Anda di halaman 1dari 8

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 157 Tahun

2014 Tentang Kurikulum Pendidikan Khusus Pasal 4 anak berkebutuhan khusus dapat
dikelompokkan menjadi:

1. Tunanetra
2. Tunarungu
3. Tunawicara
4. Tunagrahita
5. Tunadaksa
6. Tunalaras
7. Berkesulitan belajar
8. Lamban belajar
9. Autis
10. Memiliki gangguan motorik
11. Menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat adiktif
lain
12. Memiliki kelainan lain

Berikut ini adalah penjelasan dari pengelompokan anak berkebutuhan khusus.

1. Tunanetra

Dimata masyarakat umum, tunanetra atau yang lebih dikenal dengan buta adalah
seseorang yang tidak bisa melihat atau seseorang yang telah kehilangan fungsi
penglihatannya, padahal pengertian tunanetra tidak sesempit itu, karena anak yang
hanya mampu melihat dengan keterbatasan (low vision) juga disebut tunanetra,
Seperti yang didefinisikan oleh Somantri (1996:54)anak tunanetra adalah anak yang
mengalami gangguan penglihatan, baik sebagian atau menyeluruh yang menyebabkan
proses penerimaan informasi kurang optimal.

Gangguan penglihatan atau kebutaan karena kerusakan/kelainan pada mata seseorang,


menyebabkan kemampuan indera penglihatan seseorang tidak dapat berfungsi dengan
baik atau bahkan tidak dapat berfungsi sama sekali. Penyebab kerusakan/kelainan
itu bisa terjadi saat di dalam kandungan dan bisa juga terjadi setelah lahir.
Karena tunanetra memiliki keterbatasan dalam hal penglihatan, maka dalam proses
pembelajarannya lebih menekankan pada alat indera yang lain yaitu indera perabaan
dan pendengaran.

Karakteristik anak tunanetra menurut Somantri (2012: 66), yaitu:Dikatakan


tunanetra bila ketajaman penglihatannya kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan
tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang
awas/normal dapat dibaca pada jarak 21 meter yang diukur dengan tessnellen
card.Berdasarkan acuan tersebut, anak tunanetra dikelompokan menjadi 2 macam,
yaitu:

1.    Buta jika anak tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya =
0).

2.    Low vision jika anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi
ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membacaheadline pada
suarat kabar.

Indra penglihatan memiliki peran yang sangat penting dalam penerimaan informasi
dan pengalaman, seseorang yang mengalami gangguan penglihatan baik sebagian
ataupun menyeluruh sama-sama mengalami hambatan dan keterbatasan dalam
pengalaman, kemampuan bergerak dalam lingkungan serta interaksi dalam lingkungan.

2. Tunarungu

Istilah tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya rusak atau
cacat dan rungu artinya pendengaran, seseorang dapat dikatakan tunarungu apabila
ia memiliki kerusakan/kelainan pada organ pendengarannya yang menyebabkan ia
tidak dapat mendengar atau kurang mampu mendengar suara yang seharusnya mampu
didengar orang normal.

“Tunarungu berarti kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan


oleh kerusakan seluruh alat pendengaran yang mengakibatkan hambatan dalam
perkembangan bahasa sehingga memerlukan bimbingan dan pelayanan khusus”.
( Salim,1984 : 8)Dikalangan masyarakat umum, tunarungu lebih dikenal dengan kata
tuli, yaitu seseorang yang tidak mampu mendengar atau memiliki kerusakan pada
organ dengarnya. Namun istilah tuli dimasyarakat  kadang lebih sering menuju
kearah mengejek atau mencaci.
Tunarungu bisa disebabkan oleh banyak faktor, mulai dari dalam kandungan ataupun
benturan keras yang menyebabkan kerusakan pada organ pendengaran. Klasifikasi
lain dikemukakanolehStreng yang dikutipSomaddanHernawati( 1997 : 28-31 )
sebagaiberikut:

 Mild Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 20-30 dB yang  memiliki


ciri- ciri :

1. Sukar mendengar percakapan yang lemah.


2. Menuntut sedikit perhatian  khususdari sistem sekolah tentang
kesulitannya.
3. Perlu latihan membaca ujaran dan perlu diperhatikan perkembangan
penguasaan perbendaharaan kata.

 Marginal Loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 30-40 dB yang


memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Mengerti percakapan biasa pada jarak satu meter.

2. Mereka sulit menangkap percakapan dengan pendengaran padajarak


normal dan  kadang-kadang mereka mendapat kesulitan dan menangkap
percakapan kelompok.

3. Mereka akan sedikit mengalami kelainan bicara dan perbendaharaan


kata yang terbatas.

4. Kebutuhan dalam program pendidikan antara lain belajar membaca,


penggunaan alat bantu dengar, latihan bicara, latihan artikulasi dan
perhatian dalam perkembangan perbendaharaan kata.

  Moderat loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 40-60 dB yang  


memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Mereka mengerti percakapan keras pada jarak satu meter.

