Anda di halaman 1dari 10

Implementasi Layanan Bimbingan dan Konseling pada Sekolah Dasar

di Daerah Terdepan (Studi Emperis dan Praktis di Kalimantan Utara)

Putu Agus Indrawan


putu.indrawan@staf.undana.ac.id
Bimbingan dan Konseling, FKIP Universitas Nusa Cendana

Abstrak
Artikel ini mendeskripsikan implementasi layanan Bimbingan dan Konseling pada Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dan sederajat di Kalimantan Utara. Layanan Bimbingan dan Konseling
di SD sama halnya dengan implementasi di jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Layanan tersebut
diberikan untuk mencapai perkembangan siswa secara optimal pada bidang pribadi sosial, belajar
dan karir. Implementasi layanan BK juga membutuhkan persiapan, pelaksanaan, evaluasi dan tindak
lanjutnya. Namun kenyataannya, upaya mencapai tujuan layanan Bimbingan dan Konseling di SD
dibutuhkan banyak kajian. Peran stakeholder sangat dibutuhkan dalam mengejawantahkan tugas dan
fungsi Bimbingan dan Konseling di Sekolah Dasar.

Kata kunci: Bimbingan dan Konseling, Sekolah Dasar

Abstract
This article describes of implementation guidance and counseling programs at elementary
school level in North Borneo. Guidance and counseling programs as same as in higher level
grades school. Those aims to attain optimally development pupils in personal social, study,
and career wide. The implementation programs need preparations, implementing, evaluating,
and follow up. Unfortunately, efforts to get goal of guidance and counseling programs in
Elementary School needful considerable study. Corporation stakeholder is necessary needed
to personification tasks and function of guidance and counseling in elementary school level.

Keyword: guidance and counseling, elementary school


A. Rasional
Pendidikan merupakan alat rekayasa pembangunan manusia, seperti yang disampaikan oleh

mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Anies Baswedan. Nelson Mandela pun

menyampaikan bahwa pendidikan merupakan senjata yang paling ampuh, yang bisa anda gunakan

untuk mengubah dunia. Pentingnya pendidikan sebagai alat rekayasa kehidupan bangsa, tentu

dibarengi dengan layanan yang mampu memandirikan peserta didik. Sehingga selain dibekali ilmu

pengetahuan, peserta didik juga perlu dibentengi dengan pendidikan karakter agar mereka kelak

menjadi insan yang mandiri dan berdaya saing. Inilah dasar bimbingan dan konseling yang

memandirikan dibutuhkan dalam kurikulum pendidikan nasional.

Mengacu pada peran sentral bimbingan dan konseling (BK), Kemendikbud dalam setiap

kurikulumnya mulai CBSA, KBK, KTSP, dan 2013 mengamanatkan adanya layanan bimbingan dan

konseling tiap satuan pendidikan (Irham, 2014). Layanan BK dalam kurikulum pendidikan nasional

diberikan kepada seluruh peserta didik. Yang menyangkut permasalahan pribadi, sosial, belajar, dan

karir mulai dari jenjang TK, SD, SMP, SMA sampai dengan Perguruan Tinggi dalam rangka

pengembangan diri (Hidayat, 2013). Hal tersebut dikuatkan lagi dengan munculnya Permendikbud

nomor 11 tahun 2014, tentang Bimbingan dan Konseling pada pendidikan dasar dan menengah.

Konsekuensi dari aturan tersebut menuntut semua lembaga pendidikan terutama jenjang pendidikan

dasar dan menengah memiliki SDM yang kompeten di bidangnya sebagai guru Bimbingan dan

Konseling (BK).

Guru BK dikelompokkan menjadi tiga, yaitu guru BK yang memiliki spesialisasi Bimbingan

dan Konseling, guru mata pelajaran yang ditugaskan oleh kepala sekolah menjadi guru BK, dan guru

BK yang mendapatkan tugas tambahan mengajar. Idealnya, guru BK di setiap sekolah adalah guru

yang memiliki latar belakang pendidikan S1 Bimbingan dan Konseling. Apabila di sekolah memang

tidak teradapat guru BK, guru mata pelajaran dapat memfungsikan diri sebagai guru BK untuk

melaksanakan tugas-tugas Bimbingan dan Konseling (Mua’wanah, 2012). Hal ini sebagaimana

disebutkan dalam Surat Edaran Mendikbud No. 143/MPK/1990 tanggal 5 Juli 1990 tentang petunjuk

teknis pelaksanaan angka kredit bagi guru dalam lingkungan Depdiknas bahwa guru BK (pada saat itu

Guru Pembimbing) dapat dilaksanakan oleh guru kelas (Sukardi, 2008). Akan tetapi surat edara

2
tersebut masih tumpang tindih dengan Permendikbud nomor 111 tahun 2014 tentang bimbingan dan

konseling pada satuan pendidikan dasar dan menengah.

