Anda di halaman 1dari 24

FILSAFAT ILMU DAN METODE ILMIAH

“ONTOLOGI DAN EPISTEMOLOGI”

Disusun Oleh :
Wayan Yoga A20222005
Putri Dian Lestari P. A20222018

MAGISTER PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS


PASCASARJANA UNIVERSITAS TADULAKO
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami Panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat Rahmat dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
yang berjudul “Ontologi dan Epistemologi” sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan. Ucapan terima kasih kami berikan kepada dosen pengampu mata
kuliah, keluarga, kerabat dan teman-teman yang telah banyak membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat dengan mudah dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan dan pengetahuan baik bagi kami sendiri dan bagi siapapun
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan. Kami menyadari dalam penyusun makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, diharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk dapat dijadikan dorongan untuk pengembangan selanjutnya.

Palu, 09 September 2022


Penyusun

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1. Pendahuluan 1
1.2. Rumusan Masalah 2
1.3. Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN 3
2.1. Definisi Ontologi 3
2.2. Definisi Epistemologi 9
BAB III PENUTUP 19
3.1. Kesimpulan 19
3.2. Saran 20
DAFTAR PUSTAKA 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Filsafat merupakan sikap atau pandangan hidup dan sebuah bidang terapan
untuk membantu individu untuk mengevaluasi keberadaannya dengan cara yang
lebih memuaskan. Filsafat membawa kita kepada pemahaman dan pemahaman
membawa kita kepada tindakan yang telah layak, filsafat perlu pemahaman bagi
seseorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan karena menentukan
pikiran dan pengarahan tindakan seseorang untuk mencapai tujuan.
Filsafat ilmu memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu
dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu. Filsafat ilmu
adalah dasar yang menjiwai proses kegiatan untuk memperoleh pengetahuan
secara ilmiah. Dengan kata lain, apapun yang tergolong ilmu disebut sebagai ilmu
pengetahuan. Ilmu yaitu akumulasi pengetahuan yang telah disistematisasi dan
diorganisasi sehingga memenuhi asas pengaturan secara prosedural, metodologis,
teknis, dan normative akademis.
Sistematika filsafat secara garis besar membahas tiga pokok bagian yaitu;
epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh
pengetahuan ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala
sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang
membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang
tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang
lingkup dan pembahansannya.
Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat,
hanya saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula.
Epistemologi sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat
pengetahuan, bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain.
Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang
hakiki dan hubungannya dengan daya pikir. Sedangkan aksiologi sebagai teori

1
nilai membahas tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi,
tujuan dan perkembangannya. Iniah keseluruhan filsafat dalam garis besar yang
ringkas.
Setiap jenis pengetahuan selalu mempunyai ciri-ciri yang spesifik
mengenai apa (ontologi), bagaimana (epistemologi) dan untuk apa (aksiologi)
pengetahuan tersebut disusun. Dalam membahas dimensi kajian filsafat ilmu
didasarkan model berpikir sistemik, sehingga harus senantiasa dikaitkan. Oleh
karena itu maka setiap berbicara tentang Filsafat Ilmu pastilah salah satunya
membicarakan Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi, akan tetapi pada
pembahasan makalah ini point yang ditekankan pada kajian bidang “Ontologi dan
Epistemologi”.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dikaji pada makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Apakah definisi dari Ontologi ?
2. Apakah definisi dari Epistemologi ?

1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini
sebagai berikut :
1. Menjelaskan kajian Filsafat secara Ontologi
2. Menjelaskan kajian Filsafat secara Epistemologi

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Ontologi


Ontologi dikenal sebagai satu kajian filsafat paling klasik dan berasal dari
Yunani. Studi tersebut membahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkrit.
Ontologi membahas tentang apa objek yang kita kaji bagaimana wujudnya yang
hakiki dan hubungannya dengan daya pikir/akal Tokoh Yunani yang memiliki
pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles.
Thales terkenal sebagai filosof yang pernah sampai pada satu kesimpulan bahwa
air merupakan substansi terdalam yang merupakan asal mula segala sesuatu.
(Ansharullah, 2019 : 37).
Kata Ontologi berasal dari bahasa Yunani : on, ontos (ada, keberadaan)
dan logos (studi, ilmu), dengan demikian ontologi berati pengetahuan tentang
yang ada. Dalam studi filsafat, terma ontologi sering kali dikaitkan dengan
metafisika. Bahkan menurut Antony Flew, dikatakan bahwa ontologi merupakan
cabang dari metafisika yang menaruh perhatian pada studi tentang hakikat yang
ada (Biyanto, 2015:139).
Terma ontology muncul sekitar pertengahan abad ke-17. Istilah ini
dikenalkan oleh Goclenius pada 1636, digunakan oleh Clauberg tahun 1647,
Micraelius tahun 1653, dan Du Hamel tahun 1663. Pada Akhir abad ke-17, istilah
ontology dalam pengertian “pengetahuan tentang yang ada” telah baku diterima
Gottfried Wilhelm Leibniz (1646-1716), Christian Wolff (1679-1754), dan
Alexander Gottlieb Baum-garten (1714-1762). Pada saat itu muncul ungkapan
“filsafat mengenai yang ada (philosophia entis). Orang pun menyamakan ontology
dengan Filsafat pertama Aristoteles yang kemudian dikenal dengan metafisika
(Biyanto, 2015:139).
Dalam perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi
metafisika rnenjadi dua, yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika
umum dirnaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi. Dengan demikian,
metafisika umum atau ontologi adalah cabang ilmu yang membicarakan prinsip

