Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

FILSAFAT IDEALISME DALAM PENDIDIKAN


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu : Laurens Kaluge

NAMA : NI PUTU EKA RAPITA YUNI


NIM : 220401140184

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR


UNIVERSITAS PGRI KANJURUHAN MALANG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya kami telah menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Makalah berjudul Filsafat Idealisme Dalam Pendidikan ini merupakan suatu kajian tentang
kedudukan aliran filsafat idealisme dalam filsafat pendidikan, dalam hal ini diperuntukan untuk
mempelajari secara awal ilmu filsafat.
Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
sekiranya kami meminta masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan
datang.
Mudah-mudahan makalah ini akan memiliki nilai tambah bagi para pembaca yang mempelajari
pendidikan dan ilmu pendidikan, khususnya ilmu filsafat pendidikan.

Jembrana, 6 Januari 2022


Penyusun,

ii
DAFTAR ISI
COVER i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 1
C. Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Filsafat Pendidikan Idealisme 2
B. Konsep Filsafat Umum Idealisme 2
C. Aliran – aliran filsafat Idealisme 4
D. Implikasi dalam Pendidikan 6
E. Penerapan Aliran Idealisme dalam Dunia Pendidikan 11
F. Tohoh Filsafat Pendidikan Idealisme 11
G. Hubungan Idealisme dan Filsafat Pendidikan 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 15
B. Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata Philosophia
yang berarti cinta pengetahuan. Terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang, suka, dan
kata sophia berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah
cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan.
Tujuan kita mempelajari studi filsafat ini agar dapat mengetahui dunia filsafat minimal
mengetahui cara memecahkan berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk
problematika dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu bila dihubungkan dengan
problematika pendidikan secara luas, maka dapat disimpulkan bahwa filsafat merupakan
kerangka acuan bidang filsafat pendidikan, guna mewujudkan cita-cita pendidikan yang
diharapkan suatu masyarakat atau bangsa.
Dalam pembelajaran banyak sekali paham filsafat di antarnya yaitu, filsafat idealisme,
emperisme, rasionalisme, kritikisme, positivisme, pragmatisme, fenomenologi,
existensialisme, politik, manusia, dan etika/ nilai. Di sini, yang akan kita bahas adalah filsafat
idealisme.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan filsafat idealisme?
2. Siapakah tokoh-tokoh filsafat idealisme?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep umum pada filsafat idealisme
2. Mengetahui implikasi idealisme terhadap pendidikan, jika ditinjau dari tujuan
pendidikan, kurikulum, metode pembelajaran dan evaluasi pendidikan secara umum.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Filsafat Idealisme

Idealisme berasal dari kata idea yang berarti sesuatu yang hadir dalam jiwa dan
isme yang berarti paham/ pemikiran. Sehingga, idealisme adalah doktrin yang mengajarkan
bahwa hakekat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya pada jiwa
(mind) dan spirit (roh). Keyakinan ini ada pada Plato. Pada filsafat modern, pandangan ini
mula-mula kelihatan pada George Berkeley (1685-1753) yang menyatakan bahwa hakekat
objek-objek fisik adalah idea-idea.
Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Idealisme adalah aliran ilmu
filsafat yang menganggap pikiran atau cita-cita sebagai satu-satunya hal benar yang dapat
dicamkan dan dipahami.Kata ‘ideal’ juga biasa digunakan sebagai kata sifat untuk
menunjukkan kualitas kesempurnaan, keinginan dan keunggulan, yang sama sekali asing
dengan penggunaan epistemologis dari kata ‘idealisme’ yang berkaitan dengan
representasi mental secara internal. Idealisme merupakan label yang mencakup sejumlah
posisi filosofis dengan kecenderungan dan implikasi yang cukup berbeda, termasuk
Idealisme Subjektif , Idealisme Tujuan , Idealisme Transendental dan Idealisme Mutlak ,
serta beberapa varian kecil atau konsep terkait. Label lain yang pada dasarnya setara
dengan Idealisme termasuk Mentalisme dan Immaterialisme .Idealisme mempunyai nama
lain yaitu serba cita yang merupakan salah satu aliran filsafat tradisional yang paling
tua.dan merupakan aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurut Plato, cita
adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di antara
gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan
antara jiwa dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini memandang
serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak
mengalami perubahan serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan idea.
Alasan yang terpenting dari aliran ini ialah manusia menganggap roh atau sukma itu lebih
berharga, lebih tinggi nilainya dari materi bagi kehidupan manusia. Roh itu dianggap
sebagai hakikat yang sebenarnya, sehingga materi hanyalah badannya, bayangan atau
penjelmaannya saja.

B. KONSEP UMUM FILSAFAT IDEALISME

a. Metafisika

Metafisika adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas hakikat realitas
(segala sesuatu yang ada) secara menyeluruh (komprehensif). Idealisme hanya realitas
spiritual , mental,atau rohani yang nyata dan tidak berubah.Karena dengan hakikat
realistas yang bersifat rohani,spiritual dan ideal itulah yang kekal dan abadi.Alam
semesta adalah ekspresi dari sebuah kecerdasan yang sangat umum dari pikiran
universal.