Implementasi Permendikbud terbaru tersebut, nampaknya belum bisa diakomodasi oleh

pihak berwenang. Tampak bahwa, layanan BK di satuan pendidikan dasar belum menyediakan tenaga

khusus dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling. Kondisi tersebut masih terlihat di beberapa

sekolah menengah. Masih ada beberapa sekolah SMP dan SMA sederajat di Kalimantan Utara yang

tidak terdapat guru BK. Berdasarkan hasil observasi di beberapa tempat masing-masing kota dan

kabupaten di Provinsi Kalimantan Utara, bahwa terdapat sekolah SMP Negeri tidak ada Guru BK,

rasio guru BK dan siswa yang tidak sebanding, dan ada beberapa guru BK yang bukan berlatar

belakang pendidikan Bimbingan dan Konseling.

Perlunya bimbingan dan konseling di SD pada dasarnya tidak lepas dari problemaika

perkembangan. Usia peserta didik SD adalah mengenal lingkungan yang lebih luas sebagai tempat

bersosialisasi. Mereka belajar melakukan penyesuaian diri dan hidup dengan aturan serta norma yang

berlaku. Mereka mulai belajar memahami berbagai aturan, nilai, dan norma-norma di masyarakat

sekolah (Nurihsan, 2011). Menurut teori Sosial Albert Bandura, peserta didik mempelajari sikap dan

perilaku dengan cara mengamati, menginternalisasi, kemudian meniru yang kadang kala tanpa ada

filterisasi tentang nilai baik-buruk atau benar-salah atas sikap dan perilaku yang ditirunya. Kondisi ini

menjadi kekhawatiran salah satu pemicu memunculkan ide perlunya bimbingan dan konseling di

sekolah dasar.

Kegiatan bimbingan dan konseling oleh guru kelas pada dasarnya sudah dilaksanakan. Hal

tersebut dilihat dari kinerja guru kelas dalam menangani beberapa permasalahan yang dialami oleh

peserta didik, seperti menangani peserta didik yang berkelahi, peserta didik yang korban bullying,

melayani keluhan dari orang tua siswa, dan sebagainya. Selain mengatasi masalah peserta didik

seperti itu, guru kelas dalam mata pelajaran yang saat ini menggunakan pendekatan saintifik dengan

pembelajaran tematik, terintegrasi dengan layanan-layanan Bimbingan dan Konseling pada bidang

pribadi-sosial, belajar dan karir.

Walaupun saat ini layanan BK di sekolah dasar masih terintegrasi dengan mata pelajaran

yang dibawakan oleh guru kelas, alangkah bijaknya layanan bimbingan dan konseling diampu oleh

3
guru yang memiliki kompetensi di bidangnya, sebagaimana urgensinya layanan BK di sekolah dasar

di atas. Hal tersebut juga didukung dalam rambu-rambu pelayanan bimbingan dan konseling dalam

jalur pendidikan formal yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007, bahwa

peran guru BK atau konselor di sekolah dasar memiliki peran sebagai Konselor Kunjung. Konselor

Kunjung tersebut memiliki tugas dan fungsi yang sama dengan guru BK di jenjang pendidikan

menengah namun menggunakan pendekatan Direct Behavior Consultation. Konselor kunjung tersebut

ditugaskan pada gugus sekolah dasar. Sehingga guru BK atau konselor kunjung tersebut mampu

memberikan layanan BK kepada beberapa sekolah dasar di bawah naungan gugus tempat

bertugasnya.

Akan tetapi, implementasi program tersebut, penulis belum pernah mendengar layanan BK di

sekolah dasar yang dilaksanakan oleh seorang konselor kunjung. Penulis hanya menemukan beberapa

sekolah dasar yang memiliki manajemen sekolah yang sehat memiliki guru BK. Sekolah-sekolah

tersebut dikelola oleh swasta. Sehingga nyaris belum ada guru BK sebagai konselor kunjung yang

ditempatkan pada gugus-gugus sekolah dasar negeri.

