LEVE LEVE
rendah I II II L L
III IV
Risiko LEVEL LEVEL LEVEL LEVEL
medium I II III IV
Risiko tinggi LEVEL LEVEL LEVE LEVE LEVEL
I II L L IV
III IV
Risiko LEVEL LEVE LEVE LEVE LEVE LEVEL
sangat tinggi II L III L IV L L IV
13
III IV
Persetujuan dari Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi diperlukan bila aktifitas
konstruksi dan level resiko mencapai Kelas III atau Kelas IV dan membutuhkan
prosedur pencegahan infeksi.
Aktifitas Pencegahan Infeksi yang Dibutuhkan Berdasarkan Kelas
Kelas Selama proyek konstruksi Setelah proyek konstruksi selesai
KELA 1. Lakukan pekerjaan Bersihkan area kerja setelah
S dengan metode pekerjaan selesai
I meminimalisir timbulnya
debu dari pekerjaan
konstruksi
2. Segera mengganti plaforn
yang diambil untuk
pemeriksaan visual
KELA 1. Lakukan tindakan aktif 1. Usap permukaan kerja dengan
S untuk mencegah debu cairan pembersih / desinfektan
II terdispersi ke atmosfer 2. Sebelum
2. Lakukan penguapan pada ditransportasikan,tempat–kan
permukaan kerja untuk sampah konstruksi dalam wadah
mengontrol debu pada tertutup rapat
saat memotong / 3. Lap dengan lap basah
membongkar permukaan atau sedot dengan
3. Segel pintu yang tidak HEPA filter vacum sebelum
digunakan dengan tape meninggalkan area kerja
4. Segel dan tutup ventilasi 4. Setelah selesai, perbaiki sistem
udara HVAC di area kerja
5. Pindahkan atau isolasi
sistem HVAC di area kerj
KELA 1. Pindahkan atau isolasi 1. Jangan melepas penghalang dari
S sistem HVAC di area area kerja sampai dengan proyek
III kerja untuk mencegah yang sudah selesai diinspeksi
kontaminasi pada sistem oleh Panitia K3 dan Panitia PPI,
saluran serta telah dibersihkan
2. Lengkapi semua barrier seluruhnya oleh Unit Kebersihan
kritikal seperti gipsum, 2. Lepaskan bahan penghalang
triplek, plastik, untuk secara hati–hati untuk
14
Kelas Selama proyek konstruksi Setelah proyek konstruksi selesai
menyegel area kerja dari meminimalisir penyebaran debu
area perawatan atau dan debris sehubungan dengan
gunakan metode kubik proyek konstruksi
kontrol (keranjang 3. Sedot area kerja dengan HEPA
dilapisi plastik dan filter vacum
disegel koneksinya 4. Usap permukaan kerja dengan
dengan area kerja cairan Pembersih / desinfektan
menggunakan HEPA 5. Setelah selesai, perbaiki sistem
vacum untuk memvacum HVAC di area kerja
bila keluar) sebelum
konstruksi dimulai
3. Pertahankan tekanan
udara negatif didalam
area kerja menggunakan
unit filtrasi udara dengan
HEPA
4. Angkut sampah
konstruksi di dalam
kontainer tertutup rapat
5. Pada saat pemindahan,
tutupi wadah atau troli,
segel dengan tape kecuali
memiliki tutup yang solid.
