Istilah “ekoregion” pertama kali diusulkan pada tahun 1962 oleh peneliti hutan Orie
Loucks (Bailey 2005). Ekoregion merupakan daratan atau perairan yang terdapat spesies-spesies,
komunitas, alam dan kondisi lingkungan yang bersatu secara nyata dalam lingkun geografis.
Pada tahun 1967 Crowley memetakan ekoregion pertama di Kanada berdasarkan macrofeatures
iklim dan vegetasi. Indonesia dimanfaatkan oleh World Wildlife Fund_Amerika Serikat (WWF)
untuk mengembangkan tata ruang melalui pedekatan ekoregion. Indonesia dijadikan sampel atau
studi kasus dengan beberapa alasan bahwa Indonesia dianggap sebagai negara dengan
keanekaragaman hayati paling tinggi, pemeritah Indonesia sedang berada dalam perencanaan
konservasi ruang, dan Indonesia dianggap sebagai Negara kepulauan yang diapit oleh dua benua
dan dua samudera dan memiliki banyak pulau-pulau kecil. Pada tahun 1974-1982 organisasi
pangan pertanian (FAO) dengan sebuah proyek membantu Indonesia untuk membangun taman
Nasional dan memperluas daerah perlindungan. Rencana konservasi ini merupakan aplikasi
pertama dari system Dasmann-Udvardy global skala Nasional (Gambar 1). Dalam pelaksanaanya
ternyata beberapa daerah atau provinsi dianggap memiliki biografi yang sulit untuk diketahui
variasi biogeografinya di Indonesia khususnya pada wilayah pulau transisi wallacea (yang
menjembatani fauna oriental dan Australia) sehingga diterapkan alogoritma Dasman-Udvardy
berdasarkan unit geografis yang lebih lecil untuk membedakan antara daerah utama di pulau-
pulau besar dan kelompok pulau yang kecil (Whittaker et al 2002).
B
A
Gambar 2. (A) Ekoregion BFME (sumber: Flores Banda marine ecoregion WWF), (B)
Ekoregion SSME (sumber: Trono et al 2002)
Ekoregion BFME (Gambar 2a) merupakan bagian dari lingkungan laut yang paling
kompleks keanekaragaman hayati di dunia. Dengan keuinikan yaitu kepulaun Sunda yang
membentuk rangkain batu loncatan geografis biologi yang menjebatani garis Wallace dan
menghubungkan fauna Australasia dari Indonesia Timur dan Papua Nugini dengan fauna Eurasia
sumatera dan dataran Asia. Akan tetapi lebih dari 4/5 karang Indonesia dianggap berada dalam
ancaman karena kegiatan antrpogenik selain itu juga akar masalah dari kelembagaan dan
kebijakan yang mempengaruhi perilaku dan manajemen dan regulasi sumberdaya terumbu
karang. Ancaman utama bagi terumbu karang pada BFME adalah pemancingan untuk produk
lokal eksploitasi berlebihan dari perikanan pesisir dan laut untuk pasar lokal dan eksport, polusi
dari pusat-pusat kota dan pembangunan pesisir serta kepemilikan laut adat yang dimiliki desa-
desa ternyata menunjukan bahwa peningkatan ekspliotasi semakin tinggi, selain itu wilayah
BFME ini juga mengalami pemutihan karang pada tahun 1998 namun kondisi oseanografis
dengan arus yang kuat membantu terumbu karang untuk dapat hidup. Dengan melihat BFME
adalah ekorogion yang sangat penting Indonesia membuat 33 jaringan daerah perlindungan laut
(KKL) namun masalah yang tetap dihadapi adalah bahwa terdapat banyak sekali praktek-praktek
yang merusak habitat yang luas serta manajeman yang sangat lemah. Diperkirakan terumbu
karang Indonesia yang rusak pada daerah padat penduduk hingga US $ 500.000 / Km2 selama
rentang waktu 25 tahun karena kehilangan perlindungan dan fungsi parawisata pesisir serta biaya
sosial yang sangat besar. WWF sebagai LSM konservasi besar di Indonesia mendukung para
pemerintah untuk menanggulangi masalah ini dengan pendekatan skala besar untuk konservasi
keanekaragaman hayati yang disebut konservasi ekoregion dengan waktu konservasi untuk
mencapai tujuan konservasi 10-15 tahun
Daftar Pustaka
Allen GR. 2000. Indopasifik coral reef fishes as indicators of conservation hotspots. Paper presented at
the 9th ICRS
Bailey RG. 2005. Identifying Ecoregion Boundaries.Invetory and Monitoring Institute; doi:
10.1007/s00267-003-0163-6 diakses 20 April 2017
DeVantierL L, Alcala A, Wilkinson C. 2004. The Sulu-Sulawesi sea. Environmental and socioeconomic
status, future prognosis and ameliorative policy options
Miclat E, Ingles J, Dumaup J. 2006. Planing across boundaries for the conservation of the Sulu-Sulawesi
marine ecoregion. Jurnal scienceDrect. diakses 21 April 2017.
Trono RB, Cantos JA. 2002. Conserving migratory species through ecoregion conservation approach: the
case of sea turtles in Sulu-Sulawesi marine ekoregion. diakses 21 April 2017
Veron JEN. 2000. Corals of the word. Australia Institut of marine science; vol 3 490pp
Whittaker R, Jepson P. 2002. Ecoregions in context: a critique with special reference to Indonesia. School
of geography and environment. Diakses 21 April 2017
WWF Internasional Karang Initiative Flores Banda marine ecoregion Diakses 20 April 2017