Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN

DOSEN PENGAMPU : TRY WAHYU PURNOMO S,Pd , M.Pd

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2:

Immanuel Situmorang

Indah P Purba

Jihan Syifa Silalahi

Katrin Naibaho

Dhiah Ayu Agustina

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN 2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang Filsafat Pendidikan ini dengan
baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.

Pada kesempatan kali ini kami akan membagikan makalah filsafat pendidikan, yang mana di
dalam membahas tentang menganalisis aliran aliran Filsafat Pendidikan, menemukan
perbedaan dan persamaaan diantara alirn aliran Filsafat, menganalisis gagasan dan
pelaksanaan Pendidikan aliran Filsafat Pendidikan.

Kami menyadari selaku manusia biasa yang tak luput dari kesalahan, Maka dari itu
kami sangat mohon maaf apabila ada kekurangan dalam makalah ini, kami juga menerima
apabila ada kritik dan saran dari bapak. Saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
2.1 Menelaah Aliran-aliran Filsafat Pendidikan 2
A. Idealisme 2
B. Realisme 3
C. Materialisme 4
D. Pragmatisme 5
E. Eksitensialisme 7
F. Progresivisme 7
G. Perenialisme 9
H. Ensesialisme 10
I. Rekontrusionalisme 11
2.2 Memberi Agumentasi Terkait Perbedaan dan Persamaan Aliran-aliran
Filsafat Pendidikan 12
2.3 Membangun Gagasan dan Pelaksanaan Pembelajaran sesuai
Aliran Filsafat Pendidikan 13
BAB III PENUTUP 16
3.1 Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya manusia sebagai makhluk hidup berpikir dan selalu


berusaha untuk mengetahui segala sesuatu, tidak mau menerima begitu saja apa adanya
sesuatu itu, selalu ingintahu apa yang ada dibalik yang dilihat dan diamati. Segala sesuatu
yang dilihatnya, dialaminya,dan gejala yang terjadi di lingkungannya selalu dipertanyakan
dan dianalisis atau dikaji. Ada tigahal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu
keheranan, kesangsian, dan kesadaran atasketerbatasan. Berfilsafat kerap kali didorong
untuk mengetahui apa yang telah tahu dan apa yangbelum tahu, berfilsafat berarti berendah
hati bahwa tidak semuanya akan pernah diketahui dalamkemestaan yang seakan tak terbatas.

filsafat pendidikan memberikan inspirasi bagaimana mengorganisasikan proses


pembelajaran yang ideal. Teori pendidikan bertujuan menghasilkan pemikiran tentang
kebijakan dan prinsip-rinsip pendidikan yang didasari oleh filsafat pendidikan. Praktik
pendidikan atau proses pendidikan menerapkan serangkaian kegiatan berupa implementasi
kurikulum dan interaksi antara guru dengan peserta didik guna mencapai tujuan pendidikan
dengan menggunakan rambu-rambu dari teori-teori pendidikan. Peranan filsafat pendidikan
memberikan inspirasi, yakni menyatakan tujuan pendidikan negara bagi masyarakat,
memberikan arah yang jelas dan tepat dengan mengajukan pertanyaan tentang kebijakan
pendidikan dan praktik di lapangan dengan menggunakan rambu-rambu dari teori pendidik. 

1.2 Rumusan Masalah

 Menganalisis aliran aliran Filsafat Pendidikan


 Menentukan persamaan dan perbedaan diantara aliran aliran Filsafat Pendidika
 Menganalisis gagasan dan pelaksanaan pembelajaran sesuai aliran Filsafat Pendidikan

1.3 Tujuan Penulisan

 Menelaah aliran aliran Filsafat Pendidikan


 Memberi argumentasi terkait perbedaan dan persamaan aliran aliran Filsafat
Pendidikan
 Membangun gagasan dan pelaksanaan pembelajaran sesuaii aliran Filsafat Pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Menganalisis Aliran-aliran Filsafat Pendidikan

A. FILSAFAT IDEALISME
pemikiran Filsafat Idealisme dalam Lintasan Sejarah

Filsafat idealisme berasal dari Plato, yaitu filsuf Yunani yang hidup pada tahun 427-
347 SM. Sebagaimana akar kata idealisme, awal mulanya berasal dari bahasa Yunani idea
yang berarti pandangan (vision) atau kontemplasi. Istilah ini pertama kali digunakan oleh
filosof ahli matematika Jerman G. W. Leibniz pada awal abad ke-18 yang merujuk pada
pemikiran Plato dan membedakannya dengan empirisisme.

Idealisme ini digunakan sebagai nama untuk teori tentang ide-ide arketip (archetypal
ideas) dan untuk doktrin epistemologis Rene Descartes dan John Locke yang menyatakan
bahwa ide yang dalam doktrin ini berarti objek pemahaman manusia bersifat subjektif dan
dimiliki secara pribadi. Pengertian idealisme di atas, yang meragukan eksistensi dunia materi,
membuat istilah ini juga digunakan untuk akosmisme yang menganggap alam materi hanya
sekedar proyeksi dari pikiran manusia dan immaterialisme yang menyatakan bahwa dunia
materi tidak ada.

Ternyata, kata idealisme semakin populer setelah digunakan oleh Immanuel Kant
yang menyebut teori pengetahuannya sebagai idealisme kritis atau idealisme transendental .
Dalam pengertian filsafati, idealisme adalah sistem filsafat yang menekankan pentingnya
keunggulan pikiran (mind), roh (soul) atau jiwa (spirit) dari pada hal-hal yang bersifat
kebendaan atau material. Pandangan-pandangan umum yang disepakati oleh para filsuf
idealisme, yaitu: Jiwa (soul) manusia adalah unsur yang paling penting dalam kehidupan
manusia dan hakikat akhir alam semesta yang pada dasarnya adalah nonmaterial. Sebagai
sebuah aliran dalam filsafat, dapat penulis nyatakan idealisme telah menjelaskan bahwa
pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa manusia, sedangkan kenyataan yang
diketahui manusia itu terletak di luarnya.