Pemerintah daerah, pemerintah pusat dan organisasi profesi, dalam hal ini Asosiasi

Bimbingan dan Konseling Indonesia (ABKIN) diharapkan mampu memfasilitasi dan mengkomodasi

permasalahan yang ada di masyarakat. Dengan bantuan dari pihak yang berwenang dan yang

memiliki kebijakan tersebut memberikan peluang besar dalam mengembangakan potensi peserta didik

agar optimal dan mandiri dimulai dari pendidikan dasar hingga menengah.

Oleh sebab itu, stakeholder perlu menyikapi kondisi yang dihadapi oleh masyarakat,

terutama pada layanan bimbingan dan konseling pada satuan pendidikan dasar dan menengah.

Pertanyaan sekarang ialah bagaimana mengimplementasikan Permendikbud nomor 111/2014 dan

mengeksiskan Bimbingan dan Konseling di Provinsi Kalimantan Utara?

4
B. Pembahasan

1. Kondisi layanan BK pada pendidikan dasar dan menengah di Provinsi

Kalimantan Utara

Berdasarkan hasil observasi di Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau, Kota

Tarakan, dan Kabupaten Bulungan masih ditemukan sekolah yang tidak terdapat guru BK.

Kota Tarakan yang menjadi barometer perkembangan pendidikan di wilayah Provinsi

Kalimantan Utara, ternyata rasio guru BK dengan peserta didik masih tidak imbang. Selain

itu, implementasi guru BK di sekolah dasar ternyata belum dilakukan oleh pemerintah

daerah. Melihat kondisi tersebut, sangat dibutuhkan kerja keras dan dukungan dari berbagai

stakeholder dalam pengembangan profesi guru BK di daerah terdepan, Kalimantan Utara

salah satunya.

Tabel. Observasi sebaran guru BK di Provinsi Kalimantan Utara 2016.

No Kota/kabupaten Keterangan
1 Tarakan Rasio guru ditemukan
1: 400
1: 500
1: 800
2 Malinau Terdapat SMA Negeri tidak ada guru BK
3 Nunukan Terdapat SMP Negeri tidak ada guru BK
4 Bulungan Terdapat SMP Negeri tidak ada guru BK

Selain permasalahan tidak memiliki guru BK, di beberapa sekolah tersebut tidak

disediakan waktu khusus untuk memberikan layanan BK secara klasikal. Adapula guru BK

diberikan tugas tambahan mengajar sebagai guru Tata Boga, mata pelajaran PKn, dan

beberapa mata pelajaran lainnya. Kondisi tersebut berbeda dengan Permendikbud nomor 111

tahun 2014. Dengan demikian problematika BK di lapangan masih komplek.

Layanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal memiliki ranah

tersendiri di luar kegiatan manajemen sekolah dan pembelajaran. Wilayah layanan BK di

jalur pendidikan formal dapat di gambar seperti di bawah ini.

5
Wilayah Manajemen & Manajemen &
Kepemimpinan Supervisi

Wilayah Pembelajaran yang Tujuan: Perkembangan


Pembelajaran
mendidik Optimal tiap Peserta didik
bidang Studi

Wilayah Bimbingan dan Konseling yang Bimbingan & Konseling


memandirikan

Gambar. Wilayah layanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal

Sementara implementasi layanan BK di sekolah dasar, pengamatan penulis di

Provinsi Kalimantan Utara belum ada sekolah dasar secara khusus memiliki guru BK.

Sementara, layanan bimbingan dan konseling dikelola langsung oleh guru kelas masing-

masing. Namun layanan tersebut terintegrasi dengan layanan pembelajaran. Dengan demikian

layanan bimbingan dan konseling kurang optimal.

Jika merujuk layanan BK di sekolah dasar yang telah dilaksanakan oleh Departemen

Pendidikan Carolina Selatan menerapkan tiga fungsi utama, yaitu:

1. Menyediakan layanan BK Komprehensif untuk seluruh siswa.

2. Memberikan layanan konsultasi kepada guru, orang tua, dan staf untuk

meningkatkan layanan bantuan kepada siswa.

3. Memberikan dukungan kepada unit program pendidikan lain di sekolah dasar.

Selain memiliki fungsi utama tersebut, alokasi waktu layanan tiap komponen

layanan bimbingan dan konseling di sekolah dasar, terbagi menjadi beberapa hal

berikut ini:

6
Tabel. Distribusi alokasi waktu layanan BK Komprehensif di Carolina Selatan

Komponen Sekolah Dasar SMP SMA


Layanan dasar 35% - 45% 25% - 35% 15% - 25%
Perencanaan 5% - 10% 15% - 25% 25% - 35%
Individual
Layanan responsif 30% - 40% 30% - 40% 25% - 35%
Dukungan sistem 10% - 15% 10% - 15% 10% - 20%

7
Melihat persentase layanan BK di sekolah dasar tersebut, di Indonesia secara khusus

belum melaksanakannya. Maka dari itu, sudah saatnya seluruh komponen yang terlibat dalam

pengembangan layanan BK di pendidikan formal mengambil sikap agar di masa depan

layanan BK lebih terakomoasi.