Pemikiran Daniel U, tersebut bagi penganut idealisme adalah sebuah realitas yang
diturunkan dari suatu substansi fundamental, adapun substansi fundamental itu sifatnya
2
nonmaterial, yaitu pikiran/spirit/roh. Dan benda-benda yang bersifat material yang
tampak nyata, sesungguhnya diturunkan dari pikiran/ spirit/roh. Di sisi lain, menurut
para filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya bersifat spiritual/kejiwaan. Sementara
itu menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian jiwa, yaitu nous (akal pikiran)
yang merupakan daya rasional, thumos (semangat atau keberanian), dan epithumia
(keinginan, kebutuhan atau nafsu).

Dari ketiga bagian jiwa tersebut akan muncul salah satunya yang dominan. Jadi,
sebenarnya hakikat manusia bukanlah badannya, melainkan jiwa/spiritnya. Nah,
sebagai makhluk yang bisa berfikir, manusia mampu memilih serta memiliki
kebebasan, hidup dengan suatu aturan moral yang jelas dan bertujuan yang lebih
terarah. Idealisme juga mengindentifikasi bahwa hakikat nyata dunia adalah berupa ide
yang sifatnya rohani atau juga disebut intelegensi. Termasuk dalam paham idealisme
ini adalah paham spiritualisme, rasionalisme dan supernaturalisme. Secara absolut
kenyataan yang sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah, meskipun pada
kenyataannya ada realita yang bersifat fisik tetapi sesungguhnya kenyataan rohanilah
yang lebih dapat berperan.

 Hakikat Realistis

Para filsuf idealis mengklaim bahwa hakikat realitas bersifat spiritual atau ideal.
Bagi penganut idealisme, realitas diturunkan dari suatu substansi fundamental,
adapun substansi fundamental itu sifatnya nonmaterial, yaitu pikiran/spirit/roh.
Benda-benda yang bersifat material yang tampak nyata, sesungguhnya diturunkan
dari pikiran/jiwa/roh.

 Hakikat Manusia

Menurut para filsuf idealisme bahwa manusia hakikatnya bersifat


spiritual/kejiwaan. Menurut Plato, setiap manusia memiliki tiga bagian jiwa,
yaitu nous (akal fikiran) yang merupakan bagian rasional, thumos (semangat atau
keberanian), dan epithumia (keinginan, kebutuhan atau nafsu). Dar ketiga bagian
jiwa tersebut akan muncul salah satunya yang dominan. Jadi, hakikat manusia
bukanlah badannya, melainkan jwa/spiritnya, manusia adalah makhluk berfikir,
mampu memilih atau makhluk yang memiliki kebebasan, hidup dengan suatu
aturan moral yang jelas dan bertujuan.

b. Epistemologi

Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang


hakikat pengetahuan. Menurut filsuf idealisme, proses mengetahui terjadi dalam
pikiran, manusia memperoleh pengetahuan melalui berfikir dan intuisi (gerak hati).
Beberapa filsuf percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali
(semua pengetahuan adalah susatu yang diingat kembali). Sehinggga mengetahui
adalah memikirkan lembali gagasan laten, yakni yang sudah ada sejak lama dan abadi.
Adapun tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan bahwa pengetahuan
yang diperoleh melalui indera ternyata tidak pasti dan bahkan tidak lengkap karena

3
dunia hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya (maka sering dikenal dengan
dunia maya) yang menyimpang dari kenyataan sebenarnya (seperti beredarnya
informasi hoaks-pen). Pengetahuan yang benar hanya diperoleh melalui intuisi dan
pengingatan kembali melalui proses berpikir yang terarah. Kebenaran hanya mungkin
dapat dicapai oleh manusia yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang, jernih,
murni dan itupun sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat berpendapat/
komentar, jarang sekali sampai pada tingkat menemukan teori baru secara murni.

c. Aksiologi

Aksiologi adalah cabang filsafat yang mempelajari atau membahas tentang


hakinilai.Para filsuf idealisme sepakat bahwa nilai-nilai bersifat abadi. Menurut
penganut Idealime Theistik nilai-nilai abadi berada pada Tuhan. Penganut Idealisme
Pantheistik mengidentikan Tuhan dengan alam. Sedangkan menurut Idealisme
Pantheistik mengidentikan Tuhan dengan alam. Untuk mewujudkan harmonisasi dalam
kehidupan manusia, maka diatur dengan adanya kewajiban-kewajiban moral yang
diturunkan dari pikiran tentang adanya metafisika. Sehingga menurut pandangan
idealisme, nilai adalah absolut. Apa yang dikatakan baik dan buruk, benar, salah, cantik,
ganteng, kurang ganteng, secara fundamental bersifat tetap, tidak berubah dari generasi
ke generasi, tidak diciptakan oleh manusia dan nilai-nilai tersebut merupakan bagian
dari alam semesta. Di sisi lain, Plato juga mengemukakan bahwa kehidupan yang baik
hanya mungkin terjadi dalam masyarakat yang baik dan ideal yang diperintah oleh “the
Philosopher Kings”, yaitu kaum intelektual, para ilmuwan atau cendekiawan7 .
Nampaknya pendapat beliau dapat disimpulkan bahwa jika manusia tahu apa yang
dikatakannya sebagai hidup yang baik dan berpedoman kepada suatu ide, mereka tidak
akan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan moral. Kejahatan terjadi karena
mungkin orang tidak tahu bahwa perbuatan tersebut jahat. Kejahatan terjadi bukan
hanya karena ada niat dari pelakunya tapi juga karena ada kesempatan. Di dalam sebuah
tulisannya, Sadulloh menjelaskan bahwa jika seseorang menemukan sesuatu yang
benar, maka orang tersebut akan berbuat salah. Namun yang menjadi masalah adalah
bagaimana hal itu dapat dilakukan jika manusia memiliki pandangan yang sangat
berbeda dalam pikirannya tentang hidup yang baik.