Pemikiran filsafat menurut aliran idealisme

Pokok-Pokok pikiran Idealisme terdiri dari pandanganya tentang metafisika,


epistimologi dan aksiologi.

Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari hakikat realitas (segala sesuatu
yang ada) secara komprehensif. Pandangan metafisika idealisme hanya melihat realitas
spiritual, mental atau rohani yang nyata dan tidak berubah. Alam semesta adalah ekspresi dari
sebuah kecerdasan yang sangat umum dari pikiran universal.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang hakikat pengetahuan.
Epistimologi idealisme menegaskan bahwa proses mengetahui terjadi dalam pikiran, manusia
memperoleh pengetahuan melalui berfikir dan intuisi (gerak hati). Beberapa filsuf percaya
bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali (semua pengetahuan adalah
sesuatu yang diingat kembali). Sehinggga mengetahui adalah memikirkan kembali gagasan
laten, yakni gagasan yang kekal dalam alam ide.

Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang hakikat nilai. Adapun
aksiologi idealisme menempatkan nilai bersifat mutlak dan abadi. Nilai-nilai yang abadi
tersebut menurut idealime theistik berada dalam kekuasaan mutlak Tuhan.

B. FILSAFAT REALISME

Latar Belakang Pemikiran Realisme

Salah satu tokoh yang memiliki aliran realisme adalah Aristoteles. Aristoteles
merupakan tokoh cendikiawan dan intelek yang dikenang sepanjang zaman. Pemikiran
aristoteles banyak memberikan kontribusi kepada manusia dengan mengembangkan ilmu-
ilmu pengetahuan dalam filsafat seperti, logika, metafisika, politik, etika atau moral, biologi
dan juga psikologi. Aristoteles lahir pada tahun 394 SM di sebuah kota kecil Stagira,
Semenanjung Chalcidice terletak pada barat laut Egea.

Aristoteles dalam pemikirannya menekankan pengenmbangan terhadap salah satu


bagian dari episteme yaitu Theoritike. Theoritik dipecah menjadti tiga bagian yaitu
Mathematike (pengetahuan matematika), Physike (pengetahuan fisika), dan Prote Philosophia
(filsafat pertama). Dari ketiga theoritike tersebut Aristoteles memberi penjelasan bahwa
filsafat pertama merupakan suatu pengetahuan secara teori yang dapat menganalisis
keberadaan sesuatu decara kontrit, tidak dapat berubah, dan terpisah dari materi. Hal ini
merupakan suatu pokok pemikiran Aristoteles dalam menganalisa dan mencari sebuah
pengetahuan dan kebenaran.

Muhmidayeli mengatakan bahwa realisme merupakan ajaran filsafat menganggap


suatu kebenaran adalah gambaran nyata atau salinan sebenarnya dari dunia realitas dari
sebuah gagasan yang ada dipikiran seseorang. Dengan hal ini pengetahuan manusia
merupakan penjelsan dari gambaran di dunia yang terpengaruh proses berpikir oleh akal
dalam dirinya.seseorang yang memiliki angan-angan dalam mencari pengetahuan tidak dapat
terbukti secara maksilmal apabida tidak mengetahui bentuk gambaran angan-anagn atau ide
tersebut di dunia.

Pemikiran filsafat menurut aliran realisme

Konsepsi Metafisika, dalam pandangan realisme, realitas itu dipahami sebagai


sesuatu yang sifatnya objektif, tersusun atas materi dan bentuk serta berdasarkan hukum
alam. Sesuatu yang objektif adalah sesuatu yang berada di luar kesadaran manusia seperti
keberadaan benda benda , seperti misalnya meja, kursi, binatang, pintu, pohon, air, matahari
dan lain sebagainya . Benda-benda ini secara objektif juga mengikuti hukum alam, dimana
benda-benda tersebut dapat rusak . Sifat-sifat benda yang secara objektif mengikuti hukum
alam ini di dalam pelajaran-pelajaran sekolah dekat kepada pembelajaran soal-soal sains.

Konsepsi Epistemologis, aliran realisme menyatakan bahwa pengetahuan seseorang


diperoleh lewat sensasi dan abstraksi. Sensasi dalam hal ini adalah digunakannya panca
indera manusia untuk menemukan pengetahuan bagi dirinya. Melalui panca inderanya maka
manusia dapat menangkap berbagai macam objek riil di luar dirinya dan kemudian
dilanjutkan dengan proses abstraksi, yaitu proses pengambilan kesan-kesan umum sehingga
kesan ini kemudian disimpan dalam kesadaran seseorang

Konsepsi Aksiologi, Melalui konsep nilainya tersebut kelompok realis juga


menyatakan bahwa mata pelajaran yang dilaksanakn disekolah pada intinya adalah untuk
menerangkan realitas objektif dunia, sehingga studi-studi disekolah lebih banyak didasarkan
pada kajian-kajian ilmu kealaman atau sains. Hal ini banyak dimaklumi mengingat bahwa
melalui sains lah realitas itu tergelar secara objektif dan menantang manusia untuk
memahaminya.

C. FILSAFAT MATERIALISME

Materi/harta sering menjadi tolak ukur akan tata nilai hidup manusia di dunia sekuler.
Sebagai contoh sering nyata dalam percakapan antara seseorang dengan yang lain tentang arti
kehidupan yang sukses dimana orang yang sukses/berhasil sering diukur dengan berapa
banyak harta/uang/materi yang dimiliki seseorang.