3
yang paling dasar dari segala sesuatu yang ada. Sedang metafisika khusus masih
dibagi lagi menjadi kosmologi, psikologi, dan teologi. Kosmologi adalah cabang
filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam semesta. Psikologi adalah
cabang lilsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa manusia. Teologi
adalah cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan (Muliadi,
2020:102).
Pembahasan tentang ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk
menjawab “apa” yang rnenurut Aristoteles merupakan The First Philosophy dan
merupakan ilmu mengenai esensi benda (Romdon dalam Muliadi 2020:100).
Ontologi secara ringkas membahas realitas atau suatu entitas dengan apa adanya.
Pembahasan mengenai ontology berarti membahas kebenaran suatu fakta. Untuk
mendapatkan kebenaran itu, ontologi memerlukan proses bagaimana realitas
tersebut dapat diakui kebenarannya. Untuk itu proses tersebut memerlukan dasar
pola berpikir, dan pola berpikir didasarkan pada bagaimana suatu pengetahuan
digunakan sebagai dasar pembahasan tentang realitas dari yang ada.
Menurut Dewi Rokhmah (2021) ontologi ketika melihat hakikat suatu
kenyataan atau hakikat sesuatu yang ada melalui dua macam sudut pandang yaitu:
Pertama, kuantitatif yaitu dengan mempertanyakan apakah kenyataan itu
berbentuk tunggal atau jamak. Kedua, kualitatif yaitu dengan mempertanyakan
apakah kenyataan itu mempunyai kualitas tertentu. Sederhananya ontologi bisa
dirumuskan sebagai ilmu yang mempelajari realitas atau kenyataan konkret secara
kritis.
Aspek ontologi dari ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan antara
lain secara: (a) Metodis; menggunakan cara ilmiah; (b) Sistematis; saling
berkaitan satu sama lain secara teratur dalam suatu keseluruhan; (c) Koheren;
unsurunsurnya tidak boleh mengandung uraian yang bertentangan; (d) Rasional;
harus berdasar pada kaidah berpikir yang benar (logis); (e) Komprehensif; melihat
objek tidak hanya dari satu sisi/sudut pandang, melainkan secara
multidimensional atau secara keseluruhan (holistik); (f) Radikal; diuraikan sampai
akar persoalannya, atau esensinya; (g) Universal; muatan kebenarannya sampai
tingkat umum yang berlaku di mana saja

4
2.1.1. Ruang Lingkup Ontologi
Ontologi menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental
dan cara yang berbeda dimana entitas (wujud) dari kategori-kategori yang logis
yang berlainan (objek-objek fisik, hal universal, abstraksi) dapat dikatakan ada
dalam rangka tradisional. Ontologi dianggap sebagai teori mengenai prinsip-
prinsip umum dari segala yang ada. Adapun dalam hal pemakaiannya, akhir-akhir
ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada dan yang dianggap
ada. Menurut Ansharullah (2019:38) ruang lingkup ontologi terdiri dari :
a. Metafisika
Ontologi sering diindetikkan dengan metafisika yang juga disebut proto-
filsafatia atau filsafat yang pertama, atau filsafat ketuhanan yang bahasannya
adalah tentang hakikat sesuatu, keesaan, persekutuan, sebab dan akibat,
kebebasan manusia, realitas, atau Tuhan dengan segala sifat-sifatNya. Secara
bahasa, metafisika bararti dibalik atau di belakang dari yang fisik (meta =
dibelakang). Istilah ini terjadi secara kebetulan saja. Ketika para ahli menyusun
untuk membuktikan karya Aristoteles, mereka menempatkan bab tentang
filsafat sesudah bab fisika. Penamaan metafisika itu bukanlah karena
pembahasan tersebut sesudah uraian tentang fisika (alam) saja. Tetapi, memang
hakikat yang diteliti oleh metafisika ialah hakikat realitas yang menjangkau
sesuatu di balik realitas. Dengan kata lain, ia berbeda dengan cara mengerti
realitas dalam arti pengalaman sehari-hari, karena metafisika ingin mengerti
sedalam-dalamnya tentang “yang ada”.
b. Fisika (Kosmologi)
Kosmologi memusatkan perhatiannya kepada realitas kosmos, yakni
keseluruhan sistem alam semesta. Kosmologi meliputi baik realitas yang
khusus maupun yang umum, yang universal. Jadi, kosmologi itu terbatas pada
realitas yang lebih nyata dalam arti dalam fisik yang material. Walaupun
kosmologi terkesan membahas alam semesta ini secara inderawi, tetapi
sebenarnya pada kosmologi lebih memerhatikan realitas alam semesta secara
intelektual (akal) dan hakiki (metafisik/abstrak).