C. Aliran-Aliran Filsafat Idealisme dan Tokohnya

Plato merupakan salah seorang tokoh filsafat Yunani Kuno yang mempunyai
pengaruh kuat dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Ia juga dianggap sebagai pelopor
filsafat idealisme yang mengagungkan nilai pengetahuan dan keadilan.9 Nampaknya
pengaruh Plato ini begitu kuat terhadap pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga aliran
teologi dan filsafat Kristen pada umumnya sampai kurun waktu abad XIII bercorak
Platonis10 . Selain menciptakan dominasi yang kuat pada aliran teologi, Plato juga terkenal
menjadi gurunya Aristoteles yang dianggap sebagai ”Bapak Penalaran Deduktif.

Konsep pengembangan ilmu pengetahuan yang digagas Plato dapat dibedakan


menjadi 2 macam yaitu: pengetahuan yang bersifat inderawi (sensual) dan pengetahuan
yang bersifat kejiwaan. Menurut Plato, pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan
sarana inderawi hanya merupakan kesan-kesan yang bersifat sementara dan senantiasa

4
berubah. Sementara pengetahuan yang diperoleh melalui proses perenungan kejiwaan
dapat melahirkan kebijaksanaan dan keabadian nilai Paparan di atas memperlihatkan
bahwa, selain konsep dalam pengembangan ilmu pengetahuan, Plato nampaknya memiliki
sejumlah gagasan penting dalam filsafatnya, antara lain: gagasannya tentang Utopia, teori-
teorinya tentang ide dan konsepnya tentang pengetahuan yang ternyata lebih bersumber
dari ingatan dibanding dari persepsi. Berbagai gagasan penting Plato tersebut turut
mempengaruhi pandangannya terhadap pentingnya pendidikan bagi individu, keluarga,
kelompok dan lebih luas lagi yaitu bagi bangsa. Selain itu, ada beberapa aliran idealisme
filosofis yang turut menorehkan pengaruhnya dalam bidang pemikiran dan pendidikan.
diantaranya adalah idealisme Jerman yang ditandai oleh tiga tahap perkembangan dalam
pemikiran sosok tiga filosof. Tahapan pertama adalah J. G. Fichte yang berpandangan
idealisme subjektif. Tahap selanjutnya adalah F. W. J. Schelling yang berpandangan
idealisme objektif. Puncak idealisme Jerman tercapai di tangan G. W. F. Hegel yang
pemikirannya disebut idealisme absolut sebagai hasil sintesis dari idealisme subjektif dan
objektif.

a. Idealisme Subjektif

Idealisme subjektif adalah aliran filsafat idealisme yang dipelopori oleh Fichte.
Filsafat ini bertitik tolak pada ide manusia atau ide sendiri. Menurutnya dunia
merupakan postulat subjek yang memutuskan. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide
manusia. Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil
atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam dan
masyarakat hanyalah sebuah ide/pikiran dari dirinya sendiri. Menurut filsafat ini segala,
sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu bukanlah materi yang riil dan ada
secara objektif. Sesuatu yang bersifat materi misalkan buah jeruk, dianggapnya hanya
sebagai sensasi-sensasi atau kumpulan perasaan/konsepsi tertentu yaitu perasaan/
konsepsi dari rasa jeruk, berat, harum, bentuk dsb. Dengan demikian teori ini
menyangkal adanya materi yang ada secara objektif dan hanya mengakui adanya materi
atau dunia yang riil didalam pikirannya atau idenya sendiri saja.

b. Idealisme Objektif

Idealisme objektif adalah suatu aliran filsafat yang dimotori oleh Schelling.
Pandangan idealismenya bertitik tolak dari ide universal, yaitu ide di luar ide manusia.
Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik yang ada di alam atau masyarakat luas
adalah hasil dari ciptaan ide universal. Alam semesta yang kelihatan ini pada hakekatnya
hanyalah intelegensi yang kelihatan. Hemat penulis pandangan filsafat seperti ini pada
dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar manusia,
sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia alam semesta ini ada, termasuk
manusia dan segala pikiran dan perasaannya. Dalam pandangan lain, bentuknya yang
agak primitif paradigma ini menyatakan jenisnya seperti dalam bentuk penyembahan
terhadap pohon, batu, hewan dan benda-benda langit Akan tetapi sebagai suatu sistem
filsafat, pandangan dunia ini pertama-tama kali disistimatiskan oleh Plato (427-347
S.M). Menurut Plato dunia luar yang dapat di tangkap oleh panca indera kita bukanlah
dunia yang riil, melainkan bayangan dari dunia “idea” yang abadi dan riil. Pandangan
dunia Plato ini mewakili kepentingan kelas yang berkuasa pada waktu itu di Eropa yaitu