Pengertian Materialisme dan perkembangannya

Benih-benih pikiran tertua tentang materialisme muncul dalam pemikiran India


bernama aliran Charvaka yang dikembangkan pada abad 7 SM. Epikuros melanjutkan tradisi
ini dengan berpusat lebih pada teori nilai daripada metafisika dan ontologi dimana
kesenangan dan penderitaan mendominasi nilainilai manusia. Disini hedonisme dan
materialisme membangun kekuatan bersama. Pada abad 11 di Cina, Chung Tsai memandang
kekuatan material sebagai kategori penjelasan dasariah. Teori-teori materialisme pertama
muncul bersama dengan timbulnya filsafat karena kemajuan ilmu pengetahuan dalam
astronomi, matematika dan bidang lainnya. Secara umum materialisme kuno mengakui
adanya materialitas dunia dan eksistensi dunia yang tak bergantung di luar kesadaran
manusia. Materialisme kuno berjalan seiring dengan bertumbuhnya pengaruh ideologi
mitologis.

Thomas Hobbes menjadi tokoh penting pada abad 17 yang menghidupkan


materialisme dengan memperluasnya pada persoalan bahasa dan epistemologi. Hobbes
berpikir bahwa ide dan pikiran adalah kesan panca indera. Selanjutnya ia mengatakan bahwa
seluruh alam semesta adalah kebendaaan dan apa saja yang bukan benda sesungguhnya tidak
ada. Kaum materialis pada zaman ini memerangi skolastisisme abad Pertengahan dan otoritas
Gereja demi kepentingan golongan borjuis progresif. Mereka memandang pengalaman
sebagai gurunya dan alam sebagai obyek filsafatnya. Pada abad Pertengahan, trend
materialisme muncul dalam bentuk nominalism, bidaah panteisis awal dan ajaran-ajaran yang
mengatakan bahwa alam dan Allah adalah kekal. Selanjutnya muncul materialisme
Renaissance yang mengambil bentuk panteisme dan hylozoisme yang mirip materialisme
kuno.

Abad 19 materialisme ditampilkan oleh beberapa tokoh seperti Jacob Moleschott,


Ludwig Bucchner, Friedrich Lange, dan Ernst Haechal serta Friedrich Engels dengan teori
materialisme dialektis. Karl Marx seorang filsuf dari Jerman dimana pandangannya
memunculkan materialisme historis yang menafsirkan masyarakat adalah dasar sejarah dan
ekonomi dipandang sebagai dasar kehiduapan masyarakat. Pandangan ini sering disebut juga
komunisme yang adalah ateisme secara mutlak

Pengertian materialisme adalah ajaran yang menekankan keunggulan faktor-faktor


material atas yang spiritual dalam metafisika, teori nilai, epistemologi atau penjelasan
historis. Namun demikian ada beberapa pengertian tentang sifat dari materialisme ini antara
lain:

(1) keyakinan bahwa tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak, tetapi pikiran
sungguh-sungguh ada karena adanya perubahan-perubahan material dan tidak bergantung
sama sekali pada materi.

(2) materi dan alam semesta tidak mempunyai karakteristik-karakteristik pikiran.

(3) pelaku-pelaku imaterial tidak ada.

(4) setiap perubahan mempunyai sebab material.

(5) materi dan aktifitasnya bersifat abadi.

(6) tidak ada kehidupan dan tidak ada pikiran yang kekal, semua gejala berubah

D. FILSAFAT PRAGMATISME

Membicarakan pragmatisme sebagai sebuah paham dalam filsafat, tentu tidak dapat
dilepaskan dari nama-nama seperti Charles S. Pierce, William Jamess dan John Dewey.
Meskipun ketiga tokoh tersebut dimasukkan dalam kelompok aliran pragmatisme, namun
diantara ketiganya memiliki fokus pembahasan yang berbeda. Charles S. Pierce lebih dekat
disebut filosof ilmu, sedangkan William James disebut filosof agama dan John Dewey
dikelompokkan pada filosof social.

Sejarah Filsafat Pragmatisme

Setelah melalui Abad Pertengahan (abad V-XV M) yang gelap dengan ajaran gereja
yang dominan, Barat mulai menggeliat dan bangkit dengan Renaissance, yakni suatu gerakan
atau usaha yang berkisar antara tahun 1400-1600 M untuk menghidupkan kembali
kebudayaan klasik Yunani dan Romawi. Berbeda dengan tradisi Abad Pertengahan yang
hanya mencurahkan perhatian pada masalah metafisik yang abstrak, seperti masalah Tuhan,
manusia, kosmos, dan etika, Renaissance telah membuka jalan ke arah aliran Empirisme.
William Ockham (1285-1249 M) dengan filsafat Gulielmusnya yang mendasarkan
pada pengenalan inderawi, telah mulai menggeser dominasi filsafat Thomisme, ajaran
Thomas Aquinas yang menonjol di Abad Pertengahan, yang mendasarkan diri pada filsafat
Aristoteles. Ide Ockham ini dianggap sebagai benih awal bagi lahirnya Renaissance

Dalam hal ini Barat hanya mengambil karakter utama pada filsafat dan seni Yunani,
yakni keterlepasannya dari agama, atau dengan kata lain, adanya kebebasan kepada akal
untuk berkreasi. Ini terbukti antara lain dari ide beberapa tokoh Renaissance, seperti Nicolaus
Copernicus (1473-1543 M) dengan pandangan heliosentriknya, yang didukung oleh Johanes
Kepler (1571-1630 M) dan Galileo Galilei (1564-1643 M). Juga Francis Bacon (1561-1626
M) dengan teknik berpikir induktifnya, yang berbeda dengan teknik deduktif Aristoteles
(dengan logika silogismenya) yang diajarkan pada Abad Pertengahan. Jadi, Barat tidak
mengambil filsafat Yunani apa adanya, sebab justru filsafat Yunani itulah yang menjadi dasar
filsafat Kristen pada Abad Pertengahan, baik periode Patristik (400-1000 M) dengan filsafat
Emanasi Neoplatonisme yang dikembangkan oleh Augustinus (354-430 M), maupun periode
Scholastik (1000-1400 M) dengan filsafat Thomisme yang bersandar pada Aristoteles.

