Anda di halaman 1dari 11

INDONESIA MENJADI ASSOCIATE MEMBER DALAM MELANESIAN

SPEARHEAD GROUP (MSG) UNTUK MENJAGA KEDAULATAN NKRI DI PAPUA


BARAT PADA TAHUN 2015

\\

Oleh:

Muhammad Gibrant Aryoseno 205120400111025

Medina Septa Salsabila 205120400111052

Nadhifa Khoirun Nisa 205120401111025

Indri Rahayu 205120401111045

Resnu Prabu Rakasiwi 205120407111043

HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2021
DAFTAR ISI

BAB I ……………………………………………………………………………………………...3
PENDAHULUAN …………………………………………………………………………….3
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………………………..3
1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………………………..4
1.3 Tujuan Penulisan ……………………………………………………………………...4

BAB II………………………………………………………………………………………….....5
PEMBAHASAN ……………………………………………………………………………...5
2.1 Kerangka Konseptual …………………………………………………………………5
2.2 Studi Kasus …………………………………………………………………………..6
2.3 Analisis Studi kasus dengan kerangka konseptual …………………………………....8

BAB III…………………………………………………………………………………………..10
PENUTUP …………………………………………………………………………………...10
3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………………..10
3.2 Saran …………………………………………………………………………………10
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Melanesian Spearhead Group (MSG) adalah organisasi yang beranggotakan negara-


negara Melanesia, yang terbentuk pada tahun 1988 di Port Vila setelah penandatanganan Agreed
Principles of Co-operation among Independent States of Melanesia (Kementerian Luar Negeri
Republik Indonesia, 2019). Adapun visi dari MSG adalah untuk membentuk suatu komunitas yang
kuat, terintegrasi, bahagia, makmur, aman, dan saling peduli, dan beberapa misinya adalah untuk
memperkuat integritas, kekompakan dan kepemimpinan masyarakat di semua lapisan masyarakat;
memastikan semua pemangku kepentingan memiliki pengembangan melalui hak atas manfaat
yang timbul bagi mereka, serta merasa terintegrasi tidak hanya dalam komunitas nasional mereka
sendiri tetapi juga di komunitas sub-regional (Melanesian Spearhead Group Secretariat, n.d.).

Indonesia sendiri diterima sebagai observer atau pengamat dalam KTT MSG ke-18 di Fiji
pada Maret 2011, yang tugasnya adalah mengabulkan permintaan dari Direktur Jenderal
Sekretariat MSG terkait dengan penyampaian pendapat, dan Indonesia tidak memiliki akses
terhadap dokumen yang sifatnya confidential (Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia,
2019). Tugas berat Indonesia dimulai ketika organisasi West Papua National Coalition for
Liberation (WPNCL) muncul dan berusaha mengajukan diri sebagai observer pada akhir 2014,
tetapi pengajuan tersebut ditolak oleh MSG. Pada KTT MSG ke-20 yang diselenggarakan pada
24-26 Juni 2015, WPNCL berganti nama menjadi United Liberation Movement for West Papua
(ULMWP) dan berhasil diterima sebagai observer, sedangkan status keanggotaan Indonesia
berubah dari observer menjadi associate member yang bertugas untuk terlibat dalam proses
pengambilan keputusan di MSG, serta memiliki akses terhadap kewenangan-kewenangan lain
yang sebelumnya tidak bisa didapat Indonesia ketika masih berstatus observer (Hasyim, 2017).

Kenaikan status keanggotaan Indonesia sendiri tidak hadir tanpa alasan. ULMWP
merupakan kelompok separatisme Papua yang dapat dikatakan merupakan anak turunan dari
Organisasi Papua Merdeka (OPM) (Bekarekar, 2016). Pada tahun 2015, WPNCL mengajukan diri
sebagai anggota penuh dalam MSG dengan alasan pembebasan atau perjuangan kemerdekaan
Papua. Hal tersebut terjadi karena adanya keterlibatan Indonesia di dalam MSG yang dianggap
mempersulit jalan dari gerakan separatis Papua untuk memerdekakan Papua. Hal ini tentu
membuat pemerintah Indonesia khawatir, sebab pemberian status observer pada ULMWP dapat
dikatakan sebagai langkah awal bagi Papua Barat untuk dapat merdeka sepenuhnya dari Indonesia,
dengan menjadi anggota penuh di MSG. ULMWP yang terus mencari dukungan dari negara-
negara MSG juga menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia pada tahun yang sama mengajukan
kenaikan status sebagai associate member di MSG, yang tujuannya untuk mendapatkan privilege
yang dapat memberikan keuntungan bagi Indonesia dalam menjaga kedaulatan NKRI di Papua
Barat sekaligus menghindari ancaman yang dapat ditimbulkan jika kelompok separatisme ini terus
berlanjut.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana bentuk kebijakan luar negeri yang diambil oleh Indonesia dalam upaya
mempertahankan kedaulatan NKRI di Papua Barat?