5
kelas pemilik budak. Dan ini jelas nampak dalam ajarannya tentang masyarakat
“ideal”14 . Pada jaman feodal, filsafat idealisme objektif ini mengambil bentuk yang
dikenal dengan nama Skolastisisme, sistem filsafat ini memadukan unsur idealisme
Aristoteles (384-322 S.M), yaitu bahwa dunia kita merupakan suatu tingkatan hirarki
dari seluruh sistem hirarki dunia semesta, begitupun yang hirarki yang berada dalam
masyarakat feodal merupakan kelanjutan dari dunia ke-Tuhanan. Jadi kesimpulannya,
segala sesuatu yang ada dan terjadi di dunia ini maupun dalam alam semesta merupakan
penjelmaan dari titah Tuhan atau perwujudan dari ide Tuhan. Filsafat ini pada masa itu
memang lebih membela para bangsawan atau kaum feodal yang pada waktu itu
merupakan tuan tanah besar di Eropa dan kekuasaan gereja sebagai “wakil” Tuhan di
dunia ini.

c. Idealisme Absolut

Di masa modern sekitar abad ke-18 muncullah sebuah sistem filsafat idealisme
objektif baru yang disebutnya dengan idealisme absolut, yaitu sistem yang dikemukakan
oleh George.W.F Hegel (1770-1831 M). Filsafat ini pada dasarnya merupakan bentuk
sintesis atas filsafat idealisme subjektif sedangkan filsafat idealisme objektif sebagai
antithesis, kemudian disintesiskan dan diubah diberi nama menjadi idealisme absolute.
Pemikiran seperti ini menurut kesimpulan penulis yaitu hakikat dunia ini adalah “ide
absolut”, yang berada secara absolut dan “objektif” didalam segala sesuatu dan tak
terbatas pada ruang dan waktu. Ide absolut ini, dalam prosesnya menampakkan dirinya
dalam wujud gejala alam, gejala masyarakat dan gejala pikiran. Filsafat Hegel ini
terlihat mewakili kelas borjuis Jerman yang pada waktu itu baru tumbuh dan masih
lemah, kepentingan kelasnya menghendaki suatu perubahan sosial, menghendaki
dihapusnya hak-hak istimewa kaum bangsawan. Hal ini tercermin dalam pandangannya
yang beranggapan bahwa sesuatu itu senantiasa berkembang dan berubah tidak ada yang
abadi atau mutlak, termasuk juga kekuasaan kaum feodal. Akan tetapi, karena
kedudukan dan kekuatannya masih lemah saat itu, maka mereka tidak berani terang-
terangan melawan filsafat dan ajaran agama yang berkuasa ketika itu. Misalnya saja,
perwujudan paling umum antara lain dalam bentuk formalisme dan doktrinerisme.
Kaum doktriner dan formalis secara buta mempercayai dalil-dalil atau teori sebagai
kekuatan yang maha kuasa, sebagai obat manjur buat segala macam penyakit, sehingga
dalam melakukan tugas-tugas atau menyelesaikan persoalanpersoalan praktis mereka
tidak bisa berfikir atau bertindak secara rasional berdasarkan situasi yang kongkret.

D. Implikasi dalam Pendidikan


Filsafat Idealisme merupakan salah satu filsafat yang dikembangkan dalam
pendidikan. Dalam bidang pendidikan, manusia khususnya peserta didik adalah subyek
pendidikan. Pendidikan perlu mengetahui secara jelas tentang manusia atau peserta didik
tersebut. Dengan sendirinya muncullah pertanyaan-pertanyaan mengenai apa manusia dan
apa peserta didik. Karena jawaban-jawaban pertanyaan tersebut bersifat abstrak maka di
sinilah diperlukan adanya filsafat dalam pendidikan.
Filsafat Idealisme sebagai salah satu aliran filsafat memiliki pengaruh yang besar
dalam implementasi pendidikan. Kenyataan dan kebenaran sesuatu, bagi idealisme pada
hakikatnya sama kualitasnya dengan hal-hal yang bersifat spiritual atau ide-ide. Idealisme
memiliki keterkaitan dengan konsep-konsep abadi (ideas), seperti kebenaran, keindahan

6
dan kemuliaan. Idealisme pada intinya adalah suatu penekanan pada realitas ide atau
gagasan, pemikiran atau akal-pikir yang dijadikan sebagai dasar atau pijakan hal-hal yang
bersifat materi atau material. Pengaruh idealisme terhadap pemikiran dan pendidikan dapat
dilihat dari lahirnya tokoh-tokoh seperti William T. Harris, seorang tokoh aliran pendidikan
idealisme yang sangat berpengaruh di Amerika Serikat, juga lahirnya Herman Harrell
Horne, seorang filosof yang mengajar filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun di
Universitas New York
Kita dapat menilai bahwa filsafat idealisme sangat concern tentang keberadaan
sekolah/lembaga pendidikan. Aliran inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara
fundamental terhadap filsafat naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai lembaga
untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai bentuk dari kebutuhan spiritual dan tidak
sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19, secara khusus
mengajarkan kepada kita tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanusiaan sebagai
ekspresi dari realitas spiritual.
Terdapat implikasi filsafat pendidikan idealisme yang dapat disebutkan diantaranya
sebagai berikut: (1) Tujuan: untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau
kemampuan dasar, serta kebaikan sosial, (2) Kurikulum: pendidikan liberal untuk
pengembangan kemampuan rasional dan pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan,
(3) Metode: diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat pula
dimanfaatkan, (4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan
kemampuan dasarnya, (5) Pendidik bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan
pendidikan melalui kerja sama dengan semua unsur yang ada di alam. Implikasi filsafat
idealisme dalam pendidikan dapat dirumuskan sebagai berikut:

a. Tujuan Pendidikan
Menurut para filsuf idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu
perkembangan pikiran dan diri pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-
beda maka pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya
masing-masing.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa
realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara
individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme.
Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan
masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham
idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan
campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa
menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang
harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan
pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik.
Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya
persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu
pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak
pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam
hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi.
Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual

7
dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan
Tuhan.

c. Kurikulum Pendidikan

Kurikulum pendidikan idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan


vokasional/praktis. Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-
kemampuan rasional dan moral. Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk
pengembangan kemampuan suatu kehidupan/pekerjaan.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih
memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada
pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa
aktual.
d. Metode Pendidikan

Tidak cukup mengajar siswa tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa
yang siswa pikirkan menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya
mendorong siswa untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong
pilihan-pilihan morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis,
memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan
sosia, miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk
menerima nilai-nilai peradaban manusia.
Salah satu model pendidikan idealisme yaitu bahwa peserta didik harus didekati (approach)
secara khusus. Sebab pola pendekatan dipandang sebagai cara yang cukup efektif dalam
memberikan materi pembelajaran dan dalam membentuk karakter manusia. Penulis
cenderung dengan sebuah prinsip pendidikan bahwa “Para guru dan atau dosen tidak boleh
berhenti hanya di tengah sistem klasikal atau tidak mengawasi satu persatu peserta didik.
Seorang guru atau dosen sebaiknya masuk ke dalam pemikiran terdalam dari peserta didik,
bahkan bila perlu ia berkumpul hidup bersama para peserta didik.
Meskipun seorang peserta didik telah memiliki ketertarikan terhadap pribadinya, namun
tidak semua proses belajar berlangsung dengan mudah. Peserta didik sangat mungkin
terperdaya akan penampilan dunia dan mencari jawabannya dengan sesuatu yang
sebenarnya tidak berhubungan dengan perkembangan pribadinya. Pada saat seperti inilah,
seorang guru dan dosen menjalankan perannya untuk mengarahkan kembali peserta didik
pada kebenaran. Setelah melakukan usaha dan mengaplikasikannya pada disiplin pribadi,
bisa jadi peserta didik lebih memiliki ketertarikan pada tugas-tugas pembelajaran. Sekali
lagi, warisan budaya dapat berpengaruh pada kejiwaannya. Semakin banyak warisan
budaya yang dipahami oleh peserta didik semakin banyak pula kemungkinan ketertarikan
yang dimiliki olehnya. Semakin banyak ketertarikan yang dimiliki semakin besar
kemungkinan untuk mengembangkan diri.
Dalam hal ini, M. Jumali menjelaskan bahwa metode pendidikan Idealis dirancang
untuk menstimulasi intuisi dan eksplorasi introspeksi diri (intuitive and introspective self
eksploration) secara mandiri pada proses perkembangan yang berjalan dari dalam ke luar.
20 Namun penulis berpikir bahwa sebenarnya tidak ada suatu metode pun yang sangat
efektif yang digunakan secara khusus untuk menstimulasi peserta didik. Artinya semua
metode hendaklah disesuaikan dengan materi pembelajaran dan kondisi yang ril. Oleh