Kemudian dengan mengambil Materialisme dari Feuerbach, Karl Marx lalu


mengubah Dialektika Ide menjadi Dialektika Materialisme, sebuah proses kemajuan dari
kontradiksi-kontradiksi tesis-antitesissintesis yang sudah diujudkan dalam dunia materi.
Dialektika Materialisme lalu digunakan sebagai alat interpretasi terhadap sejarah manusia dan
perkembangannya. Interpretasi inilah yang disebut sebagai Historis Materialisme, yang
menjadi dasar ideologi Sosialisme-Komunisme (Marxisme). Pragmatisme dianggap juga
salah satu aliran yang berpangkal pada Empirisme, kendatipun ada pula pengaruh Idealisme
Jerman (Hegel) pada John Dewey, seorang tokoh Pragmatisme yang dianggap pemikir paling
berpengaruh pada zamannya. Selain John Dewey, tokoh Pragmatisme lainnya adalah Charles
Pierce dan William James.

Konsep Filsafat Pragmatisme

Istilah pragmaticisme ini diangkat pada tahun 1865 M oleh Charles S. Pierce (1839-
1914 M) sebagai doktrin pragmatisme. Dalam konsep tersebut ia menyatakan bahwa, sesuatu
dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain
ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika,
dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam
memecahkan masalah (Ismaun, 2004: 96). Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin
menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari
hanya untuk berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak
pernah memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada
tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia
E. FILSAFAT EKSISTENSIALISME

Sejarah Eksistensialisme

Eksistensialisme atau eksistensialis berkembang pada abad 20 di Perancis dan Jerman


sebagai reaksi terhadap merosotnya komunisme yang telah dibangun sejak Abad Pencerahan.
Keyakinan akan kesinambungan peradaban menuju kebenaran dan kebebasan, kedamaian dan
kesejahteraan yang telah dimunculkan sejak Abad Pencerahan dihancurkan oleh meletusnya
Perang Dunia I. Akibat dari perang ini runtuhlah keseimbangan dan kestabilan kekuatan
antara Negara-negara besar di Eropa. Negara-negara Eropa banyak yang kehilangan struktur
ekstemal kekuasaan, seperti struktur ekonomi, politik, dan intelektual milik kekuasaan.
Seluruh struktur ini mulai kehilangan legitimasinya dan kuasanya atas individu.

Materialisme ternyata merupakan pendorong lahirnya Eksistensialisme. Eksistensi


ialah cara orang berada di dunia. Eksistensialisme lahir sebagai reaksi terhadap idealisme.
Materialisme dan idealisme adalah dua pandangan filsafat tentang hakikat yang ekstrim.
Keduanya berisi benih-benih kebenaran, tetapi keduanya juga salah. Eksistensialisme ingin
mencari jalan keluar dari kedua ekstremitas itu. Materialisme memandang materi sebagai
keseluruhan manusia, padahal itu hanyalah aspek manusia.

Tokoh-tokoh aliran filsafat eksistensialisme cukup banyak, seperti Gabriel Marcel,


Karl Jaspers, Nicolai Berdyaev, Albert Camus, Martin Heiddegger, Soren Kierkegaard dan
Jean Paul Sartre. Namun dalam tulisan ini hanya membatasi pembahasan pada dua pendapat
yang dikemukakan dua filosof, yaitu Soren Kierkegaard dan Jean Paul Sartre.

F. FILSAFAT PROGRESIVISME

Secara bahasa istilah progresivisme berasal dari kata progresif yang artinya bergerak
maju. Progresivisme juga dapat dimaknai sebagai suatu gerakan perubahan menuju
perbaikan. Progresivisme sering dikaitkan dengan kata progres, yaitu kemajuan. Artinya,
progresivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menghendaki suatu kemajuan yang akan
membawa sebuah perubahan. Pendapat lain menyebutkan bahwa progresivisme adalah
sebuah aliran yang menginginkan perubahan-perubahan secara cepat

Progresivisme adalah sutau gerakan dalam bidang pendidikan yang antara lain
dipelopori oleh John Dewey. Sejak awal kelahirannya aliran ini berusaha menggapai secara
positif pengaruh-pengaruh yang ada pada ilmu pengetahuan dan teknologi. Progresivisme
menekankan pada konsep “progress” yang menyatakan bahwa manusia memiliki kemampuan
untuk mengembangkan dan menyempurnakan lingkungannya dengan menerapkan
kecerdasan yang dimilikinya dengan metode ilmiah untuk menyelesaikan permasalahan yang
timbul baik dalam kehidupan personal manusia maupun dalam kehidupan social. Aliran
progresivisme bermuara pada aliran filsafat pragmatisme yang diperkenalkan oleh William
James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952) yang menekankan pada segi manfaat bagi
hidup praktis. Artinya kedua aliran ini sama-sama menekankan pada pemaksimalan potensi
manusia dalam upaya menghadapi persoalan kehidupan sehari-hari. Di samping itu,
kesamaan ini didasarkan pada keyakinan pragmatisme bahwa akal manusia sangat aktif dan
ingin selalu meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum
dibuktikan kebenarannya secara empiris.

Progresivisme adalah suatu aliran dalam filsafat pendidikan yang mengehendaki


adanya perubahan pada diri peserta didik mejadi pribadi yang tangguh dan mampu
menghadapi persoalan serta dapat menyesuaikan dengan kehidupan sosial di masyarakat.
Oleh karena itu, progresivisme sangat menghendaki adanya pemecahan masalah dalam
proses pendidikan. Bagi progresivisme segala sesuatu itu dipadang ke depan. Semua yang ada
di belakang hanya merupakan catatan-catatan yang berguna untuk dipelajari dan saat
dibutuhkan dapat ditampilkan kembali pada zaman sekarang. Dengan demikian manusia
dipandang sebagai makhluk yang dinamis dan kreatif. Manusia juga dipandang sebagai
makhluk yang memiliki kebebasan, semua itu penting demi kemajuan yang diperlukan oleh
manusia itu sendiri.