2. Konsep Implementasi layanan BK di SD dan Upaya mengeksiskan Layanan BK

di SD

Layanan bimbingan dan konseling terutama di jenjang pendidikan dasar di Indonesia

belum dilaksanakan sepenuhnya sesuai amanat dari Permendikbud nomor 111/2014. Dengan

melihat kondisi layanan Bk di sekolah dasar dan menengah di Provinsi Kalimantan Utara

seperti di atas, maka perlu dicarikan solusi agar eksistensi bimbingan dan konseling di

Indonesia pada umumnya dan di provinsi Kalimantan Utara pada khususnya. Alternatif yang

bisa dilakukan ialah sebagai berikut:

A. Mendata sekolah dan jumlah guru BK di sekolah dasar dan menengah.

B. Koordinasi anatara pemerintah pusat, pemerintah daerah dan organisasi profesi

(ABKIN)

C. Koordinasi pihak LPTK yang memiliki program S1 Bimbingan dan Konseling dengan

pemerintah pusat, pemerintah daerah dan organisasi profesi.

Jika digambarkan dengan diagram seperti di bawah ini:

Tabel. Diagram alir koordinasi komponen pengembangan BK

Komponen ABKIN LPTK Pem. Pusat Pem.Daerah


Tugas kerja ABKIN Menyiapkan Mengeluarkan Menyiapkan
dan kordinasi Daerah tenaga BK peraturan kesempatan
Mendata guru yang terkait kerja sesuai

8
BK dan kebutuhan
kebutuhannya sekolah

Empat komponen tersebut diperlukan dalam pengembangan bimbingan dan konseling

di masyarakat. Sebab stigma negatif yang masih melekat di masyarakat bahwa guru BK

dianggap sebagai polisi, dianggap sebagai tempat siswa yang bermasalah, dan lain

sebagainya. Kerjasama antar komponen tersebut diharapkan mampu memberikan harapan

baru dan warna baru dalam layanan BK di sekolah. Hal tersebut akan memberikan imbas

positif kepada pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah dasar.

C. Penutup

1. Kesimpulan

Pengembangan layanan bimbingan dan konseling pada jalur pendidikan formal

terutama di sekolah dasar dan menengah dibuthkan kerjasama antara LPTK yang memiliki

program S1 Bimbingan dan Konseling, ABKIN (Pusat dan Daerah), Pemerintah Pusat, dan

Pemerintah Daerah. Empat komponen tersebut diharapkan memberikan kontribusi yang

positif dalam rangka mengeksiskan dan memositifkan kinerja guru BK di sekolah. Layanan

BK di sekolah dasar perlu difasilitiasi khusus sesuai dengan peraturan terbaru yang

dikeluarkan oleh pemerintah. Pelaksanaan layanan BK di Provinsi Kalimantan Utara masih

dibutuhkan orientasi dan evaluasi terkait dengan sebaran guru BK dan rasio guru BK dengan

peserta didik.

2. Saran/rekomendasi

Kajian ini masih dibutuhkan kegiatan yang lebih komprehensif dan diperlukan suatu

penelitian evaluatif untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal dalam rangka memberikan

9
deskripsi pelayanan BK di Provinsi Kalimantan Utara.

Rujukan

Hidayat, Dede Rahmat dan Herdi. 2013. Bimbingan dan Konseling: kesehatan mental di
Sekolah. Rosdakarya: Bandung.
Irham, Muhamad dan Wiyani, Novan Ardy. 2014. Bimbingan dan Konseling: teori dan
aplikasi di Sekolah Dasar. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta.
Nurihsan, Achmad Juntika. 2011. Bimbingan dan Konseling dalam berbagai latar kehidupan.
Refika Aditama: Bandung.
South Carolina Departement of Education. 2008. The South Carolina Comprehensive
Developmental Guidance anda Counseling Model. South Carolina.
Sukardi, Dewa Ketut dan Kusmawati, Desak Nila. 2008. Proses bimbingan dan Konseling di
Sekolah. Rineka Cipta: Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai