ISLAM
S U M B E R A J A R A N I S L A M I T U A D A T I G A , YA K N I A L - Q U R A N ,
H A D I T S ( A S - S U N N A H ) , D A N I J T I H A D . A J A R A N YA N G T I D A K
B E R S U M B E R D A R I K E T I G A N YA B U K A N A J A R A N I S L A M .
S U M B E R A J A R A N I S L A M P E RTA M A D A N K E D U A ( A L - Q U R A N D A N
HADITS/AS-SUNNAH) LANGSUNG DARI ALLAH SWT DAN NABI
M U H A M M A D S AW.
S E D A N G K A N YA N G K E T I G A ( I J T I H A D ) M E R U PA K A N H A S I L
P E M I K I R A N U M AT I S L A M , YA K N I PA R A U L A M A M U J T A H I D ( YA N G
B E R I J T I H A D ) , D E N G A N T E TA P M E N G A C U K E PA D A A L - Q U R A N D A N
AS-SUNNAH.
1. AL-QUR’AN
Berikutnya muncul Imam Ahmad dengan Musnad-nya yang berisi 40.000 Hadits.
Ulama Hadits terkenal yang diakui kebenarannya hingga kini adalah Imam Bukhari
(194 H/256 M) dengan kitabnya Shahih Bukhari dan Imam Muslim (206 H/261 M)
dengan kitabnya Shahih Muslim. Kedua kitab Hadits itu menjadi rujukan utama
umat Islam hingga kini. Imam Bukhari berhasil mengumpulkan sebanyak 600.000
hadits yang kemudian diseleksinya. Imam Muslim mengumpulkan 300.000 hadits
yang kemudian diseleksinya.
Ulama Hadits lainnya yang terkenal adalah Imam Nasa'i yang menuangkan koleksi
haditsnya dalam Kitab Nasa'i, Imam Tirmidzi dalam Shahih Tirmidzi, Imam Abu
Daud dalam Sunan Abu Daud, Imam Ibnu Majah dalam Kitab Ibnu Majah, Imam
Baihaqi dalam Sunan Baihaqi dan Syu'bul Imam, dan Imam Daruquthni dalam
Sunan Daruquthni.
3. IJTIHAD
Secara bahasa, ijtihad artinya usaha sungguh-sungguh yang dilakukan para ahli agama (ulama) untuk
mencapai suatu putusan (simpulan) hukum syara' (syariat Islam) mengenai kasus yang penyelesaiannya belum
tertera dalam Alquran dan Sunah. Ijtihad juga berarti pendapat atau tafsiran (KBBI).
Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah yang tidak secara jelas
disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Pelaku atau orang yang melakukan ijtihad disebut Mujtahid.
Kedudukan Ijtihad sebagai sumber hukum atau ajaran Islam ketiga setelah Al-Quran dan As-Sunnah,
diindikasikan oleh sebuah Hadits (Riwayat Tirmidzi dan Abu Daud) yang berisi dialog atau tanya jawab
antara Nabi Muhammad Saw dan Mu’adz bin Jabal yang diangkat sebagai Gubernur Yaman.
“Bagaimana memutuskan perkara yang dibawa orang kepada Anda?”
“Hamba akan memutuskan menurut Kitabullah (Al-Quran.”
“Dan jika di dalam Kitabullah Anda tidak menemukan sesuatu mengenai soal itu?”
“Jika begitu, hamba akan memutuskannya menurut Sunnah Rasulillah.”
“Dan jika Anda tidak menemukan sesuatu mengenai hal itu dalam Sunnah Rasulullah?”
“Hamba akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri (Ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikit
pun.”
“Segala puji bagi Allah yang telah menyebabkan utusan Rasulnya menyenangkan hati Rasulullah!”
Hadits tersebut diperkuat sebuah fragmen peristiwa yang terjadi saat-saat Nabi Muhammad Saw
menghadapi akhir hayatnya. Ketika itu terjadi dialog antara seorang sahabat dengan Nabi Muhammad Saw.
“Ya Rasulallah! Anda sakit. Anda mungkin akan wafat. Bagaimana kami jadinya?”
“Kamu punya Al-Quran!”
“Ya Rasulallah! Tetapi walaupun dengan Kitab yang membawa penerangan dan petunjuk tidak menyesatkan
itu di hadapan kami, sering kami harus meminta nasihat, petunjuk, dan ajaran, dan jika Anda telah pergi dari
kami, Ya Rasulallah, siapakah yang akan menjadi petunjuk kami?”
“Berbuatlah seperti aku berbuat dan seperti aku katakan!”
“Tetapi Rasulullah, setelah Anda pergi peristiwa-peristiwa baru mungkin timbul yang tidak dapat timbul
selama hidup Anda. Kalau demikian, apa yang harus kami lakukan dan apa yang harus dilakukan orang-
orang sesudah kami?”
“Allah telah memberikan kesadaran kepada setiap manusia sebagai alat setiap orang dan akal sebagai
petunjuk. Maka gunakanlah keduanya dan tinjaulah sesuatu dan rahmat Allah akan selalu membimbing
kamu ke jalan yang lurus!”
Ijtihad adalah “sarana ilmiah” untuk menetapkan hukum sebuah perkara yang tidak secara tegas ditetapkan
Al-Quran dan As-Sunnah.
Pada dasarnya, semua umat Islam berhak melakukan Ijtihad, sepanjang ia menguasai Al-Quran, As-Sunnah,
sejarah Islam, juga berakhlak baik dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Lazimnya, Mujtahid adalah para ulama yang integritas keilmuan dan akhlaknya diakui umat Islam. Hasil
Ijtihad mereka dikenal sebagai fatwa. Jika Ijtihad dilakukan secara bersama-sama atau kolektif, maka
hasilnya disebut Ijma’ atau kesepakatan.