2. Perbendaharaan kata terbatas


 yaitu kehilangan kemampuan mendengar 60-70 dB. Memiliki ciri-ciri :

Mereka masih biasa mendengar suara keras dari jarak yang dekat misalnya klakson
mobil dan lolongan anjing. Mereka diajar dalam suatu kelas khusus untu kanak-anak
tunarungu. Diperlukan latihan membaca ujaran dan pelajaran yang dapat
mengembangkan bahasa dan bicaradari guru kelas khusus.

 Profound loses, yaitu kehilangan kemampuan mendengar 75 dB keatas.


Memiliki ciri :

Mendengar suara yang keras pada jarak 1 inci (2,24 cm) atau sama sekali tidak
mendengar walaupun menggunakan alat bantu dengar.

3. Tunagrahita

Sebagian besar masyarakat menganggap anak-anak tunagrahita adalah anak yang


bodoh, lemot, lelet, idiot dan lain sebagainya. Anggapan itu membuat anak
tunagrahita dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Anggapan itu juga membuat
masyarakat menjauhi serta mengucilkan anak tunagrahita. Padahal anggapan yang
beredar luas dimasyarakat adalah anggapan yang tidak tepat, darisudut bahasa atau
istilah tunagrahita berasal dari kata “tuna” dan “grahita” tuna artinya rusak
atau cacat dan grahita artinya berfikir. Definisi yang diterima secara luas dan
menjadi rujukan utama ialah definisi yang dirumuskan oleh Grossman yang secara
resmi digunakan AAMD (American Association of Mental Deficiency) yaitu
ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual umum yang secara nyata
(signifikan) berada di bawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam
tingkah laku penyesuaian diri dan semua ini berlangsung pada masa perkembangan.
Tunagrahita adalah seseorang yang mengalami hambatan fungsi kecerdasan
intelektual dan adaptasi tingkah laku yang terjadi pada masa perkembangannya dan
juga menyebabkan kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial.

Klasifikasi anak tunagrahita menurut AAMD (American Assosiation on Mental


Deficiency) dan PP No. 72 tahun 1991 dalam Amin (1995:22-24) klasifikasi anak
tunagrahita terbagi menjadi tiga kelompok sebagai berikut :

 Tunagrahita ringan
Mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun kecerdasannya dan adaptasi
sosialnya terhambat, namun mereka mempunyai kemampuan untuk berkembang dalam
bidang pelajaran akademik, penyesuaian sosial dan kemampuan bekerja.

 Tunagrahita sedang

Anak tunagrahita sedang memiliki kemampuan intelektual umum dan adaptasi perilaku
di bawah tunagrahita ringan. Mereka dapat belajar keterampilan sekolah untuk
tujuan-tujuan fungsional, mencapai suatu tingkat “tanggung jawab sosial” dan
mencapai penyesuaian sebagai pekerja dengan bantuan.

 Tunagrahita berat dan sangat berat

Anak yang tergolong dalam kelompok ini pada umumnya hampir tidak memiliki
kemampuan untuk di latih mengurus diri sendiri melakukan sosialisasi dan bekerja.
Di antara mereka (sampai batas tertentu) ada yang dapat mengurus diri sendiri dan
dapat berkomunikasi secara sederhana serta dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sekitarnya yang sangat terbatas.

4. Down Sindrom

Down Sindrom adalah gangguan genetika paling umum yang menyebabkan perbedaan
kemampuan belajar dan ciri-ciri fisik tertentu yang disebabkan adanya
abnormalitas perkembangan kromosom.Down Sindrom disebut juga penyakit genetik
karena gangguan kromosom dengan ciri khas wajah universal (wajah mongoloid).
Dimasyarakat sendiri, Down Sindrom lebih dikenal dengan anak seribu wajah, bukan
karena wajah anak down sindrom ada seribu, melainkan karena ada banyak anak down
sindrom dan wajah anak-anak down sindrom itu sama, down sindrom tidak bisa
disembuhkan, namun dengan dukungan, perhatian dan kasih sayang, anak-anak dengan
down sindrom bisa tumbuh dengan maksimal.

Anak-anak dengan down sindrom sangat membutuhkan bimbingan jauh melebihi anak
normal lainnya. Perkembangan mereka dalam berbagai aspek memerlukan waktu, dan
mereka akan menjalaninya bertahap, sesuai dengan kemampuan mereka.

5. Tunadaksa
Ketika kita bergaul dengan teman atau masyarakat sekitar sesekali kita akan
bertemu dengan orang yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna, seperti berjalan
menggunakan bantuan kursi roda karena tidak memiliki kaki ataupun memiliki kaki
yang tidak mampu menopang berat tubuhnya, tidak dapat memegang gelas karena
bentuk tangan yang tidak normal dan lain sebagainya. Seseorang yang seperti itu
disebut dengan tunadaksa.