5
Adapun mengenai objek material ontologi ialah yang ada, yaitu ada
individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak,
termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian maupun sumber
segala yang ada. Objek formal dari cabang ontologi ini adalah tentang hakikat
seluruh realitas, bagi pendekatan kualitif, realitas tampil dalam kuantitas atau
jumlah. Pembahasan ontologi menjadi bahan kajian bagi aliran monisme,
paralelisme atau plurarisme.
Menurut Adib dalam Dewi Rokhmah (2021) karakteristik dari ontologi
ilmu pengetahuan antara lain sebagai berikut : Pertama, ilmu berasal dari suatu
penelitian. Kedua, adanya konsep pengetahuan empiris dan tidak ada konsep
wahyu. Ketiga, pengetahuan bersifat rasional, objektif, sistematik, metodologis,
observatif, dan netral. Keempat, menghargai asas verifikasi (pembuktian),
eksplanatif (penjelasan), keterbukaan dan dapat diulang kembali, skeptisisme
yang radikal, dan berbagai metode eksperimen. Kelima, melakukan pembuktian
bentuk kausalitas (causality) dan terapan ilmu menjadi teknologi. Ketujuh,
mengakui pengetahuan dan konsep yang relatif serta logika-logika ilmiah.
Kedelapan, memiliki berbagai hipotesis dan teori-teori ilmiah. Kesembilan,
memiliki konsep tentang hukum-hukum alam yang telah dibuktikan.

2.1.2. Fungsi dan Manfaat Mempelajari Ontologi


Fungsi dan manfaat dalam mempelajari ontologi berfungsi sebagai refleksi
kritis atas objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-asumsi dan
ponstulat-ponstulat ilmu (sains). Di antara asumsi dasar keilmuan antara lain:
“dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia kita ini benar-benar ada”,
“dunia empirik itu dapat diketahui oleh manusia dengan panca indera”, “fenomena
yang terdapat di dalam dunia ini saling berhubungan satu dengan lainnya secara
kausal”, dan masih banyak lagi postulat-postulat ilmu yang diambil dari filsafat di
bidang ontologi untuk dijadikan sebagai dasar ilmu.
Kedua, ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia
yang integral, komphrehensif dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji
hal-hal yang khusus untuk dikaji secara tuntas yang pada akhirnya diharapkan

6
dapat memperoleh gambaran tentang objek telaahannya. Namun, pada
kenyataannya, kadang hasil temuan ilmiah berhenti pada kesimpulan-kesimpulan
yang parsial dan terpisah-pisah. Jika terjadi seperti itu, ilmuwan berarti tak
mampu mengintegrasikan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan lainnya.
Ketiga, ontologi itu memberikan masukan informasi untuk mengatasi
permasalahan yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu yang khusus.
Pembagian objek kajian ilmu yang satu dengan lainnya kadang menimbulkan
berbagai permasalahan. Di antaranya, ada kemungkinan terjadinya konflik
perebutan bidang kajian, misalnya ilmu bioetika yang masuk disiplin etika atau
disiplin biologi. Kemungkinan lain adalah justru terbukanya bidang kajian yang
sama sekali belum dikaji oleh ilmu apa pun. Dalam hal ini ontologi berfungsi
membantu memetakan batas-batas kajian ilmu. Dengan demikian, berkembanglah
ilmu-ilmu yang dapat diketahui manusia itu dari masa ke masa. Ontologi
membimbing ilmu dalam membatasi objek kajiannya.

2.1.3. Aliran-aliran dalam Ontologi


Ontologi atau bagian metafisika yang umum, membahas segala sesuatu
yang ada secara menyeluruh yang mengkaji persoalan-persoalan, seperti
hubungan antara akal dan benda, hakikat perubahan, pengertian tentang
kebebasan, dan lainnya. Di dalam pemahaman atau pemikiran ontologi, terdapat
banyak aliran yang muncul mengenai hakikat dari segala yang ada. Aliran-aliran
itu cukup memengaruhi warna dan perkembangan filsafat di bidang ontologi itu
sendiri. Menurut Ansharullah (2019:38) aliran-aliran dalam ontologi diuraikan
sebagai berikut :
a. Idealisme
Di antara aliran-aliran filsafat, idealisme adalah aliran yang mengajarkan
bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat dipahami dalam kebergantungannya
pada jiwa (mind) dan roh (spirit). Istilah ini diambil dari kata “idea”, yaitu
sesuatu yang hadir dalam jiwa. Pokok utama yang diajukan oleh idealisme
adalah jiwa mempunyai kedudukan yang utama dalam alam semesta. Paham
ini beranggapan bahwa jiwa adalah kenyataan yang sebenarnya.