8
karenanya seorang guru atau dosen Idealis harus mampu menguasai berbagai macam
metode dan menggunakan metode tertentu yang efektif dan cocok untuk menjamin hasil
yang diharapkan.
Meskipun tidak ada metode tertentu yang dapat dispesifikkan, namun ada metode
yang selalu diterapkan yaitu metode dialog Socratik. Metode ini lazimnya lebih
diprioritaskan dalam situasi pembelajaran Idealis. Dialog Sokratik adalah suatu proses di
mana orang dewasa berperan sebagai stimuler (pemberi rangsangan) bagi kesadaran dan
gagasangagasan peserta didik. Pendidik menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang mengacu
pada masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Ketika dialog
Socratik diterapkan pada suatu kelas, pendidik harus mampu menggunakan proses tersebut
yang dapat menciptakan suatu kondisi berpikir yang berkembang di mana para peserta
didik tertarik untuk berpartisipasi.
Salah satu kunci metode socratik yaitu keahlian bertanya yang harus dimiliki oleh
sang pendidik. Metode tersebut tidak hanya sekedar pengulangan sekilas terhadap materi
pembelajaran yang telah diberikan, namun hapalan terhadap materi merupakan tahapan
penting menuju dialog yang berkualitas. Siapapun orangnya, pembaca terlebih dahulu
memahami buku sebelum melakukan diskusi. Tahap ini menjadi penting karena ketika
seorang pendidik telah membuka suatu diskusi, ia harus memastikan tidak adanya
kesalahan informasi dan tidak mengajukan opini-opini yang tidak refresentatif. Mengapa?
Sebab agar tidak menyamarkan esensi materi yang penting dalam proses pembelajaran.
Selain metode di atas, masih ada metode yang diperkenalkan oleh idealisme yakni
metode Imitasi terhadap keteladanan. Seperti apa metode ini? Mari kita baca. Para peserta
didik diperkenalkan pada pelajaran-pelajaran yang berharga dari para tokoh-tokoh teladan
dalam berbagai bidang, seperti sejarah, sastra, religi, biografi, tokoh pendidikan dan
filsafat. Peserta didik dianjurkan untuk mempelajari suri teladan dari seorang tokoh sebagai
sumber-sumber nilai. Dan jangan lupa bahwa dalam hal ini seorang pendidik juga berperan
sebagai sumber langsung keteladanan karena ia adalah personifikasi dari nilai-nilai luhur
yang tercermin dalam kultur dan kehidupan masyarakat. Selain sebagai figur berdasarkan
kompetensinya di bidang materi dan pedagogi, ia juga harus mampu menjadi pribadi yang
estetis yang layak dijadikan suri tauladan bagi para peserta didiknya. Inilah yang dimaksud
dengan mengimitasi keteladanan, yakni dengan menerapkan nilai-nilai keteladanan
tersebut dalam kehidupan pribadi peserta didik. Namun perlu diingat, bahwa meneladani
bukan berarti meniru, melainkan suatu pancaran kebijaksanaan pada kehidupan pribadinya.

d. Peran Guru
Para filsuf idealisme mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan
harus ada pada guru, baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang
lebih penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerjasama dengan
alam dalam proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan lingkungan
pendidikan bagi para siswa. Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran
idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan
mendapatkan pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai
cara yang sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh
berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya
atau tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak
didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan

9
hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil
yang tidak banyak bermakna.
Model pemikiran filsafat idealisme yang menganggap anak didik merupakan
makhluk spiritual dan guru yang juga menganut paham idealism menjadikan sistem
pengajaran di kelas biasanya berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan,
mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.
 Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
1. Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik
2. Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa
3. Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik
4. Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid
5. Guru menjadi teman dari para muridnya
6. Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar
7. Guru harus bisa menjadi idola para siswa
8. Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan
para siswanya
9. Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif
10. Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang
diajarkannya
11. Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar
12. Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil
13. Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi
14. Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.

e. Peran Siswa
Siswa berperan bebas mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya”. (Edward
J.Power,1982). Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri,
sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa
memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya,
sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual.

Menurut Power (1982), implikasi filsafat pendidikan idealisme adalah sebagai berikut:
1) Tujuan: untuk membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar,
serta kebaikkan sosial;
2) Kurikulum: pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan dan pendidikan
praktis untuk memperoleh pekerjaan;
3) Metode: diutamakan metode dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat
dimanfaatkan;
4) Peserta didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan
dasarnya;
5) Pendidik bertanggungjawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui
kerja sama dengan alam

10
E. Penerapan Aliran Idealisme dalam Dunia Pendidikan

Aliran idealisme, dapat diterapkan Pendidikan Luar Sekolah (PLS). Dengan


memperhatikan implikasi filsafat pendidikan realisme maka penyelenggaraan pendidikan
luar sekolah dapat dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Pertama : Tujuan program PLS pertama-tama harus difokuskan pada pembentukan
karakter atau kepribadian peserta didik. Pada tahap selanjutnya program pendidikan tertuju
kepada pengembangan bakat dan kebaikan sosial. Peserta didik digali potensinya untuk
tampil sebagai individu berbakat/berkemampuan yang akan memiliki nilai guna bagi
kepentingan masyarakat.
Kedua : Kurikulum pendidikan PLS dikembangkan dengan memadukan pendidikan
umum dan pendidikan praktis. Kurikulum diarahkan pada upaya pengembangan
kemampuan berpikir melalui pendidikan umum. Di samping itu kurikulum juga
dikembangkan untuk mempersiapkan keterampilan bekerja untuk keperluan memperoleh
mata pencaharian melalui pendidikan praktis.
Ketiga : Metode pendidikan dalam program PLS disusun menggunakan metode
pendidikan dialektis. Meskipun demikian setiap metode yang dianggap efektif mendorong
belajar dapat pula digunakan. Pelaksanaan pendidikan cenderung mengabaikan dasar-dasar
fisiologis dalam belajar.
Keempat : Peserta didik bebas mengembangkan bakat dan kepribadiannya. Pendidikan
bekerjasama dengan alam dengan proses pengembangan kemampuan ilmiah. Oleh karena
itu tugas utama tenaga pendidik adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan
peserta didik dapat belajar dengan efisien dan efektif.