KELA 1. Isolasi sistem HVAC di 1. Jangan melepas penghalang dari
S area kerja untuk area kerja sampai dengan proyek
IV mencegah kontaminasi yang sudah selesai diinspeksi
pada sistem saluran oleh Panitia K3 dan Panitia PPI,
2. Lengkapi semua barier serta telah dibersihkan
kritikal seperti gipsum, seluruhnya oleh Unit Kebersihan
triplek, plastik, untuk 2. Lepaskan bahan penghalang
menyegel area kerja dari secara hati – hati untuk
area perawatan atau meminimalisir penyebaran debu
gunakan metode kubik dan debris sehubungan dengan
kontrol (keranjang proyek konstruksi
dilapisi plastik dan 3. Sebelum
disegel koneksinya ditransportasikan,tempat–kan
15
Kelas Selama proyek konstruksi Setelah proyek konstruksi selesai
dengan area kerja sampah konstruksi dalam wadah
menggunakan HEPA tertutup rapat
vacum untuk memvacum 4. Pada saat pemindahan, tutupi
bila keluar) sebelum wadah atau troli, segel dengan
konstruksi dimulai tape kecuali memiliki tutup yang
3. Pertahankan tekanan solid.
udara negatif didalam 5. Sedot area kerja dengan HEPA
area kerja menggunakan filter vacum
unit filtrasi udara dengan 6. Usap permukaan kerja dengan
HEPA cairan pembersih / desinfektan
4. Segel lubang, pipa, 7. Setelah selesai, perbaiki sistem
saluran dan tusukan HVAC di area kerja
5. Bangun anteroom (ruang
antara) dan minta semua
personil untuk melewati
ruangan ini sehingga
bisadivacum dengan
HEPA filter sebelum
meninggalkan area kerja
atau mereka dapat
menggunakan baju kerja
yang dilepas setiap
meninggalkan area kerja
6. Semua personil yang
memasuki area kerja
diminta untuk
menggunakan sepatu
kerja. Sepatu kerja harus
dilepas setiap kali pekerja
meninggalkan area kerja
4) Langkah keempat
Identifikasi hal–hal lain terkait proyek konstruksi, antara lain :
a) Identifikasi area sekeliling area proyek, kaji potensi akibat yang dapat timbul
akibat proyek konstruksi.
i. Unit yang berada dibawahnya
16
ii. Unit yang berada diatasnya
iii. Unit yang berada dilateral / samping kanan
iv. Unit yang berada dilateral / samping kiri
v. Unit yang berada di belakang
vi. Unit yang berada di depan
b) Identifikasi lokasi aktifitas spesifik, contoh kamar pasien, ruangan obat, dll
c) Identifikasi masalah yang berkaitan dengan :
i. Ventilasi
ii. Pipa air
iii. Instalasi listrik dengan kemungkinan terjadinya pemadaman listrik
d) Identifikasi penghalang yang diperlukan dengan menggunakan kajian pencegahan
infeksi sebelumnya. Tipe penghalang apa yang diperlukan (gipsum, plastik,
triplek, tembok, dll), perlukan penggunaan HEPA filter?
e) Pertimbangkan potensial resiko kerusakan akibat air. Apakah ada resiko terkait
dengan ketahanan struktur (dinding, atap, langit–langit)
f) Jam kerja : Apakah pekerjaan konstruksi dikerjakan diluar jam pelayanan pasien?
g) Lakukan perencanaan terkait kebutuhan jumlah kamar isolasi atau kamar dengan
tekanan udara negatif
h) Lakukan perencanaan terkait dengan jumlah dan tipe wastafel sarana cuci tangan
i) Apakah panitia PPI setuju dengan jumlah minimal wastafel pada proyek ini?
j) Apakah panitia PPI setuju dengan rencana pembersihan area kerja
k) Lakukan perencanaan pembuangan limbah konstruksi dengan tim proyek, seperti
jalur keluar – masuk, pembersihan, pembuangan debris, dll
l) Identifikasi Area Sekitar Proyek
Selain aktifitas konstruksi, juga perlu diidentifikasi area sekitar proyek untuk
mengkaji pengaruh potensial terhadap risiko akibat pekerjaan konstruksi
disekitarnya, yaitu:
i. Unit yang berada dibawahnya
ii. Unit yang berada diatasnya
iii. Unit yang berada dilateral/samping kanan
iv. Unit yang berada di lateral/samping kiri
v. Unit yang berada di belakang
vi. Unit yang berada di depan
m) Rekomendasi Proyek
17
Selanjutnya tetapkan rekomendasi khusus yang diperlukan terkait hal–hal selama
dan setelah proyek dikerjakan, terkait aturan – aturan umum (kebijakan /
peraturan pemerintah), terkait dengan kenyamanan pasien dan pengunjung.