1.3 Tujuan Penulisan

Mengetahui bentuk kebijakan luar negeri yang diambil oleh Indonesia dalam upaya
mempertahankan kedaulatan NKRI di Papua Barat.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kerangka Konseptual

Teori Rational Actor Model (RAM)

Teori foreign-policy decision making oleh Graham T. Allison memiliki 3 model. Model
yang kami gunakan dalam pembahasan ini adalah model I atau yang disebut dengan Rational Actor
Model (RAM). Pada model I, terdapat pandangan bahwa pemerintah akan memilih sebuah aksi
atau keputusan yang akan mendukung serta memaksimalkan tujuan mereka. Teori ini
menempatkan pemerintahan nasional sebagai pembuat keputusan yang rasional sebagai agen
utama (Allison, 1969). Aktor rasional dalam teori ini mengambil keputusan atau membuat
kebijakan sebagai respon atas adanya permasalahan yang dianggap sebagai sebuah krisis oleh
negara. Keputusan yang diambil oleh aktor rasional merupakan hasil final yang dianggap sebagai
keputusan terbaik untuk mencapai tujuan negara setelah adanya pertimbangan dari berbagai
pilihan alternatif lainnya atau lebih dikenal sebagai cost and benefit dari masing-masing pilihan.
Selain itu, konsep threats and opportunities menjadi salah satu pertimbangan juga dalam proses
pengambilan keputusan tersebut.
Teori model I milik Graham Allison ini memiliki beberapa poin penting di dalamnya. Poin-
poin tersebut di antaranya:
● Goals and Objectives.
Fokus utama dalam pembuatan kebijakan menurut poin ini adalah keamanan nasional dan
kepentingan nasional (Allison, 1969). Aktor rasional akan mempertimbangkan berbagai aspek
sebelum membuat keputusan. Pertimbangan-pertimbangan tersebut mengarah kepada apa
keuntungan dan kerugian sebuah opsi saat dijadikan keputusan final.
● Options.
Poin ini menjelaskan bahwa aktor rasional memiliki beberapa opsi atau alternatif dalam
membuat kebijakan (Allison, 1969). Sebelum mengambil langkah final, aktor rasional akan
memilih opsi yang memiliki tingkat kesuksesan paling tinggi untuk dijadikan sebuah kebijakan di
antara alternatif-alternatif lainnya.
● Consequences.
Makna dari poin ini adalah setiap opsi atau alternatif kebijakan memiliki berbagai
konsekuensi. Konsekuensi-konsekuensi tersebut terdiri dari hambatan atau manfaat saat alternatif
kebijakan tersebut dijadikan keputusan final (Allison, 1969).
● Choice.
Aktor rasional pada akhirnya akan memilih sebuah pilihan yang rasional (rational choice)
sebagai sebuah kebijakan. Pilihan rasional memiliki arti sebagai pilihan yang memiliki
konsekuensi atau tingkat kesuksesan paling tinggi untuk mencapai tujuan dari aktor rasional
tersebut (Allison, 1969).

2.2 Studi Kasus

Pasca runtuhnya pemerintahan Soeharto pada tahun 1998, membangkitkan kembali


gerakan separatis yang menuntut untuk memisahkan diri dari NKRI. Gerakan ini bernama
Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan masih ada beberapa organisasi kecil lainnya. Organisasi
ini lahir karena adanya kelompok-kelompok dalam masyarakat Papua yang belum menerima atau
menolak hasil Pepera tahun 1969. Gerakan ini terus melakukan aksi bersenjata selama empat kali
pergantian kepemimpinan pasca pemerintahan Soeharto. Kemudian gerakan Papua Merdeka
menyadari bahwa mereka tidak dapat menyamai kekuatan militer NKRI, sehingga mereka mulai
melakukan kampanye internasional. Dengan melakukan ini mereka mengharapkan mendapatkan
sebuah dukungan dari negara lain.

