Anda di halaman 1dari 7

RANGKUMAN MATERI AGAMA ISLAM

PENGERTIAN POKOK-POKOK DASAR ISLAM / IMAN, ISLAM, IHSAN


Pengertian iman, Islam, dan Ihsan tersebut telah dijelaskan dalam hadits Rasulullah SAW
kepada Malaikat Jibril yang tengah menyerupai manusia. Berikut bunyi haditsnya yang
tertuang dalam kitab Arba'in an-Nawawiyyah yang dikutip dari buku Belajar Aqidah Akhlak:
Sebuah Ulasan Ringkas Tentang Asas Tauhid Dan Akhlak Islamiyah karya Muhammad
Asroruddin Al Jumhuri yaitu :

Dari Umar RA: "Pada suatu hari kami (Umar RA dan para sahabat RA) duduk-duduk
bersama Rasulullah SAW lalu muncul di hadapan kami seorang yang berpakaian sangat
putih. Rambutnya sangat hitam dan tidak tampak tanda tanda bekas perjalanan. Tidak seorang
pun dari kami yang mengenalnya. Dia langsung duduk menghadap Rasulullah SAW, kedua
kakinya menghempit kedua kaki Rasulullah, dari kedua telapak tangannya diletakkan di atas
paha Rasulullah SAW seraya berkata,

"Ya Muhammad, beritahu aku tentang Islam." Lalu Rasulullah saw. menjawab, "Islam ialah
bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan Muhammad Rasulullah, mendirikan
shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji apabila mampu." Orang itu
lantas berkata, "Benar". Kemudian dia bertanya lagi,

"Kini beritahu aku tentang iman." Rasulullah SAW menjawab, "Beriman kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, hari akhir dan beriman kepada Qodar
baik dan buruknya."

... Kemudian orang itu pergi menghilang dari pandangan mata. Lalu Rasulullah SAW
bertanya kepada Umar, "Hai Umar, tahukah kamu siapa orang yang bertanya tadi?" Lalu aku
(Umar) menjawab, "Allah dan rasulNya lebih mengetahui," Rasulullah lantas berkata, "Itulah
Jibril datang untuk mengajarkan agama kepada kalian," (HR Muslim).

Berdasarkan hadits di atas dapat diketahui bahwa ketiganya adalah rukun atau kerangka dasar
ajaran Islam. Seperti dilansir dari buku Buku Ajar Pendidikan Agama Islam yang ditulis oleh
Dodi Ilham Mustaring, para ulama pun mengembangkannya menjadi tiga konsep kajian.
Pertama, konsep iman melahirkan kajian aqidah, konsep Islam melahirkan konsep kajian
syariah, dan konsep ihsan melahirkan konsep kajian akhlak.

Melalui hadits sebelumnya juga dapat menarik pengertian iman, Islam, dan ihsan. Iman
adalah percaya dengan cara membenarkan sesuatu dalam hati, kemudian diucapkan oleh
lisan, dan dikerjakan dengan amal perbuatan.

Iman tersebut meliputi enam perkara yang disebut dengan rukun iman. Di antaranya ada
percaya kepada Allah, malaikat, hari akhir, kitab-kitab, nabi atau rasul. dan takdir yang baik
maupun buruk.

Adapun pengertian Islam berarti ketundukan (taslim), kepasrahan, menerima, tidak menolak,
tidak membantah, dan tidak membangkang. Artinya, penyerahan diri sepenuhnya kepada
Allah SWT.

Lima poin penting yang membentuk kerangka Islam atau biasa disebut dengan rukun Islam
adalah bersyahadat bahwa tidak ada Tuhan kecuali Allah dan rasulNya, mendirikan sholat,
menunaikan zakat, puasa Ramadhan, dan mengerjakan haji bila mampu.

Sedangkan pengertian ihsan adalah berbakti dan mengabdikan diri kepada Allah SWT
dengan dilandasi dengan kesadaran dan keikhlasan. Berbakti kepada Allah tersebut dapat
berupa berbuat sesuatu yang bermanfaat, baik untuk diri sendiri maupun sesama manusia.

SUMBER AJARAN ISLAM

Sumber ajaran Islam pertama dan kedua (Al-Quran dan Hadits/As-Sunnah) langsung dari Allah
SWT dan Nabi Muhammad Saw. Sedangkan yang ketiga (ijtihad) merupakan hasil pemikiran
umat Islam, yakni para ulama mujtahid (yang berijtihad), dengan tetap mengacu kepada Al-
Quran dan As-Sunnah.

