Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Kepatuhan


2.1.1. Definisi Kepatuhan
Kepatuhan adalah suatu bentuk perilaku yang timbul akibat adanya
interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti
rencana dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut serta
melaksanakannya (Kemenkes RI, 2014).
Menurut Kozier (2010), kepatuhan adalah suatu perilaku sesorang
misalnya patuh terhadap minum obat, mematuhi diet, dan melakukan
perubahan gaya hidup sesuai dengan terapi dan kesehatan. Tingkat kepatuhan
dapat dimulai dari tindak mengindahkan setiap aspek anjuran hingga sesuai
mematuhi rencana .
2.1.2. Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Menurut Fauzia (2015), kepatuhan dipengaruhi oleh beberapa factor, yaitu:
1) Faktor Pengetahuan
Peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan
perilaku, namun hubungan positif keduanya telah diperlihatkan oleh
banyak penelitian. Tingkat pengetahuan dapat dinilai dari tingkat
penguasaaan individu/seseorang terhadap suatu objek, pengetahuan
digolongkan menjadi 3 kategori yaitu :
a. Baik :76-100 % jawaban benar
b. Cukup : 56-75 % jawaban benar
c. Kurang :< 56 % jawaban benar
2) Faktor Sikap
Sikap individu terhadap program pengobatan dipengaruhi oleh
pengetahuan individu sendiri. Semakin tinggi pengetahuan maka akan
semakin tinggi tingkat keterbukaannya dengan penatalaksanaan
penyakit yang sedang diderita.
3) Faktor Dukungan Keluarga
Cara keluarga dalam memberikan perawatan kesehatan bersifat
prefentif dan secara bersama – sama dalam merawat anggota keluarga
yang sakit karena keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang
memiliki hubungan paling dekat dengan penderita.
4) Faktor Dukungan Tenaga Kesehatan
Tenaga kesehatan merupakan orang pertama yang mengetahuikondisi
kesehatan pasien, sehingga mereka memiliki peran yangbesar untuk
menyampaikan informasi mengenai kondisi kesehatandan beberapa hal
yang harus dilakukan oleh pasien untuk mendukung proses
kesembuhannya.
2.1.3. Pengukuran Tingkat Kepatuhan
Pengukuran kepatuhan merupakan salah satu upaya kunci dalam
pengelolaan hipertensi. Beberapa metode yang dapat digunakan antara lain
observasi langsung pasien yang minum obat, penghitungan pil, pemantauan
melalui dispenser obat elektronik, dan pengukuran kepatuhan berbasis hasil,
seperti kepatuhan dengan data administrasi dan klinis pelanggan, pendaftaran,
survei pasien dan kuesioner penyedia dan timbangan laporan diri, buku harian
pasien, dan catatan medis (Pednekar et.al., 2019).
Menurut penelitian Donald E Morisky (2018), untuk mengukur
kepatuhan adalah dengan memberikan kuisioner tentang kepatuhan.Kuisioner
terdiri dari 8 item pertanyaan, dengan skor jika menjawabbenar skor 1, dan
jika menjawab salah skor 0. Total skor MMAS-8 dapatberkisar dari 0-8 dan
dapat dikategorikan kedalam tiga tingkat kepatuhan:
a. Kepatuhan rendah : total skor <6
b. Kepatuhan sedang : total skor 6 – 7
c. Kepatuhan tinggi : total skor 8

2.2. Konsep Hipertensi


2.2.1. Definisi Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik 140
mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi selain berisiko menderita
penyakit jantung juga berisiko menderita penyakit lain yaitu penyakit saraf,
ginjal, dan pembuluh darah dan makin tinggi tekanan darah maka akan semakin
berisiko (Nurarif & Kusuma, 2015).
Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat
secara abnormal dan terus-menerus pada beberapa kali pemeriksaan tekanan
darah yang disebabkan oleh beberapa faktor risiko yang tidak berjalan semestinya
dalam mempertahankan tekanan darah normal (Wijaya & Putri, 2017).
2.2.2. Klasifikasi Hipertensi
Menurut Joint National Commite 7 (JNC7, 2016), berdasarkan derajat
hipertensi dibagi menjadi beberapa kelompok, antara lain:
Klasifikasi TD Tekanan sistolik Tekanan Diastolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal <120 <80
Pre Hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi grade 1 140-159 90-99
Hipertensi grade 2 ≥160 ≥100