Gerakan separatis Papua Merdeka berhasil untuk memanfaatkan lingkungan internasional


untuk mendapatkan dukungan dari negara lain. Beberapa negara-negara yang mendukung gerakan
separatis Papua Merdeka adalah negara Fiji, Vanuatu, dan beberapa negara yang menjadi anggota
di Melanesia Spearhead Group (MSG). Selain itu, mereka juga berhasil mendirikan kantor
perwakilan Organisasi Papua Merdeka di Inggris, dan masih banyak lagi. Jika gerakan kampanye
internasional ini dibiarkan berkembang maka dapat membahayakan kedaulatan Indonesia.

Indonesia tidak tinggal diam dan langsung bergerak cepat untuk mengatasi permasalahan
ini. Ketika MSG diresmikan menjadi sebuah organisasi resmi pada tahun 2007, Indonesia langsung
melakukan kerjasama bilateral di bawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kemudian, Maret 2011 Indonesia diundang ke Konferensi Tingkat Tinggi MSG ke-18 di Suva,
Fiji sebagai observer. Melalui forum ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjelaskan
kondisi Papua, dan mengundang perwakilan MSG ke Papua untuk melihat keadaan langsung
Papua. Setelah konferensi tersebut hubungan Indonesia dengan MSG semakin erat, terutama
dengan negara Fiji, dan Vanuatu. Tetapi hubungan diplomatik Indonesia dengan Vanuatu harus
terhenti ketika terjadi pergantian Perdana Menteri negara Vanuatu pada tanggal 21 Maret 2013.
Kemudian, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu menunjukkan dukungannya terhadap gerakan
separatis Papua Merdeka untuk memerdekakan Papua. Dengan ikut campurnya Indonesia di dalam
lingkungan MSG tentu menghambat gerakan Papua Merdeka. Kemudian, gerakan separatis Papua
Merdeka The West Papuan National Coalition for Liberation (WPNCL) mendaftarkan diri sebagai
anggota dari MSG pada bulan Juni 2013 dengan bantuan negara Vanuatu dan Kepulauan Solomon.
Namun, permintaan mereka harus ditunda karena adanya rencana kunjungan delegasi MSG ke
Indonesia.

Pada tanggal 11 Januari 2014 sampai tanggal 16 Januari 2014, MSG melakukan kunjungan
Indonesia untuk memperkuat hubungan kerjasama antara Indonesia dengan MSG, dan
mengunjungi Papua untuk menyelidiki tuduhan-tuduhan yang dilontarkan Papua Merdeka
terhadap Indonesia. Setelah mengunjungi Papua delegasi MSG menyatakan bahwa tidak ada
pelanggaran HAM yang terjadi. Namun, negara Vanuatu tetap tidak mempercayai pernyataan
delegasi MSG terhadap pelanggaran HAM di Papua. Negara Vanuatu tetap membela gerakan
separatis Papua.

Setelah kunjungan delegasi MSG ke Indonesia, WPNCL berkembang menjadi United


LIberation Movement for West Papua (ULMWP) dan mendapatkan gelar observer pada Juni
2015. ULMWP menggunakan gelarnya untuk terus mendapatkan suara MSG, dan mendorong
MSG untuk melakukan referendum ulang. Sedangkan, negara Indonesia dinaikkan jabatannya
menjadi associate member MSG. Indonesia terus berusaha untuk memperbaiki keadaan ekonomi,
sosial, dan politik Papua. Selain itu, Indonesia juga berusaha untuk mengurangi dukungan MSG
terhadap gerakan Papua Merdeka yaitu ULMWP.

Dengan dinaikkannya jabatannya Indonesia di MSG, Indonesia menjadi lebih tenang


mengenai ULMWP. Karena Indonesia merasa suara yang ULMWP wakilkan merupakan suara
kelompok yang tidak tinggal di Indonesia, dan Indonesia mewakili suara rakyat Papua. Selain itu,
Indonesia berhasil menggagalkan usaha ULMWP untuk menjadi anggota dari MSG, dan merubah
pandangan negara-negara anggota MSG untuk tidak mendukung gerakan separatis Papua
Merdeka.