7
b. Materialisme
Materialisme adalah asal atau hakikat dari segala sesuatu, dimana asal atau
hakikat dari segala sesuatu ialah materi. Oleh karena itu, materialisme
mempersoalkan metafisika, namun metafisika bahasannya adalah metafisika
yang materialistik. Maksudnya, materialisme meyakini bahwa di dunia ini
tidak ada sesuatu selain materi yang sedang bergerak. Pada sisi yang lain,
materialisme adalah sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa pikiran
(kesadaran, dan jiwa) hanyalah materi yang sedang bergerak.
c. Eksistensialisme
Aliran eksistensialisme termasuk aliran yang tidak mudah untuk dirumuskan
dan dipahami filsafatnya. Bahkan, para penganut eksistensialisme sendiri tidak
pernah mencapai kata sepakat mengenai rumusan apa sebenarnya
eksistensialisme itu. Sekalipun demikian, terdapat sesuatu yang disepakati,
baik filsafat eksistensi maupun filsafat eksistensialisme, keduanya sama-sama
menempatkan cara wujud manusia sebagai tema sentral. Filsafat
eksistensialisme adalah aliran filsafat yang menyatakan bahwa cara berada
manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia; sapi dan
pohon juga. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Artinya bahwa manusia itu
merupakan subjek. Subjek artinya yang menyadari, yang sadar atau menyadari
akan objek yang dihadapi. Barang-barang yang disadarinya disebut objek.
d. Monisme
Monisme (monism) berasal dari kata Yunani yaitu monos (sendiri, tunggal).
Secara istilah, monisme adalah suatu paham yang berpendapat bahwa unsur
pokok dari segala sesuatu itu adalah unsur yang bersifat tunggal. Unsur
mendasar ini bisa berupa materi, pikiran, Allah, energi dan lain-lain. Dalam
aliran ini, tidak dibedakan antara pikiran dari zat. Mereka hanya berbeda dalam
masalah gejala yang disebabkan proses yang berlainan namun mempunyai
subtansi yang sama.
e. Dualisme
Dualisme (dualism) berasal dari kata Latin yaitu duo (dua). Dualisme adalah
ajaran yang menyatakan realitas itu terdiri dari dua substansi yang berlainan

8
dan bertolak belakang. Masing-masing substansi bersifat unik dan tidak dapat
direduksi, misalnya substansi adi kodrati dengan kodrati, Tuhan dengan alam
semesta, roh dengan materi, jiwa dengan badan dan lain-lain. Ada pula yang
mengatakan bahwa dualisme adalah ajaran yang menggabungkan paham
idealisme dengan materialisme, dengan mengatakan bahwa alam wujud ini
terdiri dari dua hakikat sebagai sumber yaitu hakikat materi dan ruhani. Dapat
dikatakan pula bahwa dualisme adalah paham yang memiliki ajaran bahwa
segala sesuatu yang ada, bersumber dari dua hakikat atau substansi yang berdiri
sendiri-sendiri.
f. Pluralisme
Kata pluralisme (Pluralism) berasal dari kata plural. Aliran ini menyatakan
bahwa realitas tidak terdiri dari satu substansi atau dua substansi tetapi banyak
pula substansi yang bersifat independen satu sama lain. Sebagai
konsekuensinya, alam semesta pada dasarnya tidak memiliki kesatuan,
kontinuitas, harmonis dan tatanan yang koheren, rasional, fundamental. Di
dalamnya hanya terdapat berbagi jenis tingkatan dan dimensi yang tidak dapat
direduksi. Paham ini berpandangan bahwa segenap macarn bentuk itu
semuanya nyata. Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy and Religion
dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun
dari banyak unsur, lebih dari satu atau dua entitas.

2.2. Definisi Epistemologi


Menurut Nurani Soyomukti (2011:151), Epistemologi berasal dari bahasa
Yunani episteme yang berarti pengetahuan atau ilmu atau teori pengetahuan.
Secara linguistik, kata “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu: kata
“Episteme” dengan arti pengetahuan dan kata “Logos” berarti teori, uraian, atau
alasan. Epistemologi dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan yang
dalam bahasa Inggris dipergunakan istilah theory of knowledge. Istilah
epistemologi, secara etimologis, dapat diartikan sebagai teori tentang pengetahuan
yang benar. Di dalam Bahasa Indonesia, epistemologi disebut filsafat
pengetahuan. Secara terminology (istilah kefilsafatan), epistemologi adalah teori