Sedangkan, berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi 2


golongan, yaitu:
1) Hipertensi Primer (Esensial)
Hipertensi primer juga disebut dengan hipertensi idiopatik karena tidak
diketahui penyebabnya. Faktor yang mempengaruhi hipertensi primer
yaitu : genetik, lingkungan, hiperaktivitas saraf simpatis sistem renin.
Angiotensin danpeningkatan Na + Ca intraseluler. Faktor-faktor yang
meningkatkan risiko yaitu : obesitas, merokok, alkohol dan polisitemia
(Nurarif & Kusuma, 2015).
2) Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder disebabkan oleh penggunaan estrogen, penyakit
ginjal, sindrom cushing dan hipertensi yang berhubungan dengan
kehamilan (Nurarif & Kusuma, 2015).
2.2.3. Manifestasi Klinis Hipertensi
Menurut Tambayong (2016), tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan
menjadi :
1) Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan
peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter
yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah
terdiagnosa jika tekanan darah tidak teratur.
2) Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi
meliputi nyeri kepala dan kelelahan.Dalam kenyataanya ini merupakan
gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari
pertolongan medis. Beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
a. Mengeluh sakit kepala, pusing
b. Lemas, kelelahan
c. Sesak nafas
d. Gelisah
e. Mual
f. Muntah
g. Epistaksis
h. Kesadaran menurun
2.2.4. Komplikasi Hipertensi
Menurut (Wijaya & Putri, 2017), Tekanan darah yang tidak terkontrol
dan tidak segera ditangani dalam jangka panjang akan menyebabkan
kerusakan pembuluh darah arteri sampai kerusakan organ yang mendapatkan
suplai darah dari arteri tersebut. Hipertensi yang tidak terkontrol akan
menyebabkan komplikasi antara lain sebagai berikut :
1) Jantung
Hipertensi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan penyakit
jantung coroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan
meningkat, otot jantung akan mengendor dan elastisitasnya berkurang
yang disebut dekompensasi. Sehingga, dapat mengakibatkan jantung
tidak mampu lagi memompa dan banyak cairan tertahan di paru
maupun di jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas
atau oedema.
2) Otak
Hipertensi apabila tidak segera diobati akan menyebabkan komplikasi
pada otak dan berisiko tujuh kali lebih besar terkena stroke.
3) Ginjal
Hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada sistem penyaringan di
dalam ginjal sehingga mengakibatkan ginjal tidak mampu membuang
zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah
dan terjadi penumpukan di dalam tubuh.
4) Mata
Hipertensi dapat menyebabkan komplikasi pada mata, yaitu
mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan
kebutaan.
2.2.5. Factor Resiko Hipertensi
Menurut Aulia, R. (2018), faktor risiko hipertensi dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu :
1) Faktor yang tidak dapat diubah
a. Genetik
Seseorang yang memiliki keluarga seperti, ayah, ibu, kakak
kandung/saudara kandung, kakek dan nenek dengan hipertensi
lebih berisiko untuk terkena hipertensi.
b. Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya
usia. Pada laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun
sedangkan pada wanita meningkat pada usia lebih dari 55
tahun.
c. Jenis Kelamin
Dewasa ini hipertensi banyak ditemukan pada pria daripada
wanita.
d. Ras/etnik
Hipertensi menyerang segala ras dan etnik namun di luar negeri
hipertensi banyak ditemukan pada ras Afrika Amerika daripada
Kaukasia atau Amerika Hispanik.
2) Faktor yang dapat diubah
a. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi
karena dalam rokok terdapat kandungan nikotin.Nikotin
terserap oleh pembuluh darah kecil dalam paru-paru dan
diedarkan ke otak. Di dalam otak, nikotin memberikan sinyal
pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin atau adrenalin
yang akan menyemptkan pembuluh darah dan memaksa
jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih
tinggi (Andrea, G.Y., 2014).
b. Kurang aktifitas fisik
Aktifitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh
otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi.Kurangnya
aktifitas fisik merupakan faktor risiko independen untuk
penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan dapat
menyebabkan kematian secara global (Iswahyuni, S., 2017).
c. Konsumsi Alkohol
Alkohol memiliki efek yang hampir sama dengan karbon
monoksida, yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Darah
menjadi lebih kental dan jantung dipaksa memompa darah lebih
kuat lagi agar darah sampai ke jaringan mencukupi (Komaling,
2014).
d. Kebiasaan minum kopi
Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner,
termasuk peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol darah
karena kopi mempunyai kandungan polifenol, kalium, dan
kafein. Salah satu zat yang dikatakan meningkatkan tekanan
darah adalah kafein. Kafein didalam tubuh manusia bekerja
dengan cara memicu produksi hormon adrenalin yang berasal
dari reseptor adinosa didalam sel saraf yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah, pengaruh dari konsumsi kafein
dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan bertahan hingga 12 jam
(Bistara D.N., 2018).
e. Kebiasaan konsumsi makanan banyak mengandung garam
Menurut Palimbong S (2018), natrium merupakan kation utama
dalam cairan ekstraseluler tubuh yang berfungsi menjaga
keseimbangan cairan.Natrium yang berlebih dapat mengganggu
keseimbangan cairan tubuh sehingga menyebabkan edema atau
asites, dan hipertensi.
f. Kebiasaan konsumsi makanan lemak
Menurut Manawan A.A. (2016), lemak didalam makanan atau
hidangan memberikan kecenderungan meningkatkan
kholesterol darah, terutama lemak hewani yang mengandung
lemak jenuh. Kolesterol yang tinggi bertalian dengan
peningkatan prevalensi penyakit hipertensi.