‘Merdeka Belajar’ dalam Perspektif Aliran Progresivisme John Dewey

Merdeka Belajar adalah program kebijakan baru Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia (Kemendikbud RI) yang dicanangkan oleh Mendikbud Nadiem Anwar
Makarim. Nadiem membuat kebijakan merdeka belajar bukan tanpa alasan. Pasalnya,
penelitian Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2019 menunjukkan
hasil penilaian pada peserta didik Indonesia hanya menduduki posisi keenam dari bawah;
untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 Negara.
Menyikapi hal itu, Nadiem pun membuat gebrakan penilaian dalam kemampuan minimum,
meliputi literasi, numerasi, dan survei karakter. Literasi bukan hanya mengukur kemampuan
membaca, tetapi juga kemampuan menganalisis isi bacaan beserta memahami konsep di
baliknya. Untuk kemampuan numerasi, yang dinilai bukan pelajaran matematika, tetapi
penilaian terhadap kemampuan peserta didik dalam menerapkan konsep numerik dalam
kehidupan nyata. Satu aspek sisanya, yakni Survei Karakter, bukanlah sebuah tes, melainkan
pencarian sejauh mana penerapan nilai-nilai budi pekerti, agama, dan Pancasila yang telah
dipraktekkan oleh peserta didik.

Pada tahun mendatang, sistem pengajaran juga akan berubah dari yang awalnya bernuansa di
dalam kelas menjadi di luar kelas. Nuansa pembelajaran akan lebih nyaman, karena murid
dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya
mendengarkan penjelasan guru, tetapi lebih membentuk karakter peserta didik yang berani,
mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya
mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan
orang tua saja, karena sebenarnya setiap anak memiliki bakat dan kecerdasannya dalam
bidang masingmasing. Nantinya, akan terbentuk para pelajar yang siap kerja dan kompeten,
serta berbudi luhur di lingkungan masyarakat. Konsep Merdeka Belajar ala Nadiem Makarim
terdorong karena keinginannya menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani
dengan pencapaian skor atau nilai tertentu.
Ada empat pokok kebijakan baru Kemendikbud RI (Kemendikbud, 2019: 1-5), yaitu:

1. Ujian Nasional (UN) akan digantikan oleh Asesmen Kompetensi Minimum dan
Survei Karakter. Asesmen ini menekankan kemampuan penalaran literasi dan
numerik yang didasarkan pada praktik terbaik tes PISA. Berbeda dengan UN yang
dilaksanakan di akhir jenjang pendidikan, asesmen ini akan dilaksanakan di kelas 4, 8,
dan 11. Hasilnya diharapkan menjadi masukan bagi lembaga pendidikan untuk
memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya sebelum peserta didik menyelesaikan
pendidikannya (Kemendikbud, 2019: 1).
2. Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) akan diserahkan ke sekolah. Menurut
Kemendikbud, sekolah diberikan kemerdekaan dalam menentukan bentuk penilaian,
seperti portofolio, karya tulis, atau bentuk penugasan lainnya(Kemendikbud, 2019: 2).
3. Penyederhanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Menurut Nadiem
Makarim, RPP cukup dibuat satu halaman saja. Melalui penyederhanaan administrasi,
diharapkan waktu guru yang tersita untuk proses pembuatan administrasi dapat
dialihkan untuk kegiatan belajar dan peningkatan kompetensi (Kemendikbud, 2019:
3).
4. Dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), sistem zonasi diperluas (tidak
termasuk daerah 3T. Bagi peserta didik yang melalui jalur afirmasi dan prestasi,
diberikan kesempatan yang lebih banyak dari sistem PPDB. Pemerintah daerah
diberikan kewenangan secara teknis untuk menentukan daerah zonasi ini
(Kemendikbud, 2019: 4).

G. FILSAFAT PARENIALISME

Sejarah

Aliran perenialisme yaitu suatu aliran tentang pendidikan yang sudah ada sejak abad
ke XX. Aliran perenialisme lahir yang menjadi reaksi terhadap pendidikan progresivisme
dimana aliran ini menekankan pada suatu perubahan dan sesuatu yang baru. Terdapat 3 tokoh
yang membawa pengaruh pendidikan terhadap aliran ini yaitu Plato, Aristoteles, dan Thomas
Aquinas. Aliran perenialisme lebih menekankan pada kebenaran, keabadian, keindahan pada
warisan budaya. Pendidikan yang menganut aliran ini menekankan pada kebenaran absolut,
universal yang tidak terikat pada tempat dan waktu. Aliran ini bersifat masa lampau, dimana
aliran ini kembali pada nilai-nilai budaya. Realitanya banyak problem yang masih
mendatangkan kebingungan, kekacauan, kecemasan yang nantinya akan berpengaruh buruk
akan hilangnya jati diri pada individu. Dengan demikian, perlunya usaha maksimal untuk
menyelamatkan kondisi yang sedang mengancam seorang individu agar tidak terjerumus oleh
arus perkembangan zaman. Bagaimana cara kita menghadapi agar tidak terbawa arus, yaitu
dengan mengembalikan arah dan prinsip awal yang menganut pada masa lampau. Akan lebih
baiknya jika mengikuti perkembangan teknologi dengan tidak menghilangkan warisan
budaya.
 Landasan Filosofis

Manusia adalah makhluk yang bersifat rasional, karena manusia terlahir dengan
fungsi kemanusiaan yang sama. Aliran perenialisme ini membuktikan adanya hukum
rasionalitas masih ada dan benar di sepanjang zaman. Prinsip rasioanalitas yang berkaitan
dengan adanya prinsip kesadaran dan kebebasan dalam setiap gerak manusia.