9
mengenai hakikat pengetahuan atau filsafat tentang pengetahuan (Ansharullah,
2019:50-56).
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari benar atau tidaknya
suatu pengetahuan. Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi mempunyai banyak
sekali pemaknaan atau pengertian yang kadang sulit untuk bisa dipahami. Dalam
memberikan pemaknaan terhadap arti epistemologi, para ahli memiliki sudut
pandang yang berbeda, sehingga memberikan pemaknaan yang berbeda ketika
mengungkapkannya (Nina dalam Ansharullah, 2019:49).
Milton D. Hunnex dalam Muliadi (2020:69) Epsitemologi merupakan
studi sistematis tentan tiga hal pokok, yaitu: sumber ilmu (source of knowledge),
karakteristik pengetahuan (nature of knowledge), dan keabsahan pengetahuan
(validity of knowledge). Bagian yang pertama, membentuk aliran-aliran dalam
epistemologi. Sementara yang kedua, menggambarkan sifat-sifat serta ciri khas
dari masing-masing disiplin ilmu yang membuatnya sama ataupun berbeda dari
yang lainnya. Sedangkan yang ketiga lebih kepada bagaimana mendapatkan ilmu
serta metodologi yang harus ditempuh dalam meraihnya
Bidang epistemologi mencakup tentang pertanyaan yang harus dijawab,
apakah pengetahuan tersebut, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
bagaimana membangun pengetahuan yang tepat dan benar, apa definisi dari
kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai pengetahuan yang benar, apa saja yang
dapat kita ketahui, dan sampai manakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat
diringkas menjadi dua masalah pokok, yaitu masalah sumber pengetahuan dan
masalah benarnya pengetahuan.
Epistemologi dasarnya berbicara tentang dasar, sumber, karakteristik,
kebenaran, dan cara mendapatkan suatu pengetahuan. Aspek terpenting yang
dibahas dalam epistemologi yaitu sumber pengetahuan dan metode pengetahuan.
Jadi ketika ilmu pengetahuan disoroti melalui epistemologi maka pembahasannya
terarah pada bagaimana sumber yang dipakai oleh para ilmuwan di dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan metodenya seperti apa karena setiap jenis
ilmu itu mempunyai sumber dan metode pengetahuan yang tidak sama (Dewi
Rokhmah, 2021).

10
2.2.1. Ruang Lingkup Epistemologi
Apabila kita perhatikan definisi dari epsitemologi tampak bahwa
semuanya hampir senada, epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan
tentang terjadinya pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan,
batas-batas, sifat, metode, dan kesahihan pengetahuan. Oleh karena itu,
sistematika penulisan epistemologi adalah terjadinya pengetahuan, teori
kebenaran, metode ilmiah, dan aliran teori pengetahuan (Muliadi, 2020:48).
a. Terjadinya Pengetahuan
Masalah terjadinya pengetahuan adalah masalah yang amat penting dalam
epistemologi, sebab jawaban terhadap terjadinya pengetahuan maka seseorang
akan berwarna pandangan atau paham filsafatnya. Jawaban yang paling
sederhana tentang terjadinya pengetahuan ini apakah berfilsafat apriori atau
aposteriori. Pengetahuan apriori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya
atau melalui pengalaman, baik pengalaman indra maupun pengalaman batin,
Adapun pengetahuan aposteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena
adanya pengalaman. Dengan demikian, pengetahuan ini bertumpu pada
kenyataan objektif. Menurut John Hospers dalam bukunya An Introduction to
Philosophical Analysis mengemukakan ada enam alat untuk memperoleh
pengetahuan (Muliadi, 2020:49), yaitu :
- Pengalaman Indera (Sense Experience)
- Nalar (Reason)
- Otoritas (Authority)
- Intuisi (Intuition)
- Wahyu (Revelation)
- Keyakinan (Faith)
b. Teori Kebenaran
Untuk mengetahui apakah pengetahuan kita mempunyai nilai kebenaran nilai
atau tidak. Hal ini berhubungan dengan sikap, bagaimana cara memperoleh
pengetahuan? Apakah hanya kegiatan dan kemampuan akal pikir ataukah
melalui kegiatan indra? Yang jelas bagi seorang skeptis pengetahuan tidaklah
mempunyai nilai kebenaran, karena semua diragukan atau keraguan itulah yang

11
merupakan kebenaran. Secara tradisional teori-teori kebenaran itu adalah
sebagai berikut, (Muliadi, 2020:49):
1. Teori Kebenaran Saling Berhubungan (Coherence Theory of Truth)
Teori koherensi dibangun oleh para pemikir rasionalis seperti Leibniz,
Spinoza, Hegel, dan Bradley. Menurut Kattsoff dalam bukunya Elements
of Philosophy teori koherensi dijelaskan “suatu proposisi cenderung benar
jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan
proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam
keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita”.
2. Teori Kebenaran Saling Berkesesuaian (Correspondence Theory of Truth)
Teori ini berpandangan bahwa suatu proposisi bemilai benar apabila saling
berkesesuaian dengan dunia kenyataan. Kebenaran demikian dapat
dibuktikan secara langsung pada dunia kenyataan.
3. Teori Kebenaran Inherensi (Inherent Theory of Truth)
Kadang-kadang teori ini disebut teori pragmatis. Pandangannya adalah
suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat
dipergunakan atau bermanfaat.
4. Teori Kebenaran Berdasarkan Arti (Semantic Theory of Truth)
Proposisi ditinjau dari segi arti atau maknanya. Apakah proposisi yang
merupakan pangkal tumpunya mempunyai referen yang jelas. Oleh sebab
itu, teori ini mempunyai tugas untuk menguakkan kesahan dari proposisi
dalam referensinya.
5. Teori Kebenaran Sintaksis
Teori kebenaran sintaksis, berpangkal tolak pada keteraturan sintaksis atau
gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang
melekatnya. Dengan demikian, suatu pernyataan memiliki nilai benar
apabila pernyataan itu mengikuti aturan sintaksis yang baku. Atau dengan
kata lain apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal
yang disyaratkan maka proposisi itu tidak mempunyai arti.