F. Tohoh Filsafat Pendidikan Idealisme

1. Plato (477 -347 Sb.M)


Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide
adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang
telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat
menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala
sesuatu yang dialami sehari-hari.
2. Immanuel Kant (1724 -1804)
Ia menyebut filsafatnya idealis transendental atau idealis kritis dimana paham ini
menyatakan bahwa isi pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap sebagai
miliknya sendiri melainkan ruang dan waktu adalah forum intuisi kita. Dapat disimpulkan
bahwa filsafat idealis transendental menitik beratkan pada pemahaman tentang sesuatu itu
datang dari akal murni dan yang tidak bergantung pada sebuah pengalaman.
3. Pascal (1623-1662)
Kesimpulan dari pemikiran filsafat Pascal antara lain :
a) Pengetahuan diperoleh melalaui dua jalan, pertama menggunakan akal dan kedua
menggunakan hati.
b) Manusiabesarkarena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu
dijangkau oleh pikiran manusia yaitu pikiran manusia itu sendiri. Menurut Pascal manusia
adalah makhluk yang rumit dan kaya akan variasi serta mudah berubah. Untuk itu

11
matematika, pikiran dan logika tidak akan mampu dijadikan alat untuk memahami
manusia. Menurutnya alat-alat tersebut hanya mampu digunakan untuk memahami hal-hal
yang bersifat bebas kontradiksi, yaitu yang bersifat konsisten.Karena ketidak mampuan
filsafat dan ilmu-ilmu lain untuk memahami manusia, maka satu-satunya jalan memahami
manusia adalah dengan agama. Karena dengan agama, manusia akan lebih mampu
menjangkau pikirannya sendiri, yaitu dengan berusaha mencari kebenaran, walaupun
bersifat abstrak.
c) Filsafatbisamelakukanapa saja, namun hasilnya tidak akan pernah sempurna.
Kesempurnaan itu terletak pada iman.Filsafat bisa menjangkau segala hal, tetapi tidak bisa
secara sempurna.Karena setiap ilmu itu pasti ada kekurangannya, tidak terkecuali filsafat.
4. J. G. Fichte (1762-1914 M.)
Ia adalah seorang filsuf jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada tahun 1810-
1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya
disebut “Wissenschaftslehre” (ajaran ilmu pengetahuan). Secara
sederhana pemikiran Fichte : manusia memandang objek benda-benda dengan inderanya.
Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka
berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu
menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya.
5. F. W. S. Schelling (1775-1854 M.)
Schelling telah matang menjadi seorang filsuf disaat dia masih amat muda. Pada tahun
1798 M, dalam usia 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Universitas Jena. Dia adalah
filsuf Idealis Jerman yang telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan
idealisme Hegel.
Inti dari filsafat Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai identitas murni
atau indiferensi, dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yang subyektif dengan yang
obyektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi yaitu yang nyata (alam sebagai
objek) dan ideal (gambaran alam yang subyektif dari subyek). Yang mutlak sebagai
identitas mutlak menjadi sumber roh (subyek) dan alam (obyek) yang subyektif dan
obyektif, yang sadar dan tidak sadar. Tetapi yang mutlak itu sendiri bukanlah roh dan
bukan pula alam, bukan yang obyektif dan bukan pula yang subyektif, sebab yang mutlak
adalah identitas mutlak atau indiferensi mutlak.
Maksud dari filsafat Schelling adalah, yang pasti dan bisa diterima akal adalah sebagai
identitas murni atau indiferensi, yaitu antara yang subjektif dan objektif sama atau tidak
ada perbedaan. Alam sebagai objek dan jiwa (roh atau ide) sebagai subjek, keduanya saling
berkaitan. Dengan demikian yang mutlak itu tidak bisa dikatakan hanya alam saja atau jiwa
saja, melainkan antara keduanya.
6. G. W. F. Hegel (1770-1031 M.)
Ia belajar teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar Doktor.
Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit), suatu istilah yang diilhami
oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak. Yang
mutlak itu roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan
dirinya. Roh itu dalam intinya ide (berpikir).

12
G. Hubungan Idealisme dan Filsafat Pendidikan

Pendidikan, sehingga cukup berpengaruh terhadap pemikiran dan praktik


pendidikan. William T. Harris adalah tokoh aliran pendidikan idealisme yang sangat
berpengaruh di Amerika Serikat. Bahkan, jumlah tokoh filosof Amerika kontemporer tidak
sebanyak seperti tokoh-tokoh idealisme yang seangkatan dengan Herman Harrell Horne
(1874-1946). Herman Harrell Horne adalah filosof yang mengajar filsafat beraliran
idealisme lebih dari 33 tahun di Universitas New York.
Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang menulis tentang
idealisme dalam pendidikan dengan efek khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan
William E. Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C. Lodge (1888-1961), profesor di
bidang logika dan sejarah filsafat di Universitas Maitoba. Dua bukunnya yang
mencerminkan kecemerlangan pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan
adalah Philosophy of Education dan studi mengenai pemikirian Plato di bidang teori
pendidikan. Di Italia, Giovanni Gentile Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet
Mussolini pertama, keluar dari reformasi pendidikan karena berpegang pada prinsip-
prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan terhadap dua aliran yang hidup di negara itu
sebelumnya, yaitu positivisme dan naturalisme.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran inilah satu-satunya
yang melakukan oposisi secara fundamental terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus
eksis sebagai lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai kebutuhan spiritual,
dan tidak sekadar kebutuhan alam semata. Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19
secara khusus mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanuisaan
sebagai ekspresi realitas spiritual.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-
gencarnya diajarkan, memperoleh pendidikan dengan mendapatkan
pendekatan (approach) secara khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang
sangat penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti
hanya di tengah pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau
tingkah lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik,
sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan hanya
membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang
tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai
makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa memperlihatkan
bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat
utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual. Tentu saja, model pemikiran
filsafat idealisme ini dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran dalam
kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan bahwa spiritual
merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya
spiritual.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa
realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara
individual. Pola pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme.
Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan
masyarakat, melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham

13
idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk masyarakat, dan
campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa
menjadi kaya dan memiliki kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang
harmonis dan penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan
pada akhirnya diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik.
Sedangkan tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya
persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu
pendekatan seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak
pribadinya, namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam
hubungan kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi.
Sedangkan tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual
dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang berkaitan dengan
Tuhan.
Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
(1) guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik;
(2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa;
(3) Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik;
(4) Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para murid;
(5) Guru menjadi teman dari para muridnya;
(6) Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar;
(7) Guru harus bisa menjadi idola para siswa;
(8) Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi teladan
para siswanya;
(9) Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif;
(10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan ajar yang
diajarkannya;
(11) Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para siswa belajar;
(12) Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil;
(13) Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi;
(14) Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih
memfokuskan pada isi yang objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripad
pengajaran yang textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa aktual

14
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Idealisme adalah sistem filsafat dari Plato dan dikembangkan oleh para pengikutnya yang
menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul), jiwa (spirit) atau ide dari
pada hal-hal yang bersifat kebendaan atau material. Pandangan-pandangan umum yang
disepakati oleh para filsuf idealisme, yaitu: Jiwa (soul) manusia adalah unsur yang paling
penting dalam hidup, sedangkan hakikat akhir alam semesta pada dasarnya adalah
nonmaterial.
Pokok-Pokok pikiran Idealisme terdiri dari pandanganya tentang metafisika, epistimologi
dan aksiologi. Pandangan metafisika idealisme hanya melihat realitas spiritual, mental atau
rohani yang nyata dan tidak berubah. Alam semesta adalah ekspresi dari sebuah kecerdasan
yang sangat umum dari pikiran universal.
Sedangkan epistimologi idealisme menegaskan bahwa proses mengetahui terjadi dalam
pikiran, manusia memperoleh pengetahuan melalui berfikir dan intuisi (gerak hati).
Beberapa filsuf percaya bahwa pengetahuan diperoleh dengan cara mengingat kembali
(semua pengetahuan adalah sesuatu yang diingat kembali). Sehinggga mengetahui adalah
memikirkan kembali gagasan laten, yakni gagasan yang kekal dalam alam ide.
Adapun aksiologi idealisme menempatkan nilai bersifat mutlak dan abadi. Nilai-nilai yang
abadi tersebut menurut idealime theistik berada dalam kekuasaan mutlak Tuhan.
Sedangkan Idealisme Pantheistik mengidentikan Tuhan dengan alam. Sementara itu, dalam
perjalanan pemikirannya, filsafat idealisme berkembang menjadi beberapa aliran sesuai
dengan pandangan para pengikutnya, yaitu idealisme subjektif ((Fichte), Idealisme
Objektif (Schelling) dan Idealisme absolute (Hegel).
Refleksi pendidikan filsafat idealisme dalam praktek pendidikan adalah terlaksananya
proses pendidikan dengan mendasarkan formulasi sebagai berikut: (1) Tujuan yaitu: untuk
membentuk karakter, mengembangkan bakat atau kemampuan dasar, serta kebaikan sosial,
(2) Kurikulum: pendidikan liberal untuk pengembangan kemampuan rasional dan
pendidikan praktis untuk memperoleh pekerjaan, (3) Metode: diutamakan metode
socratik/dialektika, tetapi metode lain yang efektif dapat pula dimanfaatkan, (4) Peserta
didik bebas untuk mengembangkan kepribadian, bakat dan kemampuan dasarnya, (5)
Pendidik bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan pendidikan melalui kerja
sama dengan lingkungan, peserta didik dan alam.

B. SARAN
Tentunya penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih banyak
ada kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa
sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.

15
DAFTAR PUSTAKA
1. https://www.rianitapuspitasari.com/2022/05/filsafat-pendidikan-
idealisme.html#:~:text=Diketahui%20bahwa%20filsafat%20idealisme%20menekankan%
20pentingnya%20spiritual%20manusia%2C,menjadi%20tujuan%20pertama%2C%20seb
elum%20melanjutkan%20pada%20tujuan%20lainnya.

2. https://eduarduslebe.blogspot.com/2015/11/filsafat-pendidikan-idealisme.html

3. https://suhahaniyah.blogspot.com/2015/12/konsep-filsafat-umum-idealisme.html

4. https://dwinovitaamalia.blogspot.com/2014/11/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none_14.html

5. https://mrsendyafri.blogspot.com/2016/03/pengertian-tokoh-konsep-aliran-idealisme.html

6. https://faizalnizbah.blogspot.com/2013/08/aliran-filsafat-idealisme-serta.html

16

Anda mungkin juga menyukai