Secara ontologis, mereka berpendapat bahwa system perkembangan pada manusia


memiliki hukum natural yang bersifat tetap dan tidak teratur. Dalam aliran ini juga
menjelaskan bahwasanya manusi bersifat rasional karena unggul dalam intelektualnya
dengan tidak meninggalkan seni, keindahannya. Dan pada hakikatnya manusia memiliki
potensi dasar yaitu kemauan, nafsu, dan fikiran dimana ketiganya harus seimbang dan
berjalan agar menjadi manusia yang kritis.

H. FILSAFAT ESENSIALISME

Aliran filsafat esensialisme merupakan aliran filsafat yang mengharapkan manusia untuk
kembali atau tidak kebudayaan lama yang dianggap berkontribusi membuat kebaikan-
kebaikan bagi kehidupan manusia. Kebudayaan lama yang dijadikan pedoman adalah
kebudayaan peradaban masa Renaisance. Esensialisme merupakan aliran filsafat yang lahir
dari dua aliran yakni aliran idealisme dan realisme. Aliran esensialisme disebut sebagai salah
satu aliran filsafat modern karena merupakan konsep yang meletakkan sebagian ciri alam
pikir yang modern. Esensialisme muncul karena merupakan bentuk reaksi terhadap
simbolisme mutlak dan dogmatis yang terjadi pada abad pertengahan.

 Landasan ontologis filsafat esensialisme menganggap bahwa dunia dikuasai oleh


aturan-aturan baik yang disesuaikan dengan tata alam. Nilai-nilai luhur dijadikan
ketetapan untuk menyesuaikan dengan aturan kosmis. Dalam filsafat esensialisme
manusia memiliki tujuan umum yakni hidup bahagia di dunia dan akhirat. Isi
pengetaahuan filsafat esensialisme mencangkup kesenian dan sesuatu yang mampu
menggerakan keinginan ketetapan manusia.
 Landasan epistemologi esensialisme dapat dilalui dengan teori kepribadian manusia
dimana manusia sebagai refleksi Tuhan. Manusia yang bisa menyadari tentang
realitas antara makro-kosmos dan mikro-kosmos akan bisa melihat tingkatan rasio
yang dipunyai dan mampu memikirkan alam sehingga manusia bisa menghasilkan
pengetahuan yang tepat pada ilmu-ilmu alam, biologi, sosial dan agama. Dalam
pendidikan aspek epistemologi yang harus diperhatikan yakni pengetahuan yang
bersifat ideal dan spiritual yang bisa membimbing manusia dalam kehidupannya. Bagi
aliran filsafat esensialisme pengetahuan merupakan kolaborasi antara pengetahuan
empirisme dan rasionalisme dimana pengetahuan bukan hanya hasil dari pemikiran
indrawi melainkan hasil berpikir manusia.
 Landasan aksiologi esensialisme, hakikat nilai merupakan kualitas yang melekat dan
menjadi ciri sesuatu yang sudah ada di alam semesta dan dihubungkan dengan
kehidupan manusia. Nilai etika merupakan hukum kosmos yang bersifat objektif,
dimana manusia harus bisa dianggap baik jika banyak berhubungan dan
melaksanakan hukum yang tersedia. Manusia esensialisme bernggapan bahwa sikap,
tingkah laku dan ekspresi yang timbul dari perasaan dan yang memiliki hubungan
terhadap kualitas baik dan buruk.pemikiran paham esensialisme sependapat dengan
pandangan realisme terkait dengan etika dimana semua pengetahuan manusia terdapat
pada keteraturan lingkup hidupnya.

I. FILSAFAT REKONSTRUKSIONALISME

Sejarah

Rekontruksionisme sebagai sebuah sistem pendidikan, berawal dari terbitnya buku


John Dewey pada tahun 1920, yang berjudul Rekcontruction in Philosophy. Buku ini lalu
dijadikan gerakan oleh George Counts dan Harold Rugg pada tahun 1930-an, melalui
keinginan mereka untuk menjadikan lembaga pendidikan sebagai media rekonstruksi
terhadap masyarakat. Pada tahun 1932, George Counts (1889-1974) mengkritik praktik-
praktik sekolah yang telah mengabdikan ketidaksamaan-ketidaksamaan yang mencolok
berdasarkan ras, kelas, dan etnik. Ia menegaskan bahwa skolah-sekolah menengah umum
telah menjadi milik orang-orang berkelas sosial tinggi dan keluarga yang berkecukupan.

Melalui tulisannya yang berjudul, Dare the School Build a New Social Order?, ia lalu
mencoba mempertanyakan bagaimana sistem sosial dan ekonomi masyarakat pada saat itu,
telah menjadi persoalan yang cukup mendasar bagi masyarakat. Maka pendidikan
menurutnya, harus menjadi agen perubahan bagi rekontruksi sosial. Ia juga menkritik model
pendidikan progresifisme yang telah gagal mengembangkan sebuah teori kesejahteraan sosial
dan bahkan ia menegaskan bahwa pendidikan yang berpusat pada anak (the child centered
approach) tidak menjamin bagi terciptanya ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan yang
diperlukan dalam menghadapi abad ke-20.

Aliran rekonstruksionalisme pada hakikatnya sepaham dengan aliran perennialisme


yang sama-sama ingin mengatasi krisis kehidupan modern. Hanya saja jalan yang
ditempuhnya berbeda dengan apa yang dipakai oleh perennialisme, tetapi sesuai dengan
istilah yang dikandungnya, yaitu berusaha membina suatu konsensus yang paling luas dan
paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia (restore to the
original form).