12
6. Teori Kebenaran Non-deskripsi
Teori kebenaran nondeskripsi dikembangkan oleh penganut filsafat
fungsionalisme. Karena pada dasarnya suatu statemen atau pernyataan
akan mempunyai nilai benar yang amat tergantung peran dan fungsi dari
pernyataan itu.
7. Teori Kebenaran Logis yang Berlebihan (Logical Superfluity of Truth)
Para penganut teori kebenaran sintaksis, berpangkal tolak pada keteraturan
sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata
bahasa yang melekatnya. Dengan demikian, suatu pernyataan memiliki
nilai benar apabila pernyataan itu mengikuti aturan sintaksis yang baku.
Atau dengan kata lain apabila proposisi itu tidak mengikuti syarat atau
keluar dari hal yang disyaratkan maka proposisi itu tidak mempunyai arti.
Teori ini berkembang di antara para filsuf analisis bahasa, terutama yang
begitu ketat terhadap pemakaian gramatika.
c. Jenis-jenis Pengetahuan
Pengetahuan menurut Soejono Soemargono dapat dibagi menjadi pengetahuan
nonilmiah ialah pengetahuan yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak
termasuk dalam kategori metode ilmiah. Secara umum pengetahuan nonilmiah
ialah segenap hasil pemahaman manusia atas sesuatu atau objek tertentu dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini yang cocok adalah hasil penglihatan, hasil
pendengaran, hasil pembauan, pengecapan lidah, dan perabaan kulit. Adapun
pengetahuan ilmiah adalah segenap hasil pemahaman manusia yang diperoleh
dengan menggunakan metode-metode ilmiah. Jenis pengetahuan dapat dilihat
menurut pendapat Plato dan Aristoteles. Plato membagi pengetahuan menurut
tingkatan pengetahuan sesuai dengan karakteristik objeknya. Pembagiannya
adalah sebagai berikut. :
1. Pengetahuan Eikasia (Khayalan)
Tingkatan yang paling rendah disebut pengetahuan eikasia, yakni
pengetahuan yang objeknya berupa bayangan atau gambaran. Pengetahuan
ini isinya adalah hal-hal yang berhubungan dengan kesenangan atau
kesukaan serta kenikmatan manusia yang berpengetahuan. Pengetahua

13
dalam tingkatan ini misalnya seseorang yang mengkhayal bahwa dirinya
pada saat tertentu mempunyai rumah yang mewah, besar, dan indah
dilengkapi kendaraan dan lain-lain sehingga khayalannya ini terbawa
mimpi
2. Pengetahuan Pistis (Substansial)
Satu tingkat di atas eikasia adalah tingkatan pistis atau pengetahuan
substansial. Pengetahuan ini adalah pengetahuan mengenai hal-hal yang
tampak dalam dunia kenyataan atau dapat diindrai seciira langsung. Objek
pengetahuan pistis biasa disebut zooya karena isi pengetahuan semacam
ini mendekati suatu kcyakinan (kepastian yang bersifat sangat pribadi atau
kepastian subjektif).
3. Pengetahuan Dianoya (Matematik)
Pengetahuan dalam tingkatan ketiga adalah pengetahuan dianoya. Plato
menerangkan tingkat pengetahuan ini ialah tingkat yang ada di dalamnya
sesuatu yang tidak hanya terletak pada fakta atau objek yang tampak,
tetapi juga terletak pada bagaimana cara berpikirnya.
4. Pengetahuan Noesis (Filsafat)
Pengetahuan tingkat tertinggi disebut noesis, pengetahuan yang objeknya
arche,yakni prinsip-prinsip utama yang mencakup epistemologis dan
metafisik. Prinsip utama ini biasa disebut “IDE”. Plato menerangkan
tentang pengetahuan ini adalah hampir sama dengan pengetahuan pikir,
tetapi tidak lagi menggunakan pertolongan gambar, diagram melainkan
dengan pikiran yang sungguh-sungguh abstrak.

2.2.2. Fungsi dan Manfaat Epistemologi


Sebagai bagian dari filsafat, epistemologi berfungsi dan bertugas
menganalisis secara kritis terhadap prosedur yang ditempuh filsafat. Filsafat harus
berkembang terus, sehingga tidak jarang temuan filsafat diubah dan ditentang,
ditolak atau disempurnakan oleh temuan filsafat dan ilmu yang muncul di
kemudian hari. Filsafat berkembang tiada henti. Epistemologi membekali daya
kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-teori yang telah ada.