2.3 Analisis Studi kasus dengan kerangka konseptual

Dalam teori kebijakan luar negeri Model I (rational Theory) menjelaskan bahwa setiap
tindakan yang diambil oleh pemerintah diorientasikan untuk memaksimalkan tujuan strategis
negara. Dimana tindakan yang diambil ini harus dipertimbangkan secara rasional karena adanya
keadaan krisis yang dapat mengancam kedaulatan suatu negara. Tindakan aktor rasional dapat
menentukan masa depan negaranya melalui pengambilan keputusan dalam kebijakan luar negeri
negara tersebut, dimana aktor tersebut mempertimbangkan semua pilihan dan bertindak secara
rasional untuk memaksimalkan keuntungan atau dengan kalkulasi untung dan rugi sehingga
keputusan yang diambil merupakan keputusan yang matang dan tepat. Indonesia menjadi
Associate Member dalam Melanesia Spearhead Group (MSG) merupakan suatu tindakan rasional
negara dalam keadaan krisis dimana hal ini ditujukan untuk menjaga kedaulatan negara di Papua
Barat pada tahun 2015. Adanya situasi krisis dimana terbentuknya organisasi separatisme Papua
ULMWP yang juga merupakan salah satu anggota di MSG tetapi hanya sebagai observer,
ULMWP berusaha mendapat beberapa dukungan dari negara anggota MSG, dan ternyata mereka
mendapatkan dukungannya dari kepulauan Solomon, Vanuatu, dan beberapa anggota Melanesian
Spearhead Group lainnya. Maka dari itu indonesia menjadi associate member ini memiliki goals
and objectives yang fokus utamanya adalah menjaga kedaulatan indonesia bagaimana caranya agar
mendapat kepercayaan dari negara-negara MSG dan mencegah ULMWP untuk melakukan
referendum ulang.

Sebelum sampai pada pengambilan keputusan yang bersifat final ini, negara memiliki
beberapa options untuk mengatasi masalah ini seperti merundingkan terlebih dahulu dengan
pimpinan ULMWP namun ternyata hal tersebut tidak bisa mengatasi masalah ini ditambah lagi
dengan adanya dukungan dari negara dari MSG, maka dari itu pemerintah membuat alternatif-
alternatif yang memiliki tingkat kesuksesan yang lebih tinggi dengan mempertimbangkan segala
konsekuensinya, dimana ketika berbicara mengenai Papua, sudah menjadi tanggung jawab negara
indonesia untuk menyelesaikan dan memperbaiki permasalah tersebut mengingat papua yang
merupakan bagian dari NKRI dan hampir 11 juta masyarakat Indonesia merupakan keturunan
melanesia (CNN Indonesia, 2015). Maka dari itu Indonesia berupaya untuk menjadi associate
member dengan pertimbangan beberapa keuntungan yang didapat Indonesia yaitu dapat terjalin
nya hubungan diplomasi dengan negara negara MSG yang menjadi pendukung ULMWP dimana
dengan Indonesia menjadi associate member dan membicarakan tentang isu ULMWP ini, seberapa
peduli mereka dengan ULMWP maka dapat meyakinkan dan memberikan pemahaman kepada
kepada negara yang tergabung dalam MSG bahwa Indonesia sangat peduli dengan masyarakat
papua tersebut. Sehingga benefit yang didapatkan adalah dukungan anggota MSG kepada
Indonesia dalam penyelesaian kasus kedaulatan NKRI di Papua Barat terkait upaya separatisme
tersebut dan mendapat kepercayaan bahwa indonesia sebenarnya dapat menyelesaikan
permasalahan tersebut.

Selain itu dengan naiknya Indonesia menjadi Associate member beberapa consequences
berupa benefit lain yang didapat Indonesia adalah adanya integritas teritorial Indonesia
terutamanya di wilayah Papua tersebut, dimana negara-negara anggota MSG tidak bisa dan tidak
memiliki hak untuk intervensi masalah permasalahan internal negara Indonesia (Salya, 2017).
Karena seperti yang diketahui sebelum Indonesia menjadi associate member beberapa negara
seperti Vanuatu dan kepulauan Solomon selalu getol ikut campur dan menyuarakan tuduhan
bahwa Indonesia melakukan pelanggaran HAM di Papua. Bahkan salah satu anggota ULMWP
diselundupkan oleh Vanuatu ke luar negeri ke komisioner tinggi HAM PBB di Swiss untuk
mendapat dukungan mereka. Melihat dari hal ini, dengan masuknya Indonesia menjadi Associate
member membuat negara seperti Vanuatu dan kepulauan Solomon tidak bisa melakukan campur
tangan lagi karena adanya prinsip non intervensi tersebut dan tidak boleh ikut campur dalam
masalah internal negara.