Aliran rekonstruksianisme mensandarkan pada dua premis mayor. Pertama,


masyarakat membutuhkan rekonstruksi konstan atau perubahan. Kedua, perubahan sosial
juga adalah rekonstruksi pendidikan dan menggunakan pendidikan sebagai wahana
rekonstruksi masyarakat. Dengan demikian, dibutuhkan adanya tatanan yang bisa mengubah,
dan filsafat rekonstruksianisme menjadi pijakan. Rekonstruksianisme pun bertujuan untuk
mengkongkretisasi kehidupan, dan perlu dibentuk institusi sosial yang diawasi masyarakat,
anak, sekolah dan pendidikan yang sesuai tuntutan masyarakat.
Pokok Pemikiran Pendidikan Rekonstruksionisme

Dunia sedang dilanda krisis kemanusiaan, jika praktik-praktik pendidikan yang ada
tidak segera direkonstruksi, maka peradaban dunia yang ada akan mengalami kehancuran.
Krisis yang dimaksud adalah problem-problem sosial budaya yang timbul akibat
semrawutnya persoalan pendudukan, sumber daya alam yang kian menipis, berakibat pada
melonjaknya harga minyak dunia, kesenjangan global antara negara kaya dan miskin,
kapitalisme global, proliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme sempit dan penyalahgunaan
teknologi. Seperti diketahui, teknologi saintifik adalah penyumbang terbesar terjadinya
peperangan dan bisa membunuh manusia secara efisien lebih dari sebelumnya, tingginya
tingkat kematian dari kecelakaan lalu-lintas dan industri menjadi harga yang sangat mahal
dari kehidupan yang serba mekanistik saat ini.

Untuk mengatasi persoalan-persoalan global tersebut, perlu sebuah tatanan sosial


semesta yaitu kolaborasi menyeluruh dari seluruh elemen bangsa dunia untuk bersatu
menciptakan tata sosial baru yang berasaskan keadilan dan kepentingan kemanusiaan seluruh
umat manusia, dan mengabaikan batasan-batasan primordial seperti ras, warna kulit, suku,
bangsa dan agama.

Rekonstruksianisme menekankan pada kebutuhan akan perubahan, ini adalah cita-cita


dan tujuan utopis yang dihubungkan dengan kebudayaan dunia dan peradaban. Baginya
tujuan spesifik dari proses pendidikan adalah untuk mengakomodir perubahan sosial dan aksi
sosial. Tujuan pendidikan ini adalah sejenis perkembangan evolusioner dari paradigma
Hegelianisme yang dihubungkan dengan pragmatisme Dewey. Rekonstruksianis ingin
melibatkan orang-orang untuk menjadi agen perubahan, dan menolak untuk mengabstraksi
filosofi pendidikan yang lebih menekankan pengetahuan (knowing) daripada praktik (doing).
Praktis, kaum rekonstruksionis tidak memandang sekolah sebagai satu-satu alat untuk
melaksanakan perubahan secara tunggal. Tapi, institusi pendidikan dapat menyatukan semua
elemen masyarakat menuju perubahan yang lebih baik. Hal ini didasari, karena sekolah telah
bertahun-tahun bersentuhan dengan anak didik. Dengan demikian, bagi rekonstruksionis
sekolah dijadikan alat atau media untuk mencapai tatanan yang lebih progresif dan
berkemakmuran.

2.2 Memberi Agumentasi Terkait Perbedaan dan Persamaan Aliran-aliran


Filsafat Pendidikan

PERBEDAAN

 IDEALISME= ide yang ada dalam doktrin berarti objek pemahaman manusia
bersifat subjektif dan dimiliki secara pribadi
 REALISME= keberadaan sesuatu secara konkrit, tidak berubah dan terpisah dari
materi
 MATERIALISME= seluruh alam semesta adalah kebendaan yang meyakini bahwa
tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak
 PRAGMATISME= ilmu praktis yang membantu menyesuaikan persoalan yang
dihadapi manusia
 PROGRESIVISME= yang menghendaki adanya perubahan peserta didik menjadi
pribadi yang Tangguh dan mampu menghadapi persoalan
 PERENIALISME= menekankan pada suatu perubahan dan sesuatu yang baru
 ENSENSIALISME= Mengharapkan manusia untuk Kembali atau tidak kebudayaan
lama yang dianggap berkontribusi membuat kebaikan kebaikan bagi kehidupan
manusia

PERSAMAAN

Semua aliran aliran diatas bersifat nyata, fakta, atau hakiki Kemudian, progresivisme
bermuara pada aliran filsafat progmatisme. Keduanya sama sama menekankan pada
pemaksimalan potensi manusia dalam upaya menghadapi persoalan kehidupan sehari hari
Rekontrokianisme sealiran dengan perenialisme yang sama sama ingin mengatasi krisis
kehidupan modern. Hanya saja jalan yang yang ditempuhnya berbeda dengan perenialisme
tetapi sesuai dengan istilah yang dikandungnya yang berusaha membina suatu consensus
yang paling luas dan paling mungkin tentang tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan
manusia (restore to the original form)

2.4 Membangun Gagasan dan Pelaksanaan Pembelajaran sesuai


Aliran Filsafat Pendidikan

Idealismee

Gagasan:Dapat dipahami bahwa idealisme merupakan suatu aliran filsafat yang mempuyai
pandangan bentuk hakekat segala sesuatu ada pada paparan ide

Pelaksanaan pembelajaran: Guru hendaknya bekerjasama dengan alam dalam proses


mengabungkan manusia bertanggung jawab , menciptakan lingkungan pendidikan bagi para
siswa. Sedangkan siswa berperan bebas mengembangkan kepribdian dan bakat bakatnya
(Edward J Power 1982)

Realisme

Gagasan: Dalam filsafat pendidikan realisme mendefenisiskan dirinya sebagai aliran filsafat
pendidikan dengan basis dasar 3 kategori (konsepsi metafisika, konsepsi epistemologis,
aksiologi, realisme) dimana dunia luar berdiri tanpa tergantung keberadaan kita realitas dapat
diketahui melalui pikiran manusia (Orustein)1985)

Pelaksanaaan pembelajaran: Pada pertemuan awal atau permulaan pembelajaean guru harus
menyampaikan informasi tentang garis garis bear pembelajaran yang akan dipelajari oleh
peserta didik.
Materialisme

Gagasan: aliran ini berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi bukan spritual atau
super natural

Pelaksanaan pembelajaran: Guru memiliki kekuasaan untuk merancang dan mengontrol


proses pendidikan guru dapat mengukur kualitas dan hasil belajar siswa

Pragmatisme

Gagasan: Aliran pragmatisme berdasarkan pada logika pengamatan yang mana


keseluruhannya disandarkan pada kehidupan nyata, jelas dan konkret. Semuanya sesuai fakta
yang ada tanpa adanya rekayasa.