14
Penguasaan epistemologi, terutama cara-cara memperoleh pengetahuan
sangat membantu seseorang dalam melakuakan koreksi kritis terhadap bangunan
pemikiran yang diajukan orang lain maupun dirinya sendirinya. Sehingga
perkembangan filsafat relatif lebih mudah dicapai, apabila seorang filosof telah
memperkuat penguasaannya dalam bidang epistemologi. Secara global,
epistemologi amat berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban
sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi menjadi bagian
yang menentukan kemajuan sains dan teknologi.
Epistemologi menjadi modal dasar dan alat strategis dalam merekayasa
pegembangan ilmu-ilmu alam sehingga mampu mengubah alam ini menjadi
sebuah produk sains/ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Epistemologi
tak hanya mengajarkan rasionalitas, tetapi juga sikap kritis terhadap dunia yang
dihadapi manusia. Demikian halnya yang terjadi pada teknologi, meskipun
teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh lagi, ternyata
teknologi itu sendiri merupakan akibat (hasil) dari pemanfaatan dan
pengembangan terhadap epistemologi.

2.2.3. Aliran-aliran dalam Epistemologi


Menurut Ahmad Tafsir dalam Muliadi (2020:69) menyampaikan bahwa
dalam memperoleh pengetahuan, ada beberapa cara yang masing-masing terdapat
perbedaan yang fundamental. Kemudian cara pemerolehan pengetahuan tersebut
berkembang menjadi madzhab atau aliran dalam epistemologi. Dalam filsafat
Barat, sebagai contoh, terdapat beberapa aliran besar yang berkembang, antara
lain;
a. Rasionalisme
Rasionalisme adalah faham filsafat yang menyatakan bahwa akal (reason)
adalah alat terpenting untuk memperoleh pengetahuan dan menetes
pengetahuan. Jika empirisme mengatakan bahwa pengetahuan diperoleh
dengan alam mengalami objek empiris, maka rasionalisme mengajarkan bahwa
pengetahuan diperoleh dengan dengan cara berpikir. Alat dalam berpikir itu
adalah kaidah-kaidah logis atau aturan-aturan logika.

15
b. Empirisme
Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat yang menyatakan bahwa semua
pengetahuan berasal dari pengalaman manusia. Empirisme menolak anggapan
bahwa manusia telah membawa fitrah pengetahuan dalam dirinya ketika
dilahirkan. John Locke adalah bapak empirisme Britania, menurut pendapatnya
sebuah pengetahuan dapat diperoleh dengan perantaraan indera, bahwa pada
waktu manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku cataatan yang
kosong, dan di dalam buku catatan itulah dicatat pengalaman-pengalaman
inderawi.
c. Positivisme
Aliran ini menyempurnakan empirisme dan rasionalisme, Tokoh aliran ini
adalah August Compte, Ia menganut paham empirisme. Ia berpendapat bahwa
indera itu sangat penting dalam memperoleh pengetahuan. Tetapi harus
dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan
indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan
ukuran-ukuran yang jelas. Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh
bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi,
pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri.
d. Intuisionisme
Intusionalisme adalah suatu aliran atau paham yang menganggap bahwa intuisi
(naluri/perasaan) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran. Intuisi termasuk
salah satu kegiatan berpikir yang tidak didasarkan pada penalaran. Jadi Intuisi
adalah non-analitik dan tidak didasarkan atau suatu pola berpikir tertentu dan
sering bercampur aduk dengan perasaan.
e. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik
hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme
diambil dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa.
f. Kritisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang ahli
bernama Immanuel Kant mencoba menyelesaikan pertentangan antara

16
rasionalisme dengan empirisme, pada awalnya, kant mengikuti rasionalisme
tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui peranan
akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan sintesis.
Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi
adanya pengertian timbul dari pengalaman (empirime). Jadi, metode
berpikirnya disebut metode kiritis.
g. Skeptisisme
Skeptisisme adalah satu-satunya aliran yang secara radikal dan fundamental
tidak mengakui adanya kepastian dan kebenaran, atau sekurang-kurangnya
menyangsikan secara fundamental kemampuan pikiran manusia untuk
mendapatkan kepastian.
h. Objektivisme
Anggels memberikan paparan terkait objektivisme yang dapat pisah menjadi 3
(tiga) poin utama. Bahwa objetivisme mengatakan kebenaran itu independen
terlepas dari pandang subjektif, kebenaran itu datang dari bukti faktual, dan
kebenaran hanya bisa didasari dari pengalaman inderawi. Pandangan ini sangat
dekat dan berhubungan erat dengan positivisme dan empirisme.
i. Subjektivisme
Subjektivisme adalah pandangan bahwa objek dan kualitas yang kita ketahui
dengan perantaraan indera kita adalah tidak berdiri sendiri, lepas dari
kesadaran kita terhadapnya. Realitas terdiri atas kesadaran serta keadaan
kesadaran tersebut, walaupun tidak harus kesadaran kita dan keadaan akal kita.
Subjektivisme adalah paham yang melandaskan atau memberikan titik tekan
pada subjek, terutama dalam melakukan persepsi terkait dengan pengetahuan.
j. Scientisme
Scientisme adalah suatu paham bahwa pernyataan ilmu saja yang benar, yang
selain ilmu tidak memiliki arti.
k. Anti-Intelektualisme
Yang dimaksud dengan anti-intelektualisme sebagai gerakan reaksi terhadap
suasana yang terlalu intelektualistik, akan pikiran yang abstrak dan
essensialistik yang mewarnai seluruh perkembangan hingga saat ini. secara