Istilah tunadaksa berasal dari kata “tuna” dan “daksa”, tuna yang berarti rusak
atau cacat dan “daksa” yang berarti tubuh. Menurut Sutjihati Somantri tunadaksa
adalah suatu keadaan yang terganggu atau rusak sebagai akibat dari gangguan
bentuk atau hambatan pada otot, sendi dan tulang dalam fungsinya yang normal.
Kondisi ini bisa disebabkan oleh kecelakaan, penyakit atau juga bisa disebabkan
karena pembawaan sejak lahir.

Dimasyarakat sendiri istilah tunadaksa masih belum terlalu familiar, masyarakat


menyebut tunadaksa dengan kata cacat atau cacat tubuh. Padahal kata cacat adalah
kata yang kurang baik untuk di ucapkan, apalagi untuk anak berkebutuhan
khusus.Tunadaksa yang dialami seseorang dapat terjadi karena bawaan dari lahir
ataupun disebabkan oleh penyakit dan kecelakaan.

Klasifikasi anak tunadaksa dilihat dari sistem kelainanya. Pada dasarnya kelainan
pada anak tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1)
Kelainan pada sistem serebral (cerebral system), dan (2) kelainan pada sistem
otot dan rangka (musculus skeletal system)

1)      Kelainan pada sistem serebral (cerebral system disorders)

Penggolongan anak tunadaksa kedalam kelompok kelainan sistem serebral didasarkan


pada letak penyebab kelainan yang terletak di dalam sistem syaraf pusat (otak dan
sumsum tulang belakang). Kerusakan pada sistem syaraf pusat mengakibatkan bentuk
kelainan yang krusial, karena otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat
komputer dari aktivitas hidup manusia. Didalamnya terdapat pusat kesadaran, pusat
ide, pusat kecerdasan, pusat motorik, pusat sensoris dan lain sebagainya. Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah cerebral palsy.

2)      Kelainan pada sistem otot dan rangka (musculus skeletal system)


 Sistem otot dan rangka adalah bagian-bagian atau jaringan-jaringan yang
membentuk    gugusan otot dan rangka sehingga terjadi koordinasi yang normal dan
fungsional dalam menjalankan tugasnya.antara lain meliputi:

a). Poliomyelitis

b). Muscle dystrophy

c). Spina Bifida

3)      Kelainan tunadaksa karena bawaan (congenital deformities)

Kelainan tunadaksa atau cacat ortopedi dapat terjadi karena faktor bawaan yang
disebabkan oleh faktor endogeen (gen) dari ayah, ibu, dari kedua-duanya, sehingga
sel-sel pertama yang tumbuh menjadi bayi telah mengalami cacat, Kelainan ini
terjadi karena faktor exogen, yaitu pada awal-awal pertumbuhan sel

6. Tunalaras

Saat di sekolah, kita pasti melihat anak yang sering melakukan pelanggaran, baik
melanggar peraturan sekolah, peraturan kelas, peraturan guru dan lain sebagainya.
Anak-anak yang melakukan pelanggaran dan sering dihukum oleh guru akan di cap
nakal oleh teman-temannya. Anak-anak tersebut bisa disebut dengan tunalaras.

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan


kontrol sosial. Tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak
sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat
disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari
lingkungan sekitar.

1. Berkesulitan Belajar/lamban belajar

Seseorang dapat dikatakan berkesulitan belajar atau lamban belajar jika ia


memiliki IQ normal namun jika dibandingkan dengan teman sebaya ia mengalami
keterlambatan dalam proses pemahaman belajarnya.

7. Autis
Autis adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks yang gejalanya sudah
terlihat sebelum anak berusia tiga tahun. Seseorang yang mengalami autisme
memiliki gangguan dan masalah dalam berinteraksi dengan orang lain, kadang anak
autisme terlihat sangat linglung, terkucil, terasing, tidak mau melakukan kontak
mata dengan orang lain, tidak mau bermain bersama teman-temannya, sering
mengulang gerakan-gerakan secara terus menerus dan berlebihan. Akibat gangguan
ini seseorang yang mengidap gangguan autis sulit unutk belajar berinteraksi dan
berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya dan menyebabkan seolah-olah ia hidup
dalam dunianya sendiri.

Menurut Yatim (2002) dalam YAI, anak autis dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu:

 Autisme persepsi: dianggap autisme yang asli kerana kelainan sudah timbul
sebelum lahir. Ketidak mampuan anak berbahasa termasuk pada penyimpangan
reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga kemampuan anak
bekerjasama dengan orang lain, sehinggaanak bersikap masa bodaoh.

 Autisme reaksi: terjadi karena beberapa permasalahan yang di menimbulkan


kecemasan seperti orang tua meninggal, sakit berat, pindah rumah/sekolah
dan sebagainya. Autisme ini akan memuncukan gerakan-gerakan tertentu
berulang – ulang, kadang-kadang disertai kejang-kejang. Gejala ini muncul
pada usia lebih besar enam sampai tujuh tahun sebelum anak memasuki
tahapan berfikir logis.

 Autisme yang timbul kemudian: terjadi setelah anak agak besar, dikarenakan
kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal ini akan
mempersulit dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan pendidikan untuk
mengubah perilakunya yang sudah melekat.

Anda mungkin juga menyukai