Pelaksanaan pembelajaran: Guru hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan


siswa akan merasakan adanya suatu masalah yang ia hadapi, sehingga timbul minat untuk
memecahkan masalah tersebut.

Eksistensialisme

Gagasan: filsafat eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus mendeskripsikan


eksistensial dan pengalaman manusia dengan metodologi fenomenologi atau cara manusia
berada. Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialism dan idealisme.

Pelaksanaan pembelajaran: guru hendaknya tidak boleh disamakan dengan seorang


instruktur. Jika guru disamakan dengan instruktur maka ia hanya akan merupakan perantara
yang sederhana antara materi pelajaran dan siswa. Seandainya ia hanya dianggap sebagai alat
untuk mentransfer pengetahuan, dan siswa akan menjadi hasil dari transfer tersebut.
Pengetahuan akan menguasai manusia, sehingga manusia akan menjadi alat dan produk dri
pengetahuan tersebut

Progresivisme

Gagasan: Progressivisme mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan


kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat
menghadapi masalah yang menekan atau mengecam adanya manusia itu sendiri

Pelaksanaan pembelajaran: Anak didik diberikan kebebasan secara fisik maupun cara
berfikir, guna mengembangakan bakat, kreatifitas dan kemampuan yang terpendam dalam
dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang lain.

Parenialisme

Gagasan: Perenialisme menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan


dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan,
ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio
kultural.
Pelaksanaan pembelajaran: Dalam proses pembelajaran guru harus menyeimbangkan antara
pengetahuan dan kegiatan sehari-hari siswa yaitu dengan menyeimbangkan aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Guru di kelas tidak hanya menekankan pada satu aspek saja.

Esensialisme

Gagasan: Esensialisme ialah filosofi yang berpusat pada guru yang menyatakan bahwa orang
yang berpendidikan harus memiliki seperangkat keterampilan dan pengetahuan yang sama.

Pelaksanaan Pembelajaran: metode yang dilakukan dalam proses pembelajaran lebih


bergantung pada inisiatif dan juga kreatifitas dari pengajar, sehingga dalam metode
pendidikan sangatlah bergantung pada penguasaan pendidik dalam memeberikan metode
pendidikan dan juga kemampuan-kemampuan pendidik dalam menyesuaikan berbagai
macam pertimbangan yang ada sehingga terbentuklah suatu metode yang dapat diberjalan
secara efektif, praktis dan jelas.

Rekonstruksionalisme

Gagasan: Dalam konteks pendidikan, aliran ini adalah suatu aliran yang berusaha merombak
tata susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme.

Pelaksanaan pembelajaran: Guru berusaha membantu siswa dalam menentukan minat dan
kebutuhannya. Sesuai dengan minat masing-masing siswa baik individu maupun kelompok
dalam pemecahan suatu masalah
BAB III
PENUTUP
3.1 Saran
Berdasarkan apa yang telah dibahas maka penulis menyarankan agar pembaca tertarik
selanjutnya membahas secara spesifik tentang Filsafat Pendidikan, serta dapat memberikan
kritik dan sarannya agar makalah ini dapat menjadi lebih baik dari sebelumnya. Demikian
saran yang dapat penulis sampaikan semoga dapat membawa manfaat bagi semua pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Mubin, Ali.2019.Refleksi Pendidikan Filsafat Idealisme. Rausyan Fikr: Jurnal Pemikiran
dan Pencerahan. Vol. 15 No. 2 : 25 -28

Sutono, Agus.2011.Aliran Realisme. Rausyan Fikr: Jurnal Civis. Vol. 1 No. 1 : 2 - 5

Philipus.2019.Materialisme.Rausyan INA-Rxiv. Vol. 1 No. 1 : 1 – 7

Priyanto,Dwi.2017. ALIRAN FILSAFAT PRAGMATISME. Jurnal Pendidikan Islam


Indonesia. Vol. 1 No. 2 : 177 – 183

Salim, Izhar.2010.Aliran Filsafat Eksistensialisme. Jurnal Pendidikan Sosiologi Dan


Humaniora. Vol. 1 No. 2 : 185 – 189

Mustaghfiroh, Siti.2020. Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran Progresivisme


John Dewey. Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran. Vol. 3 No. 1 : 142 - 146

Imamiyah.2020. FILSAFAT PENDIDIKAN ALIRAN PERENIALISME. Umsida. Vol. 1


No. 1 : 5 – 7

Hardanti, Bethari Widiya.2020. LANDASAN ONTOLOGIS, AKSIOLOGIS,


EPITESMOLOGIS ALIRAN FILSAFAT ESENSIALISME DAN PANDANGANYA
TERHADAP PENDIDIKAN.Reforma: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. Vol. 9 No. 2 :
88 - 91

Mukodi.2012. PENDIDIKAN SEBAGAI UPAYA REKONSTRUKSI SOSIAL: Perspektif


Filsafat Rekontruksionisme.Academia. Vol. 1 No. 1 : 2 - 5

Anda mungkin juga menyukai