2.3. Konsep Lansia


2.3.1. Definisi Lansia
Lansia merupakan suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya bisa dimulai
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi
tua merupakan proses alamiah, yang berarti seseorang akan melewati tiga
tahap dalam kehidupannya yaitu masa anak, dewasa dan juga tua (Mawaddah,
2020).
Menua atau menjadi tua adalah suatu proses biologis yang tidak dapat
dihindari. Proses penuaan terjadi secara alamiah. Hal ini dapat menimbulkan
masalah fisik, mental, sosial, ekonomi dan psikologis (Mustika, 2019).
2.3.2. Klasifikasi Lansia
Menurut Depkes RI (2014), klasifikasi lansia terdiri dari:
1) Pra Lansia, yaitu seseorang yang berusia antara 45-49 tahun.
2) Lansia, yaitu seseorang yang berusia ≥60 tahun.
3) Lansia resiko tinggi, ialah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
dengan masalah kesehatan.
4) Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
yang dapat menghasilkan barang atau jasa.
5) Lansia tidak potensial, ialah lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,
sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.
2.3.3. Batasan Lansia
Menurut WHO (2014), ada 4 tahapan lanjut usia yaitu:
1) Usia Pertengahan (Middle age), usia 45-59 tahun.
2) Lanjut Usia(Elderly), usia 60-74 tahun.
3) Lanjut Usia Tua (Old),usia 75-90 tahun.
4) Usia Sangat Tua (Very Old),usia>90 tahun.
2.3.4. Ciri-Ciri Lansia
1) Lansia merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia ialah datang dari faktor fisik serta psikologis,
motivasi memiliki peran penting dalam kemunduran pada lansia.
Contohnya lansia yang memiliki motivasi yang rendah dalam
melakukan kegiatan, maka akan mempercepat proses kemunduran fisik
akan tetapi ada juga lansia yang mempunyai motivasi yang sangat
tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi.
2) Lansia memiliki status kelompok minoritas
Kondisi tersebut akibat dari sikap seorang lansia pada lingkungan
social yang tidak menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh
pendapat yang kurang baik , misalnya seorang lansia yang lebih senang
terhadap cara dia mempertahankan pendapatnya maka sikap social di
masyarakat menjai negatif, tetapi ada juga lansia yang mempunyai
tenggang rasa kepada seseorang lain sehingga bisa menyebabkan sikap
social masyarakat menjadi positive.
3) Menua membutuhkan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal.Perubahan peran yang terjadi pada
lansiasebaiknya dilakukan atas dasar keinginan dari lansia itu sendiri
bukan atas dasar tekanan lingkungan nya.
4) Perlakuan buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk pada lansia membuat mereka cenderung
mengembangkan konsep diri yang sangat buruk dan dapat membentuk
perilaku yang buruk juga contohnya: adanya lansia yang tinggal
bersama keluarga yang sering tidak dilibatkan untuk pengambilan
keputusan dikarenakan dianggap pola pikiran pada lansia bersifat
kuno, kondisi seperti inilah yang menyebabkan lansia bisamenarik diri
pada lingkunga nya, cepat tersinggung, dan memiliki harga diri yang
rendah (wiwik & diah jerita eka, 2020)
5) perubahan fisik pada lansia
perubahan yang terjadi pada lansia adalah sebagai berikut :
a. otot
Berkurang mya masa otot , perubahan degenaratif serta
jaringan konektif, osteoporosis, kekuatan otot menurun serta
ROM terbatas dan Mudah jatuh/ fraktur.
b. Kulit
Kelembapan kulit menururn, suplai darah ke kulit menurun,
kulit kering, kuku mudah patah, kulit berkerut serta sensivitas
kulit menurun.
c. Sexual
Pada perempuan terjadi perubahan terjadinya perubahan pada
vagina tipis dan kering, panjang dan lebar vagina berkurang,
labrikasi vagina berkurang selama intercrouse, dan terjadinya
post-menopouse.Sedangkan, pada laki-laki terjadinya
perubahan aktivitas seksual berkurang, gagguan kelenjar
prostat, degeneratif organ reproduksi, intensitas stimulus sex
berkurang.
d. Pola tidur
Perubahan terhadap pola tidur yaitu sering terbangun, mutu
tidur berkurang, dan lebih lama berada di bed.
e. Fungsi kongnitif
Beberapa lansia menunjukan penurunan ketermpilan
intelektual, tetapi masih mampu untuk bisa mengembangkan
fungsi kognitif, penurunan kemampuan mengingat, penurunan
intelegensi.
f. Perubahan penglihatan
Kornea berubah menjadi kuning /keruh, ukuran pupil mengecil,
penurunan suplai darah dan neuron ke retina.
g. Perubahan Fungsi kardiovaskuler
Perubahan pada kardiovaskuler yaitu vena tebal, kurang
elastik,pengerasan pembuluh darah, perubahan mekanisme
konduksi, peningkatan restirasi perifer.
h. Perubahan fungsi respirasi
Otot-otot reseptor melemah, kapasitas vital berkurang, dinding
dada mengeras, alveoli mengeras.
i. Perubahan fungsi saraf
Suka bicara, gerakan otot (kagok), gangguan fungsi luhur, suka
tidur (insomnia), daya ingat lemah, isniatif turun.
j. Menurunnya potensi seksual
Terjadi penurunan pada potensi seksual, gangguan jantung,
gangguan metabolisme, vaginanitis, kekurangan gizi .
k. Perubahan aspek pada psikososial
Perubahan pada fungsi mental, proses belajar, pemahaman,
pengertian, tindakan, fungsi mental, psikomotor (Surya, 2020)

2.4. Faktor Yang Berhubungan dengan Hipertensi


2.4.1. Tingkat Pengetahuan
Menurut Wawan dan Dewi (2014), secara garis besar pengetahuan
mempunyai enam tingkatan, yaitu :
1) Tahu (Knowledge)
Tahu diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengenali atau
mengingat kembali hal-hal atau keterangan yang berhasil dihimpun atau
dikenali. Tahu disini merupakan tingkatan yang paling rendah kata kerja
yang digunakan untuk mengukur orang yang tahu tentang apa yang
dipelajari yaitu dapat menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
2) Memahami (Comprehension)
Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjalaskan tentang
suatu objek yang diketahui dan diinterpretasikan dengan benar.Orang
yang telah memahami objek dan materi harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menarik kesimpulan, meramalkan terhadap suatu
objek yang telah dipelajari.
3) Aplikasi (Aplication)
Aplikasi adalah kemampuan untuk mempraktikkan materi yang telah
dipelajari pada kondisi sebenarnya (real). Aplikasi juga dapat diartikan
aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip, rencana
program dan situasi yang lain.
4) Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjelaskan suatu objek kedalam
komponen-komponen yang masih berkaitan satu sama lain. Indikasi
bahwa pengetahuan seseorang telah sampai pada tingkat ini adalah jika
orang tersebut dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan,
membuat bagan (diagram) terhadap pengetahuan ob jek tersebut.
5) Sintesis (Synthesis)
Sintesis merupakan kemampuan menghubungkan bagian-bagian
kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain suatu
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang sudah
ada.
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi merupakan suatu penilaian akhir terhadap suatu objek dan
materi berdasarkan kriteria tertentu. Penilaian berdasarkan suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di
masyarakat.

2.4.2. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga dimana yang dapat diterima dan dapat membuat


lansia bisa merasa bahwa orang lain peduli, menghormati dan menyayanginya.
Keluarga dapat memberikan dukungan, seperti memberikan informasi, nasihat,
mendengarkan, serta memperhatikan, dan memahami perasaan lansia (Sakinah
dan annisa, 2021).