1. Sumber Ajaran Islam: Al-Quran


Secara harfiyah, Al-Quran artinya “bacaan” (qoroa, yaqrou, quranan), sebagaimana firman
Allah dalam Q.S. 75:17-18:

“Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengum-pulkannya dan ‘membacanya’. Jika


Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah ‘bacaan’ itu”. 
Al-Quran adalah kumpulan wahyu atau firman Allah yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad Saw, berisi ajaran tentang keimanan (akidah/tauhid/iman), peribadahan (syariat),
dan budi pekerti (akhlak). 

Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi Muhammad Saw, bahkan terbesar pula dibandingkan
mukjizat para nabi sebelumnya. Al-Quran membenarkan Kitab-Kitab sebelumnya dan
menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkan sebelumnya.

“Tidak mungkin Al-Quran ini dibuat oleh selain Allah. Akan tetapi ia membenarkan kitab-
kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukum-hukum yang ditetapkannya. Tidak ada
keraguan di dalamnya dari Tuhan semesta alam” (Q.S. 10:37). 

“Dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu yaitu Al-Quran itulah yang benar,
membenarkan kitab-kitab sebelumnya...” (Q.S. 35:31).

Al-Quran dalam wujud sekarang merupakan kodifikasi atau pembukuan yang dilakukan para
sahabat. Pertama kali dilakukan oleh shabat Zaid bin Tsabit pada masa Khalifah Abu Bakar,
lalu pada masa Khalifah Utsman bin Affan dibentuk panitia ad hoc penyusunan mushaf Al-
Quran yang diketuai Zaid. Karenanya, mushaf Al-Quran yang sekarang disebut pula Mushaf
Utsmani.

2. Sumber Ajaran Islam: Hadits/As-Sunnah


Hadits disebut juga As-Sunnah. Sunnah secara bahasa berarti "adat-istiadat" atau "kebiasaan"
(traditions). Sunnah adalah segala perkataan, perbuatan, dan penetapan/persetujuan serta
kebiasaan Nabi Muhammad Saw. Penetapan (taqrir) adalah persetujuan atau diamnya Nabi
Saw terhadap perkataan dan perilaku sahabat.

Kedudukan As-Sunnah sebagai sumber hukum Islam dijelaskan Al-Quran dan sabda Nabi
Muhammad Saw.

“Demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu
(Muhammad) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, lalu mereka tidak
merasa berat hati terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima sepenuh
hati” (Q.S. 4:65).

“Apa yang diberikan Rasul (Muhammad) kepadamu maka terimalah dan apa yang
dilarangnya maka tinggalkanlah” (Q.S. 59:7).

“Telah kutinggalkan untuk kalian dua perkara yang (selama kalian berpegang teguh dengan
keduanya) kalian tidak akan tersesat, yaitu Kitabullah (Al-Quran) dan Sunnah-ku.” (HR.
Hakim dan Daruquthni).
“Berpegangteguhlah kalian kepada Sunnahku dan kepada Sunnah Khulafaur Rasyidin
setelahku” (H.R. Abu Daud).

Sunnah merupakan “penafsir” sekaligus “juklak” (petunjuk pelaksanaan) Al-Quran. Sebagai


contoh, Al-Quran menegaskan tentang kewajiban shalat dan berbicara tentang ruku’ dan
sujud. Sunnah atau Hadits Rasulullah-lah yang memberikan contoh langsung bagaimana
shalat itu dijalankan, mulai takbiratul ihram (bacaan “Allahu Akbar” sebagai pembuka
shalat), doa iftitah, bacaan Al-Fatihah, gerakan ruku, sujud, hingga bacaan tahiyat dan salam.

Ketika Nabi Muhammad Saw masih hidup, beliau melarang para sahabatnya menuliskan apa
yang dikatakannya. Kebijakan itu dilakukan agar ucapan-ucapannya tidak bercampur-baur
dengan wahyu (Al-Quran). Karenanya, seluruh Hadits waktu itu hanya berada dalam ingatan
atau hapalan para sahabat.

Kodifikasi Hadits dilakukan pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (100 H/718 M), lalu
disempurnakan sistematikanya pada masa Khalifah Al-Mansur (136 H/174 M). Para ulama
waktu itu mulai menyusun kitab Hadits, di antaranya Imam Malik di Madinah dengan
kitabnya Al-Mutwaththa,  Imam Abu Hanifah menulis Al-Fqhi, serta Imam Syafi’i menulis
Ikhtilaful Hadits, Al-Um, dan As-Sunnah. 

Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisi 40.000 Hadits. Ulama
Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga kini adalah Imam Bukhari (194 H/256 M)
dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam Muslim (206 H/261 M) dengan kitabnya Shahih
Muslim. Kedua kitab Hadits itu menjadi rujukan utama umat Islam hingga kini. Imam
Bukhari berhasil mengumpulkan sebanyak 600.000 hadits yang kemudian diseleksinya.
Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits yang kemudian diseleksinya. 

Ulama Hadits lainnya yang terkenal adalah Imam Nasa'i yang menuangkan koleksi haditsnya
dalam Kitab Nasa'i, Imam Tirmidzi dalam Shahih Tirmidzi, Imam Abu Daud dalam Sunan
Abu Daud, Imam Ibnu Majah dalam Kitab Ibnu Majah, Imam Baihaqi dalam Sunan Baihaqi
dan Syu'bul Imam, dan Imam Daruquthni dalam Sunan Daruquthni.
3. Sumber Ajaran Islam: Ijtihad
Secara bahasa, ijtihad artinya usaha sungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama
(ulama) untuk mencapai suatu putusan (simpulan) hukum syara' (syariat Islam) mengenai
kasus yang penyelesaiannya belum tertera dalam Alquran dan Sunah.

Ijtihad juga berarti pendapat atau tafsiran (KBBI).

Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah yang
tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

Pelaku atau orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid.

Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga setelah Al-Quran dan As-
Sunnah, diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi
dialog atau tanya jawab antara Nabi Muhammad Saw dan Mu’adz bin Jabal yang diangkat
sebagai Gubernur Yaman.

“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda?”


“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran.”
“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?”
“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah Rasulillah.”
“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah Rasulullah?”
“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (Ijtihadu bi ra’yi) tanpa
bimbang sedikit pun.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya menyenangkan hati
Rasulullah!”
Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi saat-saat Nabi Muhammad
Saw menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi dialog antara seorang sahabat dengan
Nabi Muhammad Saw.
“Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana kami jadinya?”
“Kamu punya Al-Quran!”

“Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang membawa penerangan dan petunjuk
tidak menyesatkan itu di hadapan kami, sering kami harus meminta nasihat, petunjuk, dan
ajaran, dan jika Anda telah pergi dari kami, Ya Rasulallah, siapakah yang akan menjadi
petunjuk kami?”
“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”

“Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru mungkin timbul yang tidak
dapat timbul selama hidup Anda. Kalau demikian, apa yang harus kami lakukan dan apa yang
harus dilakukan orang-orang sesudah kami?”

“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai alat setiap orang dan akal
sebagai petunjuk. Maka gunakanlah keduanya dan tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan
selalu membimbing kamu ke jalan yang lurus!” 

Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara yang tidak secara
tegas ditetapkan Al-Quran dan As-Sunnah. 

Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia menguasai Al-
Quran, As-Sunnah, sejarah Islam, juga  berakhlak baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu
pengetahuan. 

Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat
Islam. Hasil Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-
sama atau kolektif, maka hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan.
AGAMA ISLAM SEBAGAI AGAMA RAHMATAN LIL ‘ALAMIN
Benar bahwa Islam adalah agama yang rahmatan lil ‘alamin. Namun banyak orang
menyimpangkan pernyataan ini kepada pemahaman-pemahaman yang salah kaprah.
Sehingga menimbulkan banyak kesalahan dalam praktek beragama bahkan dalam hal yang
sangat fundamental, yaitu dalam masalah aqidah.
Pernyataan  bahwa Islam adalah agamanya yang rahmatan lil ‘alamin sebenarnya adalah
kesimpulan dari firman Allah Ta’ala,
َ‫ناك ِإالَّ َرحْ َمةً لِ ْلعالَ ِمين‬
َ ‫َوما َْأر َسْل‬

“Kami tidak mengutus engkau, Wahai Muhammad, melainkan sebagai rahmat bagi seluruh
manusia” (QS. Al Anbiya: 107)
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam diutus dengan membawa ajaran Islam, maka
Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia.
Secara bahasa,
ُ ُّ‫َّعط‬
‫ف‬ َ ‫الرقَّةُ والت‬
ِّ :‫الرَّمْح ة‬

rahmat artinya kelembutan yang berpadu dengan rasa iba (Lihat Lisaanul Arab, Ibnul Mandzur).
Atau dengan kata lain rahmat dapat diartikan dengan kasih sayang. Jadi, diutusnya Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa sallam adalah bentuk kasih sayang Allah kepada seluruh
manusia.

Anda mungkin juga menyukai