Abstrak
Artikel ini mendeskripsikan implementasi layanan Bimbingan dan Konseling pada Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan sederajat di Kalimantan Utara. Layanan Bimbingan dan Konseling
di SD sama halnya dengan implementasi di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Layanan tersebut
diberikan untuk mencapai perkembangan siswa secara optimal pada bidang pribadi sosial, belajar
dan karir. Implementasi layanan BK juga membutuhkan persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak
lanjutnya. Namun kenyataannya, upaya mencapai tujuan layanan Bimbingan dan Konseling di SD
dibutuhkan banyak kajian. Peran stakeholder sangat dibutuhkan dalam mengejawantahkan tugas dan
fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar.
Abstract
This article describes of implementation guidance and counseling programs at elementary
school level in North Borneo. Guidance and counseling programs as same as in higher level
grades school. Those aims to attain optimally development pupils in personal social, study,
and career wide. The implementation programs need preparations, implementing, evaluating,
and follow up. Unfortunately, efforts to get goal of guidance and counseling programs in
Elementary School needful considerable study. Corporation stakeholder is necessary needed
to personification tasks and function of guidance and counseling in elementary school level.
mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Anies Baswedan. Nelson Mandela pun
menyampaikan bahwa pendidikan merupakan senjata yang paling ampuh, yang bisa anda gunakan
untuk mengubah dunia. Pentingnya pendidikan sebagai alat rekayasa kehidupan bangsa, tentu
dibarengi dengan layanan yang mampu memandirikan peserta didik. Sehingga selain dibekali ilmu
pengetahuan, peserta didik juga perlu dibentengi dengan pendidikan karakter agar mereka kelak
menjadi insan yang mandiri dan berdaya saing. Inilah dasar bimbingan dan konseling yang
Mengacu pada peran sentral bimbingan dan konseling (BK), Kemendikbud dalam setiap
kurikulumnya mulai CBSA, KBK, KTSP, dan 2013 mengamanatkan adanya layanan bimbingan dan
konseling tiap satuan pendidikan (Irham, 2014). Layanan BK dalam kurikulum pendidikan nasional
diberikan kepada seluruh peserta didik. Yang menyangkut permasalahan pribadi, sosial, belajar, dan
karir mulai dari jenjang TK, SD, SMP, SMA sampai dengan Perguruan Tinggi dalam rangka
pengembangan diri (Hidayat, 2013). Hal tersebut dikuatkan lagi dengan munculnya Permendikbud
nomor 11 tahun 2014, tentang Bimbingan dan Konseling pada pendidikan dasar dan menengah.
Konsekuensi dari aturan tersebut menuntut semua lembaga pendidikan terutama jenjang pendidikan
dasar dan menengah memiliki SDM yang kompeten di bidangnya sebagai guru Bimbingan dan
Konseling (BK).
Guru BK dikelompokkan menjadi tiga, yaitu guru BK yang memiliki spesialisasi Bimbingan
dan Konseling, guru mata pelajaran yang ditugaskan oleh kepala sekolah menjadi guru BK, dan guru
BK yang mendapatkan tugas tambahan mengajar. Idealnya, guru BK di setiap sekolah adalah guru
yang memiliki latar belakang pendidikan S1 Bimbingan dan Konseling. Apabila di sekolah memang
tidak teradapat guru BK, guru mata pelajaran dapat memfungsikan diri sebagai guru BK untuk
melaksanakan tugas-tugas Bimbingan dan Konseling (Mua’wanah, 2012). Hal ini sebagaimana
disebutkan dalam Surat Edaran Mendikbud No. 143/MPK/1990 tanggal 5 Juli 1990 tentang petunjuk
teknis pelaksanaan angka kredit bagi guru dalam lingkungan Depdiknas bahwa guru BK (pada saat itu
Guru Pembimbing) dapat dilaksanakan oleh guru kelas (Sukardi, 2008). Akan tetapi surat edara
2
tersebut masih tumpang tindih dengan Permendikbud nomor 111 tahun 2014 tentang bimbingan dan
pihak berwenang. Tampak bahwa, layanan BK di satuan pendidikan dasar belum menyediakan tenaga
khusus dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling. Kondisi tersebut masih terlihat di beberapa
sekolah menengah. Masih ada beberapa sekolah SMP dan SMA sederajat di Kalimantan Utara yang
tidak terdapat guru BK. Berdasarkan hasil observasi di beberapa tempat masing-masing kota dan
kabupaten di Provinsi Kalimantan Utara, bahwa terdapat sekolah SMP Negeri tidak ada Guru BK,
rasio guru BK dan siswa yang tidak sebanding, dan ada beberapa guru BK yang bukan berlatar
Perlunya bimbingan dan konseling di SD pada dasarnya tidak lepas dari problemaika
perkembangan. Usia peserta didik SD adalah mengenal lingkungan yang lebih luas sebagai tempat
bersosialisasi. Mereka belajar melakukan penyesuaian diri dan hidup dengan aturan serta norma yang
berlaku. Mereka mulai belajar memahami berbagai aturan, nilai, dan norma-norma di masyarakat
sekolah (Nurihsan, 2011). Menurut teori Sosial Albert Bandura, peserta didik mempelajari sikap dan
perilaku dengan cara mengamati, menginternalisasi, kemudian meniru yang kadang kala tanpa ada
filterisasi tentang nilai baik-buruk atau benar-salah atas sikap dan perilaku yang ditirunya. Kondisi ini
menjadi kekhawatiran salah satu pemicu memunculkan ide perlunya bimbingan dan konseling di
sekolah dasar.
Kegiatan bimbingan dan konseling oleh guru kelas pada dasarnya sudah dilaksanakan. Hal
tersebut dilihat dari kinerja guru kelas dalam menangani beberapa permasalahan yang dialami oleh
peserta didik, seperti menangani peserta didik yang berkelahi, peserta didik yang korban bullying,
melayani keluhan dari orang tua siswa, dan sebagainya. Selain mengatasi masalah peserta didik
seperti itu, guru kelas dalam mata pelajaran yang saat ini menggunakan pendekatan saintifik dengan
pembelajaran tematik, terintegrasi dengan layanan-layanan Bimbingan dan Konseling pada bidang
Walaupun saat ini layanan BK di sekolah dasar masih terintegrasi dengan mata pelajaran
yang dibawakan oleh guru kelas, alangkah bijaknya layanan bimbingan dan konseling diampu oleh
3
guru yang memiliki kompetensi di bidangnya, sebagaimana urgensinya layanan BK di sekolah dasar
di atas. Hal tersebut juga didukung dalam rambu-rambu pelayanan bimbingan dan konseling dalam
jalur pendidikan formal yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007, bahwa
peran guru BK atau konselor di sekolah dasar memiliki peran sebagai Konselor Kunjung. Konselor
Kunjung tersebut memiliki tugas dan fungsi yang sama dengan guru BK di jenjang pendidikan
menengah namun menggunakan pendekatan Direct Behavior Consultation. Konselor kunjung tersebut
ditugaskan pada gugus sekolah dasar. Sehingga guru BK atau konselor kunjung tersebut mampu
memberikan layanan BK kepada beberapa sekolah dasar di bawah naungan gugus tempat
bertugasnya.
Akan tetapi, implementasi program tersebut, penulis belum pernah mendengar layanan BK di
sekolah dasar yang dilaksanakan oleh seorang konselor kunjung. Penulis hanya menemukan beberapa
sekolah dasar yang memiliki manajemen sekolah yang sehat memiliki guru BK. Sekolah-sekolah
tersebut dikelola oleh swasta. Sehingga nyaris belum ada guru BK sebagai konselor kunjung yang
Pemerintah daerah, pemerintah pusat dan organisasi profesi, dalam hal ini Asosiasi
Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) diharapkan mampu memfasilitasi dan mengkomodasi
permasalahan yang ada di masyarakat. Dengan bantuan dari pihak yang berwenang dan yang
memiliki kebijakan tersebut memberikan peluang besar dalam mengembangakan potensi peserta didik
agar optimal dan mandiri dimulai dari pendidikan dasar hingga menengah.
Oleh sebab itu, stakeholder perlu menyikapi kondisi yang dihadapi oleh masyarakat,
terutama pada layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan dasar dan menengah.
4
B. Pembahasan
Kalimantan Utara
Tarakan, dan Kabupaten Bulungan masih ditemukan sekolah yang tidak terdapat guru BK.
Kalimantan Utara, ternyata rasio guru BK dengan peserta didik masih tidak imbang. Selain
itu, implementasi guru BK di sekolah dasar ternyata belum dilakukan oleh pemerintah
daerah. Melihat kondisi tersebut, sangat dibutuhkan kerja keras dan dukungan dari berbagai
salah satunya.
No Kota/kabupaten Keterangan
1 Tarakan Rasio guru ditemukan
1: 400
1: 500
1: 800
2 Malinau Terdapat SMA Negeri tidak ada guru BK
3 Nunukan Terdapat SMP Negeri tidak ada guru BK
4 Bulungan Terdapat SMP Negeri tidak ada guru BK
Selain permasalahan tidak memiliki guru BK, di beberapa sekolah tersebut tidak
disediakan waktu khusus untuk memberikan layanan BK secara klasikal. Adapula guru BK
diberikan tugas tambahan mengajar sebagai guru Tata Boga, mata pelajaran PKn, dan
beberapa mata pelajaran lainnya. Kondisi tersebut berbeda dengan Permendikbud nomor 111
Layanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal memiliki ranah
5
Wilayah Manajemen & Manajemen &
Kepemimpinan Supervisi
Gambar. Wilayah layanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal
Provinsi Kalimantan Utara belum ada sekolah dasar secara khusus memiliki guru BK.
Sementara, layanan bimbingan dan konseling dikelola langsung oleh guru kelas masing-
masing. Namun layanan tersebut terintegrasi dengan layanan pembelajaran. Dengan demikian
Jika merujuk layanan BK di sekolah dasar yang telah dilaksanakan oleh Departemen
2. Memberikan layanan konsultasi kepada guru, orang tua, dan staf untuk
Selain memiliki fungsi utama tersebut, alokasi waktu layanan tiap komponen
layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar, terbagi menjadi beberapa hal
berikut ini:
6
Tabel. Distribusi alokasi waktu layanan BK Komprehensif di Carolina Selatan
7
Melihat persentase layanan BK di sekolah dasar tersebut, di Indonesia secara khusus
belum melaksanakannya. Maka dari itu, sudah saatnya seluruh komponen yang terlibat dalam
di SD
belum dilaksanakan sepenuhnya sesuai amanat dari Permendikbud nomor 111/2014. Dengan
melihat kondisi layanan Bk di sekolah dasar dan menengah di Provinsi Kalimantan Utara
seperti di atas, maka perlu dicarikan solusi agar eksistensi bimbingan dan konseling di
Indonesia pada umumnya dan di provinsi Kalimantan Utara pada khususnya. Alternatif yang
(ABKIN)
C. Koordinasi pihak LPTK yang memiliki program S1 Bimbingan dan Konseling dengan
8
BK dan kebutuhan
kebutuhannya sekolah
di masyarakat. Sebab stigma negatif yang masih melekat di masyarakat bahwa guru BK
dianggap sebagai polisi, dianggap sebagai tempat siswa yang bermasalah, dan lain
baru dan warna baru dalam layanan BK di sekolah. Hal tersebut akan memberikan imbas
C. Penutup
1. Kesimpulan
terutama di sekolah dasar dan menengah dibuthkan kerjasama antara LPTK yang memiliki
program S1 Bimbingan dan Konseling, ABKIN (Pusat dan Daerah), Pemerintah Pusat, dan
positif dalam rangka mengeksiskan dan memositifkan kinerja guru BK di sekolah. Layanan
BK di sekolah dasar perlu difasilitiasi khusus sesuai dengan peraturan terbaru yang
dibutuhkan orientasi dan evaluasi terkait dengan sebaran guru BK dan rasio guru BK dengan
peserta didik.
2. Saran/rekomendasi
Kajian ini masih dibutuhkan kegiatan yang lebih komprehensif dan diperlukan suatu
penelitian evaluatif untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dalam rangka memberikan
9
deskripsi pelayanan BK di Provinsi Kalimantan Utara.
Rujukan
Hidayat, Dede Rahmat dan Herdi. 2013. Bimbingan dan Konseling: kesehatan mental di
Sekolah. Rosdakarya: Bandung.
Irham, Muhamad dan Wiyani, Novan Ardy. 2014. Bimbingan dan Konseling: teori dan
aplikasi di Sekolah Dasar. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta.
Nurihsan, Achmad Juntika. 2011. Bimbingan dan Konseling dalam berbagai latar kehidupan.
Refika Aditama: Bandung.
South Carolina Departement of Education. 2008. The South Carolina Comprehensive
Developmental Guidance anda Counseling Model. South Carolina.
Sukardi, Dewa Ketut dan Kusmawati, Desak Nila. 2008. Proses bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta.
10