n) Surat Ijin Pekerjaan Konstruksi
Surat ijin pekerjaan konstruksi dibuat dan ditanda tangani oleh ketua KPPI dan
mengetahui Direktur Rumah Sakit. Setelah surat ijin pekerjaan konstruksi
dikeluarkan maka kepala proyek dapat memulai pekerjaan sesuai rekomendasi
yang ditetapkan.
o) Monitoring dan Evaluasi
i. Melakukan monitoring apakah tindakan pencegahan selama renovasi sudah
dilakukan dengan menggunakan daftar tilik
ii. Monitoring selama renovasi dilakukan sesuai waktu konstruksi
Renovasi < 1 bulan dilakukan monitoring 2 - 3 hari / sekali
Renovasi 1 bulan dilakukan monitoring dilakukan 1 minggu sekali
Renovasi > 1 bulan dilakukan monitoring 1 bulan/sekali.
iii. Melakukan evaluasi setelah renovasi atau kontruksi adakah dampak yang
ditimbulkan misal : infeksi pada petugas, pasien dsb
18
BAB IV
DOKUMENTASI
Dokumentasi pada proses pelaksanaan kajian risiko infeksi dan bangunan di MIKA ……. meliputi :
1. Dokumen implementasi
a. Formulir Ijin Konstruksi Pengendalian Infeksi
b. Formulir Checklist Pra Konstruksi
c. Formulir Checklist Post Konstruksi
d. Formulir Pemantauan Selama Renovasi / Konstruksi Bangunan
2. Dokumen Regulasi
SPO Infection Control Risk Assesment Renovasi Bangunan Rumah Sakit
19
Lampiran 1. Cek list prakonstruksi
Tanggal/Waktu Survey
Area
Proyek
1) Asbes
2) Bahan kimia berbahaya
3) Ruang sempit
4) Lainnya (misalnya masalah pengendalian infeksi)
C. Apakah salah satu dari sistem berikut ini dapat berdampak buruk?
1) Alarm Kebakaran
2) Sprinkler/Penyemprot air
3) Listrik
4) Air Domestik
5) Oksigen
6) Limbah
7) Heating Ventilation Air Conditioner ( HVAC )
D. Pengendalian Infeksi
20
KRITERIA Y TGL Ket
Melakukan edukasi kepada manajer, staf medis, petugas kesehatan lingkungan, dan
staf lain tentang risiko pasien immuno-supresi terhadap debu konstruksi.
1) Kontraktor diberikan salinan, pengelolaan bahan berbahaya, definisi kode darurat , dan
dokumentasi lainnya yang harus dikaji untuk mengurangi risiko cedera dan penyakit
pada karyawan.
4) Menilai efisiensi yang berkaitan dengan kemampuan penghambat debu (dust barriers)
terhadap pencegahan keluarnya partikulat udara.
6) Terdapat peralatan untuk menangkap partikulat seperti vakum dan peralatan HEPA
yang sesuai dengan urutan kerja.
11) Terdapat unit filtrasi HEPA di daerah perawatan pasien yang berdekatan dengan area
konstruksi dan berfungsi dengan baik.
Tanggal pemantauan :
KELAS IV
22
(…………………………………….)
Area Renovasi :
Tanggal pemantauan :
KELAS III
23
(…………………………………….)
Area Renovasi :
Tanggal pemantauan :
KELAS II
( …………………………………….)
24
Lampiran 3. Cek list post konstruksi
Tangga/Time of Survey
Facility Engineer
Area supervisi
Proyek
25
Kegiatan YA TGL Ket
C. Lingkungan
1) Bersihkan puing-puing, peralatan, perlengkapan, & bahan-bahan bangunan
2) Vacuum & bersihkan permukaan di semua area konstruksi untuk menghilangkan debu
D. Isolation barriers
1) Pelindung harus di lap basah, disedot dengan hepa, atau diberi uap air sebelum
dibongkar
E. Pengendalian infeksi
Tinjau indikasi untuk melakukan kultur lingkungan dengan satker terkait.
F. Keamanan Kebakaran
Tersedianya peralatan pemadam kebakaran
G. Keselamatan Jiwa
26
27