Dengan mempertimbangkan beberapa consequences tersebut maka ditariklah Choice yang


paling rasional dengan memiliki tingkat kesuksesan yang paling tinggi yaitu masuknya Indonesia
menjadi Associate member dalam Melanesian Spearhead Group (MSG) pada tahun 2015.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan penjabaran Allison terkait Model 1 (Rational Theory) foreign-policy decision


making dapat menjelaskan bagaimana Pemerintah Indonesia sebagai aktor pembuat keputusan
memilih tindakan yang rasional dengan bergabung dan menjadi Associate Member dalam
Melanesian Spearhead Group (MSG) pada tahun 2015 untuk merespon krisis yang terjadi dalam
wilayah domestiknya dimana terbentuknya organisasi United Liberation Movement of West Papua
(ULMWP) yang mendorong gerakan separatisme di Papua. Tindakan tersebut merupakan
keputusan yang tepat untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia melalui hubungan diplomatik
serta kerjasama dengan negara-negara anggota MSG dengan mempertimbangkan keikutsertaan
ULMWP yang berstatus sebagai observer dalam organisasi tersebut. Dengan privilege yang
didapatkan sebagai Associate Member, Indonesia secara tidak langsung dapat mengawasi serta
menghalangi gerakan kelompok separatis tersebut untuk sepenuhnya memerdekakan Papua dari
Indonesia yang mendapatkan dukungan dari beberapa negara anggota MSG.

3.2 Saran

Keputusan Indonesia untuk bergabung kedalam MSG tentunya merupakan hal yang sangat
tepat untuk mengawasi serta menjaga situasi eksternalnya yang turut berpengaruh pada krisis
gerakan separatis yang terjadi dalam wilayah domestiknya yaitu di Papua Barat. Oleh karena itu,
mengingat dukungan serta berbagai tindakan campur tangan yang dilakukan oleh beberapa negara
seperti Vanuatu dan Kepulauan Solomon yang juga merupakan anggota MSG terhadap ULMWP,
menurut kami alangkah lebih baiknya jika pemerintah Indonesia dapat memanfaatkan kesempatan
serta menggunakan status keanggotaannya sebagai Associate Member dalam MSG tersebut untuk
lebih mempererat hubungan diplomatik serta mengangkat isu yang sesuai dengan kepentingan
nasional Indonesia dan berusaha sekuat mungkin menghalangi upaya ULMWP untuk melakukan
tindakan lebih lanjut guna melepaskan diri dari Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Allison, G. T. (1969). Conceptual Models and the Cuban Missile Crisis. The American Political
Science Review, 63(3), 689–718. https://doi.org/10.1017/S0003055400271724

Bekarekar, W. W. S. (2016). Alasan Indonesia dalam Melakukan Hubungan Kerjasama dengan


Melanesian Spearhead Group (MSG). Yogyakarta: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
https://pascasarjana.umy.ac.id/wp-content/uploads/2016/08/32-wirda.pdf

CNN Indonesia. (2015). Kemlu RI : Keanggotaan MSG Dorong Pembangunan Indonesia Timur.
2015. https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150702163906-106-63932/kemlu-ri-
keanggotaan-msg-dorong-pembangunan-indonesia-timur

Hasyim, M. M. A. (2017). Diplomasi Indonesia dalam Melanesian Spearhead Group (MSG)


terhadap Penjagaan Kedaulatan NKRI di Papua Barat Periode 2013-2016. Skripsi, Jakarta:
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah.
https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41225/1/M%20MUSA%20AL%20H
ASYIM-FISIP.pdf

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. (2019). Melanesian Spearhead Group (MSG).
https://kemlu.go.id/portal/id/read/128/halaman_list_lainnya/melanesian-spearhead-group-msg

Melanesian Spearhead Group Secretariat. (n.d.). About MSG. https://msgsec.info/about-msg/

Salya, S. (2017). DIPLOMASI PUBLIK INDONESIA TERHADAP MELANESIAN


SPEARHEAD GROUP DALAM MENGONTER ISU PAPUA MERDEKA. Unpad Repository,
6–7. http://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/docId/21114

Anda mungkin juga menyukai