17
ringkas kiranya dapat dikatakan bahwa gerakan ini mengajukan suatu slogan
pemikiran: bukan manusia untuk pengetahuan tetapi pengetahuan untuk
manusia.
l. Fallibilisme
Istilah ini pertama kali digunakan filsuf CS Pierce. Fallibilisme adalah prinsip
filosofis bahwa manusia bisa salah. Istilah ini diambil dari kata latin abad
tengah Fallibilis. Konsep ini sangat penting bagi ilmu pengetahuan, ini
dikarenakan ilmu pengetahuan mencari validitas kebenaran. Karena itu mereka
mengharapkan suatu pengetahuan menjadi seakurat mungkin. Fallibilisme
menunjukkan bahwa sebuah pengetahuan tidak bisa dipastikan dengan sepasti-
pastinya. Selalu terdapat keraguan dalam sebuah pengetahuan.
m. Teori Kritis
Teori kritis adalah sebuah gerakan intelektual yang dilakukan bersama-sama
oleh sekelompok intelegensia dalam kurun sejarah tertentu. Pengertian “kritik”
dimaksudkan sebagai kritis terhadap ajaran-ajaran di bidang sosial yang ada
pada saat itu dan juga kritis terhadap keadaan masyarakat pada saat itu yang
sangat memerlukan perubahan radikal.

18
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu Ontos berarti yang berada (being)
dan Logos berarti pikiran (logic). Jadi, Ontologi berarti ilmu yang membahas
tentang hakiket sesuatu yang ada/berada atau dengan kata lain artinya ilmu
yang mempelajari tentang “yang ada” atau dapat dikatakan berwujud dan
berdasarkan pada logika. Sedangkan, menurut istilah adalah ilmu yang
membahas sesuatu yang telah ada, baik secara jasmani maupun secara rohani.
Disisi lain, ontologi filsafat adalah cabang filsafat yang membahas tentang
prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari sesuatu yang ada. Dalam hal
ini, aspek Ontologi menguak beberapa hal, diantaranya: a) Obyek apa yang
telah ditelaah ilmu?, b) Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek tersebut?, c)
Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa, dan mengindera) yang membuahkan pengetahuan?, d)
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa
ilmu? Aspek ontologi ilmu pengetahuan tertentu hendaknya diuraikan/ditelaah
secara : metodis, sistematis, koheren, rasional, komprehensif, radikal,
universal.
2. Secara etimologi, epistemologi merupakan kata gabungan yang diangkat dari
dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme berarti
pengetahuan atau kebenaran dan logos berarti pikiran, kata atau teori. Dengan
demikian epistimologi dapat diartikan sebagai pengetahuan sistematik
mengenahi pengetahuan. Epistimologi dapat juga diartikan sebagai teori
pengetahuan yang benar (teori of knowledges). Epistimologi adalah bagian
filsafat yang membicarakan tentang terjadinya pengetahuan, sumber
pengetahuan, asal mula pengetahuan, batasbatas, sifat, metode dan kesahihan
pengetahuan. Jadi, objek material epistimologi adalah pengetahuan, sedangkan

19
objek formalnya adalah hakikat pengetahuan itu. Aspek estimologi merupakan
aspek yang membahas tentang pengetahuan filsafat. Aspek ini membahas
bagaimana cara kita mencari pengetahuan dan seperti apa pengetahuan
tersebut. Dalam aspek epistemology ini terdapat beberapa logika, yaitu:
analogi, silogisme, premis mayor, dan premis minor.

3.2. Saran
Dalam mempelajari ilmu pengetahuan, kita dianjurkan untuk mempelajari
filsafat dengan berbagai macam cabang ilmunya, sistematika filsafat meliputi
ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Dalam pembahasan ini mengkaji tentang
ontologi dan epistemologi, diharapkan dapat menjadi landasan untuk penyusunan
filsafat secara aksiologi.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ansharullah. 2019. Pengantar Filsafat. Kalimantan Selatan : Lembaga


Pemberdayaan Kualitas Ummat (LKPU)
Biyanto. 2015. Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman. Yogyakarta : Pustaka Belajar
Muliadi. 2020. Filsafat Umum. Bandung : Fakultas Ushuluddin UIN Sunan
Gunung Djati Bandung.
Mestika, Yana, dkk. 2016. Filsafat Ilmu-Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi.
Diakses pada laman https://ferdyirshad.blogspot.com/2016/11/makalah-
filsafat-ilmu-ontologi.html diakses tanggal 10 September 2022
Rokhmah, Dewi. 2021. Ilmu dalam Tinjaun Filsafat :Ontologi, Epistemologi, dan
Aksiologi. CENDIKIA : Jurnal Keislaman Volume 7 Nomor 2.
Soyomukti, Nurani. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media

21

Anda mungkin juga menyukai