2.5. Kerangka Teori


Daftar Pustaka

Sakinah, A. S., Utomo, W., & Agrina, A. (2021). HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA
DAN PERAN TENAGA KESEHATAN DENGAN KEPATUHAN KONTROL KE
PELAYANAN KESEHATAN PADA LANSIA PENDERITA HIPERTENSI SELAMA
PANDEMI COVID-19. BIMIKI (Berkala Ilmiah Mahasiswa Ilmu Keperawatan Indonesia),
9(2), 99–108.

Surya, Imelda. (2020). Buku ajar keperawatan gerontik. CV Budi Utama.

Wiwik, W., & diah jerita eka, D. J. E. (2020).KEPERAWATAN GERONTIK. Literasi


Nusantara.

Pednekar, P. P., Ágh, T., Malmenäs, M., Raval, A. D., Bennett, B. M., Borah, B. J., Hutchins,
D. S., Manias, E., Williams, A. F., Hiligsmann, M., Turcu-Stiolica, A., Zeber, J. E.,
Abrahamyan, L., Bunz, T. J., & Peterson, A. M. (2019). Methods for Measuring Multiple
Medication Adherence: A Systematic Review–Report of the ISPOR Medication Adherence
and Persistence Special Interest Group. Value in Health, 22(2), 139–156.
https://doi.org/10.1016/j.jval.2018.08.006

kozier. (2010). Buku ajar keperawatan klinis (5 ed.). EGC.

Kemenkes RI. Hipertensi.Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementrian kesehatan RI.
(2014); (Hipertensi):1-7.
Fauzia, Y., Sari, E., & Artini, Bu. (2015).Gambaran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kepatuhan Diet Penderita Diabetes Mellitus di Wilayah Puskesmas Pakis
Surabaya.Keperawatan, 4 (2).https://doi.org/10.1016/j.palaeo.2007.01.011

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2017).Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan Dewasa.


Jogja: Nuha Medika.

Aulia, R. (2018). Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Pasien Hipertensi Di Instalasi


Rawat Jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta Periode Februari - April 2018. Publikasi Ilmiah,
April, 1–16. http://eprints.ums.ac.id/64675/

Andrea, G.Y.,(2014). Kolerasi Hipertensi Dengan Penyakit Ginjal Kronik Di RSUP DR.
Kariadi Semarang.Diunduh tanggal 19 November 2018 dari
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico/artecle/.
Iswahyuni, S., (2017). Hubungan Antara Aktifitas Fisik Dan Hipertensi Pada Lansia, vol
14(2). Journal of Researchgate AKPER Mamba’ul ‘Ulum Surakarta.Diunduh tanggal 7
Januari 2019 dari
http://www.researchgate.net/publication/319171385_Hubungan_Antara_Aktifitas_Fisik_Dan
_Hipertensi_Pada_Lansia.

Komaling, J.K., Suba, B., Wongkar, D., (2014). Hubungan Mengonsumsi Alkohol Dengan
Kejadian Hipertensi Pada Laki-Laki Di Desa Tompasobaru II Kecamatan Tompasobaru
Kabupaten Minahasa Selatan, vol 1 (1).Journal of Jurnal Keperawatan Universitas Sam
Ratulangi.Diunduh tanggal 7 Januari 2019 dari
http://www.ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/2194.

Bistara, D.N., & Kartini, Y., (2018). Hubungan Kebiasaan Mengkonsumsi Kopi dengan
Tekanan Darah Pada Dewasa Muda, vol 3 (1).Journal of Repository University Of Nahdlatul
Ulama Surabaya. Diunduh tanggal 24 November 2018 dari
http://www.repository.unsula.ac.id/2756/.

Palimbong, S., Kurniasari, M.D., Kiha, R.R., (2018).Keefektifan Diet Rendah Garam I Pada
Makanan Biasa Dan Lunak Terhadap Lama Kesembuhan Pasien Hipertensi, vol 3 (1).Journal
of Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Universitas Kristen Satya Wacana.Diunduh tanggal
12 November 2018 dari
http://www.researchgate.net/publication/326516860_Keefektifan_Diet_Rendah_Garam_I_Pa
da_Makanan_Biasa_Dan_Lunak_Terhadap_Lama_Kesembuhan_Pasien_Hipertensi.

Manawan, A.A., Rattu, A.J.M., Punuh, M.I., (2016). Hubungan Antara Konsumsi Makanan
Dengan Kejadian Hipertensi Di Desa Tandengan Satu Kecamatan Eris Kabupaten Minahasa,
vol 5 (1).Journal of PARMACON Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam
Ratulangi.Diunduh tanggal 8 Januari 2019 dari
http://www.ejournal.unsrat.ac.id/index.php/pharmacon/article/view/11345.

Anda mungkin juga menyukai